Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Larashintya Rulita
"Komposisi komunitas mikrobiota usus pada neonatus prematur dapat diidentifikasi menngunakan mekonium dan feses. Akan tetapi, penelitian menggunakan sampel mekonium dan feses memiliki tantangan tersendiri karena konsistensinya serta kandungan inhibitor PCR yang tinggi pada sampel mekonium dan feses. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengoptimasi perolehan DNA mikrobiota mekonium dan feses dari neonatus yang lahir prematur di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel mekonium, feses 4 dan 7 hari setelah kelahiran dari neonatus prematur. Setelah itu, dilakukan optimasi proses perolehan DNA. Parameter yang dioptimasi yaitu dengan mempertimbangkan jumlah dan kondisi sampel, penggunaan kit ekstraksi yaitu Qiagen DNeasy Powersoil Kit dan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil, tahap preparasi sampel, dan tahap elusi DNA. Selanjutnya, DNA genomik hasil ekstraksi dikuantifikasi serta dikonfirmasi menggunakan Polymerase Chain Reaction sebelum tahap NGS. Hasil pada penelitian ini yaitu sampel yang dilakukan optimasi dengan replikasi jumlah sampel sebanyak 2 kali, menggunakan sampel segar, menggunakan buffer elusi dengan volume yang lebih sedikit, pelarutan sampel menggunakan ddH2O, dan diekstraksi menggunakan MP Biomedical FastDNA Spin Kit for Soil menghasilkan konsentrasi serta kemurnian yang lebih tinggi. Kesimpulannya, perlu dilakukan optimasi pada tahap ekstraksi DNA untuk menghasilkan perolehan serta kemurnian DNA yang tinggi."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamida Fatimah Zahra
"Diabetes melitus dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian berbagai jenis kanker pada banyak studi. Namun demikian, hubungan nya dengan risiko tumor otak masih kontroversial. Beberapa studi menunjukkan adanya korelasi positif, negatif, atau bahkan tidak sama sekali antara keduanya. Tumor otak tidak menyumbang pada sebagian besar kasus kanker, tetapi memiliki tingkat mortalitas yang tinggi dengan rata-rata kelangsungan hidup yang rendah, sementara terapi masih sangat terbatas. Penulisan review ini bertujuan untuk menilai hubungan antara diabetes melitus dengan risiko tumor otak dan kaitannya dengan kelangsungan hidup pasien, serta melihat potensi terapi antidiabetes terhadap tumor otak. Review bersifat sistematik berdasarkan acuan Preferred Reporting Items for Systematic Reviews and Meta-Analyses (PRISMA) tahun 2009 dan menggunakan pendekatan kualitatif. Pencarian literatur dilakukan pada Oxford Journals, ProQuest, PubMed, ScienceDirect, Scopus, SpringerLink, dan Wiley, serta melalui daftar referensi pada artikel terkait. Hasil pencarian didapatkan delapan artikel yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Berdasarkan analisis pada artikel tersebut, perbedaan hubungan antara diabetes melitus dengan tumor otak dapat terjadi akibat sub kelompok yang berbeda, yaitu jenis kelamin, ras, serta jenis studi. Tingginya nilai HbA1c dapat dijadikan prediktor bagi kelangsungan hidup yang lebih rendah. Meskipun hasil ini tidak bersifat independen, kontrol glikemik merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan pada pasien tumor otak. Terkait hubungannya dengan terapi antidiabetes, metformin menunjukkan adanya potensi sebagai terapi adjuvan bagi pasien tumor otak dikarenakan meningkatkan kelangsungan hidup yang lebih lama pada pasien glioma stadium III dibandingkan dengan insulin dan sulfonilurea, adanya potensi efek antiproliferatif pada sel glioma, dan tidak menyebabkan hipoglikemia."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thalia Ghina Cahyandita
"Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit tidak menular penyebab kematian paling banyak setiap tahunnya. Salah satu gangguan kardiovaskular adalah sindrom koroner akut. Pasien dengan kondisi ini umumnya diberikan terapi antiplatelet. Bagian penting dalam proses aktivasi platelet adalah interaksi ADP dengan reseptor P2Y12. Inhibitor P2Y12 yang tersedia mempunyai efek samping yang tidak diharapkan, sehingga pengembangan obat dengan tujuan mendapatkan antiplatelet baru yang lebih optimal masih perlu dilakukan. Penemuan obat baru secara in silico berbasis fragmen memiliki banyak keuntungan dan cerita sukses. Pada penelitian ini, metode tersebut diterapkan dengan tujuan memperoleh struktur senyawa rancangan yang berpotensi sebagai inhibitor P2Y12; memprediksi profil farmakokinetika, kemudahan sintesis, dan toksisitasnya; dan mengetahui interaksi yang terjadi antara senyawa rancangan dengan P2Y12. Fragmen diperoleh dari basis data ZINC, ditapiskan terhadap parameter Rule of Three dan heavy atoms, dan ditambatkan terhadap P2Y12. Penggabungan fragmen (metode linking) kemudian dilakukan setelah menganalisis interaksi fragmen dengan residu asam amino pada makromolekul. Senyawa rancangan hasil penggabungan fragmen diprediksi drug-likeness, aksesibilitas sintesis, ADME, dan toksisitasnya, serta dianalisis interaksinya dengan makromolekul. Penelitian ini menghasilkan 7 senyawa yang diprediksi memiliki nilai aksesibilitas sintesis berkisar antara 4,77 – 5,61, memiliki kriteria drug-likeness dan ADME yang baik, dan tidak bersifat toksik. Senyawa rancangan menunjukkan adanya interaksi dengan residu penting pada P2Y12 yaitu residu Tyr105, Asn191, dan Lys280. Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa metode in silico berbasis fragmen berhasil dilakukan untuk memperoleh kandidat inhibitor P2Y12 baru.



Cardiovascular disease is a non-infectious disease causing the highest deaths every year. One of the cardiovascular disorders is acute coronary syndrome. Patients with this condition are generally given antiplatelet therapy. An important part of the platelet activation process is the interaction of ADP with P2Y12 receptors. The commercially available P2Y12 inhibitors have unexpected side effects, so the development of drug with the aim of getting more optimal antiplatelet agents remains to be done. The discovery of new drugs using an in silico fragment-based drug design has many advantages and success stories. In this study the method was applied with the aims of obtaining the new design of compound's structure which has the potential as a P2Y12 inhibitor; predicting their pharmacokinetic profile, synthetic accessibility, toxicity; and knowing the interactions between the compounds and P2Y12. Fragments were obtained from the ZINC database, screened on the Rule of Three and heavy atoms parameters, and docked against P2Y12. Fragment linking was then performed after analyzing the interaction of fragments with amino acid residues of the macromolecule. The newly design compounds were then analyzed for their drug-likeness, accessibility of synthesis, ADME, and toxicity, and their interactions with the macromolecule. This study produced seven newly designed compounds that are predicted to have synthetic accessibility scores ranging from 4.77 to 5.61, have good drug-likeness and ADME criteria, and not toxic. Each compound showed interactions with important residues in P2Y12 which are the Tyr105, Asn191 and Lys280 residues. It can be concluded that the fragment-based drug design was successfully carried out to obtain new P2Y12 inhibitor candidates.

