Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soedjatmiko
"Bayi preratur ialah bayi yang lahir sebelum waktunya (masa kehamilan kurang dari 37 minggu) sehingga fungsi-fungsi pengaturan suhu tubuh, pernafasan, peredaran darah dan sistem kekebalan belum berfungsi baik, oleh karena itu perlu mendapat perawatan intensif yang lama di Rumah Sakit (Brooks 1991; Monintja, 1997; Kadri. 1999) dengan kematian pada minggu pertama sekitar 10 % dan kematian dalam 1 bulan pertama mencapai 35,7 % (Kadri, 1999).
Karena bayi prematur tampak kecil, lemah, berkulit sangat halus dan tipis (Radii, 1999), membutuhkan lebih banyak perhatian dan perawatan (Rauh dkk, 1990: Brooks, 1991), ibu cemas pada keselamatan bayi dan masa depannya, (Brooks, 1991) sehingga kurang aktif dalam pengasuhan bayinya (Martin dan Colbert, 1997).
Reaksi ibu pada tahap awal berupa anticipatory grief; orangtua menjauh dari bayinya sampai mereka yakin bayinya selamat. Tahap kedua ; facing up. berani menghadapi kenyataan. Tahap ketiga : ikatan dan kelekatan. Tahap keempat : learning stage, tahap belajar kebutuhan-kebutuhan khusus bayi (Brooks ,1991).
Karena kelahiran bayi prematur merupakan kejadian yang mengagetkan bagi ibu maka dukungan suami dan orangtuanya sangat penting bagi ibu agar mampu berhadapan dengan masalah-masalah tersebut di atas (Pederson dkk, 1987 dalam Martin dan Colbert, 1997). Namun setereotip anggota keluarga dan teman-teman dapat mempengaruhi sikap ibu terhadap bayinya, sehingga ibu-ibu bersikap kurang sensitif dalam pengasuhan bayinya (Brooks, 1991). Perlindungan yang berlebihan sejak bulan-bulan pertama dapat berlanjut berupa kekhawatiran yang berlebihan, sehingga ibu tidak memberi kesempatan anaknya untuk mengeksplorasi lingkungannya, melakukan aktivitas secara mandiri, atau bermain dengan anak lain (Brooks, 1991).
Bayi prematur di Skotlandia dan Amerika pada umur 1,5 -- 10 tahun mengalami gangguan perkembangan: ketidak mampuan belajar (learning disability) 5 - 48 %, palsi serebral (kekakuan otot akibat kerusakan otak) 5 - 14 %, retardasi mental 2 - 14%, gang pan pendengaran 1 - 7 %, gangguan penglihatan 1 - 12 % (Sukadi, 2000). Bayi prematur di RSCM terjadi retardasi psikomotor dan mental 12 %, sering kejang 22 %, gangguan bicara 6 %, gangguan sifat/perilaku 6 %, palsi serebral (kekalcuan otot akibat kerusakan otak) 4 % (Ismael, 1991) . Pada pengamatan jangka panjang kepekaan ibu dalam pengasuhan 86 bayi prematur. Beckwith dan Cohen (1999) menyimpulkan bahwa pengasuhan ibu yang kurang sensitif pads masa bayi akan berdampak sampai umur 18 tahun berupa kelekatan dismissing.
Oleh karena itu menurut Bennet dan Guralnick (1991) bayi prematur perlu stimulasi dini mullirfrodal yang merangsang berbagai sistem sensorik (penginderaaan) secara simultan yaitu : pendengaran (auditori), penglihatan (visual), perabaan (taktil), dan gerakan (vestibular-kinestetik. Rangsangan dini tersebut jika dilakukan terus menerus akan merangsang pembentukan sinaps-sinaps sel-sel otak bayi yang lebih kompleks sehingga meningkatkan perkembangan fungsi-fungsi otak (Nelson, 2000). Dengan stimulasi dini tersebut diharapkan akan meningkatkan kepekaan ibu terhadap bayinya dan akan memperkecil kemungkinan gangguan perkembangan.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dilakukan penelitian kualitatif untuk memahami pengasuhan bayi prematur yang berkaitan dengan kelekatan dan stimulasi serta faktor-faktor yang mempengaruhinya Penelitian dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan pedoman umum di Ruang Rawat Bayi Baru Lahir (Perinatologi) Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM-FKIII, pada 3 ibu yang melahirkan bayi prematur, yang datang teratur atas kemauannya sendiri ke rumah sakit untuk pengasuhan bayinya.
