Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahayu Surtiati Hidayat
"ABSTRAK
Latar Belakang
Ancangan Komunikatif dalam Pengajaran Bahasa Asing
Pengetesan(1) kemampuan berkomunikasi di dalam bahasa asing sama tuanya dengan pengajarannya. Memang pengajaran(2) bahasa asing telah dilakukan sejak 25 abad yang lalu (Kelly 1969), namun apakah kemampuan yang akan dicapai dalam pengajaran itu adalah kemampuan berkomunikasi seperti yang dimaksud sekarang, masih harus ditinjau lebih lanjut. Sejalan dengan itu, masalah pengetesan kemampuan berkomunikasi di dalam bahasa asing menjadi menarik. Agar masalah pengetesan itu menjadi jelas, marilah kita tengok terlebih dahulu riwayat ancangan komunikatif di dalam pengajaran bahasa asing.
Kita semua tahu bahwa bahasa adalah alat yang digunakan oleh anggota masyarakat bahasa untuk saling berhubungan. Di dunia ini terdapat bahasa yang sama banyaknya dengan jumlah masyarakat bahasa, dan sering terjadi anggota suatu masyarakat bahasa berhubungan dengan anggota masyarakat bahasa lain. Dalam hal itu orang harus memilih: menggunakan bahasa masyarakat lain itu, atau menggunakan penerjemah sebagai perantara dalam komunikasi. Jika jalan pertama yang dipilih, orang harus belajar bahasa lain itu untuk dapat berkomunikasi. Jika jalan kedua yang dipilih, tenaga penerjemah dapat dimanfaatkan. Sebenarnya keinginan untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat bahasa yang lain timbul karena keperluan mengetahui hal-hal yang terdapat dalam masyarakat bahasa itu, misalnya budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan oleh masyarakat itu. Di samping keperluan meraih hal yang tidak terdapat dalam masyarakatnya, orang yang belajar bahasa lain itu merasakan pula keperluan menyampaikan pikiran dan pengalaman kepada anggota masyarakat bahasa yang lain, sehingga terjadi pertukaran gagasan dan pengalaman.
Orang biasanya belajar pertama-tama bahasa masyarakat tempatnya berada, oleh karena itu bahasa yang diperolehnya disebut bahasa pertama atau, karena biasanya ibu yang mengajarkan bahasa itu, disebut pula bahasa ibu. Kemudian ia belajar bahasa yang digunakan oleh masyarakat lain. Karena dalam pembelajarannya(3), bahasa itu menduduki tempat kedua, maka lazim disebut bahasa kedua, nama yang mencakup pula bahasa lain yang diperoleh pada tahapan selanjutnya. Seringkali bahasa kedua itu datang dari negeri asing, maka disebut juga bahasa asing.(4).
Proses belajar-mengajar bahasa asing tidaklah sama dengan proses belajar-mengajar bahasa ibu. Proses yang terakhir itu dimulai sejak anak lahir, dan dilakukan setiap hari secara tidak sistematis. Tidak ada seleksi, penahapan, ataupun penjenjangan. Anak menangkap ujaran dari lingkungannya yang terdekat karena perlu berkomunikasi dengan orang lain. Unsur bahasa serta unsur luar bahasa direkamnya selama beberapa tahun, sedangkan ketepatan menggunakannya diperoleh berkat pengalaman dalam komunikasi.
Proses belajar-mengajar bahasa yang seperti itu, artinya di dalam situasi komunikasi yang sebenarnya, membuat penutur asli mampu menggunakan bahasa ibunya secara tepat dan benar, artinya sesuai dengan situasi komunikasi tertentu.
