Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suminto
"Penelitian ini menyoroti tentang pelaksanaan peranan para pekerja sosial dalam proses rehabilitasi sosial penyandang cacat tubuh di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta. Permasalahannya adalah bahwa di dalam proses rehabilitasi sosial, para pekerja sosial memiliki posisi yang sangat strategis bagi terbentuknya penyandang cacat tubuh yang mandiri. Posisi strategis dimaksud adalah bahwa para pekerja sosial berwenang penuh untuk melakukan intervensi terhadap klien melalui berbagai peranan yang dimiliki. Peranan pekerja sosial itu sendiri dalam penerapannya mencakup berbagai aspek kehidupan yang sangat luas, yaitu meliputi: individu, keluarga, kelompok dan organisasi sosial masyarakat.
Konsep/istilah "peranan pekerja sosial" yang dipakai dalam penelitian ini, secara operasional pengertiannya mengacu pada ketentuan buku panduan pekerja sosial terbitan Departemen Sosial yang sampai sekarang masih dijadikan pegangan seluruh Pekerja Sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" Surakarta.
Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dukumentasi, wawancara dan observasi. Untuk setting penelitian ini dipilih sebanyak 41 orang sebagai informan yang terbagi dalam dua kategori, yaitu (1) 25 orang sebagai informan utama yang diambilkan dari para pekerja sosial di unit 1 seksi 1 instalasi yang secara teknis terlibat langsung di dalam proses rehabilitasi sosial, dan (2) 16 orang sebagai informan tambahan, yang terdiri dari 6 orang pejabat struktural (Kepala Seksi) yang terkait langsung dengan proses rehabilitasi sosial, serta ditambah 10 orang lagi informan dari klien yang sedang mengikuti rehabilitasi sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pekerja sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" telah berusaha melaksanakan peranannya menurut ketentuan buku panduan, namun tidak semua peranan tersebut dapat terpenuhi. Hal ini disebabkan ada beberapa peranan di tingkat mikro (seperti: pencari informasi, evaluator, pembentuk opini, elaborator, pencatat teknisi prosedural, pengikut dan pengatur kompromi) dan di tingkat makro (peranan sebagai penggerak) tidak dapat/kurang relevan pelaksanaannya dalam kehidupan panti (seperti PRSBD). Peranan-peranan tersebut lebih relevan pelaksanaannya di luar panti. Misalnya, seperti yang dilaksanakan para pekerja sosial di kecamatan yang mendampingi kelompok masyarakat miskin dalam program Inpres Desa Tertinggal (IDT), atau Kelompok Usaha Bersama (KUBE) beberapa periode lalu.
Di dalam penelitian ini juga terungkap bahwa profesionalisme pekerja sosial di PRSBD "Prof. Dr. Soeharso" masih menjadi persoalan, karena sebagian besar dari mereka berlatar belakang pendidikan SLTP/SLTA/Sarjana Mudal Sarjana Non Profesi Pekerjaan Sosial (lihat Tabel 5). Di samping masalah ketidakprofesionalan, para pekerja sosial dalam melaksanakan peranannya juga dihadapkan berbagai kendala, seperti : faktor klien (tingkat kemampuar yang berbeda, sensitif, tidak disiplin, dll.), faktor birokrasi (kurang koordinasi), maupun sarana dan prasarana yang sudah tidak dapat mendukung kegiatan operasional dan belum mendapatkan ganti atau ditambah jumlahnya.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka yang dapat disarankan adalah agar pihak-pihak yang berkompeten melakukan upaya peningkatan profesionalisme para pekerja sosial, meminimalisir prosedur birokrasi yang cenderung berbelit-belit, serta diberikannya aksesibilitas seluas-luasnya bagi para eks klien (penyandang cacat tubuh) sehingga mereka menjadi mandiri dan dapat menjalankan aktivitas kehidupan dan penghidupannya secara layak sesuai amanat Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 1997, pasal 1."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T7722
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kris Hendrijanto
"Krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi yang dialami Indonesia, telah mengakibatkan melonjaknya jumlah keluarga miskin. Tekanan ekonomi yang dialami oleh keluarga miskin tersebut, menempatkan 'anak' sebagai pihak yang paling sering dikorbankan, mulai dari anak yang harus berhenti sekolah di usia dini, hingga anak yang terpaksa harus ikut bekerja untuk membantu perekonomian keluarga. Tak urung, jalanan menjadi pilihan yang rasional bagi anak-anak tersebut untuk mencari nafkah. Kehidupan sebagai anak jalanan menghadapkan anak-anak tersebut pada kondisi yang rawan bagi terjadinya berbagai bentuk tindak kekerasan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi berbagai dimensi dan pola kekerasan yang dialami oleh anak jalanan, berikut siapa saja pihak-pihak yang menjadi pelaku kekerasan tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu sebuah pendekatan penelitian yang bertitik tolak dari paradigma fenomenologis yang objektivitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok sosial tertentu. Pendekatan kualitatif dipilih karena sasaran atau obyek penelitian dalam penelitian ini dibatasi, yang hal ini dimaksudkan agar penggalian data dapat dilakukan secara lebih mendalam. Interaksi antara peneliti dan .informan menjadi hal yang sangat esensial dan menjadi fokus dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian studi kasus, dengan menempatkan 3 (tiga) anak jalanan yang tinggal di Yayasan SEKAR Tanjung Priok Jakarta Utara sebagai subyek kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam (depth interview), observasi, dan studi dokumentasi. Analisa data dilakukan melalui proses mulai dari pembuatan transkrip wawancara, membuat terra-tema dan sub tema berdasarkan instrumen penelitian dan pengembangannya di lapangan, kernudian mengkategorisasikan keseluruhan informasi (transkrip) berdasarkan tema yang ditetapkan dan mereduksi informasi yang tidak sesuai dengan tema-tema tersebut, sampai dengan melakukan interpretasi untuk menyimpulkan temuan-temuan di lapangan tersebut berdasarkan pertanyaan penelitian.
Teori-teori yang diperlukan untuk memperluas wawasan peneliti sebelum turun ke lapangan dan sebagai dasar pijakan teoritis bagi pelaksanaan analisis terhadap hasil penelitian ini meliputi teori tentang anak jalanan (pengertian anak jalanan, karakteristik anak jalanan, dan faktor penyebab menjadi anak jalanan), serta teori tentang kekerasan (pengertian kekerasan, kekerasan terhadap anak, dimensi-dimensi kekerasan, pola kekerasan, pelaku kekerasan, dan faktor penyebab terjadinya kekerasan, serta hak-hak dan kebutuhan anak). Selanjutnya, teori yang dikemukakan oleh Galtung menjadi teori utama yang digunakan untuk menganalisis tentang dimensi dan pola kekerasan, berikut pelaku kekerasan terhadap anak jalanan, sebagaimana yang menjadi tujuan penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis penelitian, dapatlah disimpulkan bahwa anak jalanan memang hidup dalam situasi yang penuh dengan kerawanan. Mereka seringkali menjadi korban dari berbagai bentuk tindakan kekerasan, baik kekerasan yang bersifat personal maupun struktural, baik yang menampakkan dimensi fisik maupun psikologis, baik yang ada obyek maupun tanpa obyek, serta baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Kekerasan personal atau disebut juga dengan kekerasan langsung adalah kekerasan yang menyangkut pribadi (person), karena baik subyek maupun obyek- dari kekerasan tersebut adalah manusia konkrit. Kekerasan personal memiliki sifat dinamis, mudali diamati, memperlihatkan fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan terganggunya 'realisasi jasmani dan mental aktual' seseorang berada di bawah 'realisasi potensialnya'. Adapun kekerasan struktural atau disebut juga dengan kekerasan tidak langsung adalah kekerasan yang terjadi karena munculnya situasi-situasi negatif seperti ketimpangan-ketimpangan dalam sumber daya, pendapatan, kepandaian, pendidikan dan monopoli kekeasaan pada sekelompok orang tertentu yang mengakibatkan terjadinya kemiskinan atau ketidakadilan sosial. Situasi seperti itu menyebabkan sekelompok orang tertentu berada pada posisi sub-ordinat, tersisih, termarginalkan, dan tereksploitasi, sedemikian hinga realisasi aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya. Penelitian ini juga berhasil memetakan bahwa terdapat pihak-pihak yang dapat menjadi pelaku kekerasan terhadap anak jalanan. Pihak-pihak tersebut terdiri atas; orang tualkeluarga anak jalanan, anak jalanan yang lain (sesama anak jalanan), masyarakat umum, dan pemerintah (aparat). Oleh karena itu, tesis ini mengakhiri tulisannya dengan memberikan rekomendasi terhadap pihak-pihak tersebut, dengan harapan keberadaan anak jalanan maupun tindakan kekerasan yang terjadi terhadapnya dapat diminimalisir di waktu-waktu ke depan.

