Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafa Safira
Abstrak :
Pandemi Covid-19 berdampak pada tingginya permintaan pelayanan kesehatan dan menempatkan pegawai rumah sakit pada kondisi yang penuh tekanan. Kondisi tersebut diduga memiliki dampak jangka panjang hingga masa transisi pandemi Covid-19. Akibatnya, tuntutan kerja pegawai rumah sakit menjadi meningkat, khususnya tuntutan kerja emosional sehingga rentan untuk menurunkan kesejahteraan psikologisnya. Agar kesejahteraan psikologis pegawai tetap terjaga, diperlukan sumber daya pribadi berupa modal psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis, serta hubungan modal psikologis dan kesejahteraan psikologis. Penelitian ini dilakukan pada 184 partisipan yang merupakan pegawai rumah sakit berusia 18 hingga 55 tahun dengan masa kerja selama minimal satu tahun dan melibatkan interaksi langsung dengan pasien atau pelanggan dalam pekerjaannya. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif korelasional dengan desain cross sectional study. Alat ukur yang digunakan adalah Psychological Well-Being Scale (PWBS), bagian dari Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), dan Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12). Hasil uji Pearson’s Correlation menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tuntutan kerja emosional dan kesejahteraan psikologis (r = -0,27, p < 0,05). Sebaliknya, ditemukan hubungan positif yang signifikan antara modal psikologis dan kesejahteraan psikologis (r = 0,73, p < 0,05). Dengan demikian, pegawai dengan tingkat modal psikologis tinggi dapat tetap sejahtera walau mengalami tuntutan kerja emosional dalam pekerjaannya. ......The Covid-19 pandemic has resulted in a high demand for health services and has put hospital workers under stressful conditions. This situation is expected to have a prolonged effect in the current transition of the Covid-19 pandemic. As a result, the job demands of hospital workers have increased, especially emotional job demands which are prone to reducing their psychological well-being. Therefore, hospital workers need to have psychological capital as a personal resource to maintain their psychological well-being. This research aims to examine the relationship between emotional job demands and psychological well-being, and also the relationship between psychological capital and psychological well-being. This research was conducted on 184 hospital workers aged 18 to 55 years old who had at least one year of working experience and involved direct interaction with patients or customers within their work. This study used a quantitative method with a correlational cross-sectional study design. The Psychological Well-Being Scale (PWBS), part of the Copenhagen Psychosocial Questionnaire (COPSOQ-II), and the Psychological Capital Questionnaire-12 (PCQ-12) were used as measurement instruments. Pearson's Correlation test showed a significant negative relationship between emotional job demands and psychological well-being (r = -0,27, p<0,05). In contrast, a significant positive relationship was found between psychological capital and psychological well-being (r = 0,73, p<0,05). Thus, hospital workers with high levels of psychological capital can remain prosperous even in emotionally demanding work environments.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fushilat Amri
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan efektivitas pada unit SPI PT KBN. Tipe penelitian action research dengan responden sebanyak 21 pegawai. Alat ukur adalah adaptasi Kepuasan Kerja, Iklim Organisasi dan Pengembangan Karier. Intervensi manajemen SDM berupa perencanaan dan pengembangan pegawai dirancang untuk meningkatkan efektivitas unit SPI. Diharapkan intervensi yang dilakukan mampu meningkatkan efektivitas unit SPI yang secara tidak langsung meningkatkan efektivitas organisasi di PT KBN. ......This study aims to determine the declining of the effectiveness that occurred on the SPI unit PT KBN. Type of action research studies with respondents were 21 employees. Measuring instruments are adaptations Job Satisfaction, and Organizational Climate Questionnaire. Intervention in the form of human resource management and employee development plan designed to improve the effectiveness of SPI unit. Intervention is expected to improve the effectiveness of SPI unit that does not directly improve organizational effectiveness in PT KBN.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T36073
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ria Wastiani