Pembelajaran bahasa asing biasanya dilaksanakan pada saat orang sudah menguasai bahasa ibunya, terkadang ia juga sudah menguasai bahasa lain. Singkatnya pelajar bahasa asing sudah memiliki sistem suatu bahasa di benaknya sebelum ia belajar bahasa asing. Proses pemerolehan kemampuan berbahasa asing sering kali juga terjadi dalam pendidikan formal ketika pelajar "di paksa" belajar unsure-unsur yang telah dipilih dan harus mengikuti tahapan belajar yang tertentu sehingga ia menghayati suatu bahasa yang kurang lebih "seragam". Meskipun demikian pengajaran bahasa asing tetap bertujuan agar pada masa mendatang pelajar mampu menggunakan berbagai variasi bahasa dalam berkomunikasi sesuai dengan keperluan komunikasi yang sejati."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D75
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. Fatimah Djajasudarma
"Bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa yang digunakan di Jawa Barat. Di samping bahasa Sunda di wilayah ini digunakan pula bahasa Jawa di sepanjang pantai utara, dan bahasa melayu di Jakarta (Uhlenbeck, 1964: 9; Nothofer,1979 Ayatrohaedi, 1985).Pemakai bahasa Sunda sebanyak 22.110.000 jiwa berda_sarkah sensus penduduk menurut bahasa yang dipakai se-ari_hari, laki-laki perempuan, di kota dan desa tahun 1980. Jum_lah tersebut menunjukkan persentase sebanyak 15 % dari jum_lah penduduk Indonesia sebanyak 146.775.000 jiwal.Pada tahun 1912 Pemerintah Belanda mengumumkan dengan resmi bahasa Sunda di Bandung dan sekitarnya menjadi bahasa Sunda standar."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1986
D1604
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahayu Surtiati Hidayat
Depok: Universitas Indonesia, 1989
D1815
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
B. Karno Ekowardono
"Penelitian ini memecahkan masalah secara tuntas bagaimana sistem morfologi verba denominal dan nomina deverbal dalam lingkup kelas nomina dan verba bahasa jawa baku. Data penelitian digali dari sumber tulis dan lisan. Data dari sumber tulis dicek dan dilengkapi dengan jalam mewawancarai sejumlah pembahan yang berasal dari Surakarta, Klaten, Yogyakarta, Magelang, dan Purworejo. Analisis dilakukan dengan pendekatan karta dan paradigma, menggunakan teknik oposisi proporsional atas dasar kesepadanan (korespondensi) antara arti, bentuk, dan valensi sinteksis kata.
Hasil yang diperoleh mencakupi deskripsi tentang (1) sistem morfologi nomina murni (tabel 1 dan 2) dan verba murni (3 dan 4) ; (2) sistem morfologi verba denominal (tabel 5-6) dan nomina deverbal (tabel7-10). kata kelas nomina murni yang dapat dibentuk menjadi verba denominal hanyalah nomina dasar (D) dan beberapa kata D-an. Nomia D-an ini terbentuk menjadi verba deniominal D-an. Hampir semua prosede di dalam sistem verba murni dimanfaatkan di dalam sistem verba denominal > namun pembentukannya primer, pada verba denominal I, adalah derivasi dari nomina D menjadi verba denominal D, D-an / 9a-) D yang tafsiran maknanya mengandung unsur "refleksif", dan beberapa kata D-an (lajur 1). Dari verba denominal D itu diperoleh verba denominal D-i dan D-ake. Verba D, D-i, dan D-ake itu menjadi pangkal pembentukan infleksional kategori inti (kolom A, B, C). Pada verba denominal II D-i dan D-ake itu terbentuk langsung dari nomina D. Verba denominal kategori pembeda ( kolom A, D, E, F, G, kecuali kata-kata tertentu, dan D-en (lajur 1) juga terbentuk langsung dari nomina D. Pembentukan selanjutnya berpangkal pada verbal denominal yang telah diperoleh dengan derivasi dan infleksi itu, mengikuti sistem yang berlaku pada verba murni.
Beberapa kategori verba murni dan verba nominal dapat dibentuk menjadi nomina deverbal, yakni (1) D-an berpangkal pada hampir semua kategori verba, (2) D-an/D-D-an berpangkal pada verba transitif D/N-D(-i/-ake). keculai N-D-eke/di-D-ake 'benefaktif (pasientif)' tidak, (3) pa(N)-D/pe-(N)-D berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/ di-D(-ake), (4) pa(N)-D-an/pe(N)-D-an berpangkal pada verba D/N-D(-i/-ake), dan (5) pi-D yang hanya ada beberapa kata, berpangkal pada verba D/-N-D(-i/-ake)/di-D(-ake). Dengan catatan bahwa yang berpangkal pada verba denominal II tidak ada dan pangkal verba denominal I hanya satu kata di_d saja."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D127
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
"ABSTRAK
Perpaduan leksem merupakan masalah yang sangat penting dalam bahasa Indonesia. Dipandang dari sudut praktis tampak bahwa dalam bidang ini, kreativitas dalam bahasa menunjukkan peranannya, karena dengan makin kompleksnya kehidupan masyarakat bahasa Indonesia memerlukan ungkapan-ungkapan baru untuk menggambarkan pelbagai konsep yang terus-menerus bermunculan. Pengungkapan konsep dengan perpaduan leksem jauh lebih umum dan lebih mudah daripada dengan penciptaan leksem tunggal yang baru sama sekali. Penciptaan leksem tunggal menuntut daya kreativitas yang tinggi, dan bila bahasawan sanggup memunculkan leksem tersebut, ia masih harus menembus benteng konvensi yang tinggi dan tebal supaya ciptaannya itu dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat bahasa. Perhatikan, misalnya, kata anda yang terpakai sejak tahun 1957 dan yang memang benar telah memperkaya kosakata bahasa Indonesia, tetapi belum menyederhanakan sistem tutur sapa sebagaimana dimaksud oleh pengusulnya.
