Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dian Purnamasari
"Pada masa dewas muda, membentuk hubungan interpersonal yang intim dan stabil, yang dikenal dengan hubungan pacaran, merupakan hal yang penting. Havighurst (dalam Turner & Helms, 1995) menyatakan bahwa salah satu tugas perkembangan dewasa muda adalah memilih seorang pasangan hidup. Oleh karena itu, berpacaran pada masa dewasa muda berkaitan dengan pemilihan seorang pasangan hidup (suami atau istri). Karena bertujuan memilih seorang pasangan hidup, hubungan pacaran dewasa muda bersifat lebih serius, eksklusif; intim dan dapat dianggap sebagai tahap pranikah yang merupakan saat yang tepat untuk mempersiapkan pernikahan.
Salah satu gejala yang terdapat dalam hubungan pacaran adalah gejala kontrol terhadap pasangan. Penelitian mengenai gejala kontrol terhadap pasangan dalam hubungan pacaran dewasa muda diharapkan dapat memberi masukan mengenai gejala tersebut dalam perkawinan, karena sebagai tahap pranikah, kondisi yang terjadi dalam hubungan pacaran dewasa muda dapat memberi gambaran mengenai kehidupan pernikahan kelak.
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran perilaku mengontrol pasangan dalam hubungan pacaran dewasa muda, yang dalam penelitian ini diwakili oleh mahasiswa UI. Dengan demikian, dapat diketahui apakah gejala kontrol terhadap pasangan dalam hubungan pacaran subyek tergolong tingkat tinggi, sedang atau rendah.
Subyek yang digunakan adalah mahasiswa UI dengan didasari beberapa pertimbangan, yaitu kemudahan didapat, subyek mahasiswa umumnya tergolong kelompok dewasa muda dan cukup berpendidikan sehingga diharapkan mampu memahami pernyataan-pernyataan dalam kuesioner. Penelitian ini melibatkan 100 orang subyek dengan jumlah subyek pria dan wanita yang seimbang dan berada dalam rentang usia 18 - 27 tahun. Metode pengambilan subyek adalah metode non-probability sampling dengan teknik insidental.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertulis yang memakai skala 4 angka berbentuk summated rating. Uji validitas menggunakan pendekatan construct validity dengan melihat konsistensi internal alat. Reliabilitas alat diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach yang menghasilkan koefisien Alpha sebesar 0,8807.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kontrol terhadap pasangan subyek tergolong tingkat sedang. Artinya, memang terdapat gejala kontrol terhadap pasangan dalam hubungan pacaran subyek, namun tingkatannya berada dalam batas yang normal. Analisis tambahan yang dilakukan menunjukkan bahwa antara subyek pria dengan wanita dan subyek yang menjalin hubungan pacaran pada tahap awal dengan subyek yang menjalin hubungan pacaran pada tahap selanjutnya tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam tingkat kontrol terhadap pasangan.
Sebagai sebuah penelitian awal mengenai gejala kontrol terhadap pasangan, penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan. Penelitian lebih lanjut disarankan untuk memperbesar jumlah subyek dan lebih memperdalam pembahasan mengenai gejala kontrol terhadap pasangan dengan mengeksplorasi variabel-variabel sekunder lain yang mungkin berpengaruh pada gejala kontrol terhadap pasangan dalam hubungan pacaran. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S2487
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Syofyanti
"ABSTRAK
Selain ibu, ayah juga memiliki peran yang tak kalah pentingnya dalam
perkembangan anak, diantaranya adalah perkembangan jender. Jender terkait dengan
karakteristik psikologis (maskulin, feminin, dan androgini), bagaimana seharusnya
seseorang bertingkah laku sebagai pria atau wanita (peran jender), bagaimana cara
berinteraksi dan persepsi diri sebagai pria atau wanita (stereotip peran jender), dan
bagaimana seseorang mengidentifikasikan dirinya sebagai pria atau wanita (identitas
peran jender). Terutama bagi anak laki-laki, ayah merupakan model maskulinitas yang
paling terlihat dan paling signifikan tentang bagaimana seorang laki-laki harus bersikap
dan bertingkah laku. Namun menurut Hetherington dan Parke (1993) ada beberapa alasan
yang menyebabkan ayah tidak dapat hadir bagi anak-anaknya yaitu kematian, perceraian,
bepergian dalam jangka waktu lama, ayah yang dikirim ke medan perang, dan ayah pasif
dan kurang perhatian walaupun secara fisik hadir. Penelitian Nash (dalam Benson, 1968)
menyatakan bahwa anak laki-laki yang mengalami ketidakhadiran ayah pada lima tahun
pertama hidupnya seringkali gagal dalam memperoleh sifat-sifat yang maskulin. Hal ini
sejalan dengan penelitian Dagun (1990) yang menyebutkan bahwa anak yang tidak
mendapat asuhan ayah maka ciri-ciri maskulinnya men jadi kabur.
