Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 80 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alessius Asnanda
"Pemerintahan Desa adalah penyelenggara kegiatan Lembaga Pemerintahan dan Pembangunan di tingkat Desa, terdepan serta paling dekat dengan masyarakat yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk kesuksesan pembangunan dan kemajuan masyarakat. Lebih dari itu, praktek pelaksanaan Pemerintahan Desa sesungguhnya merupakan potret dan cerminan sejauhmana demokrasi diimplementasikan dalam pemerintahan kita.
Adapun formulasi pertanyaan penelitian ini adalah : Bagaimanakah penataan Pemerintahan Desa serta Pandangan Masyarakat Ada( mengenai format struktur dan Fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Landak. Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat adat tentang format Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Otonomi Daerah, dan untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta pro dan kontra dalam pelaksanaan penataan kembali ke Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori dan konsep tentang Desa, Pemerintahan Desa, Otonomi Daerah, termasuk didalamnya Pembangunan Sosial, Pemerintahan Adat dan Pelayanan kepada masyarakat (public services) serta Pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dengan informan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Landak.
Penelitian ini merupakan studi penataan Pemerintahan Desa dengan kajian tentang struktur dan fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah. Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan penataan terhadap Pemerintahan Desa kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung tersebut maka adanya pembuatan sejurnlah Peraturan Daerah, yang mana memerlukan mekanisme dan tahapan serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten atau pihak yang benar-benar memahami materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Landak. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan apabila dipelajari sungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam penataan Pemerintahan Desa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan penelitian ini berkesimpulan, bahwa ada sejumlah hat panting dan menarik yang perlu dikaji. Namun dari sejumlah hal panting dan menarik tersebut, maka penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah diterima dengan balk dan antusias di Kabupaten Landak. Penataan Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah merupakan suatu pemberdayaan dan untuk menciptakan pelayanan yang baik atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, adanya silang pandangan, ide maupun konsep yang berkembang, terutama mengenai penataan format pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Desa yaitu kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung. Semua pihak mempunyai konsep maupun pandangan yang menarik serta baik sebagai pendorong menuju Pemerintahan yang baik dalam rangka untuk mengembangkan demokratisasi, partisipatif, berkeadilan, kemandirian, akomodatif, transparan, bertanggunJ'awab, yang dekat dengan masyarakat. Meskipun secara teknis mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaan penataan tersebut.
Adapun saran-saran dalam penelitian, yaitu :
pertama : Nama, struk-tur dan sistem pemerintahan yang appropriate sebagai pengganti sistem Pemerintahan Desa adalah gabungan format Pemerintahan Adat dan sistem Pemerintahan Nasional, maka perlu diberlakukan kembali Pemerintahan Kampung di Kabupaten Landak.
Kedua Peraturan Daerah yang dibuat bukan hanya untuk menggali Pendapat Asli Daerah (PAD), tetapi yang lebih panting adalah masyarakat memahami bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah untuk kepentingan pembangunan, kelancaran tugas dan fungsi Pemerintah Daerah.
Ketiga : Untuk menghindari lerjadinya konflik akibat adanya pro dan kontra dalam penetaan Pemerintahan Desa sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah maka perlu sharing duduk bersama secara demokratis Pemda, DPRD dan masyarakat dalam membahas sating silang konsep, ide maupun pandangan dimaksud.
Selain itu juga perlu mengadakan assessment terhadap potensi dan materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang benar-benar sesuai dengan asal usul dan adat istiadat masyarakat Daerah Kabupaten Landak. Keempat : Pemerintahan Desa yang ditata menjadi Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak masih sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas - fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena Pemerintahan Binua atauy Kampung adalah pemerintahan yang dekat dengan warga masyarakt dalam rangka pelayanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusran Anizam
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam dan rinci mengenai permasalahan yang ada dalam rangka konflik etnis dan bagaimana upaya penanggulangannya. Dengan demikian dapat diformulasikan strategi dan program apa yang perlu dikembangkan untuk mengendalikan konflik.
