Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Meidita Kusuma Wardhani
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk menjelaskan pemicu tawa dalam percakapakan humor antara David Letterman dan John Oliver pada gelar wicara Late Show with David Letterman yang ditayangkan pada 29 Januari 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis percakapan (Conversation Analysis (CA)). Penelitian ini menunjukkan bahwa di dalam percakapan yang mengandung pemicu tawa, terdapat beberapa pelaku percakapan yang terlibat dengan peran dan kontribusi masing-masing. Kemudian, ada empat bentuk pemicu tawa yang ditemukan, yaitu penggunaan kata-kata tertentu, simile, dialog dalam dialog, dan gabungan dialog dalam dialog dan penggunaan kata. Keempat bentuk pemicu tawa tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya karena adanya konteks yang relevan. Hal ini menunjukkan bahwa konteks memiliki kedudukan penting dalam memicu tawa.
ABSTRACT
The purpose of this study is to illuminate triggers of laughter found in a conversation between David Letterman and John Oliver in a talk show, Late Show with David Letterman on January 29th, 2015. This study is conducted using qualitative method and Conversation Analysis (CA) approach. It shows that in the conversation, there are some participants who have certain roles and contributions. It also shows that there are four types of triggers of laughter found in the conversation which are the use of certain words, simile, dialog in dialog, and the combination between dialog in dialog and the use of certain words. Those types of triggers of laughter can function well because of relevant context. It means that context plays a prominent role in making people laugh
2016
T46145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novietri
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas alat-alat kohesi yang digunakan anak tuli dan anak dengar. Penelitian ini menggunakan teori kohesi Halliday dan Hasan 1976 dan Renkema 2004 . Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sumber data penelitian ini adalah tulisan 10 anak tuli dan 10 anak dengar yang bercerita berdasarkan instrumen yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak tuli dan anak dengar memiliki kecenderungan yang sama dalam menggunakan elipsis, hiponimi, meronimi, dan kolokasi. Kecenderungan yang sama juga muncul dalam penggunaan konjungsi, kecuali konjungsi hubungan waktu yang cenderung digunakan oleh anak dengar. Penggunaan konjungsi di dalam tulisan ada yang sesuai dan tidak sesuai. Repetisi dan antonimi cenderung digunakan oleh anak tuli. Referensi dan sinonimi cenderung digunakan oleh anak dengar. Referensi persona dan demonstratif ada yang digunakan sesuai, tidak sesuai, dan acuan yang tidak jelas. Dalam menggunakan referensi persona pertama, anak tuli cenderung menggunakan referensi persona saya, sedangkan anak dengar cenderung menggunakan referensi persona aku. Selain itu, semua anak dengar menggunakan persona ketiga ia, -nya, dan mereka. Anak tuli tidak semuanya menggunakan persona ketiga. Referensi demonstratif juga banyak digunakan oleh anak dengar daripada anak tuli. Referensi demonstratif yang banyak ditemukan adalah itu dan tersebut. Faktor-faktor yang memengaruhi kemunculan persamaan dan perbedaan penggunaan kohesi ini adalah metode pengajaran, kemampuan anak, keluarga, dan lingkungan anak, serta bahasa isyarat yang digunakan oleh anak tuli.
ABSTRACT
This thesis investigates the cohesion devices used by deaf and hearing children. This qualitative research employs Halliday and Hasan 1976 and Renkema 2004 cohesion theory. The source of data in this research is the writings from 10 deaf and 10 hearing children telling a story about the given instrument. The output of this study indicates that the deaf and hearing children have the equal tendency in using ellipsis, hyponymy, meronymy, and collocation. The same tendency also emerges in the use of conjunctions, except time relation conjunctions, which tend to be used more by the hearing group. The use of conjunctions in the writing are not fully correct. Repetition and antonymy are used more by the deaf. Reference and synonymy tends to be used by the hearing, although some personal and demonstrative references are not correctly used and the references are sometimes not clear. In using the first person reference, the deaf children tend to use personal reference saya, while the hearing ones tend to use aku. In addition, all hearing children use the third person references ia, nya, and mereka, while not all the deaf use these third person references. Demonstrative references are also more frequently used by the hearing group instead of the deaf. The most frequently used demonstrative references are itu and tersebut. These similarities and differences in using cohesion devices are influenced by several factors, amongst which are teaching method, children rsquo s ability, family and children rsquo s environment, and sign language used by the deaf.