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vega Mylanda
"Tingginya konsentrasi LDL dalam darah merupakan salah satu penyebab utama penyakit kardiovaskular. Beberapa tahun terakhir, fokus utama pengembangan obat penurun kolesterol adalah obat golongan inhibitor PCSK9 karena hasil terapinya dinilai efektif. Hingga kini, pencarian terhadap inhibitor PCSK9 berupa small molecule masih terus dilakukan agar obat tersebut dapat diadministrasikan secara oral. Saat ini terdapat beberapa small molecule hasil penelitian yang berpotensi sebagai inhibitor PCSK9. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat aktivitas inhibisi Polydatin, THSG, dan Resveratrol terhadap PCSK9 dan pengaruhnya terhadap bagian PCSK9 yang merupakan interface dengan LDLR menggunakan Pep2-8 sebagai model. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penambatan molekuler menggunakan AutoDock dan simulasi dinamika molekuler menggunakan AMBER. Hasil penambatan dan simulasi molekuler menunjukkan ketiga ligan uji membentuk beberapa ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik dengan PCSK9 dengan nilai ΔG, MMGBSA, dan okupansi ikatan hidrogen tertinggi dimiliki oleh Polydatin (-10,11 kkal/mol; -48,8742 kkal/mol; 97,90%), diikuti oleh THSG (-9,64 kkal.mol; -45,3654 kkal/mol; 88,50%), dan Resveratrol (-7,98 kkal/mol; -25,2802 kkal/mol; 62,40%). Analisis simulasi dinamika molekuler Pep2-8 dengan PCSK9 menunjukkan nilai MMGBSA -25,0085 kkal/mol dan okupansi ikatan hidrogen tertinggi 78,30% sementara dengan adanya Polydatin (-35,7223 kkal/mol; 81,70%), dengan adanya THSG (-36,1594 kkal/mol; 69,70%), dan dengan adanya Resveratrol (-41,8656 kkal/mol; 84,50%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan terjadi perubahan energi ikatan dan ikatan hidrogen dari PCSK9-Pep2-8 dengan dan tanpa adanya ligan uji sehingga ligan uji mampu menghasilkan perubahan di bagian interface PCSK9 dengan LDLR."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Oktaviyani
"Mikrobiota saluran pencernaan neonatus merupakan modulator respon imun yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit bagi neonatus. Perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor maternal maupun faktor neonatal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kolonisasi mikrobiota usus neonatus pada masa awal kehidupannya. Masa awal kehidupan neonatus (≤ 1 bulan setelah lahir) merupakan periode kritis dalam menentukan kesehatan neonatus jangka panjang maupun jangka pendek. Kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang menyimpang atau disbiosis pada awal kehidupannya dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit yang berkaitan dengan perkembangan sistem imunitasnya seperti alergi, obesitas, diabetes, dan lain-lain. Dengan demikian, ulasan ini membahas tentang peranan mikrobiota saluran pencernaan neonatus pada masa awal kehidupan dalam mendukung kesehatan neonatus dengan mengetahui kolonisasi mikrobiota saluran pencernaan yang simbiosis. Sekuensing amplikon gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengkarakterisasi keragaman mikroba. Sampel mekonium atau feses sebagai representatif lingkungan saluran pencernaan neonatus dikumpulkan dan dilakukan ekstraksi DNA kemudian gen target diamplifikasi dengan PCR. Amplikon yang diperoleh disekuensing dan dikarakterisasi secara bioinformatik untuk menentukan mikroba yang ada dalam sampel serta kelimpahan relatifnya. Selain itu, analisis berbasis teknologi molekuler seperti sekuensing gen target 16S rRNA menggunakan metode NGS dan analisis bioinformatik berperan penting dalam memperluas pengetahuan tentang ekosistem saluran cerna yang kompleks dari sampel mekonium dan feses neonatus. Dalam rangka menciptakan mikrobiota saluran pencernaan yang baik dan mendukung kesehatan neonatus pada masa awal kehidupannya dapat dilakukan dengan melakukan intervensi pada faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Intervensi seperti merencanakan kelahiran normal, menjaga asupan nutrisi yang seimbang selama masa kehamilan dan juga menyusui, menghindari paparan antibiotik selama kehamilan dan pada neonatus, dan memberikan ASI kepada neonatus terbukti dapat memodulasi perkembangan mikrobiota saluran pencernaan neonatus yang sehat.