Berdasarkan analisis pada transkrip verbatim dengan interpretasi pemahaman teoritis (Kavle, 1996 dalam Poerwandari, 2001) diperoleh beberapa kesimpulan. Reaksi awal ibu berupa kesedihan dipengaruhi oleh karakteristik bayinya, Reaksi kesedihan ibu dipengaruhi oleh ikatan ibu dan bayi sejak kehamilan, kontak pertama kali ketika melahirkan dan dipengaruhi oleh pengalaman kematian bayi sebelumnya. Berkurangnya reaksi kesedihan ibu setelah diberitahu dokter atau perawat bahwa kesehatan bayinya membaik.
Pengalaman kehamilan terdahulu mempengaruhi ketrampilan ibu dalam membentuk kelekatan ibu dan bayi sejak kehamilan sampai ketika mengasuh bayinya, Kontak pertama melalui knlit dan suara ketika melahirkan, serta pengalaman menggendong pertama kali akan memperkuat ikatan ibu dan bayinya. Sikap ibu ketika menyusui dipengaruhi oleh penman ibu dalam pengasuhan terdahulu. Rasa kompetensi ibu dipengaruhi oleh siklus tidur-bangun bayi. Kepekaan maternal dapat diekspresikan ketika menyusui bayinya_ Motivasi ibu untuk selalu datang ke rumah sakit akan memperkuat kelakatan ibu dan bayinya. Motivasi ibu dipengaruhi oleh ikatan ibu dan bayi sejak kehamilan dan kelahiran. Dukungan suami pada minggu pertama memperkuat kelekatan ibu dan bayinya. Perilaku ibu selama menyusui merupakan stimulasi dini multimodal. Siklus tidur bangun bayi perlu diketahui ibu untuk mencari saat yang tepat menyusui dan melakukan stimulasi bayi.
Bayi prematur lebih banyak mengantuk dan tidur sehinga ibu merasa kurang kompeten Set a; 3 jam kesempatan ibu berinteralsi dengan bayinya sekitar 20 - 30 men it, menyusui sekitar 45 - 75 menit, Sumber informasi tentang stimulasi dari pengalaman,.bukan dari dokter atau perawat.
Rencana pengasuhan di rumah perlu dukungan orangtua dan mertua, sedangkan suami lebih dibutuhkan sebagai sumber keuangan. Ibu cenderung melindungi bayinya terhadap perilaku anggota keluarga lain dan tetangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pengasuhan di rumah antara lain : sikap ibu terhadap masa depan perkembangan bayinya, anjuran dokter, perawat, dan pengaruh pengalaman pribadi.
Dengan memahami hal-hal tersebut di atas diperoleh pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pengasuhan bayi prematur, antara lain untuk menyusun paket pelatihan bagi petugas kesehatan dan ibu tentang cara-cara pengasuhan bayi prematur, sehingga mereka dapat tumbuh kembang optimal."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T8263
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hapsari
"Salah satu dampak perubahan sosial di masyarakat adalah semakin dituntutnya anak untuk berhasil secara akademis sejak usia dini. Hal tersebut merupakan faktor resiko munculnya berbagai masalah pada masa usia sekolah middle childhood). Underachievement adalah salah satu di antaranya. Underachievement adalah kesenjangan antara kapasitas dengan performa anak di sekolah, di mana anak memperoleh nilai-nilai yang lebih rendah daripada kemampuan intelektualnya untuk belajar.