Economic crisis which is continued by multidimensional crisis that is suffered by Indonesia, has increased quantity of poverty family. The economic pressure which is suffered by that poverty family, put children as injured party, start on children which must stop their school in young age, until children which must work to increase family's income. For sure, street is a rational choice for that children to get income. Living as street children make them very anxious for many violence. This research is aimed to identify all dimension and violence model which is suffered by street children, and also who do the violence.
This research use qualitative approach, it is a research approach which is based on phenomenological paradigm that it's objectivity is built on formulation about certain situation as being felt by person or any social community. A qualitative approach is choused because of target or object of research in this research is limited, in order to gather data can be done deeper. Interaction between researcher and informant is being very essential and being focus of research. This research use case study research type, which put 3 (three) street children that live in Yayasan SEKAR Tanjung Priok, North Jakarta as case subject. Data gathering is done by depth interview, observation and documentation study. Data analyzing is done by process, start on making interview transcript, making themes and sub theme base on research instrument and its field improvement, and then categorizing all information (transcript) base on decided theme and information reduction which not correspond with the themes, until interpretation to summarize data in the field by research question.
Theory which is needed to extend the researcher knowledge before to go to field and as base of theoretical stepping for implementation of analyze by result of this research including the theory about street children (definition, characteristic, and cause factor its become to the street children), and also theory about violence (definition of violence, violence for the street children, violence's dimension, violence's pattern, violence perpetrator, and cause factor of violence, also rights and child requirement). Hereinafter, theory which is opened by Galtung has become the major theory which is used to analyze about dimension and violence's pattern, following violence perpetrator to street children, as becoming this research target.
Pursuant to result of analyze the research, inferential that the street children it is true live in the situation which is full of crisis. They oftentimes have become the victim from various form of violence action, including of violence having the character of personal and also structural, both of looking at physical dimension and psychological, both of there is object and without object, and also both of willful and do not willful. Personal violence or referred as also direct violence is violence which is concerning personal, because of both of subject and also object from the violence is human real. Personal violence have a dynamic quality, it is easy to perceived, showing good fluctuation which can generate annoying of 'physical realization and the actual of mentality' somebody under its 'potential realization'. As for structural violence or referred as also indirect violence its happened because of negative situations appearance like lameness in resource, income, cleverness, education and the power monopolies at certain community which is resulting both of poverty and social injustice. Its condition have caused it certain community to be at sub-ordinate position, excluded, marginal, and exploited, thus the actual realization its under the potential realization. This research also succeed to map the presence of violence perpetrator to the street children, that are; their parent or their family, other street children, public society, and government. Therefore, this thesis terminate its article by giving recommendation to all of them with expectation that the existence of street children and also violence action that happened for them can be minimized to the future."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19279
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurhidayat
"Penelitian ini membahas bagaimana pelaksanaan pelatihan Information and Communication (ICT) dalam bentuk program pendidikan bagi para guru sebagai salah satu program Corporate Social Responsibility PT. Telekomunikasi Selular Telkomsel), di lakukan untuk meningkatkan kemampuan para guru khususnya dalam memahami, memanfaatkan, menambah wawasan dan pengetahuan tentang ICT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan ICT ini dalam proses pelaksanaan program pelatihan ICT bagi guru serta beberapa faktor-faktor pendukung maupun penghambat dalam pelaksanaanya. Dampak positif dari pelatihan ini, selain dapat membuka wawasan, pengetahuan peserta terhadap ICT dapat bertambah, yang selama ini belum dimanfaatkan sepenuhnya oleh para pengajar khususnya guru. Kekurangan dan kelemahan selama pelaksanaan pelatihan,menjadi pengalaman berharga untuk perbaikan pelaksanaan program berikutnya.

The research was discussed how the implementing training Information and Communication Technology (ICT) in Program for teachers as one of Corporate Social Responsibility program PT. Telekomunikasi Selular (Telkomsel) to improve the ability of teachers, especially teachers in understanding, utilizing, adding insight and knowledge about ICT.