Neonatal gut microbiota is a modulator of the immune response that influences health and disease for neonates. The development of the neonatal gut microbiota is influenced by several factors, both maternal and neonatal factors that directly or indirectly affect the colonization of neonatal gut microbiota in early life. The early-life period of neonatal life (≤ 1 month after birth) is a critical period in determining the long-term and short-term health of neonates. Aberrant colonization of gut microbiota or dysbiosis in early life can increase the risk of diseases related to the development of the immune system such as allergies, obesity, diabetes, and others. Thus, this review discusses the role of the neonatal gut microbiota in early life in supporting neonatal health by knowing the symbiosis colonization of the gut microbiota. The sequencing of 16S rRNA target gene amplicons using the NGS method is the most widely used method to characterize microbial diversity. Meconium or faecal samples as a representative environment of the neonatal digestive tract are collected and DNA extracted then the target gene is amplified by PCR. The obtained amplicons are sequenced and bioinformaticly characterized to determine the microbes present in the sample and their relative abundance. In addition, analysis based on molecular technologies such as 16S rRNA target gene sequencing using the NGS method and bioinformatic analysis play an important role in expanding our knowledge about complex gastrointestinal ecosystems from meconium and neonatal faecal samples. In sum, creating a good gut microbiota and supporting neonatal health in their early-life period can be done by intervening on factors that influence its development. Interventions such as planning a normal birth, maintaining a balanced nutritional intake during pregnancy and lactating, avoiding antibiotic exposure during pregnancy and in neonates, and breastfeeding for neonates are proven to modulate the development of healthy neonatal gut microbiota."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aida Rumaisha
"Individu dengan faktor predisposisi tertentu dapat terserang infeksi Candida Spp. Candida albicans merupakan spesies yang paling banyak ditemukan sebagai penyebab kandidiasis sedangkan Candida krusei merupakan spesies yang menyerang individu dengan imunodefisiensi yang berat. Flukonazol merupakan terapi pilihan utama kandidiasis, akan tetapi sudah banyak ditemukan resistensi pada Candida albicans dan Candida krusei sendiri memiliki resistensi intrinsik terhadap flukonazol dengan angka resistensi global sebesar 78,3%. Amfoterisin B merupakan standar terapi kandidiasis sistemik, tetapi obat ini memiliki toksisitas yang tinggi terhadap ginjal. Oleh karena itu studi lebih lanjut mengenai agen antijamur alternatif pun diperlukan. Daun dan batang ketepeng cina (Senna alata L.) telah lama dimanfaatkan secara tradisional sebagai agen antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina terhadap Candida albicans dan Candida krusei serta untuk mengetahui total kadar fenol dan flavonoid pada ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina. Uji aktivitas antijamur dilakukan dengan metode difusi agar dan mikrodilusi. Penetapan total kadar dilakukan secara kolorimetri, dengan reagen Folin- Ciocalteu untuk penetapan total kadar fenol dan aluminium klorida untuk penetapan total kadar flavonoid. Hasil uji aktivitas antijamur menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% daun ketepeng cina memiliki aktivitas antijamur Candida albicans yang lemah dan bergantung pada konsentrasi uji tetapi tidak memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida krusei. Ekstrak batang tidak memiliki aktivitas antijamur baik terhadap Candida albicans maupun Candida krusei. Kuantifikasi total kadar fenol ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina berturut-turut memperoleh hasil sebesar 94,08±0,36 dan 88,74±0,62 mgEAG/g ekstrak. Penetapan kadar total flavonoid ekstrak etanol 70% daun dan batang ketepeng cina berturut-turut memperoleh kadar sebesar 36,02±0,33 dan 21,39±0,11 mgEK/g ekstrak.

Individuals with certain predisposing factors can be infected by Candida Sp. Candida albicans is the species most found as the cause of candidiasis, while Candida krusei is the species that attacks individuals with severe immunodeficiency. Fluconazole is the main treatment of choice for candidiasis, however, currently resistance has been found in Candida albicans and Candida krusei itself has intrinsic resistance to fluconazole. Amphotericin B is the standard therapy for systemic candidiasis, but this drug has a high toxicity to the kidneys. Therefore, further studies are needed regarding alternative antifungal agents. The leaves and stems of Senna alata L. (ketepeng cina) have long been used traditionally as an alternative treatment of fungal infections. The aim of this study is to determine the antifungal activity of the 70% ethanol extract of the leaves and stems of ketepeng cina against