Berdasarkan basil penelitian, diketahui beberapa permasalahan dalam rangka konflik etnis, serta dapat dipilah-uraikan menjadi permasalahan yang melatarbelakangi konflik terbuka secara mendasar, permasalahan antara, dan pencetus konflik terbuka itu sendiri. Pada awalnya, beberapa masalah bersifat personal dan bukan antar komuniti etnis. Namun dalam waktu yang lama, permasalahan tersebut ibarat snow-ball, sehingga cenderung bertumpang tindih dengan intensitas yang bervariasi diantara masing-masing masalah.
Dan penelitian ini juga diketahui bahwa upaya penanggulangan yang dilakukan terhadap konflik belum optimal dan tidak efektif, sehingga membawa korban dalam jumlah yang besar pada saat konflik terbuka dan hingga kini belum dapat direhabilitasi. Demikian halnya dengan kebijakan yang koersif; selama bertahun-tahun permasalahan konflik laten yang ada di masyarakat tidak dikendalikan menjadi penggerak perubahan sosial yang konstruktif. Bahkan permasalahan semakin kompleks dan rumit untuk diselesaikan, sehingga tidak tertutup kemungkinan akan memicu konflik terbuka kembali.
Oleh karenanya secara aspiratif dengan berlandaskan pada kajian konseptual, direkomendasikan beberapa strategi dan program pengendalian konflik, baik secara jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang terhadap masing-masing masalah, yang disertai dengan asumsi dan subyek yang berkompeten dalam merealisasikannya. Sehingga menjadi aplikatif bagi penanggulangan konflik etnis."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hasan Anshori
"Pada dasarnya, penelitian ini didorong oleh perubahan besar yang tengah terjadi pada masyarakat Indonesia saat ini. Perubahan tersebut terkait erat dengan semangat reformasi dan otoda yang bermaksud untuk lebih mengurangi peran pemerintah dengan memberikan kesempatan yang lebih besar pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 Tabun 1999 tentang pemerintah daerah merupakan bentuk respons atas semangat perubahan tersebut. Dengan demikian penyelenggaraan otonomi daerah harus dilandasi oleh prinsip-prinsip demokrasi, pemberdayaan masyarakat, partisipasi dan pemerataan. Akibatnya, paradigma pembangunan daerah juga mengalami perubahan, termasuk di antaranya perubahan sistem dan mekanisme perencanaan pembangunan daerah.
Renstra merupakan sistem perencanaan pembangunan yang digunakan oleh kabupaten Gresik sebagai penerjemahan atas semangat otonomi daerah tersebut. Penyusunannya dilakukan dengan mengundang seluruh elemen masyarakat Gresik. Partisipasi mereka diharapkan akan memberikan informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan keinginan masyarakat Gresik secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini, masyarakat tersebut direpresentasikan melalui unsur-unsur civil society yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten Gresik. Civil society sendiri merupakan elemen penting kekuatan masyarakat dan proses demokratisasi di Gresik. Keberadaan mereka sangat strategis dalam mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan dalam proses penyusunan renstra. Namun demikian, masalah yang seringkali muncul adalah berkenaan dengan kesiapan, kualitas isu, kebijakan, kuantitas dan kredibilitas mereka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tehnik pemilihan informan yang digunakan adaiah purposive. Informan-informan penting yang menjadi sampel penelitian ini adalah lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, asosiasi profesi, organisasi sosial-keagamaan/kemasyarakatan dan Bappeda sendiri. Sedangkan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan para informan tersebut.
Partisipasi civil society adalah keterlibatan mereka secara langsung dan aktif dalam proses penyusunan renstra. Partisipasi mereka sendiri berada pada tataran decision making ( pengambilan keputusan kebijakan ). Dengan demikian renstra sendiri merupakan dokumen perencanaan yang akan dijadikan acuan atau referensi untuk kegiatan operasional kabupaten Gresik.