2016
T47028
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizma Angga Puspita
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas penggunaan alat-alat kohesi leksikal pada tuturan anak-anak di daerah Pati, Jawa Tengah, yang memperoleh paparan dua bahasa, yakni bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah 1 bagaimana penggunaan alat kohesi leksikal dalam membentuk hubungan kohesif antarbagian pada struktur narasi lisan berbahasa Indonesia; 2 bagaimana penggunaan jenis-jenis alat kohesi leksikal yang ditemukan; dan 3 apa yang memengaruhi penggunaan-penggunaan alat kohesi leksikal tersebut. Partisipan di dalam penelitian ini adalah anak-anak Pati N=51 yang bersekolah di SD kelas 1, 2, dan 3, dengan rentang usia 6;0-9;0. Penelitian ini menggunakan teknik elisitasi dengan instrumen utama berupa film bisu The Pear Story. Peneliti menggunakan bahasa Indonesia dalam instruksinya. Penelitian ini didukung oleh observasi dan kuesioner penggunaan bahasa. Analisis kualitatif dan kuantitatif digunakan untuk melihat kecenderungan dalam penggunaan alat kohesi leksikal. Dari hasil analisis ditemukan bahwa anak-anak tersebut, terutama anak kelas 3, sebagian dapat menggunakan alat kohesi leksikal untuk menghubungkan antarbagian dalam struktur narasi. Akan tetapi, ada juga anak, terutama anak kelas 1 dan 2, yang belum mampu. Repetisi ditemukan paling dominan di antara penggunaan alat kohesi leksikal yang lain, yaitu hiponimi, hipernimi, sinonimi, dan antonimi. Alat kohesi leksikal, selain sebagai penghubung antarbagian dalam struktur, juga digunakan untuk mengoreksi ujaran, mencari kata yang spesifik, dan berpikir. Hal-hal terkait temuan penggunaan alat kohesi leksikal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan bahasa anak, paparan dua bahasa dari lingkungan, dan metode penelitian.
ABSTRACT
The thesis discusses the use of cohesive devices in children rsquo s narratives in the area of Pati, Central Java, who are exposed to two languages, Javanese and Indonesian. The questions to be addressed are 1 how the use of lexical cohesion devices creates the connection between elements of narrative 2 how children use of lexical cohesion devices and 3 what influences the use of such lexical cohesion devices. The participants in this study are elementary school children in Pati N 51 of the first, second, and third grade, their age range are 6 0 to 9 0. This research uses elicitation technique with silent film The Pear Story as the main instrument. Instructions are given in Indonesian. This study is supported by observations and parental questionnaires of language use. Qualitative and quantitative analyses are used to see tendencies of the use of lexical cohesion devices. It is found that these children, especially 3rd graders, could use lexical cohesion devices to creates cohesive the narrative structure. However, there are also children, especially children of grade 1 and 2, who have not been able yet to create it. Repetition is found to be the most dominant lexical cohesion devices among the others. Lexical cohesion devices are also used to correct speech, to show that they search for specific words and think. The findings of the use of such lexical cohesion devices are influenced by the stage of their languae development, the exposure of two languages of the environment, and the method of the research.