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan penghayatan jender pria dewasa
muda yang mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya (dibawah usia
lima tahun). Subyek dewasa muda diambil dengan alasan bahwa pada tahap usia ini
identitas jender telah terbentuk dan individu telah mengerti apa yang biasa atau tidak
biasa dilakukan oleh pria dan wanita (Baron & Byme, 1997). Bila dikaitkan dengan tugas
perkembangan dewasa muda maka pada tahap ini individu telah mengembangkan
keintiman dalam hubungan interpersonal dan proses pemilihan karir. Penelitian ini juga
akan menjelaskan bagaimana implementasi penghayatan jender dalam hubungan
interpersonal dan proses pemilihan karir pria dewasa muda yang mengalami ketidak
hadiran ayali.
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian kualitatif. Metode
pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara, observasi, dan Rem Sex Role
Invwentory (BSRJ). Dalam penelitian kualitatif diharapkan suatu gejala dapat dipahami
sebagaimana pengalaman subyek jadi bukan semata-mata kesimpulan yang dipaksakan
peneliti (Bogdan & Taylor, 1975). Pedoman wawancara yang digunakan disusun oleh
peneliti berdasarkan teori yang terkait dengan penelitian ini. BSRI yang digunakan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan telah diujicobakan, direvisi dan dihitung
validitas dan rcliabilitas itemnya oleh Seniati (1991).
Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini adalah bahwa pria dewasa yang
mengalami ketidakhadiran ayah pada masa kanak-kanaknya tetap memiliki sifat-sifat
maskulin. Walaupun memiliki beberapa sifat feminin, mereka dapat menampilkannya
pada situasi dan kondisi yang tepat. Mereka juga mampu mengidentifikasikan diri
terhadap peran jender dan menyadari keberadaan mereka sebagai pria. Dalam menjalani
hubungan interpersonal mereka terbuka dan memiliki ikatan emosional yang cukup erat,
lebih cenderung mencari sahabat yang memiliki ide, nilai dan sifat yang hampir sama
dengan mereka. Dalam hubungan percintaan mereka sedikit khawatir dalam
berkomitmen. Jadi mereka lebih memilih menjalani hubungan tanpa komitmen atau tidak
memiliki pasangan.
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah kurang beragamnya alasan
ketidakhadiran ayah yang dialami subyek. Selain itu, subyek juga sedikit kesulitan dalam
mengingat kejadian masa kanak-kanaknya."
2003
S3246
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Aprilianti
"ABSTRAK
Perkawinan adalah sebuah institusi yang paling tua, paling universal, dan paling khas yang dimiliki oleh manusia. (Fusch dalam Havenmann & Lehtinen, 1986) Perkawinan juga memiliki kedudukan yang penting bagi individu. Beberapa ahli berpendapat bahwa perkawinan berperan besar dalam menciptakan kebahagiaan dan stabilitas individu. (Landis & Landis, 1970).