Temuan penting dalam penelitian ini adalah pemahaman dan pengetahuan civil society sendiri mengenai renstra sangat beragam dan kurang. Di antara satu civil society dengan lainya membawakan isu dan kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut didasarkan pada perbedaan concern dan kajian masing-masing. Mekanisme pendukung ( enforcing mechanism ) partisipasi sendiri berupa mekansime formal yang dirancang dan difasilitasi pihak pemda. Mekanisme tersebut berbentuk seminar pendahuluan, sidang komisi dan diakhiri dengan rapat paripurna yang bersifat memberikan keputusan final."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ita Konita
"Fenomena konflik kekerasan yang terjadi pada masyarakat lokal di kampung Gabus Kecamatan Tambun Utara Kabupaten Bekasi adalah merupakan fakta sosial yang terjadi sejak jauh sebelum tahun 1999-an. Konflik ini merupakan konflik laten yang menyimpan benih dendam yang kapan dan dimanapun dapat muncul kembali. Penelitian ini difokuskan kepada pengungkapan dari akar penyebab terjadinya konflik, dampak yang muncul pasca terjadinya konflik serta langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan menempatkan informan sebagai sumber data yang primer dan dokumen sebagai data sekunder. Informasi didapat melalui wawancara mendalam melalui informan kunci antara lain masyarakat dan pelaku, tokoh masyarakat, aktivis LSM serta anggota legislatif. Penelitian ini mengangkat studi rangkaian konflik kekerasan di kampung Gabus karena lokasi ini mempunyai intensitas konflik yang tinggi dan secara geografis berada di sebelah utara pusat perkotaan Kabupaten Bekasi dan berbatasan dengan kecamatan Bekasi Timur Kota Bekasi. Untuk mempertajam penemuan dan pengetahuan serta penganalisaan yang tajam, peneliti melakukan diskusi dengan para ahli.
Hasil penemuan penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di kampung Gabus disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait dan tak dapat dipisahkan. Faktor tersebut diantaranya adalah adanya faktor sejarah yang sedemikian keras sehingga membentuk dan menginternalisasi pada karakteristik dikebanyakan masyarakat Gabus sampai pada generasi sekarang. Selain juga faktor lemahnya sumber daya manusia yang ditandai dengan rendahnya pendidikan, kesadaran persaudaraan dan semakin termarginalisasinya masyarakat lokal dari sektor perekonomian serta lemah dan lambannya reaksi aparat keamanan. Konflik ini kemudian membawa dampak terhadap hilangnya kepercayaan para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah ini, stigma yang melekat membawa pengaruh terhadap tingginya kesulitan masyarakat Gabus mendapatkan kesempatan untuk dapat bekerja pada perusahaan-perusahaan nasional maupun multi nasional yang ada di wilayah Bekasi. Selain itu, akibat konflik ini membawa keterbatasan mereka dalam melakukan hubungan interaksi dengan masyarakat lain. Selama terjadinya konflik, penyelesaian yang dilakukan hanya bersifat responsip dan hanya formalitas untuk meredam konflik saat itu saja.
Karena itu disimpulkan bahwa akar penyebab dari terjadinya konflik tidak berdiri sendiri dan merupakan satu-kesatuan yang saling terkait sehingga diperlukan pola penyelesaian yang harus dilakukan sesegera mungkin dan secara cepat menyeluruh serta terpadu (komprehensif) dengan memperhatikan faktor yang saling terkait tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T3502
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi
"Melalui kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengalur dan mengurus kepentingan masyarakatnya menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi yang berkembang masyarakat. Berdasarkan kebijakan tersebut memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta berpartisipasi secara aktif dalam seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi.
Untuk mengkaji apakah dalam proses perencanan pembangunan daerah telah melibatkan masyarakat didalamnya, studi ini memfokuskan penelitiannya pada pelaksanaan proses perencanaan pembangunan dan perspektif partisipasi masyarakat, kendala-kendala apa saja yang dihadapi di wilayah Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat dan bagaimana upaya-upaya untuk menanggulanginya. Dengan demikian dapat diformulasikan program apa yang dapat dikembangkan,untuk mengatasinya di Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat.
