Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Athaya Syaharani Putri Kusumowardhani
"Pelayanan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang profesional dibidang ilmunya untuk melakukan atau memberikan jasa kepada konsumen yang membutuhkan. Waktu pelayanan dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi rumah sakit. Waktu pelayanan yang lama dianggap membuat pasien frustasi dan menjadi penyebab potensial ketidakpuasan pasien pada pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui waktu pelayanan resep dari resep masuk hingga obat diberikan kepada pasien. Waktu pelayanan dihitung dari waktu dokter meresepkan hingga pemberian obat ke pasien. Parameter yang diamati adalah waktu penulisan resep, verifikasi, dispensing, dan penyerahan obat. Rata-rata waktu pelayanan pelayanan resep pasien pulang dari obat diresepkan hingga diserahkan adalah 10 jam 21 menit 27 detik, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan resep pasien pulang di Unit Rawat Inap dilakukan kurang dari 24 jam. Rata-rata waktu pelayanan resep pada tahap verifikasi, dispensing, dan penyerahan berturut-turut adalah 37 menit, 1 jam 48 menit 55 detik, dan 7 jam 55 menit 33 detik. Rata-rata waktu pelayanan resep untuk pasien dengan jaminan BPJS yaitu 10 jam 6 menit, sedangkan pelayanan resep untuk pasien dengan jaminan Umum memiliki waktu pelayanan 8 jam 53 menit 54 detik.

Service is a series of activities carried out by a professional in the field of knowledge to perform or provide services to consumers in need. Service time can affect patient satisfaction with hospital pharmacy services. Long service time is considered to frustrate patients and is a potential cause of patient dissatisfaction with health services. This research was conducted to determine the prescription service time from the incoming prescription until the drug was given to the patient. Service time is calculated from the time the doctor prescribes to administering the drug to the patient. Parameters that are considered are the time of prescription writing, verification, dispensing, and drug delivery. The average time for prescription services for patients to go home from the drugs prescribed to delivery is 10 hours 21 minutes 27 seconds, so it can be interpreted that the prescription services for patients going home at the Inpatient Unit are carried out in less than 24 hours. The average prescription service time at the verification, dispensing and delivery stages was 37 minutes, 1 hour 48 minutes 55 seconds and 7 hours 55 minutes 33 seconds respectively. The average prescription service time for patients with BPJS insurance is 10 hours 6 minutes, while prescription services for patients with general insurance have a service time of 8 hours 53 minutes 54 seconds."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Insanul Sabri
"Kesehatan merupakan hak bagi setiap masyarakat yang dijamin oleh undang-undang. Diperlukannnya peranan pemerintah melalui kegiatan layanan publik dalam memenuhi kebutuhan kesehatan. Salah satu bentuk layanan publik yang dapat disediakan oleh pemerintah dalam memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat adalah dengan menyelenggarakan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Salah satu jenis paket SC BPJS yang disediakan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Indonesia yaitu Paket BMHP di Ruang Perawatan. Paket ini berisi beberapa item obat dan BMHP yang digunakan selama perawatan dilakukan. Penerapan kendali biaya dan mutu yang dilakukan akan membuat item obat maupun BMHP yang dipaketkan sesuai dengan kebutuhan sehingga mengurangi jumlah pengembalian dan order tambahan pada paket BMHP di Ruang Perawatan sebagai kebutuhan pasien.