2018
T49448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jayanti Monica Gulo
Abstrak :
Alih tutur merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari percakapan manusia. Ditemukannya pola dan karakteristik tertentu dalam alih tutur anak melatarbelakangi dilakukannya penelitian ini dengan fokus penelitian pada alih tutur anak bilingual pada percakapan dua bahasa, yakni bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan bagaimana respons alih tutur anak dalam dua bahasa dan untuk menguraikan strategi-strategi yang digunakan anak dalam percakapan dua bahasa. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan data transkripsi hasil rekaman dari empat sesi wawancara yang dilakukan dengan tiap anak dalam dua bahasa dengan responden tiga orang anak yang berusia 4-5 tahun di Jambi. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan landasan teori Sacks, Schegloff & Jefferson (1974) tentang komponen pembangun giliran dan Stenstrom (1994) tentang strategi alih tutur. Dari hasil analisis data ditemukan bahwa ketiga responden memiliki kecenderungan respons bahasa dengan unit yang berbeda-beda. Matt dan Winna merespons lebih tinggi dalam sesi wawancara bahasa Indonesia dan didominasi oleh respons dalam bentuk kata tunggal sedangkan Alisa merespons lebih tinggi dalam sesi wawancara bahasa Inggris dalam bentuk unit kalimat yang cukup kompleks. Selain itu, ditemukan pula fenomena alih kode dan campur kode dalam sesi wawancara kedua bahasa. Temuan selanjutnya adalah adanya penggunaan strategi-strategi alih tutur yang berbeda-beda pada tiap sesi wawancara. Terlepas dari kecenderungan bahasa, strategi alih tutur yang muncul lebih dipengaruhi oleh faktor ketertarikan anak pada topik wawancara, mood (suasana hati) anak pada saat sesi wawancara dan faktor situasional seperti fokus anak dan distraksi yang muncul pada saat wawancara berlangsung. ......Turn taking is an inseparable part of human conversation. The discovery of certain patterns and characteristics in children's turn taking is the main reason for this research to be conducted with a broader focus on turn taking of bilingual children in two-language conversations, which are Indonesian and English. This study was conducted to explain the children’s turn taking responses during two languages interview sessions and to describe the strategies used by children in bilingual conversation. This study is a qualitative research with transcription data recorded from four interview sessions conducted with each child in two languages ​​with three children aged 4-5 years as respondents in Jambi. The data were then analyzed using the theoretical basis of Sacks, Schegloff & Jefferson (1974) on the turn-constructional component and Stenstrom (1994) on turn taking strategies. From the results of data analysis, it was found that the three respondents had a tendency to respond to language with different units. Matt and Winna responded higher in the Indonesian interview sessions and dominated by single word responses, while Alisa responded higher in the English interview session in the form of a fairly complex sentence unit. In addition, code switching and code mixing phenomena were also found in the interview sessions of the two languages. The next finding is the use of different turn taking strategies in each interview session. Apart from language tendencies, the turn taking strategies that appear are more influenced by the child's interest in the interview topic, the child's mood during the interview session and situational factors such as the child's focus and distractions that arise during the interview.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Ferhadija Yasid
Abstrak :
Penelitian ini membahas penggunaan alat kohesi gramatikal pada wacana naratif lisan yang dituturkan anak usia prasekolah 4 mdash;6 tahun . Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh gender pada penggunaan alat kohesi gramatikal anak usia prasekolah. Subjek penelitian ini adalah 28 anak perempuan dan laki-laki yang bersekolah di Taman Kanak-kanak Bogor. Data penelitian ini adalah tuturan narasi oleh subjek penelitian berdasarkan buku cerita bergambar tanpa tulisan. Data tersebut diperoleh melalui Teknik elisitasi produksi. Selain itu, terdapat pula data berupa gambaran demografis subjek dan orang tua subjek yang didapatkan dari kuesioner. Perbandingan penggunaan alat kohesi gramatikal dianalisis secara statistik dan dikaitkan dengan sejumlah teori mengenai pemerolehan bahasa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan berbeda pada anak perempuan dan laki-laki dalam memproduksi alat kohesi gramatikal. Akan tetapi, perbedaan kecenderungan tersebut tidak signifikan. ......This research analyzed the use of grammatical cohesion devices in narrative discourse between Girls and Boys in preschool age. This research is done to see how gender could affect preschool kids in using grammatical cohesion device. The subjects of this research are 28 girls and boys who attended Bogor Kindergarten. The data used in this research is narratives speech that were told by the kids based on wordless picture story book which obtained by using elicited production task technique. Other than that, there were also demographic visual of the subject and their parents based on the questionnaire that given before. The comparison between subject rsquo s use of grammatical cohesion device were analyzed statistically and linked to several theories about language acquisition and gender studies. The result shows that there are several trends in the use of grammatical cohesion device between girls and boys. However, the statistical analysis indicates that the difference is not significant.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69944
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Rahma Dewi
Abstrak :
ABSTRAK
Makalah ini membahas struktur naratif dalam tulisan anak-anak berbahasa Indonesia mengenai pengalaman yang menyenangkan. Pertanyaan di dalam penelitian ini adalah: 1 bagaimana anak-anak menceritakan pengalaman mereka yang menyenangkan dalam bentuk tulisan; dan 2 apa kecenderungan yang ditemukan dalam tulisan mereka? Tujuan penelitian ini adalah menguraikan bentuk-bentuk narasi yang digunakan oleh anak-anak usia sekolah 8-11 tahun, siswa kelas 3-5 SD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data utama penelitian ini berasal dari tulisan tangan anak-anak N=138 yang bersekolah di Bekasi dan Depok. Tulisan ini kemudian disalin kembali dalam bentuk cetak dan dipilah berdasarkan klausa, yang merupakan satuan di dalam wacana. Struktur naratif dianalisis berdasarkan teori Labov dan Waletzky 1967/1997. Berdasarkan analisis struktur naratif, ditemukan struktur naratif tunggal yang lengkap, tunggal tidak lengkap, tunggal kompleks, jamak kohesif tidak lengkap, dan jamak beda komponen. Kami juga menemukan kecenderungan bahwa kompleksitas struktur narasi yang dipilih anak-anak dalam menceritakan pengalaman menyenangkan tidak dipengaruhi oleh perbedaan usia.