Abstrak :
Guru di Sekolah Penggerak memiliki tantangan untuk melakukan continuous improvement, sehingga diperlukan engagement sebagai kunci keberhasilan Sekolah Penggerak. Berdasarkan data survey, engagement guru di Sekolah Penggerak XYZ berada dalam kategori sedang sehingga ada ruang untuk peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti peran Grit Sebagai Mediator Pengaruh Growth Mindset terhadap Work Engagement Pada Guru di Sekolah Penggerak XYZ dan menindaklanjuti hasil yang diperoleh dengan membuat suatu program intervensi. Dalam penelitin ini Work Engagement diukur dengan Utrecht Work Engagement Scale-9 (UWES-9) (Schaufeli & Salanova, 2003), growth mindset diukur dengan Growth Mindset Scale (Dweck, 2013), grit diukur dengan Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). Partisipan penelitian adalah 197 guru Sekolah Penggerak XYZ. Hasil membuktikan grit dapat berperan sebagai mediator secara parsial pada pengaruh growth mindset terhadap work engagement (indirect effect = 0,2152, SE = 0,0501, LLCI = 0,1180, ULCI = 0,3157). Studi lanjutan berdasarkan hasil penelitian, didesain program intervensi training growth mindset yang diikuti 12 partisipan dari 25 orang dengan skor growth mindset rendah. Hasil membuktikan terdapat pengaruh positif signifikan training growth mindset terhadap peningkatan skor growth mindset, grit dan work engagement pada guru di sekolah penggerak XYZ (Skor Wilcoxon Asymp. Sig (2-tailed) 0,005 < 0,05). Dengan demikian, training growth mindset perlu diterapkan pada guru di Sekolah Penggerak. ......Teachers in ‘Sekolah Penggerak’ have challenges to carry out continuous improvement, so engagement is needed as the key to the success of ‘Sekolah Penggerak’. Based on survey data, teacher engagement at ‘Sekolah Penggerak’ XYZ is in the moderate category so there is room for improvement. This study aims to examine the role of Grit as a Mediator for the Effect of Growth Mindset on Work Engagement in Teachers at ‘Sekolah Penggerak’ XYZ and to follow up on the results obtained by creating an intervention program. In this study Work Engagement was measured by the Utrecht Work Engagement Scale-9 (UWES-9) (Schaufeli & Salanova, 2003), growth mindset was measured by the Growth Mindset Scale (Dweck, 2013), grit was measured by the Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). The research participants were 197 teachers of the ‘Sekolah Penggerak’ XYZ. The results prove that grit can act as a mediator partially on the effect of growth mindset on work engagement (indirect effect = 0.2152, SE = 0.0501, LLCI = 0.1180, ULCI = 0.3157). A follow-up study based on research results, designed a growth mindset training intervention program which was followed by 12 participants out of 25 people with a low growth mindset score. The results prove that there is a significant positive effect of growth mindset training on increasing the growth mindset, grit and work engagement scores of teachers in ‘Sekolah Penggerak’ XYZ (Wilcoxon Asymp. Sig (2-tailed) score 0.005 <0.05). Therefore, growth mindset training needs to be applied to teachers in ‘Sekolah Penggerak’.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Natalia Wijaya
Abstrak :
Potensi perkembangan bisnis paska pandemi menuntut perusahaan e-grocery

untuk mengembangkan strategi yang dapat menarik banyak tenaga kerja, terutama
generasi milenial yang merupakan angkatan kerja terbesar di Indonesia. Sistem rekrutmen
yang efisien dan membangun citra perusahaan yang baik melalui employer branding
bermanfaat untuk menarik minat para calon pekerja. Studi akan berfokus untuk mengukur
pengaruh variabel e-recruitment, employer branding, dan interaksi keduanya terhadap intensi
melamar pekerjaan. Penelitian akan berbentuk experimental vignette method withinsubject,
dengan variasi 2x2. Dengan response rate sebesar 214,5%, total 210 partisipan
milenial yang diperoleh melalui teknik convenience sampling akan dihadapkan ada 4
buah variasi vignette/stimulus terstruktur dan realistik berupa iklan lowongan pekerjaan,
yang menggambarkan 4 kombinasi dari kedua variabel independen. Intensi melamar
partisipan akan diukur menggunakan skala Intention Toward Company setelah
mendapatkan paparan situasi realistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa erecruitment
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap intensi generasi milenial dalam
melamar pekerjaan di perusahaan e-grocery. Namun employer branding berhasil
memengaruhi intensi generasi milenial untuk melamar pekerjaan di perusahaan egrocery.