Penelitian ini mengunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, Sumber datanya adalah informan yang didukung oleh dokumen serta pustaka mutakhir yang relevan dengan setting dan field penelitian. Instrumen penelitian meliputi peneliti sendiri dan pedoman wawancara dengan prosedur penelitian melalui wawancara dan diskusi secara mendalam.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa proses perencanaan pembangunan belum dapat mempertemukan aspirasi yang berasal dari bawah dengan aspirasi yang berasal dari atas. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi berasal dari baik: dari dalam pemerintah dan masyarakat. Dari dalam pemerintah yaitu perilaku dan kualitas aparat pemerintah, dari dalam masyarakat berupa perilaku dan kualitas masyarakat dana. Sedangkan dari luar pemerintah meliputi banyaknya jenjang perencanaan yang tidak berpihak pada perencanaan dari bawah, dan masih dominannya perencanaan dari atas. Kendala dari luar masyarakat berupa perubahan kondisi masyarakat sebagai akibat dari kerusuhan etnis yang tcrjadi di Sambas.
Oleh karena itu perlu dilakukan upaya perubahan terhadap pemerintah dan masyarakat. Pemerintah dalam menjalankan tugasnya harus berpegang pada tugas dan fungsi sebagai fasilator dan mediator yang dapat memberikainpelayanan yang baik kepada masyarakat. sehingga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk lebih berpartisipasi secara aktif. Masyarakat juga dituntut untuk melakukan perubahan terhadap dirinya, mau perduli dan mendukung keseluruhan proses perencanaan pembangunan. Penerapan prinsip-prinsip perencanaan yang partisipastif dalam perencanaan pembangunan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10275
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Fakhri
"Pembangunan yang dilaksanakan selama ini terlalu berorientasi pada kepentingan ekonomi nasional, sehingga mengabaikan pengembangan potensi ekonomi lokal. Pola pembangunan tersebut cenderung melupakan aspek pembangunan institusi. Akibatnya kurang menyentuh inisiatif, partisipasi dari lapisan masyarakat bawah untuk terlibat dalam pelaksanaan pembangunan. Hal ini disebabkan karena mereka kurang merasa memiliki terhadap program yang datangnya dari pemerintah (yang bersifat top down). Walaupun bentuk program tersebut berkaitan dengan pemberdayaan ekonomi masyarakat, namun pada akhirnya program tersebut terhenti pada masa pelaksanaan berakhir, seperti program Kredit Usaha Tani, Program Pemberdayaan Kecamatan.
Permasalahan ini akan berdampak pada hubungan pemerintah sebagai pelaksanaan program dengan masyarakat sebagai penerima program. Mutlak diperlukan adanya perubahan dalam pendekatan pembangunan agar dapat berkesinambungan. Pendekatan yang popular adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat, di mana tingkat partisipasi serta inisiatif masyarakat sangat diperlukan melalui pengembangan institusi lokal, sehingga ada kesinambungan pelaksanaan dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Untuk melihat hal tersebut, peneliti melakukan survei lapangan ke lokasi di Alahan Panjang, Kabupaten solok Sumatera Barat. Disana ditemukan adanya suatu institusi lokal yang telah ikut membac- up perekonomian masyarakat Alahan Panjang. Institusi tersebut bernama Handel yang artinya perputaran. Handel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan modal petani dalam berusaha. Untuk itu kegiatan utamanya adalah dalam usaha simpan pinjam uang, dimana pada akhirnya uang tersebut dapat menggerakkan usaha tani dari para anggota Handel. Disini terlihat besarnya peranan Handel dalam usaha tani di Alahan Panjang, selain itu dari sumbangan handel juga diperuntukkan untuk membangun sarana ibadah, jalan dan kegiatan sosial lainnya. Tempat utama diadakannya pertemuan handel adalah di mushalla/surau atau di mesjid.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana informan dikumpulkan dari beberapa informan. Para informan dipilih melalui teknik purposive-snow ball sesuai dengan permasalahan penelitian. Para informan penelitian ini meliputi mereka yang mengetahui handel (pengurus dan anggota handel), mereka yang terlibat dalam struktur pemerintahan nagari (pimpinan nagari dan anak-anak nagari). Sementara data yang dikumpulkan melalui studi dokumentasi dan hasil wawancara mendalam serta pengamatan lapangan kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif. Tujuan peneliti ini adalah melihat sejauh mans institusi Handel tetap bertahan menggerakkan roda ekonomi angggotanya agar keluar dari kondisi kekurangan secara ekonomi, terhindar dari ancaman rentenir dan tidak mau terikat dengan lembaga keuangan seperti bank.