ABSTRACT
The present paper disscusses structure in Indonesian childrens written narrative on happy experience. Two questions to be addressed are 1 how children tells their happy experience in written form and 2 how the tendency found in their writing The aim of this study is to explain the narrative structure used by school age children 8 11 years old, students grade 3 5 elementary school in Bekasi and Depok. We use qualitative and quantitative method in analysis. The data used in this study are children rsquo s handwritings N 138. The handwritings are copied and sorted into clauses. We apply Labov Waletzkys 1967 1997 theory to identified the components of narrative structure. Based on the components used, we classified childrens narratives into singular complete, singular uncomplete, singular complex, plural cohesive uncomplete, and plural different component. We found that children tends to use complex structure to write narrative on happy experience. We also found that the complexity of narrative structure used by children was not influenced by age difference.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Dellani Johanna
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas wacana narasi pengalaman menyedihkan yang dituliskan oleh anak usia sekolah. Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah cara anak usia sekolah menyusun narasi mengenai pengalaman menyedihkan. Penelitian ini bertujuan menguraikan struktur narasi pengalaman menyedihkan yang dituliskan oleh anak-anak sekolah. Partisipan N=141 dalam penelitian ini adalah anak berusia 8 mdash;11 tahun yang berada di kelas 3, 4, dan 5 SD di Kota Depok dan Bekasi. Data yang diperoleh kemudian ditranskripsi dan dipilah berdasarkan teori narasi dari Labov dan Waletzky 1997 . Data berupa narasi diklasifikasikan berdasarkan jumlah topik pengalaman dan kelengkapan komponen struktur. Analisis data menghasilkan 9 jenis narasi, yaitu Narasi Tunggal Lengkap, Narasi Tunggal Tidak Lengkap, Narasi Tunggal Kompleks, Narasi Jamak Tidak Lengkap, Narasi Jamak Lengkap dan Tidak Lengkap, Narasi Jamak Terintegrasi Tidak Lengkap, Narasi Jamak Terintegrasi Kompleks, Narasi Jamak Terintegrasi Lengkap dan Tidak Lengkap, serta Narasi Jamak Terintegrasi Tidak Lengkap dan Kompleks. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa semakin tinggi usia anak, semakin kompleks struktur narasi yang diproduksi.