Hasil juga menunjukan bahwa ketika e-recruitment dan employer branding
dianalisis secara simultan, terdapat efek interaktif yang signifikan pada intensi generasi
milenial. Untuk itu, perusahaan dapat memperkuat employer branding sebagai sarana
komunikasi dan peningkatan citra perusahaan guna menarik minat para milenial.
Penggunaan e-recruitment juga baik untuk dilakukan namun perlu disosialisasikan
dengan baik, seperti melalui employer branding. ......The potential for post-pandemic business development demands e-grocery
companies to formulate strategies that can attract a substantial workforce, particularly the
millennial generation, which constitutes the largest workforce in Indonesia. Efficient
recruitment systems and the cultivation of a positive corporate image through employer
branding are instrumental in garnering the interest of prospective employees. This study
aims to measure the influence of e-recruitment, employer branding, and their interaction
on the job application intentions of millennials. The research will adopt an experimental
vignette method within-subject design with a 2x2 variation. With a response rate 214,5%,
A total of 210 millennial participants obtained through convenience sampling, will be
exposed to four structured and realistic vignettes or job vacancy advertisements depicting
various combinations of the independent variables. The participants' job application
intentions will be measured using the Intention Toward Company scale after exposure to
realistic scenarios. The findings indicate that e-recruitment does not exert a significant
influence on the job application intentions of millennials in e-grocery companies.
However, employer branding effectively influences the job application intentions of
millennials in this context. Furthermore, when e-recruitment and employer branding are
analyzed simultaneously, a significant interactive effect on the job application intentions
of millennials is observed. Therefore, companies can strengthen their employer branding
as a means of communication and enhancing the corporate image to attract millennial
interest. While the use of e-recruitment is beneficial, proper socialization, such as through
employer branding, is essential.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grammy Lusiana
Abstrak :
Penelitian bertujuan untuk memahami apakah identifikasi organisasi dapat memprediksi terjadinya alienasi kerja. Sejauh mana seseorang mengidentifikasi dirinya sendiri dengan tempat kerjanya tercermin dalam perilaku yang ditunjukkan, didukung oleh social identity theory. Partisipan merupakan Gen Z yang sedang bekerja dengan durasi minimal 6 bulan (N=315). Data dianalisis menggunakan teknik analisis regresi sederhana dengan SPSS for Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi dapat memprediksi alienasi kerja secara positif dan signifikan, namun dengan daya prediksi yang tidak terlalu kuat. Penelitian dapat menjadi landasan bagi perusahaan untuk membuat keputusan strategis bagi pekerja dan referensi bagi Gen Z yang merupakan pekerja untuk memaknai pekerjaannya. ......The study aims to understand whether organizational identification can predict the occurrence of work alienation. The extent to which individuals identify themselves with their workplace is reflected in the behaviors exhibited, supported by social identity theory. The participants are Gen Z individuals who have been working for a minimum of 6 months (N=315). The data were analyzed using simple linear regression analysis techniques with SPSS for Windows. The research findings indicate that identification can positively and significantly predict work alienation, albeit with a moderate predictive power. Research can serve as a foundation for companies to make strategic decisions for their employees and as a reference for Generation Z, who are workers, to give meaning to their work.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Sekar Widiaristi
Abstrak :
Gen Z yang memasuki dunia kerja dituntut untuk memiliki perilaku kerja inovatif. Salah satu kebijakan organisasi yang berperan dalam meningkatkan perilaku kerja inovatif dan sesuai dengan karakteristik Gen Z adalah pengaturan kerja fleksibel. Pada penelitian ini, peneliti ingin melihat hubungan antara pengaturan kerja fleksibel dan perilaku kerja inovatif pada karyawan Gen Z yang menjalankan pengaturan kerja fleksibel (WFA/hybrid). Peneliti juga ingin melihat perbedaan perilaku kerja inovatif antara karyawan Gen Z yang bekerja secara fleksibel dengan yang bekerja dari kantor. Partisipan merupakan 217 orang berusia 18-28 tahun, sedang bekerja secara WFO/WFA/hybrid, dan berdomisili di Indonesia. Hasil analisis dengan bootstrap (N= 1000) menunjukkan