Candida albicans and Candida krusei and to determine the total phenolic and flavonoid content in the 70% ethanol extract of the leaves and stems of ketepeng cina leaves and stems. The antifungal activity test was carried out by agar diffusion and microdilution methods. Determination of total phenol and flavonoid content was carried out by colorimetry using Folin-Ciocalteu reagent for determination of total phenol content and aluminium chloride for determination of total flavonoid content. The antifungal activity test results showed that the 70% ethanol extract of ketepeng cina leaf have antifungal that depends on the test concentration activity against Candida albicans, but not against Candida krusei.On the other hand, the 70% ethanol extract of ketepeng cina stem did not have antifungal activity against both Candida albicans and Candida krusei. Quantification of the total phenol content of 70% ethanol extract of leaves and stems of ketepeng cina obtained results of 94.28 ± 0.36 and 88.79 ± 0.62 mgGAE/g extract, respectively. Determination of total flavonoid content of 70% ethanolic extract of leaves and stems of ketepeng cina obtained levels of 36.02±0.33 and 21.39±0.11 mgQE/g extract, respectively."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Shabira Anjani
"Candida spp. Adalah spesies jamur patogen oportunistik pada manusia yang dapat menyebabkan infeksi superfisial maupun sistemik. Dari seluruh spesies Candida spp., Candida albicans merupakan isolat yang paling sering ditemukan dan bertanggung jawab terhadap 70% infeksi jamur dunia. Sedangkan, Candida krusei memiliki resiko infeksi tinggi pada pasien dengan imunodefisiensi. Terapi lini pertama bagi infeksi kandidiasis adalah flukonazol, akan tetapi pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan resistensi. Agen standar lain dalam penanganan kandidasis adalah amfoterisin B, namun memiliki efek samping terhadap fungsi ginjal. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mencari tanaman yang memiliki aktivitas antijamur sehingga dapat dimanfaatkan untuk menangangani infeksi C. albicans dan C.krusei. Tanaman ketepeng cina (Senna alata L.) sudah banyak dimanfaatkan sejak dahulu sebagai pengobatan antijamur tradisional. Akan tetapi, penelitian terhadap aktivitas antijamur bagian bunga dan bijinya belum banyak dieskplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol 70% bunga dan biji ketepeng cina (Senna alata L.) terhadap jamur Candida albicans dan Candida krusei, dan untuk memperoleh kadan fenol dan flavonoid total ekstrak. Ekstraksi dilakukan dengan metode ultrasound-assissted extraction (UAE). Uji antijamur dilakukan dengan metode difusi sumuran agar dan mikrodilusi. Penetapan kadar dilakukan dengan spektofotometri UV-VIS dimana penetapan kadar fenol total menggunakan pereaksi Folin-Ciocalteu dan penetapan kadar flavonoid total menggunakan pereaksi AlCl3. Hasil uji antijamur menunjukkan bahwa pada konsentrasi 6.250 μg/mL - 100.000 μg/mL ekstral etanol 70% bunga dan biji ketepeng cina (Senna alata L.) tidak menunjukkan adanya aktivitas antijamur terhadap C. albicans dan C. krusei. Hasil penetapan kadar fenol total pada ekstrak etanol 70% bunga ketepeng cina sebesar 80,09 ± 0,088 mgEAG/gr sedangkan pada biji sebesar 8,99 ± 0,099 mgEAG/gr. Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak etanol 70% bunga ketepeng cina sebesar 27,95 ± 0,26 mgEK/gr sedangkan pada biji sebesar 1,93 ± 0,02 mgEK/gr.

Candida spp. is an opportunistic pathogen fungi species that can cause supercial or systemic infections. From all Candida spp. species, Candida albicans is the most common isolate and is responsible for 70% of the world's fungal infections. On the other hand, Candida krusei posses a high infection rate for patient with immunodeficiency. The first-line therapy for candidiasis infection is fluconazole, but long-term use can cause resistance. Another standard agent that is used in the treatment of candidiasis is amphotericin B, but it has side effects on kidney function. Therefore, it is necessary to conduct research in order to find plants that have antifungal activity so that they can be used to treat C. albicans and C. krusei infections. Candle bush (Senna alata L.) has been used for a long time as a traditional antifungal treatment. However, research on the antifungal activity of flowers and seeds part of candle bush has not been widely explored. This study aimed to determine the antifungal activity of the 70% ethanolic extract of flowers and seeds of candle bush (Senna alata L.) against Candida albicans and Candida krusei, and also to obtain the total phenol and flavonoid content of the extract. Extraction was carried out using the ultrasound-assisted extraction (UAE) method. The antifungal test was conducted by agar-well diffusion and microdilution methods. The assay was carried out by UV-VIS spectrophotometry in which the determination of the total phenol content uses the Folin-Ciocalteu reagent and the determination of the total flavonoid content uses the AlCl3 reagent. The antifungal test results showed that at a concentration of 6.250 g/mL - 100.000 g/mL 70% ethanol extract of candle bush (Senna alata L.) flowers and seeds did not show any antifungal activity against C. albicans and C. krusei. The results of the determination of total phenol content in the 70% ethanol extract of candle bush flowers were 80.09 ± 0.088 mgEAG/gr, while the seeds were 8.99 ± 0.099 mgEAG/gr. The results of the determination of total flavonoid content of the 70% ethanol extract of candle bush flower were 27.95 ± 0.26 mgEK/gr while in the seeds it was 1.93 ± 0.02 mgEK/gr."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Berintan