Anak underachiever biasanya menampilkan performa yang buruk pada satu atau lebih keterampilan akademis dasar, termasuk menulis. Buruknya performa menulis anak underachiever disebabkan karena defisit dalam pengendalian perilaku (behavioral control. Defisit dalam behavioral control menyebakan ketiga proses utama dalam menulis, yaitu planning, translating, reviewing, tidak dilakukan dengan optimal. Akibatnya perfoma menulis anak tidak sesuai dengan keterampilan menulis yang dikuasainya.
Bentuk intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah menulis yang bersumber pada defisit dalam pengendalian perilaku (behavioral control) adalah Self Instructional Training (SIT). SIT dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman pada tahun I971. SIT merupakan program pelatihan yang bertujuan melatih individu menggunakan pernyataan-pernyataan verbal untuk memicu, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku rnenulis yang menjadi sasaran dalam program.
Didasari hal tersebut, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh program SIT untuk meningkatkan performa menulis pada anak usia sekolah yang mengalami underachievemenr. Meuulis dalam penelitian ini difokuskan pada aspek figuratif yaitu menulis dilihat dari segi fisik (antara lain bentuk hurut, ejaan, penggunaan huruf kapital, dan tanda baca), serta aspek konstruktif, yaitu menulis dilihat dari segi isi tulisan (antara lain makna yang disusun dan strategi yang digunakan untuk menyampaikan maksud yang ada pada tulisan tersebut). Subyek dalam penelitian ini berjumlah 1 orang, dipilih dengan metode purposive sampling, yaitu anak underachiever usia sekolah dengan performa menulis buruk, yang disebabkan karena defisit dalam behavioral control. Pengambilan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara, dan dokumen.
Dari hasil penelitian, disimpulkan bahwa SIT berpengaruh positif dalam meningkatkan performa menulis pada anak usia sekolah (middle childhood) yang mengalami masalah underachievement."
Lengkap +
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T18101
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uttytya Dewi Tjandrasari
"ABSTRAK
Anak-anak usia 3 hingga 6 tahun mengalami kemajuan yang sangat pesat
dalam keterampilan-keterampilan motoiik, balk motorik kasar maupun motorik
halus. Beberapa orang ahli mengajukan pendapatnya tentang tahap-tahap
perkembangan menggambar pada anak-anak usia tersebut, antara lain Verna
Hildebrand (1975) menggolongkan anak usia 3 tahun dalam tahap controlled
scribble dan pada umumnya mereka sudah dapat menghasilkan lingkaran,
sedangkan anak usia 5 tahun pada tahap schematic di mana mereka sudah dapat
membuat gambar orang secara lengkap (dalam Mardijanti, 1982). Menurut Spodek (1972), kesiapan untuk membaca pada seorang anak
dipengaruhi antara lain oleh keterampilan dalam melakukan diskriminasi auditori
dan diskriminasi visual. Diskriminasi visual maupun koordinasi motorik halus
terlibat dalam m&ag-copy bentuk-bentuk geometris, pola-pola garis yang tidak
teratur, titik atau lingkaran, dan huruf-huruf alfabet. Dengan demikian, untuk
mengetahui kemampuan diskriminasi visual maupun koordinasi motorik halus
pada anak-anak usia 3 tahun maupun 5 tahun, mereka diberi tugas va&n^-copy
bentuk-bentuk geometris sederhana yang diperlihatkan kepada mereka. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode transversal atau metode
cross-sectional karena menggunakan subyek penelitian dari tahap usia yang
berbeda yaitu tahap controlled scribble dan tahap schematic. Subyek penelitian
kelompok anak yang berada pada tahap controlled scribble usia 3-0 hingga 3-11
tahun diainbil dari anak-anak yang ada dalam Kelompok Bermain dan subyek