bahwa pengaturan kerja fleksibel dapat memprediksi perilaku kerja inovatif secara positif dan signifikan (β= 0.23, p= 0.02). Pengaturan kerja fleksibel dapat menjelaskan 5.7% varians dari perilaku kerja inovatif. Hasil analisis juga menunjukkan perbedaan perilaku kerja inovatif antara karyawan Gen Z yang bekerja secara fleksibel (M= 38.58, SD= 7.84) dan karyawan Gen Z yang bekerja dari kantor (M= 33.85, SD= 9.60), signifikan secara statistik, t(215)= 3.88, p= 0.00. Penelitian ini menyarankan perusahaan untuk mulai menerapkan lebih banyak pengaturan kerja fleksibel agar karyawan merasa nyaman dan termotivasi untuk memberikan ide yang inovatif. ......Gen Z employees are required to have innovative work behaviors. An organizational policy that could increase innovative work behavior and is in accordance with Gen Z characteristics is flexible work arrangements. In this study, researchers want to see the relationship between flexible work arrangements and innovative work behavior among Gen Z employees who work flexibly (WFA/hybrid). Researchers also want to see differences in innovative work behavior between Gen Z employees who work flexibly and those who work from an office. Participants are 217 people aged 18–28 years old, currently working on a WFO/WFA/hybrid basis, and domiciled in Indonesia. The bootstrap analysis (N= 1000) shows that flexible work arrangements can positively and significantly predict innovative work behavior (β= 0.23, p= 0.02). Flexible work arrangements can explain 5.7% of the variance in innovative work behaviors. The analysis also shows differences in innovative work behaviors between Gen Z employees who work flexibly (M = 38.58, SD = 7.84) and who work from offices (M= 33.85, SD= 9.60), statistically significant, >t(215)= 3.88, p= 0.00. This research suggests that companies start implementing more flexible working arrangements so that employees feel comfortable and motivated to come up with innovative ideas.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Alviyani
Abstrak :
Inovasi menjadi penting bagi perusahaan untuk bertahan dan berkembang dalam persaingan. Perilaku kerja inovatif karyawan menjadi faktor yang perlu diperhatikan perusahaan terutama pada karyawan Gen Z yang dikenal sebagai generasi yang kreatif dan inovatif. Akan tetapi, karyawan Gen Z juga sering mengungkapkan rasa kecewa dan rasa tidak adil saat mereka bekerja melalui media sosial. Sementara itu, salah satu faktor yang dapat menampilkan perilaku tersebut adalah keadilan organisasi. Penelitian ini pun dilakukan untuk melihat peran keadilan organisasi beserta keempat dimensinya terhadap perilaku kerja inovatif pada karyawan Gen Z di Indonesia. Data diperoleh dari 217 karyawan berusia 18-28 tahun di Indonesia. Perilaku kerja inovatif diukur menggunakan Skala Perilaku Kerja Inovatif yang diadaptasi oleh Etikariena dan Muluk (2014) dan keadilan organisasi diukur menggunakan Organizational Justice Scale yang diadaptasi oleh Pratiwi (2013) ke dalam Bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis regresi linear sederhana, keadilan organisasi berperan secara positif dan signifikan terhadap perilaku kerja inovatif (β = 0.36, p = 0.00). Keadilan organisasi dapat menjelaskan 13% varians dari perilaku kerja inovatif (R2= 0.13, p = 0.00). Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda, dimensi keadilan prosedural berperan secara positif dan signifikan terhadap perilaku kerja inovatif (β = 0.40, p = 0.00). Akan tetapi, dimensi keadilan distributif (β = 0.08, p = 0.32), keadilan interpersonal (β = 0.07, p = 0.36), dan keadilan informasi (β = -0.08, p = 0.28) tidak berperan secara signifikan terhadap perilaku kerja inovatif. Oleh karena itu, perusahaan perlu memperhatikan keadilan organisasi untuk meningkatkan perilaku kerja inovatif pada karyawan Gen Z di Indonesia. ......Innovation becomes essential for companies to survive and thrive in competitive markets. Employees' innovative work behavior is a factor that companies need to pay attention to, especially Gen Z employees, who are known as a creative and innovative generation. However, Gen Z employees also often express disappointment and unfairness when they work through social media. Meanwhile, one factor that can display such behavior is organizational justice. This research was conducted to look at the role of organizational justice and its four dimensions in innovative work behavior on Gen Z employees in Indonesia. Data was obtained from 217 employees aged 18–28 in Indonesia. Innovative work behavior is measured using the Innovative Working Behavior Scale adapted by Etikariena and Muluk (2014), and organizational justice is assessed using the Organizational Justice Scale adapted by