Health is a right for every community that is guaranteed by law. The role of government is needed through public service activities in meeting health need. One form of public service that can be provided by government in meeting public health needs is by organizing the National Health Insurance-Indonesian Health Card (JKN-KIS). One type of SC BPJS package at the Universitas Indonesia Hospital is the package in the treatment room. This package contains several drugs item that are used during treatment. The implementation of cost and quality control will make drug items packaged according to needs, thereby reducing the number of returns and additional for package in the treatment room as needed by the patient."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Uswatun Hasanah
"Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan di rumah sakit harus dapat memberikan mutu pelayanan yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas semakin tinggi ditambah persaingan antar rumah sakit yang semakin ketat membuat setiap rumah sakit berlomba untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan terbaik, termasuk dalam hal ini rumah sakit Universitas Indonesia (RSUI). Salah satu indikator mutu di rumah sakit yang harus terpenuhi adalah kepuasan pasien. Waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan resep menjadi salah satu hal penting yang akan menentukan citra rumah sakit dan merupakan salah satu komponen yang potensial menyebabkan ketidakpuasan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam pelayanan resep pasien pulang di depo farmasi rawat inap dan tahapan yang membutuhkan waktu paling lama dalam proses pelayanan resep. Analisis dilakukan dengan menghitung rata-rata waktu yang dibutuhkan dalam setiap tahap pelayanan resep pasien pulang. Tahapan yang membutuhkan waktu paling lama dalam pelayanan resep obat pasien pulang adalah dari dispensing ke penyerahan dan edukasi obat yaitu sekitar 4 jam 3 menit.

The implementation of health treatment and recovery services at hospitals must be able to provide quality service in accordance with established standards. Public demands for higher quality health services coupled with increasingly fierce competition between hospitals make every hospital compete to be able to provide the best health services, including in this case the University of Indonesia Hospital (RSUI). One indicator of quality in a hospital that must be met is patient satisfaction. The time required for prescription service is one of the important things that will determine the image of the hospital and is a component that has the potential to cause dissatisfaction. This analysis aims to determine the time needed in the prescription service for discharged patients at the inpatient pharmacy depot and the stages that require the longest time in the prescription service process. The analysis was carried out by calculating the average time needed for each stage of the patient's discharge prescription service. The stage that takes the longest time in dispensing drug prescription services for patients going home is from dispensing to drug delivery and education, which is about 4 hours 3 minutes."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Manuela
"Pengelolaan terhadap bahan medis habis pakai (BMHP) sangat penting untuk diperhatikan karena dalam menunjang fasilitas pelayanan terhadap pasien serta meningkatkan kualitas hidup pasien. Apoteker perlu memahami berbagai macam BMHP beserta fungsi dan tingkat pemakaiannya. Namun, minimnya pengenalan calon apoteker dan paparan pengetahuan secara formal mengenai BMHP dapat menyulitkan calon apoteker dalam memahami dan mengelola BMHP sedangkan hal tersebut merupakan tanggung jawab apoteker, khususnya di RSUI dengan kapasitas pasien rawat inap yang relatif tinggi, tentu akan menggunakan banyak BMHP dan perlu dikelola dengan tepat. Oleh karena itu, penulis berminat untuk menelaah penggunaan kelompok BMHP umum dan set urin. Tujuan penulisan ini adalah mengenal berbagai macam BMHP umum dan set urin serta menganalisis laju pergerakan BMHP tersebut di Farmasi Rawat Inap Rumah Sakit Universitas Indonesia pada Desember 2022 – Januari 2023. Metode yang digunakan adalah observasi langsung, studi literatur dan menghitung penggunaan BMHP oleh pasien selama dua bulan terakhir. Hasil menunjukkan bahwa BMHP umum yang paling tinggi penggunaannya adalah Disposable Syringe with Needle 1; 3; 5; 10 CC/mL, Disposable Syringe without Needle 20 CC/mL dan BMHP set urin yang banyak digunakan adalah Urine Bag 2L, Underpad 60 x 90 cm, Foley Catheter 16 FR Rusch, Pediatric Urine Collector, Female Catheter 12 FR Aximed, Kondom Kateter M, Nelaton Catheter. Dapat disimpulkan bahwa berbagai macam BMHP umum dan set urin tersebut harus dijaga persediaannya dan BMHP yang termasuk kategori slow moving dapat direalokasikan ke depo lain yang lebih membutuhkan.