Research was aims to determine how utilization of ICT is in the process of implementing ICT for teacher training programs as well as several supporting factors and barriers to implementation. The positive impact of ICT teacher training, the knowledge of participants on ICT can be increased, which probably has not been fully utilized by the teachers. Strengths and weaknesses during the training, valuable experience to enhance the implementation of the next program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T30382
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Argatta
"Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peran fasilitator pendidikan dalam program pendidikan alternatif di Yayasan Kampus Diakoneia Modern (KDM). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pemilihan informan penelitian menggunakan purposive sampling pada fasilitator pendidikan alternatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan 5 orang informan. Untuk memperkuat data dilakukan triangulasi melalui penerima manfaat yakni 4 orang anak binaan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam berbagai tahapan intervensi program pendidikan alternatif, terdapat berbagai peran pekerja sosial pada berbagai tahap. Pada assessment, terdapat peran enabler dan empowerer berupa assessment minat dan bakat untuk mengetahui kemampuan belajar anak. Pada perencanaan, peran yang dilakukan sebagai enabler, empowerer, dan koordinator berupa merancang dan mengembangkan pendidikan alternatif yang dapat menghasilkan strategi pembelajaran yang akan dilakukan. Pada implementasi, fasilitator pendidikan alternatif berperan sebagai educator dan group facilitator dalam memberikan pembelajaran dan memfasilitasi belajar anak. Pada evaluasi, fasilitator pendidikan dapat berperan sebagai enabler untuk menggunakan evaluasi belajar anak untuk merancang strategi di semester selanjutnya. Pada terminasi, fasilitator pendidikan alternatif dapat berperan sebagai enabler untuk mempersiapkan pembelajaran anak.

This study aims to describe the role of educational facilitators in alternative education programs at the Modern Diakoneia Campus Foundation (KDM). The research approach used is qualitative with descriptive research type. Selection of research informants using purposive sampling on alternative education facilitators. Data collection was carried out through interviews with informants, namely 1 alternative education program manager, and 4 alternative education facilitators. To strengthen data triangulation, it is carried out through beneficiaries, namely fostered children. the making of the thinking used is in the form of concepts and definitions of street children, interventions that can be carried out, as well as the role of alternative education facilitators which will be analyzed through the role of social workers.
The results of the study show that in various stages of alternative education program intervention, there are various roles of social workers at various stages. In the assessment, there is an activating and empowering role in the form of an assessment of interests and talents to determine children's learning abilities. In planning, the role played as enabler, empowerment, and coordinator is in the form of designing and developing educational alternatives that can produce learning strategies that will be carried out. In its implementation, alternative education facilitators act as educators and group facilitators in providing learning and facilitating children's learning. In evaluation, educational facilitators can act as enablers to use children's learning evaluations to develop strategies for the next semester. In the end, alternative education facilitators can act as enablers to prepare children's learning.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vindry Dwi Wulandari
"

Penelitian ini membahas tentang penyesuaian sosial yang dilakukan oleh remaja putus sekolah di PSBR Bambu Apus serta hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melakukan penyesuaian sosial tersebut. Penelitian ini menggunakan penilitian kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Hasil penelitian ini menjelaskan kondisi awal, penyesuaian sosial (mengikuti aturan yang telah ditetapkan, menjalin relasi dengan pihak yang ada di panti, pelanggaran aturan oleh penerima manfaat, dan partisipasi penerima manfaat terhadap program yang diselenggarakan) dan perubahan perilaku remaja putus sekolah (penerima manfaat). Adapun hambatan dalam penyesuaian sosial yaitu mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan ada program yang tidak berjalan lancar.


This research discuses about social adjustment of dropout (beneficiaries) in PSBR Bambu Apus, and the constraints to do social adjustment. This research uses a qualitative approach and descriptive research method. The results explains the initial conditions of beneficiaries, social adjustment by dropouts (include make  relations, break the rules of PSBR Bambu Apus, the beneficiaries’ participation for program in PSBR Bambu Apus) and the condition of beneficiaries after joined program in PSBR Bambu Apus. Then the constraints in social adjustment are following the rules and program does not going well.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Badriyah
"Kemampuan dalam pengambilan keputusan merupakan awal bagi remaja menentukan karir kedepannya. Menentukan keputusan karir dapat mengasah kompetensi yang berhubungan dengan karir yang ditekuni sehingga mencapai potensi dan berfungsi secara sosial. Tujuan penelitian mendeskripsikan proses pengambilan keputusan karir remaja di SOS Children’s Village Jakarta dengan pendekatan kualitatif deskriptif menggunakan wawancara mendalam, dan Focus Group Discussion. Hasil penelitian: 1) tugas perkembangan remaja di SOS Children’s Village yaitu mengembangkan keterampilan mengambil keputusan dan 2) proses pengambilan keputusan karir pada remaja di SOS Children’s Village dilakukan melalui program CDP, IDP dan aftercare.