penelitian kelompok anak-anak yang berada pada tahap schematic usia 5-0 hingga 5-11 tahun menggunakan anak Taman Kanak-Kanak di Bekasi. Alat ukur
yang digunakan adalah The Developmental Test of Visual-Motor Integration
(VMl) yang lerdiri dari 24 bentuk geometris yang harus (W-copy dcngan
menggunakan kertas dan pensil untuk mengukur tingkat persepsi visual dan
perilaku motorik yang terintegrasi pada anak-anak, khususnya untuk anak
prasekolah dan tingkat awal masa sekolah (Beery, 1967). Mengingat usia anak maka dalam penelitian ini dilakukan administrasi
individual oleh 2 orang psikolog yang sekaiigus akan memberikan penilaian
terhadap hasil tes VMI tersebut secara bergantian agar dapat dilakukan
perhitungan "Kappa" (Howell, 1997) untuk menguji reliabilitas antar penilai
(interrater reliability). Pengolahan dengan menggunakan uji-t antara mean standard score untuk
kelompok anak dalam tahap controlled scribble usia 3-0 hingga 3-11 tahun dan
kelompok anak dalam tahap schematic usia 5-0 hingga 5-11 tahun terbukti ada
perbedaan yang sangat signifikan antara kedua kelompok tersebut dalam
kemampuannya untuk menggambar bentuk-bentuk geometris (Guilford &
Fruchter, 1978). Berdasarkan hasil penelitian ini tentunya akan dapat dilakukan penelitian
lebih lanjut agar dapat diketahui gambaran kemampuan rata-rata subyek
berdasarkan kondisi demografisnya, misalkan kelompok subyek yang berada
pada tahap schematic dan tinggal di kota-kota besar dengan kelompok subyek
yang berada pada tahap yang sama naihun tinggal di daerah pedesaan, antara
kelompok subyek yang berada pada tahap controlled scribble dan telah mengikuti
kegiatan di dalam Kelompok Bermain dengan kelompok subyek yang berada
pada tahap yang sama tetapi sama sekali tidak pemah masuk dalam Kelompok
Bermain, atau antara sampel yang berasal dari Taman Kanak-kanak yang
menggunakan aplikasi metode Montessori dengan sampel dari Taman Kanakkanak
yang tidak menggunakan aplikasi metode Montessori. Perlunya penelitian lebih lanjut menggunakan jumlah sampel lebih besar
dan rentang usia lebih panjang untuk dapat menentukan urutan bentuk-bentuk
geometris sesuai dengan derajat kesulitarmya. Khusus untuk para pendidik,
hendaknya memberikan atau mengenalkan konsep-konsep tentang bentuk-bentuk
geometris dasar (misalkan lingkaran, segi tiga, bujur sangkar) terlebih dahulu
sebelum mengajarkan bentuk-bentuk huruf kepada anak didiknya agar mereka
lebih terbiasa dengan nama dan bentuk-bentuk geometris tersebut maupun nama
dan bentuk-bentuk huruf."
Lengkap +
2002
S2809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisjah Sandjaja
1977
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Shakira Tamayanti
1986
S2084
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dian L. Izwar
"ABSTRAK
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang
ditandai dengan pembahan secara fisik, kognitif dan sosial emosional (Santrock, 1990).
Masa ini dikenal juga sebagai masa pubertas yang ditandai terutama dengan perkembangan
karakteristik seks primer dan sekunder (Turner & Helms, 1987). Masa pubertas ini secara
intrinsik berkaitan dengan seksualitas (Tolan & Cohler, 1993) sehingga pada masa ini remaja
mulai tertarik pada Iawan jenisnya. Dalam perkembangan psikososial, remaja mulai memasuki
tahap heterosociality dimana ia mendapatkan kesenangan dalarn berhubungan dengan
teman dari jenis kelamin yang sama atau lawan jenisnya (Rice, 1990). Dalam salah satu
tugas perkembangan yang dikemukakan oieh Havighurst (dalam Turner & Helms, 1987)
remaja juga diharapkan untuk dapat membina hubungan yang lebih matang baik dengan
teman Iaki-laki maupun dengan perempuan dan mempersiapkan diri untuk menikah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antara remaja pria dan wanita merupakan hal
yang wajar.