Di Alahan Panjang ada institusi lokal yang muncul atas inisiatif masyarakat itu sendiri. Inisiatif untuk memberdayakan diri secara ekonomi dengan sasaran usaha tani sebagai basis mata pencaharian masyarakat Alahan Panjang. Selain sisi positif dari handel, ditemukan juga sisi negatifnya yaitu karena Handel hanya diikat atas dasar saling percaya dari para anggotanya dan modal amanah dari para pengurusnya. Akibatnya mungkin saja pada suatu hari nanti, dapat terjadi hilang atau tidak kembalinya uang pinjaman. Selain itu handel lemah dalam segi administrasi dan pencatatan (manajemen administrasi), sehingga sesama ini tidak ada bukti yang cukup kuat untuk melakukan klaim pada anggota. Oleh karenanya modal utama pengawasan antar sesama anggota dan pengurus handel didasarkan pada budaya malu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asli Yakin
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang pelaksanaan Strategi Ko-manajemen Pengelolaan Sumberdaya Perikanan pada Proyek Pengembangan Desa Pembenihan Ikan di Desa Kambitin Raya dalam rangka memberdayakan masyarakat petani ikan di wilayah tersebut. Penelitian ini penting mengingat di era otonomi daerah saat ini, dimana daerah dituntut untuk mencari sumber-sumber perekonomian baru bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat maupun bagi upaya penggalian potensi PAD yang akan digunakan bagi pelaksanaan pembangunan daerah, yang salah satunya adalah bersumber dari sektor perikanan. Disamping itu karena objek penelitian ini adalah sebuah bentuk kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang menekankan pendekatan community based dan diimbangi oleh pendekatan science based dengan mengarah pada terwujudnya kawasan perikanan terpadu (integrated fisheries zone), maka sangat penting artinya untuk melihat apakah paradigma pembangunan sektor perikanan yang baru tersebut telah mampu menyentuh kebutuhan masyarakat baik dari aspek peningkatan kesejahteraan maupun dari aspek perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih maju.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui studi pustaka, observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) dengan para informan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan objek dan jumlah informan yang dianggap paling menguasai masalah penelitian dan mewakili semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program sebagai subjek penelitian.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa ko-manajemen pengelolaan sumberdaya perikanan di Kambitin Raya berawal dari ketidakpuasan petani ikan terhadap sumber pendapatan mereka yang sangat minim. Mereka sadar bahwa untuk keluar dari masalah ini harus ada bantuan dari pihak pemerintah. Dengan dipelopori oleh beberapa orang tokoh masyarakat sekitar tahun 1997-an mereka mengajukan aspirasi tersebut kepada pemerintah daerah melalui dinas perikanan.
Menjawab aspirasi tersebut, pada bulan Agustus 1999 Bupati Tabalong mengeluarkan kebijakan tentang Pengembangan Desa Kambitin Raya sebagai Desa Pembenihan Ikan dalam bentuk ko-manajemen dengan berbasis pada potensi masyarakat lokal. Peran pemerintah daerah yaitu sebagai pihak yang mengarahkan, memotivasi dan menfasilitasi berkembangnya produktifitas masyarakat, selain itu juga sebagai mediator bila terjadi konflik diantara petani. Pemerintah daerah juga menyediakan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan khusus usaha pembenihan ikan.