Kebalikannya dengan perpaduan leksem yang dipergunakan untuk mengungkapkan konsep-konsep baru: bahasawan tunggal menggali potensi yang ada dengan pelbagai cara memperkenalkannyya ke tengah masyarakat.
Bahwasanya bahasawan lebih cenderung mempergunakan paduan leksem daripada leksem tunggal, tampak dalam salah satu sektor bahasa Indonesia yang paling kreatif, yakai penciptaan istilah. Tujuh bidang tersebut di bawah yakni bidang teknik mesin (hasil kerja Departemen Mesin Institut Teknologi Bandung), bidang anatomi (hasil kerja Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga), bidang pertanian (hasil kerja Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran), bidang geografi (hasil kerja Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia), bidang psikologi (hasil kerja Fakultas Psikologi Universitas Indonesia), bidang manajemen (hasil kerja Lembaga Pendidikan dan Pembinaan manajemen), dan bidang administrasi (hasil kerja Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia}, diambil sebagai contoh untuk menjelaskan kenyataan tersebut.
Kecenderungan kuat untuk mengambil gabungan leksem lebih daripada leksem tunggal ternyata dari perbandingan 67:33 dalam ketujuh bidang itu. Dalam hubungan ini pasti akan dipertanyakan, bukankah kebanyakan istilah dalam daftar istilah itu terjemahan dari bahasa asing. Pertanyaan itu betul, tetapi perlu dikemukakan beberapa catatan di sini. Pengungkapan konsep dalam proses penerjemahan tidak dapat melepaskan diri dari kosakata dan struktur gramatikal bahasa sasaran; jadi bila orang akan mencari padanan suatu istilah, maka ia akan mencari unsur-unsur leksikal dalam bahasa Indonesia, dan kemudian menyusunnya berdasarkan struktur bahasa Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D173
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Durdje Durasid
"ABSTRAK
Melalui kajian kuantitatif dan kualitatif dibuktikan bahwa bahasa Kahayan, Dohoi, Maanyan, Lawangan, Dusan Deyah, dan Tunjung di Kalimantan, merupakan satu kelompok bahasa. Dalam kajian ini kelompok itu disebut kelompok bahasa Barito dan induk bahasa yang direkonstruksi-dinamakan Protobahasa Barito.
Kelompok Barito itu dibagi atas tiga subkelompok yaitu: Barito Barat, yang terdiri atas bahasa Kahayan dan Dohoi, Barito Timur yang terdiri atas bahasa Maanyan dan subkelompok Lawangan-Duson Deyah (yang berpisah menjadi bahasa Lawangan dan Duson Deyah), dan Barito-Mahakam, di sini diwakili bahasa Tunjung.
Tiga subkelompok ini dipertalikan dalam persentase kata seasal secara leksikostatistik rata-rata 36, yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan tingkat kekerabatan dengan bahasa sekitarnva yaitu kelompok bahasa Malayik (bahasa Banjar Hulu dan Iban) dan kelompok bahasa Kayan-Kenyah, dengan persentase kata seasal rata-rata 26. Proto-bahasa Barito memuliki delapan inovasi fonologi bersama secara eksklusif dan lima puluh empat inovasi leksikal. Dalam kajian ini, bukti kualitatif sejalan dan saling mendukung yang menghasilkan simpulan yang sama.