Pratiwi (2013) to the Indonesian language. Based on the results of simple linear regression analysis, organizational justice plays a positive and significant role in innovative work behavior (β = 0.36, p = 0.00). Organizational justice can explain 13% of the variance in innovative work behavior (R2 = 0.13, p = 0.00). Based on the results of multiple linear regression analysis, the dimension of procedural justice plays a positive and significant role in innovative work behavior (β = 0.40, p = 0.00). However, the dimensions of distributive justice (β = 0,08, p = 0.32), interpersonal justice (β = 0.07, p = 0.36), and informational justice (β = -0.08, p = 0.28) do not play a significant role in innovative work behavior. Therefore, companies need to pay attention to organizational justice to improve innovative work behavior on Gen Z employees in Indonesia.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farha Nuraqyla Kesuma Wardhana
Abstrak :
Terdapat fenomena yang umum terjadi pada karyawan generasi Z, yaitu job hopping atau sering berpindah-pindah pekerjaan. Fenomena job hopping ini mencerminkan kurangnya komitmen afektif yang dimiliki oleh karyawan, di mana karyawan tidak memiliki keterikatan emosi, identifikasi, dan keterlibatan yang cukup dengan perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi persepsi dukungan atasan dalam hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif sebagai usaha untuk menghadapi fenomena tersebut. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini adalah 346 orang karyawan generasi Z berusia 20-29 tahun, berwarga negara Indonesia, sudah bekerja selama minimal 3 bulan, berstatus karyawan tetap, dan memiliki atasan langsung di tempat kerja. Uji moderasi Hayes menghasilkan temuan bahwa persepsi dukungan atasan terbukti secara signifikan memoderasi hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). Dalam hal ini, persepsi dukungan atasan berperan dalam memperkuat hubungan antara pekerjaan layak dan komitmen afektif. Implikasi penelitian ini menyoroti pentingnya persepsi dukungan atasan untuk meningkatkan komitmen afektif karyawan generasi Z. Selain itu, pekerjaan layak juga berperan penting untuk mengembangkan komitmen afektif yang dimiliki. Melalui usaha ini, diharapkan fenomena job hopping pada karyawan generasi Z dapat diatasi ......There is a common phenomenon among Generation Z employees, known as job hopping or frequently changing jobs. This job hopping phenomenon reflects the lack of affective commitment possessed by employees, where employees do not have sufficient emotional attachment, identification, and involvement with the company. This research aims to examine the moderating role of perceived superior support in the relationship between decent work and affective commitment as an effort to deal with this phenomenon. In this research, the participants involved were 346 generation Z employees aged 20-29 years, Indonesian citizens, had worked for at least 3 months, had permanent employee status, and had a direct supervisor at work. The Hayes moderation test resulted in the finding that perceived superior support was proven to significantly moderate the relationship between decent work and affective commitment (t = 2.665, p = 0.008 < 0.05). In this case, perceived supervisory support plays a role in strengthening the relationship between decent work and affective commitment. The implications of this research highlight the importance of perceived superior support in increasing the affective commitment of generation Z employees. Additionally, decent work also plays an important role in developing their affective commitment. Through this effort, it is hoped that the job hopping phenomenon among generation Z employees can be overcome.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yorri Violeta Widyayanti
Abstrak :
Perubahan iklim saat ini menuntut perilaku konkret yang berdampak positif pada lingkungan, seperti pro-environmental behavior. Kehadiran pro-environmental behavior juga dibutuhkan dalam lingkup organisasi dan pekerja, karena berpengaruh terhadap efektivitas organisasi. Faktor-faktor beragam memengaruhi pro-environmental behavior, termasuk tingkat extraversion seseorang. Kehadiran pro-environmental behavior juga dapat disebabkan oleh eco-anxiety yang dialami seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan eco-anxiety sebagai mediator antara extraversion dengan pro- environmental behavior pada masyarakat Indonesia yang tergolong usia pekerja. Sebanyak 241 warga negara Indonesia yang tergolong usia pekerja, yaitu usia 19–58 tahun, menjadi partisipan dalam penelitian ini. Alat ukur yang digunakan yaitu Ten Item Personality Inventory (TIPI), Hogg Eco-Anxiety