Management of consumable medical materials (BMHP) is important because it supports service facilities and improves the quality of life of patients. Pharmacists need to understand the various types of BMHP, as well as their functions and usage levels. However, the lack of knowledge and formal exposure about BMHP can make it difficult for future pharmacists to manage BMHP, meanwhile, this is the responsibility of the pharmacist, especially in RSUI with a relatively high capacity of inpatients, so a lot of BMHP need to be managed appropriately. Therefore, the author is interested in reviewing the use of general BMHP and urine sets. This paper aims to recognize various types of general BMHP and urine sets and to analyze the rate of movement of these BMHP at the Inpatient Pharmacy at the Universitas Indonesia Hospital in December 2022 – January 2023. The methods were direct observation, literature study, and calculating the use of BMHP for the last two months. The results showed that the most used BMHP was Disposable Syringe with Needle 1; 3; 5; 10 CC/mL, Disposable Syringe without Needle 20 CC/mL and BMHP urine sets were Urine Bag 2L, Underpad 60 x 90 cm, Foley Catheter 16 FR Rusch, Pediatric Urine Collector, Female Catheter 12 FR Aximed, Condom Catheter M, Nelaton Catheter. In conclusion, general BMHP and urine sets must be kept in stock and BMHP in the slow-moving category can be reallocated to other depots that are more in need."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farhan Eviansyah
"Kekosongan stok adalah ketidakmampuan farmasi untuk menyediakan dan memberikan obat kepada pasien sehingga menyebabkan ketidakefektifan pelayanan klinis. Untuk menghindari terjadinya kekosongan stok, perlu dilakukan manajemen pengendalian obat dengan melakukan perhitungan jumlah penggunaan dan rerata konsumsi obat setiap bulan dan melakukan penentuan minimum stock untuk menghindari terjadinya kekosongan stok obat. Metode yang digunakan yaitu melakukan pengambilan data konsumsi dan on hand stock obat di depo farmasi rawat inap RSUI dan dilakukan pengolahan data. Kemudian dilakukan perhitungan minimum stock dan penentuan status ketersediaan obat berdasarkan dari hasil pengolahan data. Data konsumsi obat pada bulan Januari – Maret 2023 dan juga data on hand stock di depo rawat inap didapatkan dari website sistem manajemen elektronik RSUI. Data konsumsi dan on hand stock obat kemudian diolah dengan menyaring unit sediaan kapsul, kaplet, dan sahet dan didapatkan sebanyak 84 sediaan. Dari 84 data konsumsi obat kemudian dilakukan perhitungan rerata penggunaan obat selama 3 bulan dan dilakukan perhitungan minimum stock tiap sediaan menggunakan persamaan yang telah ditentukan. Data on hand stock setiap sediaan yang diperoleh dibentuk menjadi pivot table sebagai data referensi utama untuk penentuan status ketersediaan dengan menggunakan fungsi VLOOKUP untuk membandingkan ketersediaan stok obat saat ini di depo farmasi rawat inap melalui data on hand stock dengan hasil perhitungan nilai minimum stock obat dan fungsi IFS untuk menentukan status ketersediaan sesuai dengan stratifikasi yang telah dibentuk. Hasil penentuan status ketersediaan 84 obat didapatkan hasil 32 obat masuk ke dalam status RESTOCK, 3 obat berada dalam status MEDIUM, dan 49 obat dengan status AVAILABLE.