Hasil rekonstruksi menunjukkan bahwa Protobahasa Barito memiliki empat vokal, delapan belas konsonan, empat diftong, dan delapan gugus konsonan. Juga telah direkonstruksi tiga ratus lima puluh dua etimon Protobahasa Barito.
Di samping itu, sistem fonologi protobahasa setiap subkelompok telah direkonstruksi juga sehingga perubahanperubahan dapat ditelusuri setapak demi setapak untuk memungkinkan perumusan kaidah perubahan fonem di dalam kelompok secara cermat dan sistematik.

ABSTRACT
The languages of Kahayan, Dohoi, Maanyan, Lawangan, Duson Deyah and Tunjung, spoken in Kalimantan, are shown trough quantitative and qualitative studies to constitute a single group of languages. In this study they are called the Barito group and their reconstructed parent language is called Proto-Barito.
The Barito group divides into three subgroup: West Barito, which contains Kahayan and Dohoi, East Barito, which contains Maanyan and the Lawangan-Duson Deyah subgroup (which breaks up into Lawangan and Duson Deyah) and the Barito-Mahakam subgroup, represented here by the Tunjung language.
These three subgroup have found to share an average lexicostatistical cognate percentage of 36, which is very significant if compared with their degree of relatedness with nearby languages, that is, the Malayic group (Banjar Hulu and Iban ) and the Kayan-Kenyah group, with which they share an average cognate percentage of 26. Proto-Barito is found to have eight exclusive phonological innovations and to date 54 lexical innovations have discovered. In this study the quantitative and qualitative evidence has been found to be mutually supporting and to result in the same conclusions.
Reconstruction reveals that Proto-Barito had a phoneme inventory of 4 vowels, 18 consonants, 4 diphthongs and 8 consonant clusters. Also 342 Proto Barito lexical items have so far been reconstructed.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D115
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silangen-Sumampouw, Elfrida Wilhelmina
"Setiap tindak ujaran yang dihasilkan dalam suatu peristiwa ujaran yang tercipta karena adanya interaksi sosial bersemuka memanfaatkan paling kurang dua komponen, yaitu peserta dan bahasa. Komponen tindak ujaran (components of speech acts) yang lengkap dijelaskan dalam Hymes (1972:5B--65). Peserta dalam suatu interaksi verbal bersemuka adalah pembicara dan kawan bicara atau pendengar dan bahasa yang di gunakan dapat berupa bahasa baku, bahasa nonbaku bahasa daerah, dialek, laras, atau variasi lain. Variasi atau ragam bahasa apa pun yang dipakai dalam interaksi itu, salah satu seginya yang penting adalah sistem penyapaan.
Sistem penyapaan bahasa Indonesia di anggap sangat rumit antara lain oleh Sutiyono (1421:1) karena memiliki terlalu banyak pilihan kata yang dapat digunakan untuk menyapa orang. Kenyataan itu membangkitkan minat sejumlah pemelajar bahasa Indonesia, termasuk penulis.
Disertasi ini memasalahkan sistem penyapaan bahasa Indonesia ragam Manado dan membatasi ruang lingkup pembahasannya pada penggunaan kata penyapa khususnya yang ada kaitan dengan kendala sosial dalam kegiatan pemilihan jenis kata penyapa dan wujud vari annya yang cocok, strategi pemilihannya terutama di pengaruhi oleh identitas sosial para peserta tindak ujaran dan jenis hubungan peran yang ada di antara para peserta itu. Identi tas para peserta selain ditentukan oleh latar belakang bahasa etni, pendidikan, umur, dan jenis kelaamin, juga dipengaruhi oleh status baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang menghasi1kan berbagai hubungan peran, seperti antara lain hubungan ayah-anak, suami-istri, dosen-mahasiswa, dokter pasien, dsbnya. Hubungan peran menunjukkan keakraban yang diwarnai oleh sistem budaya yang hidup dalam masyarakat pemakai kata-kata penyapa itu (Linton, 1976; Goodenough, 195: Merton, 1966; Fishman, 1970; Lyons, 1977)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1990
D00310
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julianus Akun Danie
"Walaupun sudah seabad yang lampau, penelitian geografi dialek mengalami perkembangan pesat hingga mencapai peringkat ilmiah yang setaraf dengan cabang linguistik lainnya, tetapi kegiatan penelitian dalam cabang itu terhadap bahasa¬bahasa di Indonesia belum kentara. Keanekaan yang dimiliki balk pada bahasa itu sendiri maupun wilayah sebarannya merupakan lapangan penelitian yang mempunyai daya tarik tersendiri, di samping tan-Langan yang siap diperhadapkannya kepada para peneliti.