Scale (HEAS-13), dan Pro- Environmental Behavior Scale (PEBS-2013). Data pada penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis mediasi model 4 dari Hayes, dengan menggunakan PROCESS v4.2. Temuan dari penelitian menunjukkan adanya partial mediation, yaitu tingkat extraversion secara langsung dapat memotivasi seseorang untuk memunculkan perilaku yang berdampak positif bagi lingkungan, sebagai pemenuhan norma sosial. Lebih lanjut, eco-anxiety memainkan peran signifikan sebagai mediator dalam hubungan antara extraversion dan pro-environmental behavior. Namun, kehadiran eco-anxiety pada penelitian ini diprediksi menjadi variabel suppressor. Hal ini memberikan implikasi bagi organisasi bahwa eco-anxiety perlu ditanggapi dan difasilitasi secara positif agar dapat menghasilkan dampak yang positif. Penelitian ini memberikan gambaran tentang keterkaitan antara pro-environmental behavior, extraversion, dan eco-anxiety di masyarakat Indonesia usia pekerja yang masih jarang diteliti. Limitasi pada penelitian ini juga dibahas lebih lanjut. ......The current climate change demands concrete behaviors that positively impact the environment, such as pro-environmental behavior. The presence of pro-environmental behavior is also needed in the context of organizations and workers, as it affects organizational effectiveness. Various factors influence pro-environmental behavior, including an individual's level of extraversion. The presence of pro-environmental behavior can also be triggered by a person's eco-anxiety. This study aims to see the role of eco-anxiety as a mediator between extraversion and pro-environmental behavior among Indonesian working-age individuals. A total of 241 Indonesian citizens within the working-age range, from 19 to 58 years old, participated in this research. The measurement tools used were the Ten Item Personality Inventory (TIPI), Hogg Eco- Anxiety Scale (HEAS-13), and Pro-Environmental Behavior Scale (PEBS-2013). The findings of the study showed partial mediation, which that the level of extraversion can directly motivate someone to exhibit environmentally positive behaviors as a fulfillment of social norms. Furthermore, eco-anxiety plays a significant role as a mediator in the relationship between extraversion and pro-environmental behavior. However, the presence of eco-anxiety in this study was predicted to be a suppressor variable. This has implications for organizations that eco-anxiety needs to be addressed and facilitated in a positive way in order to have a positive impact. This study provides an overview of the relationships between extraversion, pro-environmental behavior, and eco-anxiety in the working-age population in Indonesia, a field that has been relatively underexplored. The limitations of this study are also discussed further.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Ramadhani
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari grit dan kepemimpinan transformasional pada work engagement pada karyawan dari 62 perusahaan startup. Data diambil melalui kuesioner yang disebarkan secara online di Jakarta (N = 204). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini adalah The Grit Scale (Duckworth, Peterson, Matthews, & Kelly, 2007), MLQ (Multifactor Leadership Questionnaire) (Bass & Avolio, 1991), dan The UWES-9 (Utrecht Work Engagement Scale) (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Data diolah dengan menggunakan model regresi berganda pada SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa grit dan kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap work engagement. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki varians yang unik pada work engagement setelah mengontrol grit. Diskusi dan saran dipaparkan pada bagian akhir penelitian ini.
This research was conducted to determine the contribution of grit and transformational leadership on work engagement. Data was collected through an online survey to employees from 62 startups in Jakarta (N = 204). Variables were measured using Indonesian-translation of The Grit Scale (Duckworth, Peterson, Matthews, & Kelly, 2007), MLQ (Multifactor Leadership Questionnaire) (Bass & Avolio, 1991), and The UWES-9 (Utrecht Work Engagement Scale) (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006). Data were analyzed using multiple regression analyses. The results showed that grit and transformational leadership had a positive and significant effect on work engagement. Results also showed that transformational leadership had a significant incremental variance on work engagement above and beyond grit. Discussions and suggestions are presented at the end of this study.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>