The ability to make decisions is the beginning for teenagers to determine their future careers. Determining career decisions can hone competencies related to the career they are engaged in so that they reach their potential and function socially. The purpose of the study was to describe the career decision-making process of adolescents at SOS Children’s Village Jakarta with a descriptive qualitative approach using in-depth interviews and Focus Group Discussions. The results of the study: 1) adolescent development tasks at SOS Children’s Village are developing decision-making skills and 2) the career decision-making process for youth at SOS Children's Village is carried out through CDP, IDP and aftercare programs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asma Nabilah
"Satu dari tiga siswa dengan usia 11 hingga 15 tahun di dunia telah mengalami perundungan. Kekerasan perundungan ini juga ditemukan di Indonesia dengan angka yang besar. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2022 terdapat 226 kasus perundungan yang dilaporkan. Sebagai korban perundungan, ia merasakan berbagai dampak pada dirinya, seperti meningkatnya kecemasan, depresi, PTSD, isolasi sosial, dan kesulitan dalam fungsi interpersona. Korban perundungan juga merasakan dampak di masa depan akibat kekerasan yang dirasakannya, seperti kesulitan dalam stabilitas pekerjaan. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian serius dalam menangani kasus ini. Pihak-pihak yang menangani perundungan adalah guru, orang tua, pekerja sosial, dan pemerintah. Dalam menangani perundungan, pekerja sosial dapat menggunakan teknik manajemen kasus agar layanan yang didapatkan oleh korban perundungan sesuai dengan kebutuhan korban. Di PPPA DKI Jakarta, terdapat manajer kasus yang bertugas untuk mengelola kasus perundungan yang masuk agar korban perundungan mendapatkan intervensi yang sesuai dengan kebutuhannya. Penelitian ini memberikan gambaran terkait peran pekerja sosial sebagai manajer kasus dalam memberikan pelayanan kepada korban perundungan di PPPA DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan peran pekerja sosial sebagai manajer kasus dalam memberikan layanan kepada klien perundungan dan hambatan yang dihadapi. Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret hingga Juni 2024 dengan pengambilan data mulai bulan Mei hingga Juni 2024. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara dan studi dokumen, sedangkan pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kemudian, informan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sebanyak tujuh orang dengan rincian, empat manajer kasus, satu koordinator manajer kasus, satu Tenaga Ahli Pemenuhan Hak Korban, dan satu psikolog di PPPA DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajer kasus berperan sebagai enabler di tahap asesmen, sebagai communicator di tahap rencana intervensi, sebagai collaborator dan coordinator di tahap intervensi, sebagai social advocator di tahap monitoring, sebagai quality manager di tahap evaluasi, dan sebagai transition planner di tahap terminasi. Manajer kasus menemui hambatan internal dan eksternal ketika menangani perundungan.

One in three students aged 11 to 15 years in the world has experienced bullying. Bullying violence is also found in Indonesia in large numbers. In Indonesia alone, in 2022, there were 226 cases of bullying reported. As a victim of bullying, he felt various impacts on himself, such as increased anxiety, depression, PTSD, social isolation, and difficulties in interpersonal functioning. Victims of bullying also feel the impact in the future due to the violence they experience, such as difficulties in job stability. Therefore, serious attention is needed in handling this case. The parties who deal with bullying are teachers, parents, social workers, and the government. In dealing with bullying, social workers can use case management techniques so that the services received by victims of bullying are in accordance with the victim's needs. At PPPA DKI Jakarta, there is a case manager whose job is to manage incoming bullying cases so that victims of bullying receive intervention that suits their needs. This research provides an overview of the role of social workers as case managers in providing services to victims of bullying at PPPA DKI Jakarta. The aim of this research is to describe the role of social workers as case managers in providing services to bullying clients and the obstacles they face. This research was conducted from March to June 2024 with data collection from May to June 2024. This research used a qualitative approach with a descriptive type. The data collection technique in this research was carried out by conducting interviews and document studies, while the selection of informants was carried out using purposive sampling techniques. Then, the informants used in this research were seven people with details, four case managers, one case manager coordinator, one Expert in Fulfilling Victims' Rights, and one psychologist at PPPA DKI Jakarta. The research results show that case managers act as enablers at the assessment stage, as communicators at the intervention planning stage, as collaborators and coordinators at the intervention stage, as social advocates at the monitoring stage, as quality managers at the evaluation stage, and as transition planners at the termination stage. While handling bullying cases, case managers encounter internal and external obstacles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Biancavai Irama Fidyzahwa