Dead stock is the inability of the pharmacy to administer drugs to patients, causing ineffectiveness of clinical services. To avoid that, it is necessary to carry out drug control management by calculating the number of uses and average drug consumption each month and determining the minimum stock to avoid death stock. The method used is to collect data on consumption and on-hand stock of drugs at the RSUI inpatient pharmacy depot and analyze the data. Then do the calculation of the minimum stock and determine the status of drug availability based on the results of the data analyzed. Data on drug consumption in January - March 2023 and on-hand stock data were obtained from the RSUI electronic management system website. Processed data on drug consumption and on-hand stock by filtering the capsule, caplet, and sachet units and obtained 84 drugs. The drug consumption average was calculated for 3 months, and the minimum stock was calculated using a predetermined equation. On-hand stock data for each drug formed into a pivot table as reference data for determining availability status. VLOOKUP function is used to compare the current drug stock availability at inpatient pharmacy depots through on-hand stock data with the results of calculating the minimum stock of drugs, and the IFS function is used to determine availability status according to the stratification. The results of determining the availability status of 84 drugs showed that 32 drugs were in RESTOCK, 3 drugs were in MEDIUM, and 49 drugs were in AVAILABLE status."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Meltiara
"Salah satu aspek terpenting dari pelayanan dan peran farmasi adalah pengoptimalan penggunaan obat dan mampu menjamin ketersediaan obat yang aman, bermutu dan berkhasiat. Salah satu cara adalah memaksimalkan proses pengelolaan obat adalah melalui pengendalian perbekalan farmasi. Persediaan obat yang berlebih akan menimbulkan tempat dan memakan saving cost serta stok yang tersimpan tersebut merupakan modal yang perputarannya berhenti. Sedangkan, jika stok terlalu sedikit akan berakibat pada kemungkinan resep yang tertunda karena persediaan mengalami stockout atau kekosongan sehingga menyebabkan merosotnya mutu pelayanan rumah sakit khususnya instalasi farmasi akibat tertundanya pengobatan pasien. Hal tersebut cukup sering terjadi di depo farmasi rawat inap RSUI. Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya kekosongan obat, dilakukan pembuatan sistem reminder restock otomatis saat stok obat sudah menipis. Sistem reminder restock dibuat dengan menghitung stok minimum dengan menghitung penggunaan rata-rata, lead time, dan safety stock, yang kemudian dihubungkan ke sistem melalui fungsi VLOOKUP dan IF Bertingkat.

One of the most important aspects of pharmacy services and roles is optimizing drug use and being able to ensure the availability of safe, quality and efficacious drugs. One of the way to maximize the drug management process is through controlling pharmaceutical supplies. Excessive drug supplies will create unnecessary space and use up extra saving costs while the turnover money for those products gets paused. Meanwhile, if there is too little stock, it will result in the possibility of prescriptions being delayed due to stockouts, causing a decline in the quality of hospital services, especially pharmaceutical installations, due to delays in patient treatment. This happens quite often at the RSUI inpatient pharmacy. To overcome and prevent stockout, an automatic restock reminder system was created when drug stocks ran low. The restock reminder system is created by determining minimum stock by calculating average usage, lead time, and safety stock, which is then connected to the system via the VLOOKUP and Multilevel IF functions."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadil Moch Al-Ridha
"Pelayanan kefarmasian di rumah sakit bertujuan untuk melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). Salah satu pelayanan kefarmasian yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yaitu Pematauan Terapi Obat (PTO). PTO merupakan evaluasi terstruktur pada pengobatan pasien yang bertujuan untuk mengoptimalkan penggunaan obat-obatan, meningkatkan hasil pengobatan, mendeteksi masalah terkait pengobatan, dan merekomendasikan intervensti terkait masalah terkait obat. Salah satu kondisi pasien yang diprioritaskan untuk dilakukan pemantauan yaitu pasien pediatri khususnya bayi dengan kodisi Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) memiliki organ yang belum matang sehingga seringkali mengalami beberapa masalah pada periode segara setelah lahir. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya masalah terkait obat melalui kegiatan PTO pada pasien anak dan bayi di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan analisis MTO pada data dasar pasien yang diperoleh dari rekam medik pasien berdasarkan American Society of Hospital Pharmacists (ASHP). Hasil penelitian menunjuukan Masih terdapat masalah terkait obat berupa dosis berlebih, dosis subterapeutik, dan ketidaksesuaian frekuensi dalam pemberian obat pada pasien anak dan bayi di Rumah Sakit Universitas Indonesia.