ABSTRACT
In this study, we will discuss about the structure of children rsquo s written narrative. The focus in this study is how school age children express their sad experiences in written narratives. The purpose of this study is to analyze written narratives about their sad experiences. Participants in this study are 8 mdash 11 years old children at Class 3, 4, and 5 in Depok and Bekasi elementary schools. All data were transcripted, sorted, and analyzed based on Labov dan Waletzky 1997 narrative theory. The results are 9 types of narrative structures 1 Single Complete Narratives 2 Single Incomplete Narratives 3 Single Complex Narratives 4 Plural Incomple Narratives 5 Plural Complete and Incomplete Narratives 6 Plural Integrated Incomplete Narratives 7 Plural Integrated Complex Narratives 8 Plural Integrated Complete and Incomplete Narratives also 9 Plural Integrated Incomplete and Complex Narratives. This study has found that the higher the childs age is, the more complex the narrative structure is.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Sita Oentari
Abstrak :
Web seminar (webinar) menyediakan ruang interaksi di internet bagi sekelompok individual yang berada di tempat terpisah untuk mendiskusikan suatu hal. Dalam pelaksanaannya, diperlukan rancangan peran dan kontribusi dari masing-masing pihak yang terlibat agar tujuan webinar tersebut dapat tercapai. Bertolak dari teori Clark (1994, 1996) yang menyatakan bahwa seluruh personel percakapan memiliki andil bagi percakapan melalui kapasitasnya masing-masing, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peran dan kontribusi personel yang tergabung dalam webinar. Sumber data berupa webinar dengan bahasan penanganan Covid-19 di Jawa Barat yang disiarkan melalui aplikasi Zoom Meeting dan situs YouTube secara bersamaan. Data penelitian berupa wacana percakapan dari webinar tersebut. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan Analisis Percakapan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa personel dalam webinar terbagi atas peran penutur, mitra tutur, dan partisipan sampingan yang tergabung melalui aplikasi Zoom Meeting, serta peran pengamat dan penguping yang tergabung melalui situs YouTube. Personel tersebut saling bergantian peran dari satu tindakan ke tindakan lainnya untuk bekerja sama membangun kesamaan landasan. Personel yang tergabung dalam aplikasi Zoom Meeting saling berkolaborasi untuk memberikan kontribusi berikutnya yang relevan (relevant next contribution), perhatian yang berlanjut (continued attention), serta pengakuan (acknowledgment), baik menggunakan tuturan atau gestur. Pemberian kontribusi yang relevan berarti personel mampu memproduksi urutan tuturan yang sesuai. Pemberian perhatian yang berlanjut berarti personel bekerja sama dengan menerima segala kontribusi yang saat itu diproduksi oleh penutur tanpa berusaha mengambil giliran. Pengakuan berarti personel menerima kesamaan landasan yang terakumulasi melalui gestur. Personel yang tergabung dalam situs YouTube, di sisi lain, mampu memberikan kontribusi berikutnya yang relevan melalui teks pada live chat. Dengan kapasitas berbeda, seluruh personel berperan dan berkontribusi penting bagi ketercapaian tujuan percakapan dalam webinar. ......Web seminars (webinars) allow a group of people in different locations to engage on the internet and discuss anything. It is vital to design the roles and contributions of each person involved in its implementation so that the webinar’s objectives are achieved. This study aims to identify the roles and contributions of personnel in a webinar using Clark’s theory (1994, 1996), which claims that all conversational personnel contribute to the conversation through their respective capacities. The data source is a webinar on the handling of Covid-19 in West Java, which is simultaneously streamed on Zoom Meeting and YouTube. The research data is the conversational discourse from the webinar. This qualitative research employs the conversation analysis approach. The results of the study show that the personnel in the webinar are divided into the roles of speakers, addressees, and side participants in Zoom Meeting, as well as the roles of bystanders and eavesdroppers on YouTube. These personnel alternate roles from one action to another to work together to build common ground in conversation. Personnel in the Zoom meeting collaborate with each other to provide relevant next contributions, continued attention, and acknowledgments using speech or gestures. Providing a relevant next contribution means personnel can produce appropriate utterance sequences. By giving continuous attention, personnel are collaborating to accept all contributions currently being produced by the speaker without attempting to take turns. Acknowledging means personnel receive the accumulated common ground using gestures. Personnel on YouTube, on the other hand, make the relevant next contributions via text in live chat. With varying capacities, all personnel play a significant role and contribute to the webinar’s conversational goals.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elsyn Nabila Putri