Dewasa ini fenomena pacaran pada remaja awal yang berusia antara 12-15 tahun
semakin sering ditemui. Beberapa remaja putri yang masih duduk di bangku SLTP
mengatakan bahwa mereka telah punya pacar. Pada penelitian ini batasan pacaran yang
digunakan adalah hubungan yang tetap antara remaja putri dan remaja putra yang ditandai
dengan adanya kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama namun belum ada komitmen
untuk menikah. Rice (1990) mengemukakan tujuh tujuan pacaran, yaitu rekreasi, persahabatan tanpa adanya tanggung jawab untuk menikah, status dan prestasi, sosialisasi,
memperoleh pengalaman dan kepuasan seksual, memilih teman hidup dan mendapatkan
keintiman. Sementara kegiatan pacaran pada penelitian ini dlkelompokkan menjadi kegiatan
bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok dan
kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual.
Masalah yang kemudian muncuI adalah pandangan orang tua yang berbeda terhadap
masalah pacaran ini. Penelitian Gunawan (1983) menunjukkan bahwa para ibu tidak setuju
jika remaja putri mereka yang berusia antara 12-15 tahun berpacaran. Sementara penelitian
Winarini (1980) mengemukakan bahwa masalah yang paling banyak dialami remaja dalam
hubungan heteroseksual adalah tidak punya pacar. Tema mengenai hubungan seksual ini
juga merupakan tema yang sering muncul dalam fantasi anak usia puber berdasarkan
penelitian Soegiharto (1986). Dari ketiga penelitian ini dapat dikatakan bahwa ibu umumnya
tidak setuju remaja putri mereka berpacaran sedangkan remaja ingin punya pacar. Mengingat
persepsi menentukan bagaimana individu harus menghadapi lingkungannya dan
mendefinisikan situasi yang ada maka perlu diketahui bagaimana persepsi ibu dan remaja
putri mengenai pacaran ini agar konflik-konflik yang mungkin timbul dapat dihindari. Yang
dimaksud dengan persepsi di sini adalah kategorisasi dan interpretasi terhadap suatu stimulus
yang dilakukan secara selektif oleh individu untuk memberi makna pada Iingkungannya.
Dengan demikian masalah pada penelitian ini adalah : Bagaimanakah persepsi ibu dan
remaja putri usia 12-15 tahun terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku pacaran yang
dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun ?
Penelitian ini bersifat deskriptif dan alat pengumpul data yang digunakan adalah
itemized rating scales unluk mengukur persepsi terhadap tujuan dan bentuk tingkah Iaku
pacaran pada 50 orang ibu dengan pendidikan minimal SLTA dan 50 orang remaja putri usia
12-15 tahun.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik ibu maupun remaja putri mempersepsi
tujuan pacaran dan remaja putri usia 12-15 tahun adalah untuk belajar mengenai aturan-
aturan sosial dan bagaimana berhubungan dengan orang lain. Di samping itu bagi remaja
putri kegiatan pacaran juga merupakan salah satu sarana bagi remaja putri untuk memenuhi
keinginan berada bersama-sama dengan Iawan jenis, menerima afeksi dan cinta,
mengembangkan keterbukaan, saling percaya dan saling menghargai. Ibu maupun remaja
putri tidak mempersepsi bahwa tujuan remaja putri usia 12-15 tahun berpacaran adalah untuk memilih teman hidup. Sementara itu baik ibu maupun remaja putri tidak mempersepsi
kegiatan bersama hanya dengan pasangan, kegiatan bersama pasangan dalam kelompok
dan kegiatan yang mengarah pada tingkah Iaku seksual sebagai bentuk tingkah laku pacaran
yang dilakukan oleh remaja putri usia 12-15 tahun. Hasil yang menarik adalah remaja putri
yang pernah punya pacar mempersepsi bahwa kegiatan hanya bersama dengan pasangan
dan kegiatan bersama pasangan dalam kelompok merupakan kegiatan remaja putri usia 12-
15 tahun pada waktu berpacaran sementara remaja putri yang belum pernah punya pacar
tidak mempersepsi demikian. Hasil Iain menunjukkan bahwa hampir semua ibu
mengemukakan bahwa putri mereka yang saat ini berusia antara 12-15 tahun belum punya
pacar dan hampir semua ibu tidak mengizinkan putri mereka tersebut untuk punya pacar saat
ini.