Pada tatanan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan di Kambitin Raya ini, pada awalnya memang menekankan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam mengelola sumberdaya perikanan. Namun, pada pelaksanaannya terjadi dominasi peran pemerintah terhadap peran masyarakat yang dapat dilihat dari mekanisme penentuan program atau proyek yang akan dilaksanakan. Peran pemerintah temyata lebih dari sekedar memberi advokasi, konsultasi, motivasi atau fasilitasi, tetapi berperan dominan dalam implementasi, pengawasan dan pemantauan. Meskipun masyarakat memberikan aspirasi dalam setiap perencanaan kebijakan, tetapi keputusan akhir baik dari aspek finansial maupun manajemen tetap berada di tangan pemerintah.
Uraian singkat diatas memberi kesan bahwa dalam banyak hal pemerintah sangat berperan. Masyarakat petani ikan hanya menerima apa yang direncanakan dan di atur oleh pemerintah. Dengan demikian bentuk ko-manajemen yang berlaku di Kambitin Raya adalah bersifat instruktif.
Ko-manajemen dengan bentuk instruktif bukan merupakan kesalahan. Itu terjadi karena kondisi masyarakat yang memang relatif masih terbatas dalam segala hal. Bahkan manfaat yang dirasakan petani ikan cukup signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan mereka setelah ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan dilaksanakan. Artinya, walaupun terdapat berbagai kendala dan hambatan dalam pelaksanaannya, pelaksanaan ko-manajemen di Kambitin Raya dapat dikatakan cukup berhasil, ditambah dengan adanya pengaruh berbagai faktor internal dan eksternal yang mendorong keberhasilan pelaksanaan ko-manajemen pengembangan desa pembenihan ikan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T10252
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Abdul Malik
"Program jaring pengaman sosial (JPS) bidang operasi pasar khusus (OPK) Beras merupakan program ketahanan pangan yang bertujuan untuk menangani masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Program ini digulirkan ke darah-daerah yang rawan terhadap masalah pangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Kenyataannya ketika program digulirkan banyak mengalami masalah di masyarakat terutama bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Program JPS bidang OPK Beras yang dananya berasal dari pinjaman Asia Development Bank (ADB) merupakan program bantuan bagi masyarakat dengan persyaratan melibatkan masyarakat sipil dalam memonitoring jalannya program tersebut.
Peran civil society dalam monitoring kegiatan opk beras menjadi sangat panting karena keterlibatan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Akuntabilitas Pembangunan (JAR) akan dapat menjadi katalisator dialog (catalys of dialogue), melakukan penyeimbang kepentingan (balancing inters), pemberian sinyal (picking up signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama (collective action).
Peran masyarakat sipil yang pertama adalah menjadi katalis dari dialog antara berbagai institusi Negara, pasar, dan masyarakat untuk mencapai konsensus alas prioritas bersama. Proses mencapai consensus ini melibatkan aktivitas-aktivitas seperti identifikasi masalah dan stakeholder, artikulasi dan klarifikasi berbagai kepentingan dan kebutuhan, dan penetapan tujuan bersama. Kedua, masyarakat sipil menjadi penyeimbang kepentingan. Masyarakat sipil yang efektif ditandai dengan proses penyeimbangan kepentingan yang dilaksanakan secara terbuka, santun, dan jujur dimana institusi-institusi yang terlibat memiliki posisi tawar yang sama.
Ketiga, masyarakat sipil melakukan pemberian sinyal. Masyarakat sipil yang berfungsi secara aktif menjamin bahwa sinyal yang dikirimkan sebagai akibat adanya penyimpangan mendapat perhatian dan penanganan sedini dan setuntas mungkin. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan dengan keterlibatan dalam menangani masalah pembangunan atau dengan kata lain masalah baru diatasi ketika sudah menjadi terialu besar merupakan indikasi melemahnya masyarakat sipil (civil society). Keempat, peran mobilisasi untuk aksi bersama. Aksi bersama menandakan masyarakat sipil telah mencapai kohesi kepentingan dan sinergi.