Selain perkawinan, agama juga memiliki peranan penting dan berpengaruh luas terhadap manusia. Dalam tingkat sosial agama merupakan institusi sosial yang berkontribusi menjaga stabilitas sosial. Dalam tingkat personal agama berperan sebagai serangkaian prinsip yang hidup yang dapat memberikan arti bagi kehidupan seseorang,'aturan-aturan dalam berperilaku, perasaan bebas atau bersalah dan penjelasan tentang nilai-nilai kebenaran yang dapat dipercayai. (Pergament dalam Palaoutzian, 1996) Hurlock (1980) mengemukakan bahwa penyesuaian perkawinan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam perkawinan. Menurut Burgess & Locke (dalam Miller, 1991) penyesuaian perkawinan ditandai dengan adanya kesesuaian antara suami istri dalam berbagai hal yang dianggap penting dalam perkawinan, adanya kesamaan minat serta aktivitas yang dilakukan bersama, saling mengungkapkan kasih sayang dan saling percaya, hanya memiliki sedikit keluhan, serta tidak sering mengalami perasaan kesepian, sedih, marah, tidak puas dan semacamnya. Sementara itu, menurut Glock dalam Palaoutzian (1996), komitmen beragama dipandang sebagai salah satu variabel multidimensional yang tersusun dari 5 dimensi, yaitu dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial, dan dimensi intelektual.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa agama merupakan salah satu pendukung utama sebuah perkawinan dan juga keluarga (Schmiedeler, 1946; Daradjat, 1996; Rosen-Grandon, 1999; Fiese & Tomcho, 2001). Berbagai penelitian juga telah banyak dilakukan khususnya di negara-negara barat untuk mencari hubungan antara agama dengan perkawinan. Stinnet (dalam Laswell & Laswell, 1987) dan Jones (2002) mengemukakan bahwa dari berbagai penelitian ditemukan bahwa agama secara konstan memiliki hubungan yang positif dengan perkawinan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan komitmen beragama pada pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun. Penelitian ini juga bertujuan untuk menegatahui gamabaran penyesuaian perkawinan dan gambaran komitmen beragama pasangan suami istri beragama Islam dengan usia perkawinan 1-5 tahun.
Penenlitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode ex post facto field study. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik non-random sampling dengan tipe Occidental sampling. Subyek dalam penelitian ini beijumlah 164 orang atau 82 pasang suami istri. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 2 buah kesioner, yaitu kuesioner penyesuaian perkawinan yang merupakan hasil adaptasi dari Marriages Adjustment Schedule yang disusun oleh Burgess & Locke (1960) dan kuesioner komitmen beragama yang merupakan hasil adaptasi dari Religious Commitment Scale yang disusun oleh Glock & Stark (1965).
Perhitungan data untuk mengetahui adanya hubungan antara penyesuaian perkawinan dengan tiap-tiap dimensi komitmen beragama dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Pearson Product Mommet. Hasil penelitian menujukkan bahwa ada korelasi positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi ekperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual pada subyek suami. Sementara itu pada subyek istri juga ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi idiologis, dimensi ritual, dimensi eksperiensial dan dimensi konsekuensial. Namun pada subyek istri tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara penyesuaian perkawinan dengan dimensi intelektual."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3259
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rianty Mellantika A.W
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
S3266
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Palupi, Lucky
"ABSTRAK
Autisme kini telah menjadi bahan pembicaraan sehari-hari dan tidak asing
lagi bagi masyarakat. Tidak sedikit anak-anak yang telah didiagnosa menyandang
autis maupun gangguan lain dalam spektrum autis. Anak-anak autis memiliki
gangguan pada aspek interaksi sosial, komunikasi, dan imajinasi. Gangguan ini
menyebabkan mereka tidak dapat berkembang dan bersosialisasi layaknya anak
normal. Salah satu kegiatan yang terhambat akibat gangguan ini adalah bermain.
Bermain adalah dunia anak-anak. Dari bermain, mereka mendapatkan kesenangan
dan kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka. Anaka autis mengalami
hambatan bermain karena fungsi psikologis yang berbeda, Kegiatan bermain
mereka bersifat soliter, mekanik, dan kurang imajinasi. Gangguan bermain dapat
menghambat perkembangan aspek lain seperti fisik dan kognitif. Karena itulah
pengajaran bermain menjadi penting. Ibu sebagai pengasuh utama dan orang yang
paling dekat dengan anak memiliki peranan besar dalam kegiatan ini. Ibu dapat
menjadi teman, pembimbing, maupun pengawas kegiatan bermain anak.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai peran ibu dalam
kegiatan bermain dengan anak autis menggunakan pendekatan Floor Time di
Indonesia, khususnya Jakarta. Floor Time adalah metode penanganan autisme
yang seluruhnya menggunakan kegiatan bermain. Metode ini bertujuan selain
memperbaiki kemampuan interaksi, komunikasi, dan imajinasi anak, juga untuk
mengembangkan kegiatan bermain anak autis yang tidak adaptif.
Penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan subyek tiga
orang ibu rumah tangga yang memiliki anak autis pra sekolah sebagai subyek.