"Gangguan keseimbangan mikrobiota pada saluran pencernaan dapat menyebabkan dampak pada kesehatan. Upaya untuk menggunakan mikrobiota sebagai pengobatan dapat dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan flora normal saluran pencernaan, sehingga meminimalkan kemungkinan gangguan yang tidak diharapkan. Penelitian sebelumnya telah berhasil mengisolasi beberapa bakteri dari mekonium neonatus, di antaranya Staphylococcus hominis, Bacillus subtilis, dan Enterococcus hirae. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi potensi koktail ketiga bakteri untuk microbial therapeutic, dengan cara menguji daya saing koktail dengan tiga bakteri patogen saluran pencernaan, yaitu Salmonella typhi, Escherichia coli, dan Streptococcus mutans. Koktail bakteri dibuat dengan perbandingan Staphylococcus hominis : Bacillus subtilis :Enterococcus hirae 0,5 : 1 : 0,75 berdasarkan penelitian sebelumnya. Analisis daya saing dilakukan dengan Deferred Growth Inhibition Assay dan uji metode sumuran, agar kedua uji dapat saling mengkonfirmasi hasil analisis. Hasil uji DGIA dan metode sumuran menunjukkan adanya kemampuan koktail bakteri untuk bersaing dengan bakteri patogen berupa tidak terbentuknya zona penghambatan pertumbuhan satu dengan yang lain. Hasil metode sumuran terutama menunjukkan kemampuan koktail untuk bersaing yang tidak teramati pada bakteri individual berupa lingkaran jernih berbentuk cincin di sekitar sumuran.Hal ini menunjukkan potensi pengembangan lebih lanjut sebagai produk microbial therapeutic.

Changesof the microbiota balance of the digestive system could impact health. One way to use microbial therapy is to use the commensal flora of the digestive system, minimalizing the chance of unwanted interactions. The previous study has isolatedseveral bacteria from neonatal meconium, i.e., Staphylococcus hominis, Bacillus subtilis, andEnterococcus hirae.This study explores the potential of the coktail of the three bacteria to be developed as a microbial therapeutic on the digestive systemby conducting an inhibition assay with three indicator bacteria of the pathogenic digestive system, i.e.,Salmonella typhi, Escherichia coli, andStreptococcus mutans.The cocktail was made based on a previous study with the composition ofStaphylococcus hominis : Bacillus subtilis :Enterococcus hirae,i.e.,0,5: 1: 0,75, respectively. The inhibition analysis was carried out by performing a Deferred Growth Inhibition Assay (DGIA)and well diffusion method assay so that both assays can confirm the results of each other. The results of DGIA and well method assayshow the ability of the cocktail to inhibit the pathogenic bacteria by the inhibition zone not being formed. The well method assay in particular shows the cocktail having inhibition ability not observed by individual bacteria by the clear ring zone around the wells. Thisshows further development potential of the cocktail as a microbial therapeutic product."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Amelia
"Polimorfisme gen penyandi Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) diketahui berasosiasi dengan penyakit hipertensi yang merupakan salah satu masalah global penyebab utama kematian di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Salah satu cara mengidentifikasi polimorfisme gen adalah dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pada penelitian ini bertujuan melakukan perancangan protokol identifikasi polimorfisme dengan PCR dari berbagai literatur, kemudian melakukan identifikasi polimorfisme I/D pada sejumlah sampel relawan, dan menganalisis hasil identifikasi polimorfisme gen ACE terhadap alel insersi (I) maupun delesi (D). Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini yaitu melakukan ekstraksi DNA, mengamplifikasi fragmen gen ACE menggunakan PCR, dan memvisualisasi hasil PCR berupa fragmen amplikon menggunakan elektroforesis gel agarosa. Hasil menunjukkan bahwa protokol untuk identifikasi polimorfisme dengan PCR sudah terancang dengan baik. Selain itu, hasil identifikasi polimorfisme gen ACE dari sejumlah sampel menunjukkan bahwa kedua alel I dan D terkonfirmasi alel polimorfisme. Hasil analisis statistik dari jumlah sampel yang diterapkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara genotipe dengan hipertensi dan non-hipertensi, serta pada alel dengan hipertensi dan non-hipertensi.