Pharmaceutical services in hospitals aim to protect patients and the public from irrational drug use in the context of patient safety. One of the pharmaceutical services provided to achieve this goal is Therapeutic Drug Monitoring (TDM). TDM is a structured evaluation of a patient's treatment that aims to optimize medication use, improve treatment outcomes, detect drug related problems, and recommend interventions related to drug related problems. One of the patient conditions that is prioritized for monitoring is pediatric patients, especially babies with the condition Low Birth Weight (LBW) who have immature organs so they often experience several problems in the immediate period after birth. This study aims to identify drug-related problems through TDM activities in pediatric and infant patients at the University of Indonesia Hospital. This research was carried out using TDM analysis on basic patient data obtained from patient medical records based on the American Society of Hospital Pharmacists (ASHP). The results of the research show that there are still problems related to drugs in the form of excessive doses, subtherapeutic doses, and inappropriate frequency in administering drugs to pediatric and infant patients at the University of Indonesia Hospital.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Figel Ilham
"Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sering digunakan di dalam rumah sakit yang bertujuan untuk melakukan tindakan pada satu pasien dan pada satu prosedur yang bersangkutan. Di Rumah Sakit Universitas Indonesia, tidak sedikit barang yang telah dikeluarkan oleh depo farmasi rawat inap diretur oleh ners sehingga diperlukan waktu tambahan untuk meretur barang tersebut, baik secara fisik maupun sistem. Hal ini tidak sesuai dengan budaya kerja kaizen, di mana terdapat beberapa elemen kesia-siaan saat meretur barang yang telah dikeluarkan kembali, yaitu dari segi pergerakan dan dari segi pemrosesan. Adapun kegiatan yang dilakuan adalah penerimaan dan pengolahan data transaksi BMHP untuk keperluan infus pada bulan Mei 2023 dengan menggunakan pivot table di Microsoft Excel, pengukuran waktu pengambilan dan pereturan BMHP untuk keperluan infus secara simulasi, dan analisis waktu yang dihabiskan. Jumlah keseluruhan BMHP untuk keperluan infus adalah 4.168 item, sedangkan jumlah keseluruhan BMHP yang diretur 936 item sehingga jumlah efektif yang dikeluarkan adalah 3.232 item. Waktu tempuh berturut-turut yang diperlukan untuk verifikasi resep masuk secara sistem, pengambilan BMHP secara fisik, pengecekan dan pengembalian BMHP secara fisik, dan verifikasi retur secara sistem adalah 27,07 detik, 37,28 detik, 5,79 detik, dan 42,39 detik. Dengan demikian, waktu yang terbuang hanya untuk meretur keseluruhan item BMHP untuk keperluan infus pada periode Mei 2023 adalah selama 12 jam 31 menit 36,48 detik.

Single-Use Medical Devices (SUMDs) are frequently used in hospitals in order to treat a patient and on one related procedure. In University of Indonesia Hospital, several items that have been issued by the inpatient pharmacy depot are returned by the nurses. Hence, extra time is needed to return the items, both physically and systematically. This is not in accordance with the kaizen work culture, where there are few useless elements while returning the items that have been released, i.e. uselessness on movement and process. This activity involves receiving and processing SUMDs for infusion transaction data during May 2023 by pivot table in Microsoft Excel, measuring the time needed to issue and return the goods by simulation, and analyze the time spent on. The total amount of SUMDs for infusion is 4,168 items, whereas the total amount of SUMDs for infusion returned is 936 items. The effective net is 3,232 items. The time needed to verify the prescription entered the system, issue the goods physically, check and return physically, and returning verification by system respectively is 27.07 s, 37.28 s, 5.79 s, and 42.39 s. Therefore, the time spent only to return all the SUMDs for infusion during May 2023 is 12 h 31 m 36.48 s.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Amarta
"Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Permenkes RI, 2016). High-alert medication adalah obat yang harus diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok obat yang termasuk high-alert diantaranya adalah obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Dispensing obat-obatan high alert perlu dilakukan pengecekan ulang dan verifikasi oleh staff farmasi lainnya untuk meminimalisir risiko kesalahan pemberian obat ke pasien. Faktor risiko yang mungkin terjadi saat melakukan dispensing obat-obatan high alert diantaranya adalah rute administrasi, kesalahan dalam preparasi, kesalahan dalam memahami pesanan, kesalahan dosis yang diberikan, kesalahan obat yang diberikan, dan penandaan yang ambigu (Ministry of Health Malaysia, 2020). Berdasarkan observasi pengelolaan obat-obatan high alert di depo rawat inap dan rawat jalan RSUI dapat disimpulkan bahwa penyimpanan dan penyiapan obat-obatan high alert sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pharmacy Installation is a functional implementing unit that organizes all pharmaceutical service activities in the Hospital. Pharmaceutical Service Standards are benchmarks used as guidelines for pharmaceutical personnel in administering pharmaceutical services (Permenkes RI, 2016). High-alert medications are drugs that must be watched out for because they often cause serious mistakes/errors (sentinel events) and drugs that have a high risk of causing unwanted drug reactions (ROTD). The drug group that includes high-alert includes drugs that look alike and sound similar (NORUM, or Look Alike Sound Alike/LASA). Dispensing of high alert medicines needs to be double-checked and verified by other pharmacy staff to minimize the risk of drug administration errors to patients. Risk factors that may occur when dispensing high alert drugs include routes of administration, errors in preparation, errors in understanding orders, dosage errors given, medication errors administered, and ambiguous labeling (Ministry of Health Malaysia, 2020). Based on observations of the management of high alert medicines at the RSUI inpatient and outpatient depots, it can be concluded that the storage and preparation of high alert medicines are in accordance with applicable regulations."
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fenia
"Koledokolitiasis adalah keadaan tersumbatnya saluran Common Bile Duct oleh batu empedu yang dapat menyebabkan komplikasi infeksi saluran empedu dan ikterus. Koledokolitiasis dialami oleh pasien X yang merupakan pasien geriatri dengan multi-penyakit dan polifarmasi, sehingga membutuhkan pemantauan terapi obat karena pasien berpotensi rentan tidak patuh pengobatan, terjadi efek samping obat ataupun penurunan fungsi organ tubuh. Metode penelitian dilakukan dengan menelusuri rekam medis, melakukan pemantauan terapi obat dan visite pasien X. Hasil pemantauan terapi obat pasien X ditemukan potensi interaksi obat mayor antara cilostazol dengan lansoprazole, ibuprofen, dan siprofloksasin yang berakibat pendarahan dan interaksi antara simvastatin dengan siprofloksasin dan cilostazol yang berpotensi menimbulkan rhabdomyolisis. Menurut hasil visite, pasien tidak mengalami gejala klinis pendarahan atau rhabdomyolisis. Tes laboratorium aPTT dan PT direkomendasikan apabila pasien X mengalami gejala pendarahan untuk mempertimbangkan penurunan dosis cilostazol. Selain itu, pasien diketahui menggunakan lansoprazole dengan jangka waktu melebihi ketentuan BEERs Criteria, maka dapat direkomendasikan pertimbangan penghentian penggunaan lansoprazole karena berpotensi osteoporosis dan terinfeksi C. difficile.

Choledocholithiasis is a condition where the Common Bile Duct is blocked by gallstones which can lead to complications of bile duct infection and jaundice. Choledocholithiasis is experienced by patient X who is a geriatric patient with multi-disease and polypharmacy, so it requires monitoring of drug therapy because patients are potentially vulnerable to non-compliance with treatment, drug side effects or decreased organ function. The research method was carried out by tracing medical records, monitoring drug therapy and visiting patient X. The results of monitoring patient X's drug therapy found potential major drug interactions between cilostazol with lansoprazole, ibuprofen, and ciprofloxacin which resulted in bleeding and interactions between simvastatin with ciprofloxacin and cilostazol which had the potential to cause rhabdomyolysis. According to the results of the visit, the patient did not experience clinical symptoms of bleeding or rhabdomyolysis. Laboratory tests of aPTT and PT were recommended if patient X experienced bleeding symptoms to consider decreasing the dose of cilostazol. In addition, the patient was known to use lansoprazole for a period exceeding the provisions of the BEERs Criteria, so it can be recommended to consider discontinuing the use of lansoprazole because of the potential for osteoporosis and C. difficile infection.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library