Penelitian geografi dialek yang dilakukan di pulau Lombok yang berjudul Lombok, een.Dialect-Geografische Studie (7eeuw 1958) sangat penting artinya bagi perkembangan geo¬grafi dialek di Indonesia karena penelitian itu merupakan pelopor penelitian geografi dialek yang lebih kemudian (Ayatrohaedi 1985:4). Kegiatan pemetaan bahasa di Indonesia, yang telah dirnulaikan di pulau Lombok itu berlanjut setelah tujuh betas tahun kemudian dengan munculnya pemetaan bahasa yang dilakukan terhadap bahasa Sunda (Nothofer 1975). Pemetaan yang dilakukannya itu diawali dengan delapan buah peta bahasa yang dimuat dalam hasil penelitian yang berjudul Prato-ilalayo-Javanic. Pemetaan bahasa yang lengkap dalam penelitian geograri dialek itu, yang dilakukan terhadap bahasa di Jawa Barat dan Jawa Tengah bagian barat, diterbitkan dengan judul Dialektgeographische Untersuchungen in West-Java and im Weslichen Zentral-3ava (1980). Setahun kemudian, tahun 1961, Nthofer melakukan pemetaan bahasa lagi dalam daerah yang mencakup Jawa Tengah,.yang.diterbit¬kan dengan judul Dialektatlas von Zentral Java.
Pemetaan bahasa yang ketiga di Indonesia dilakukan oleh Ayatrohaedi {1978) terhadap bahasa Sunda di daerah Cirebon. Dalam waktu yang hampir bersamaan dengan penelitian itu, Grips melakukan pemetaan bahasa terhadap bahasa flelayu yang digunakan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Hasil penelitian yang disebutkan pertama diterbitkan dalam tahun 1985 dengan judul Bahasa Sunda di Daerah Cirebon, sedangkan penelitian yang satunya masih sedang dalam pengolahan tahap akhir (intormasi diperoleh pada bulan aktober 1986)."
1987
D9
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harimurti Kridalaksana, 1939-
"Perpaduan leksem merupakan masalah yang sangat penting dalam bahasa Indonesia. Dipandang dari sudut praktis, tampak bahwa dalam bidang ini kreativitas dalam bahasa menunjukkan peranannya, karena dengan makin kom_pleksnya kehidupan masyarakat bahasa Indonesia memerlukan ungkapan-ungkapan baru untuk menggambarkan pelbagai konsep yang terus-menerus bermunculan. Pengungkapan konsep dengan perpaduan leksem jauh lebih umum dan lebih mudah daripada dengan penciptaan leksem tunggal yang baru sama sekali. Penciptaan leksem tunggal menuntut daya kreativitas yang tinggi, dan bila bahasawan sanggup memuncul_kan leksem tersebut, is masih harus menembus benteng konvensi yang tinggi dan tebal supaya ciptaannya itu dapat dipahami, dan diterima oleh masyarakat bahasa. Perhatikan, misalnya, kata anda yang terpakai sejak tahun 1957 dan yang memang benar telah memperkaya kosakata bahasa Indonesia, tetapi belum menyederhanakan sistem tutur sapa sebagaimana dimaksud oleh pengusulnya. l) Kebalikannya dengan perpaduan leksem yang dipergunakan untuk mengungkapkan konsep-konsep baru: bahasawan tinggal menggali potensi yang ada dengan pelbagai cara memperkenalkannya ke tengah masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D1814
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amir Hakim Usman
"Sampai sekarang, Indonesia masih menghadapi masa_lah kebahasaan yang kompleks. Di samping bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional yang harus dibina dan di-kembangkan, terdapat pula bahasa-bahasa daerah yang di-pakai sebagai alat komunikasi regional atau lokal, di antaranya banyak yang telah mempunyai tradisi sastra yang tinggi. Masih banyak bahasa daerah yang belum di_teliti ,sehingga belum diperoleh informasi yang lengkap mengenai situasi kebahasaan di seluruh wilayah Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 1988
D413
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>