"Penggunaan media sosial meningkat signifikan beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, khususnya Jabodetabek. Peningkatan ini didominasi oleh mahasiswa sebagai pengguna terbesar dengan jumlah 89,7%. Sebanyak 56,7% mahasiswa menggunakan media sosial untuk berinteraksi sosial. Salah satu bentuk interaksi ini adalah hubungan dengan idola. Sebanyak 18,7% mahasiswa yang menggunakan fangirling sebagai strategi koping masuk dalam kategori intensitas tinggi dan 63,2% mahasiswa masuk ke dalam kategori sedang. Fenomena ini membawa dampak positif seperti dukungan emosional, tetapi juga dampak negatif seperti kecandua. Dukungan emosional yang diberikan dapat membawa penggemar ke dalam suatu hubungan yaitu hubungan parasosial. Dalam hal ini, hubungan parasosial merupakan hubungan antara penggemar dan tokoh media yang dipersepsikan oleh suatu media sehingga menciptakan ilusi kedekatan dan terjalinnya suatu hubungan antara idola dan penggemar, Terkait hal ini, penelitian ini bertujuan menggambarkan hubungan parasosial pada mahasiswa di Jabodetabek serta perannya dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan mengumpulkan data melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi dengan metode purposive sampling. Informan pada penelitian ini berjumlahkan 11 informan yang terdiri dari 4 informan utama dan 7 informan pendukung berupa teman dan keluarga dari informan utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan parasosial pada penelitian ini merupakan interaksi antar penggemar dan idola yang di mediasi oleh media sosial seperti Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, dan Website. Gambaran hubungan parasosial yang dijalani para informan memberikan perasaan positif seperti bahagia dan termotivasi. Namun secara pemenuhan kebtuhan akan cinta dan kepemilikan, masih terdapat kekosongan dalam komponen hubungan tertentu di kehidupan informan. Berdasarkan analisis, diketahui bahwa hubungan parasosial yang dimiliki informan dengan idola termasuk ke dalam kategori hubungan parasosial positif. Kemudian dalam hal memenuhi kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan parasosial berperan sebagai pengganti hubungan yang kurang didapatkan informan serta membantu mempererat hubungan sosial informan. Meski begitu, hubungan parasosial yang dijalani para informan tetap tidak bisa menggantikan hubungan yang nyata dan hanya bersifat sementara sebab hubungan ini hanya bersifat satu arah dan tidak ada timbal balik sebagaimana seharusnya hubungan nyata yang ideal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, meskipun hubungan parasosial yang dijalani para informan bersifat positif dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta dan kepemilikan, hubungan ini tetap tidak akan menggantikan hubungan nyata dan hanya sebatas menjadi komponen pengganti maupun komponen pendukung hubungan sosial para informan sebab kurangnya komponen yang bersifat dua arah.

The use of social media has increased significantly in recent years worldwide, including in Indonesia, particularly in the Jabodetabek area. This increase is dominated by university students as the largest user group, accounting for 89.7%. Approximately 56.7% of students use social media for social interaction. One form of such interaction is the relationship with idols. Among these students, 18.7% who use fangirling as a coping strategy fall into the high-intensity category, while 63.2% are in the medium category. This phenomenon brings both positive impacts, such as emotional support, and negative impacts, such as addiction. The emotional support provided can lead fans into a relationship known as a parasocial relationship. In this context, parasocial relationships refer to the perceived interaction between fans and media figures mediated through certain media, creating the illusion of closeness and a formed relationship between idols and fans. This study aims to describe parasocial relationships among university students in Jabodetabek and their role in fulfilling the need for love and belonging. The approach used in this study is qualitative, collecting data through in-depth interviews and document studies using the purposive sampling method. The study involved 11 informants, consisting of 4 main informants and 7 supporting informants in the form of friends and family of the main informants. The results of the study show that parasocial relationships in this context are interactions between fans and idols mediated by social media platforms such as Instagram, Twitter, YouTube, TikTok, Bubble, Weverse, and websites. The depiction of parasocial relationships experienced by the informants provides positive feelings such as happiness and motivation. However, in terms of fulfilling the need for love and belonging, there remains a void in certain components of relationships in the informants' lives. Based on the analysis, it is known that the parasocial relationships maintained by the informants with their idols fall into the category of positive parasocial relationships. Furthermore, in fulfilling the need for love and belonging, parasocial relationships serve as a substitute for relationships that are less accessible to the informants and help strengthen their social relationships. However, the parasocial relationships experienced by the informants still cannot replace real relationships and are only temporary since these relationships are one-sided and lack the reciprocity found in ideal, real relationships. It can be concluded that, although the parasocial relationships experienced by the informants are positive and play a role in fulfilling the need for love and belonging, they still cannot replace real relationships and only serve as a substitute or a supporting component of the informants' social relationships due to the lack of reciprocity inherent in two-way relationships. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Nugroho
"Penelitian ini berangkat dari pemikiran bahwa kemiskinan tidak akan teratasi tanpa mengedepankan peranan masyarakat sebagai agen perubahan. Peranan ini ditandai dengan seberapa besar kelompok/organisasi swadaya melakukan kinerja. Dengan menguatnya paradigma pembangunan sosial yang berorientasi pada `community based activity', maka kinerja kelompok/organisasi swadaya menjadi salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Sementara itu, kegagalan Proyek Bantuan Kesejahteraan Sosial adalah ketidakmampuannya mewujudkan target yang ingin dicapai, yaitu sebesar 50% pada akhir pelita VII ternyata hanya sekitar 3 % yang menunjukkan keberhasilannya. Penelitian ini berusaha menelusuri sasaran yang dianggap berhasil. Dengan mempergunakan pemikiran dari Schler dan R. Batten sebagai piranti analisisnya, permasalahan yang diungkap adalah (1) kinerja Proyek Bantuan Kesejahteraan Sosial (2) pengaruh Proyek terhadap kinerja Kelompok usaha bersama (3) kinerja Kelompok Usaha Bersama dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat (4) intervensi yang dilakukan dan hasilnya.