Polymorphism of the gene encoding Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) is known to be associated with hypertension, which is one of the main global problems causing death worldwide, including Indonesia. One way to identify gene polymorphisms is using Polymerase Chain Reaction (PCR). This study aims to design a protocol for identifying I/D polymorphism with PCR from various literatures, then identify I/D polymorphisms in a number of volunteer samples, and analyze the results of the identification of ACE gene polymorphisms for both the insertion (I) and deletion (D) alleles. The procedures carried out in this study were DNA extraction, amplification of the ACE gene fragment using PCR, and visualizing the PCR results in the form of amplicon fragments using agarose gel electrophoresis. The results showed that the protocol for identifying polymorphisms by PCR was well designed. In addition, the identification of ACE gene polymorphisms from several samples showed that both I and D alleles were confirmed as polymorphism alleles. The statistical analysis results from the number of samples applied in this study showed no significant difference between the genotypes with hypertension and non-hypertension, as well as in the alleles with hypertension and non-hypertension."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desta Nurwati Siamyah
"Kasus resistensi antimikroba telah menjadi permasalahan klinis utama khususnya pada bakteri gram negatif. Salah satu penyebabnya adalah pompa efflux yang berperan dalam mengekstrusi antimikroba ke luar sel bakteri. Seiring dengan peningkatan kasus resistensi, penghambatan pompa efflux bakteri menjadi menarik untuk membantu menyelesaikan masalah resistensi antimikroba. Berbagai upaya penemuan senyawa efflux pump inhibitor (EPI) baik dari sintetik maupun bahan alam pun sudah dilakukan. Namun, beberapa senyawa EPI sintetik yang sudah diketahui tidak dianjurkan penggunaannya secara klinis karena masalah toksisitas. Oleh karena itu, dilakukan pencarian EPI dari bahan alam yang dapat dikonsumsi oleh manusia sehingga diharapkan toksisitasnya lebih rendah dibandingkan dengan senyawa sintetik. Pada literature review ini, penulis mengulas mengenai perkembangan penemuan EPI yang berasal dari bahan alam sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran peneliti yang ingin mengembangkan EPI sebagai terapi dalam mengatasi resistensi antimikroba. Berdasarkan penelitian, banyak bahan alam yang dapat digunakan sebagai EPI. Salah satu contoh yang berpotensi adalah tanaman dari famili Lamiaceae, Apocynaceae, Convolvulaceae dan Malvaceae. Theobroma cacao merupakan tanaman yang tumbuh di Indonesia dan berpotensi lebih baik sebagai EPI pada bakteri gram negatif karena terbukti memiliki aktivitas penghambatan pada empat bakteri gram negatif berbeda yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella typhimurium.

Antimicrobial resistance has become a major clinical problem, especially in gram-negative bacteria. One of the causes is the efflux pump which plays a role in extruding the antimicrobials out of the bacterial cell. As resistance cases increase, inhibition of bacterial efflux pumps becomes attractive to help solve the problem of antimicrobial resistance. Many methods to find efflux pump inhibitor (EPI) compounds both from the synthetic and natural sources have also been carried out. However, some known synthetic EPI compounds are not recommended for clinical use because of their toxicity. Therefore, a search for EPI from a natural source that can be consumed by humans is expected to have lower toxicity compared to synthetic compounds. In this literature review, the author reviews the development of EPI findings derived from natural sources so that it is expected to provide an overview of the researchers who want to develop EPI as a therapy in overcoming antimicrobial resistance. Based on research, many natural sources can be used as EPI. Examples of potential plants from the Lamiaceae, Apocynaceae, Convolvulaceae, and Malvaceae families. Theobroma cacao is a plant that grows in Indonesia and has better potential as EPI in gram-negative bacteria because it has been shown to have inhibitory activity on four different gram-negative bacteria, namely Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, and Salmonella typhimurium.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>