Sehubungan dengan hasil di atas hal-hal yang dapat disarankan adalah ibu dapat
lebih peka terhadap perilaku putrinya, khususnya yang berkaitan dengan hubungan pria dan
wanita serta membuka komunikasi dengan putrinya dan dapat menerima perasaan-perasaan
remaja tersebut sehingga remaja putri dapat memperoleh arahan untuk menghadapi berbagai
hal yang ditemuinya dalam menginjak masa remaja. Pendidikan seks yang benar dan orang
tua diharapkan dapat rnembantu individu Iebih siap untuk memasuki masa remaja. Untuk
kepentingan ilmu pengetahuan dapat dilakukan penelitian Ianjutan mengenai tujuan dan
bentuk kegiatan pacaran yang dilakukan oleh remaja pada sampel yang Iebih Iuas sehingga
dapat diperoieh gambaran yang menyeluruh mengenai kegiatan pacaran yang mereka
Iakukan."
Lengkap +
1996
S2849
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Handayani Putri Nugroho
"ABSTRAK
Perilaku prososial sangat penting untuk dimiliki anak karena keberadaaan
perilaku ini menentukan hubungan sosial dan kualitas perkembangan sosial
anak. Salah satu perilaku prososial yang perlu dimiliki adalah kerjasama
(cooperation). Anak-anak biasanya secara spontan dapat bekerjasama mulai
dari umur 3-3 tahun. Namu semakin mereka dewasa, perilaku ini seringkali
terinferensi dengan keinginan untuk menang dalam kompetisi sehingga
perilkau kerjasama ditinggalka (Madsen, 1979 dalam Dworetzky, 1990).
Tempat Penitipan Anak (day-care/TPA) adalah salah satu bentuk alternatif
pengasuhan anak untuk mereka yang kedua orang tuanya mencari nafkah.
Peneliti bertujuan untuk melihat prevalensi perilaku kerjasama dalam
situasi kompetitif dan kompetitif pada anak-anak yang diasuh di TPA untuk
menjawab pertanyaan apakah anak-anak TPA ini belum dapat bekerja sama
atau sudah dapat, namun terinterferensi dengan kompetisi.
Eksperimen disusun dengan membagi anak ke dalam triads berdasarkan
sosiometri dan preferensi warna. Sosiometri anak ditentukan dengan
menggunakan Peer Rating Scales (Asher, 1979 dalam Rao & Stewart, 1999).
Kemudian secara random tiap kelompok ditentukan menjadi kelompok
kompetitif dan non-kompetitif. Tiap anak dalam triads diberikan 2 buah
krayon yang warnanya berbeda dan mereka diinstruksikan untuk menggambar
dengan menggunakan lebih dari dua warna. Dalam situasi kompetitif,
dijanjikan hadiah bagi satu oran pemenang.
Seluruh sesi direkam dengan handycam dan di-rate untuk di
klasifikasikan menjadi 5 ranah interaksi: kerjasama aktif (dua anak berinisiatif
bekerjasama), kerjasama pasif (anak saling tukar-menukar krayon tanpa
didahului negosiasi apapun)., Other Oriented Pasif/Self-Oriented Aktif (salah
satu anak mengambil krayon milik temannya tanpa meminjamkan kepada
temannya tersebut), Other Oriented Aktif/Self-Oriented Pasif (salah satu anak
meminjamkan krayonnya kepada temannya tanpa diminta dan tanpa
meminta/mengharapkan untuk dapat meminjam juga) dan Apatis (menolak
untuk meminjamkan/meminjam pada anak lain).
Data penelitian dihitung dengan Fisher Exact's Test. Hasil dari penelitian
adalah dari kelima ranah interaksi ini, hanya perilaku kerjasama aktif yang
muncul lebih banyak secara siginifikan dalam situasi non-kompetitif
dibandingkan dengan situasi kompetitif."
Lengkap +
1999
S2735
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>