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam
dan observasi kegiatan bermain antara ibu dan anak. Dari hasil penelitian didapat
gambaran mengenai peran ibu dalam kegiatan bermain menggunakan metode
Floor Time, langkah-langkah Floor Time yang digunakan, dan persepsi ibu
mengenai manfaat Floor Time bagi anak autisnya. Saran yang dapat diberikan dari penelitian adalah supaya dilakukan
langkah intervensi untuk menyadarkan orang tua pentingnya bermain dan juga
pelatihan mengenai metode pengajaran bermain untuk anak autis."
2004
S3338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
James H.D.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rossy Christianasarie
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraini Sukardi
"Menjalin hubungan cinta adalah hal yang diingini oleh setiap individu. Individu yang menjalin hubungan cinta cenderung lebih bahagia daripada yang tidak. Bagi individu dewasa muda, menjalin hubungan pacaran merupakan pencapaian status dewasa (Bell, 1971), masa pemilihan pasangan hidup (Hurlock, 1980) ataupun untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan emosional seseorang.
Masa pacaran dianggap penting karena terdapat banyak faktor didalamnya yang akan menjadi hal penting dalam kehidupan perkawinan (Strong & De Vault, 1988). Hubungan pacaran sebagai suatu bentuk hubungan cinta pada akhirnya diharapkan menuju perkawinan, sehinga hubungan pacaran dilihat sebagai persiapan untuk saling mengenal dan menyesuaikan diri.
Hubungan pacaran yang diharapkan oleh setiap individu adalah hubungan yang memuaskan. Kepuasan seringkali berhubungan dengan kebahagian. Pada penelitian Emmons (dalam Myers, 1996) diketahui bahwa mahasiswa yang paling bahagia adalah yang merasa puas dengan kehidupan cintanya Pentingnya kepuasan menunjukkan seseorang memiliki fisik dan psikologis yang sehat. Dengan hubungan pacaran yang memuaskan diharapkan dapat diambil keputusan matang menuju perkawinan yang bahagia.
Kepuasan dalam hubungan pacaran mendorong individu untuk mempertahankan hubungan tersebut. Sedangkan keputusan itu bersifat subyektif dan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah tingkat keterlibatan, keterbukaan diri, tuntutan atau harapan pasangan untuk berubah (Tysoe, 1992). Masalah komunikasi dan kematangan emosi juga menjadi faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam hubungan pacaran (Hendrick, 1989).
Hubungan yang intim dapat berkembang dengan mudah bila memiliki kapasitas untuk berbagi dan memahami orang lain. Seseorang yang matang mampu berkomunikasi secara terbuka, sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan memiliki toleransi yang tinggi. Karena itu emosi yang matang diperlukan untuk mencapai kepuasan dalam hubungan pacaran.
Mahasiswa sebagai individu yang berada pada tahap dewasa muda dituntut untuk memiliki hubungan pacaran dan bersikap matang dalam bertindak. Oleh sebab itu penelitian ini menggunakan mahasiswa sebagai subyek penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kematangan emosi dan kepuasan dalam hubungan pacaran pada mahasiswa, juga hubungan antara aspek-aspek di dalam kematangan emosi dengan kepuasan dalam hubungan pacaran. Disamping itu juga, tujuan penelitian ini ingin melihat gambaran kematangan emosi pada mahasiswa serta gambaran kepuasan dalam hubungan pacarannya.
Yang menjadi subyek penelitan ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia dengan lamanya hubungan pacaran sedlikitnya satu tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik incidental sampling yang terkumpul sebanyak 77 orang subyek. Alat pengumpulan data adalah menggunakan kuesioner Emotional Maturity Scale dari Dean (1966) sebagai alat pengukur kematangan emosi dan Relationship Assesment Scale dari Hendrick (1988) sebagai alat pengukur kepuasan dalam hubungan pacaran. Pengolahan data dilakukan dengan analisa deskriptif, korelasi dan regresi majemuk. Keseluruhan pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SPSS 7.5.
Hasil dari penelitian yang didapat adalah terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dan kepuasan dalam hubunga pacaran pada mahasiswa. Dari masing-masing dimensi dalam kematangan emosi yang memberikan kontribusi terbanyak terhadap kepuasan dalam hubungan pacaran adalah dimensi hubungan pria wanita, toleransi stres dan komunikasi.
Sama untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya digunakan juga metode wawancara sehingga dapat terlihat kepuasannya secara subyektif. Pengambilan data berpasangan juga baik dilakukan sehingga dapat dilihat perbandingan pandangan pasangannya. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rina
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T38468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>