Pada kenyataanya LSM tidak berperan dalam memonitoring program opk (Beras). Ketidak berperanan LSM ini karena LSM tidak mau terlibat dalam struktur pengawasan yang telah dibuat pemerintah dalam memonitoring Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) termasuk di dalamnya operasi pasar khusus (opk) beras. LSM melihat keterlibatan mereka dalam struktur pengawasan JPS akan dapat menjadi LSM tidak independent dalam membuat laporan terhadap hasil temuan mereka.
LSM menganggap program monitoring JPS hanya merupakan salah satu bagian dari proyek pengawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu LSM tidak melakukan monitoring secara struktur tetapi melakukan kampanye melalui alat seperti brosur dan himbauan bahwa ada program JPS yang dananya merupakan pinjaman dari Lembaga bank dunia.
Penelitian yang dilakukan di daerah Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, karena daerah ini merupakan daerah yang dikategorikan sebagai daerah di perkotaan yang akan mengalami krisis pangan akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Tapi pada kenyataannya masyarakat tidak melihat bahwa ada program operasi pasar khusus (opk) beras di daerahnya yang bertujuan unutk membantu masyarakat yang tergolong tidak mampu dengan membeli beras seharga 1000 rupiah dan setiap kepala keluarga mendapat 20 kilogram per bulan.
Penduduk Galur tidak mengetahui bahwa program JPS tersebut merupakan program yang dalam kegiatannya dipantau oleh suatu lembaga yang bertugas unutk menangani keluhan bagi masyarkat yang merasa beras yang mereka terima tidak layak dimakan atau dikonsusmsi. Penduduk tidak tahu harus mengadu atau melapor kemana ketidak sesuaian barang yang mereka terima. Ada lembaga yang seharusnya berperan dalam memantau program opk beras tetapi tidak berjalan karena hanya berada di tingkat Kabupaten.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memaparkan kejadian atau gejala yang ada di lapangan dengan menggambarkan temuan-temuan dan mengambil suatu kesimpulan yang merekomendasikan terhadap temuan tersebut kepada lembaga yang berhak melaksanakannya. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksana program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Puguh Sosiawan
"Tesis ini merupakan hasil tentang Telaah terhadap perdebatan antar Fraksi dan proses amandemen pasal 34 UUD'45, tentang peran negara dalam penangan kesejahteraan sosial di dalamnya. Latar belakang dari penelitian ini adalah adanya ketidak pastian bagaimana sebenarnya pananganan fakir miskin dan anak terlantar di Indonesia, ketidak pastian ini berkaitan dengan ppla institusional dan pola residual dalam penangan kesejahteraan sosial.
Penelitian ini dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif untuk menghasilkan data-data tentang proses perdebatan dalam amandemen pasal 34 UUD'45, pemilihan informan dengan menggunakan metode purposive sampling meliputi 6 informan dari wakil fraksi dari seluruh 12 fraksi yang ada dan dalam pengumpulan datanya menggunakan tehnik in-depth interview, observasi dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi kekaburan dalam penanganan kesejahteraan sosial oleh negara. Kekaburan ini berhubungan bagaimana peran negara, tentang pemeliharaan, bentuk pemeliharan negara dan cara negara dalam penangan kesejahteraan sosial. Konsep tentang negara kesejahteraan sangat penting disini karena dalam pembahasan selalu berhubungan dengan sistem jaminan sosial, jaminan kesehatan dan penyediaan fasilitas umum oleh negara.