Jenis Penelitian adalah deskirptif dengan -pendekatan kualitatif dan anggota Kelompok Usaha Bersama (KUB) di Desa Wonorejo sebagai sasaran. Dari penelitian terungkap, bahwa Proyek Bantuan Kesejahteraan sosial tidak `sustainable'. Pendekatan yang digunakan lebih direktif, Strateginya adalah membangun kelompok usaha bersama sebagai sarana keswadayaan. Peranan petugas sangat dominan. Sementara masyarakat kurang memperoleh kesempatan untuk melakukan pilihan dalam pemecahan masalah, karena merupakan `paket', Keberadaan Kelompok Usaha Bersama dikatakan efektif jika diukur dari daya tahan (survival), walaupun tingkat perkembangannya berbeda. Indikator keberhasilan proyek baru mencapai 25%. Faktor keberhasilan (a) pengetahuan dan komitmen (b) Peranan ketua (b) fasilitas (c) reward (d) Peranan Pendamping dan campur tangan Kepala Desa. Kelompok yang memiliki `otonomi' justru menunjukkan perkembangan lebih lamban. Temuan lainnya adanya persaingan yang tidak sehat' antar KUB yang secara potensial menimbulkan konflik. Intervensi lanjutan ternyata mampu memperbaiki kondisi tersebut dengan menghasilkan insitutusi baru yang berperan sebagai 'social safety net'.
Kekhasan Pengembangan keswadayaan masyarakat (a) diawali intervensi pihak luar. (b) terbentuknya institusi sosial baru (c) keanggotaan kelompok swadaya yang bersifat heterogen dan didukung oleh kekuatan lain menyebabkan tetap survival (d) penerapan pengembangan masyarakat secara sustainable telah mempercepat proses keswadayaan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T5046
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wiriasto Herry Septiadi
"ABSTRAK
Penelitian dengan judul Upaya Meningkatkan Kualitas Derajat Kesehatan Lingkungan Melalui Perubahan Perilaku Kesehatan dengan Studi Kasus Proses Perubahan Perilaku Buang Air Besar pada Masyarakat Dusun Margodadi, Desa Kenongo, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang Jawa Timur ini bertujuan untuk menggambarkan strategi dan tahapan perubahan yang dijalankan warga masyarakat untuk merubah perilaku buang air besar sembarang menjadi perilaku buang air besar pada jamban termasuk membangun jamban keluarga secara swadaya, menggambarkan faktor-faktor yang membuat masyarakat Dusun Margodadi ingin merubah perilaku yang terkait dengan sanitasi dan menggambarkan keberlanjutannya.

Yang menjadi latar belakang dari pemilihan topik pada penelitian ini adalah keberhasilan warga Dusun Margodadi dalam mengadopsi inovasi perubahan perilaku bang air besar di tempat tertutup dan mau membangun jamban secara swadaya tanpa bantuan dari phak luar, dalam waktu yang singkat. Padahal warga Dusun Margodadi telah lama mempunyai kebiasaan buang air besar disembarang tempat. Sementara perubahan perilaku buang air besar adalah salah satu jenis perilaku kesehatan yang termasuk dalam kategori perilaku kesehatan lingkungan. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu kegiatan dalam rangka usaha perbaikan kesehatan lingkungan. Pelaksanaan sistem pembuangan kotoran manusia sangat erat hubungannya dengan perilaku/kebiasaan manusia itu sendiri. Kebiasaan buang kotoran yang tidak sehat/sembarang tempat dan keadaan sarana jamban yang tidak saniter merupakan penyebab terjadinya pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu salah satu upaya meningkatkan kualitas derajat kesehatan lingkungan adalah dengan cara perubahan perilaku buang air besar.

Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Sementara jenisnya adalah penelitian yang tergolong penelitian case study. Lokasi penelitian adalah Dusun Margodadi yang terletak di dusun Margodadi, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang Jawa Timur. Jenis sampling (Type of Sampling) pada penelitian ini adalah nonprobability sampling atau nonrandom sampling dan penentuan informan dalam penelitian ini mengggunakan metode Snowball Sampling. Pengumpulan data sendiri pada penelitian ini dilakukan melalui empat cara yaitu pengumpulan data melalui wawancara mendalam (In Depth interview), Group Interview , observasi dan pengumpulan data dengan menggunakan sumber data non manusia (data sekunder) serta di analis dengan menggunakan analisis deskriptif kaulitaif. Pembahasan dalam penelitian ini menggunakan teori "Model Difusi dan lnovasi" dari Rogers dan Shormakers. Model Difusi lnovasi (Rogers dan Shoemaker) menegaskan peran agen-agen perubahan dalam lingkungan sosial, oleh karena itu mengambil fokus yang agak terpisah dari individu sasaran utama. Secara relatif, tetangga, petugas kesehatan atau agen perubahan yang lain ikut membantu menghasilkan perubahan perilaku dengan cara-cara tertentu, misalnya dengan cara meningkatkan kebutuhan akan perubahan, membangun hubungan interpersonal yang diperlukan, mengidentifikasi masalah-masalah dan penyebabnya, menetapkan sasaran dari jalan keluar yang potensial, memotivasi seseorang supaya menerima dan
memelihara aksi dan memutuskan jalinan yang mengembalikan seseorang pada perilaku lama.

Dusun Margodadi adalah salah satu dari tiga dusun yang terdapat di Desa Kenongo. Perubahan perilaku buang air besar pada Masyarakat Margodadi dilakukan oleh petugas sanitarian dengan menggunakan pendekatan Metode CL TS (Community Lead Total Sanitation), yaitu pendekatan dengan proses fasilitasi yang sedehana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Ada lima tahapan proses yang di alami masyarakat Dusun Margodadi dalam pengadopsian inovasi perubahan perilaku yaitu tahap perkenalan dan menjalin kebersamaan, tahap analisa sanitasi (perjalanan keliling kampung dan pemetaan), tahap pemicuan, tahap rencana kegiatan dan tahap kegiatan lingkungan dan tindak lanjut.

Ada tiga faktor yang mendorong masyarakat Margodadi mengadopsi inovasi perubahan perilaku buang air besar, yaitu faktor predisposisi yang terdiri dari tradisi gotong rotong dan kekeluargaan yang masih kental, sikap dan pengetahuan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, khususnyapengetahuan tentang dampak perilaku BAB ditempat terbuka terhadap kesehatan, pengetahuan tentang kebersihan lingkungan; faktor pendukung/pemungkin yang terdiri dari ketersediaan sarana air bersih, ketersediaan posyandu dengan segala program dan aktivitasnya, ketersediaan kegiatan pengajian rutin dan akses radio dan rasa malu dari masyarakat; dan faktor pendorong yang terdiri dari dukungan dari semua pihak mulai dari Kepala Desa dan aparat desa, tokoh masyarakat, kader sampai petugas kesehatan lingkungan/sanitarian setempat serta kemudahan dalam mendapatkan bahan material.. Hingga saat ini tidak ada satupun warga Margodadi yang kembali ke kebiasaan buang air besar yang lama yaitu di tempat terbuka seperti halaman/pekaranngan rumah dan di kebun. Hal ini disebabkan banyaknya usaha yang dilakukan oleh semua pihak untuk menjaga keberlanjutan perubahan perilaku buang air besar.

Dalam rangka meningkatkan kualitas derajat kesehatan lingkungan dengan adanya perubahan perilaku BAB perlu kiranya dilakukan beberapa tindakan, yaitu : (i) fokus kegiatan tindak lanjut dapat lebih memperhatikan pada aspek bagaimana menciptakan kesehatan lingkungan yang berkualitas. (ii) perlu kiranya pelibatan semua tokoh masyarakat yang ada. dan (iii) perlu dibina anggota masyarakat yang lain untuk dapat menjadi kader-kader yang handal.

"
2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>