Abstrak :
Selain berfungsi sebagai sarana hiburan, humor juga dapat dipergunakan sebagai sarana kritik sosial. Dalam sebuah tuturan, humor dapat diciptakan melalui pelanggaran Prinsip Kerja Sama. Penelitian ini menganalisis penggunaan humor sebagai sarana kritik sosial yang diciptakan melalui konteks dan pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam video animasi Tekotok berjudul Surat Izin Naik UFO Ft. King of Kutub. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-kuantitatif dengan pendekatan pragmatik dan pendekatan analisis wacana. Data penelitian berupa potongan transkripsi dari video animasi Tekotok berjudul Surat Izin Naik UFO Ft. King of Kutub dan hasil kuesioner. Penelitian ini menggunakan teori Konteks Cutting, teori Prinsip Kerja Sama Grice, dan Teori Relevansi Sperber dan Wilson. Penelitian ini menemukan terdapat tiga bentuk pelanggaran Prinsip Kerja Sama dalam video, meliputi maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara. Konteks yang ditemukan adalah konteks situasional, konteks latar belakang pengetahuan, dan ko-tekstual. Konteks pengetahuan latar belakang secara langsung memengaruhi tingkat pemahaman masyarakat terhadap humor dan kritik sosial dalam video. Kritik yang ditemukan berupa kritik terhadap proses birokrasi yang lama, rumit, kinerja pelayan publik yang tidak jujur, dan kritik terhadap perilaku buruk masyarakat berkaitan dua masalah sebelumnya. ......Besides functioning as a means of entertainment, humor can also be used as a tool for social criticism. In a discourse, Humor can be created by violating the Cooperative Principle. This research analyzed the use of humor as a tool for social criticism created through the context and violation of the Cooperation Principle in Tekotok's animation video entitled Surat Izin Naik UFO Ft. King of Kutub. This research used a qualitative-quantitative method with a pragmatic approach and a discourse analysis approach. The data used are a Tekotok’s animation video entitled Surat Izin Naik UFO Ft. King of Kutub and the survey's result based on the data. The theories used are Cutting’s Theory of Context, Grice’s Cooperative Principle, and Sperber and Wilson’s Theory of Relevance. This research found that there were three forms of violation of the Cooperation Principle in the video, including maxims of quality, maxims of relevance, and maxims of manner. The contexts found are situational context, background knowledge context, and co-textual. The background knowledge context directly influence the level of public understanding regarding the humor and social criticism in the video. The criticisms found are time-taking and complex permission administration process, dishonest performance of public servants, and criticism of the bad behavior of society regarding the two previous problems.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Edelleit Rose Widyatmoko
Abstrak :
Walaupun sering dianggap sebagai luapan perasaan saja, interpretasi ungkapan tawa tidak sesederhana kelihatannya. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan motif penuturan tawa wkwk berdasarkan ortografinya melalui penjabaran karakteristik penggunaan bentuk tawa wkwk dalam percakapan tulis digital berdasarkan konteksnya. Pemetaan ujaran tawa dilakukan pada grup chat yang beranggotakan penutur bahasa Indonesia. Makalah ini menggunakan metode analisis percakapan (Schegloff, 2007) dengan ancangan teori stance taking (DuBois, 2007) dan teori pengelompokkan tawa oleh Glenn (2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujaran tawa wkwk digunakan sesuai dengan konteks percakapan yang sedang berlangsung. Berkaitan dengan hal ini, ditemukan adanya kesamaan motif penggunaan tawa wkwk dengan bentuk tawa lainnya, bahkan tawa tatap muka. Selain itu, tawa “wkwk” menunjukkan hubungan kedekatan antar penutur yang memiliki hubungan akrab. Dengan demikian, kebaruan penelitian tawa wkwk tidak terletak pada mengapa tawa itu dituturkan, tapi kepada siapa tawa tersebut dituturkan. ......Although laughter is commonly thought to be an expression of emotion, its interpretation is not as simple as it appears. The goal of this study is to discover the motivations for the orthography of wkwk by describing the characteristics of the use of the form of laughter in digital written conversations based on context. The information was gathered from a group chat of young adult Indonesian speakers. This paper employs a conversational analysis method (Schegloff, 2007), with stance taking theory approach (DuBois, 2007) and Glenn's laughter theory (2013). The findings revealed how laughter was cued in response to the ongoing conversation. There were similarities in the use of laughter with other types of laughter, such as face-to-face laughter. Furthermore, "wkwk" denotes a close relationship between speakers who are considered close. Thus, the novelty aspect of this study doesn't lie at why laughter is spoken, but who does the laughter.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>