Kepada siapa pelayanan kesejahteraan sosial itu diberikan merupakan hal yang sangat penting, apakah difokuskan untuk fakir miskin dan anak terlantar atau untuk seluruh masyarakat, hal ini penting karena akan menyangkut pola institusi atau pola residual dalam penanganan kesejahteraan sosial, dan dalam hal ini terjadi kekaburan karena negara tidak memberikan kejelasan tentang pola penanganan fakir miskin dan anak terlantar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumban Gaol, Harapan
"Program IDT adalah program pemberdayaan rakyat karena jika dikaji dari visi dan misinya merupakan program khusus untuk menerapkan falsafah dasar kebijaksanaan anti-kemiskinan dengan cara mempercayai orang miskin bahwa mereka dapat mengangkat diri sendiri dengan kekuatan yang ada pada mereka. Strategi pengembangan ekonomi rakyat yang mendapat porsi sangat besar didasarkan pandangan bahwa mengembangkan ekonomi rakyat berarti mengembangkan sistem ekonomi "dari rakyat", "oleh rakyat" dan "untuk rakyat". Dengan kata lain membangun ekonomi rakyat dalam IDT juga berarti meningkatkan kemampuan rakyat dengan cara mengembangkan dan mendinamisasikan potensinya, dengan kata lain memberdayakannya.
Visi dan misi pemberdayaan yang diemban Program IDT yang merupakan program cetakbiru pemerintah dan ditujukan untuk memampukan masyarakat miskin menjadi subjek atau aktor utama pembangunan, dengan demikian memunculkan pertanyaan mengenai : dimensi-dimensi pemberdayaan apa yang terjadi dalam pelaksanaan program, bagaimana proses pemberdayaan itu dilakukan, serta sejauh manakah program IDT telah mampu memberdayakan para penduduk miskin dengan mengedepankan partisipasi dan keswadayaan mereka? Kemudian dengan adanya bukti-bukti fisik terjadinya akumulasi dan proses perguliran dana IDT di Kelurahan Galur, apakah dengan demikian juga berarti program tersebut telah mampu meletakkan suatu prakondisi yang mengedepankan basis lokalitas dan pribumisasi pembangunan yang menjadi fondasi bagi penduduk miskin mencapai kemandirian.
Latar belakang dan pertanyaan tersebut mendasari penelitian ini yang bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dimensi-dimensi pemberdayaan yang diterapkan di dalam pelaksanaan program IDT di Kelurahan Galur, {2} mengidentifikasi bagaimana proses pelaksanaan pemberdayaan tersebut, serta {3} mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi pemberdayaan itu diterapkan di lapangan. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian kualitatif karena bertujuan untuk (a) mendeskripsikan dimensi-dimensi pemberdayaan yang terjadi, (b) mendapatkan makna subjektif dari pemberdayaan itu, dan (c) mendapatkan karakteristik khusus kajian yakni dimensi-dimensi pemberdayaan yang ada, serta hasilnya tidak untuk mendapatkan generalisasi.
Dalam penelitian ini telah berhasil diidentifikasi dan dideskripsikan berbagai dimensi pemberdayaan yang terjadi yakni pemberdayaan pendamping oleh pemerintah dan pemberdayaan para anggota pokmas oleh pendamping. Secara umum dapat dikatakan bahwa kadar pemberdayaan yang terjadi masih rendah walaupun berbagai target program dapat dicapai. Tercapainya target atau tujuan-tujuan antara (objectives) program dengan kadar pemberdayaan yang rendah, ternyata disebabkan oleh upaya mobilisasi yang sangat kental dalam implementasi program. Mobilisasi ini menjadi alternatif paling "tepat" dan "mendapat pembenaran" karena berbagai muatan yang terkandung dalam program. Partisipasi dan swadaya lokal yang seharusnya generator pembangunan menjadi tenggelam dan menjadi sekedar alat untuk mencapai tujuan program tadi.
Makna partisipasi dan swadaya lokal dari para pendamping dan penduduk miskin cenderung pasif, bersifat pseudo den manipulatif karena pemerintah masih berfungsi sebagai chief-protagonist atau pengambil keputusan utama. Akibatnya implementasi program di lapangan belum mampu merubah pola pembangunan klasik yang berorientasi produksi ke paradigma pembangunan berorientasi manusia dengan paradigma pembalikan dalam manajemen (reversal paradigm in management). Oleh karena itulah rekomendasi penelitian ini terutama ditujukan kepada pemerintah agar secara perlahan mengurangi peran-perannya dan mengedepankan peran, partisipasi dan swadaya pendamping dan warga lokal. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8   >>