Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Ketut Netri
Abstrak :
Jitsugaku adalah cara berfikir pragmatis orang Jepang. Menurut Minamoto pemikiran inilah yang mendasari modernisasi Jepang bermula dari zaman Edo, Meiji, dan zaman setelah Perang Dunia ke dua sampai sekarang. Keberadaan Jepang dengan ke majuan ekonomi seperti yang terlihat sekarang ini bukanlah merupakan hal yang secara tiba-tiba muncul di dalam masyarakat Jepang, melainkan sudah ada sejak zaman Kinsei atau pra modern. Menurut Minamoto, pemikiran ala Jepang ini bersumber pada ajaran Konfusianisme yang banyak berorientasi pada kenyataan hidup yang senantiasa mengejar keuntungan. Dikatakan pula, bahwa Jitsugaku atau pemikiran pragmatis Jepang bersifat yuyoosei, yakni pemikiran atau pandangan yang bermanfaat langsung, pada saat itu. Jitsugaku bukan merupakan pemikiran yang konstan, melainkan pemikiran yang selalu bergerak mengikuti zaman, masyarakat, dan pandangan-pandangan nilai yang berlaku. Jitsugaku yang dianut oleh orang Jepang sekarang banyak mengambil paham dari seorang tokoh pendidikan Jepang yang terkenal di zaman Meiji, yaitu Fukuzawa Yukichi yang berkiblat pada pemikiran Barat. Sejak zaman Meiji (1867) paham pragmatis Barat banyak masuk ke Jepang. Tetapi Jitsugaku Jepang tidak identik dengan pragmatisme Barat karena bagaimanapun juga masing-masing negara telah memiliki latar belakang tradisi yang berbeda-beda. Jitsugaku lebih mementingkan faktor empirikal atau pengalaman daripada faktor transendental atau paham di luar pengalaman manusia.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bangoen Widodo
Abstrak :
Skripsi Kannon Shinko di Jepang membahas tentang kepercayaan terhadap Dewi Kannon, atau yang di Indonesia dikenal dengan nama Lokeswara (Sansk.: Avalokitesvara) dan Kuan im. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan gambaran tentang kehidupan beragama dari Kepercayaan yang paling banyak dianut orang Jepang sampai saat ini. Melalui pembahasan tentang Kepercayaan terhadap Dewi Kannon ini, penulis berusaha untuk menarik suatu Kesimpulan tentang gambaran Allah, agama, dan beragama orang Jepang.

Kannon adalah salah satu bodhisatva yang dikenal dalam agama Buddha Mahayana. Secara umum bodhisatva adalah seorang yang rela meninggalkan nirvana yang sudah didapatkan, untuk menolong orang lain mencapai nirvana tersebut. Secara literal Kannon mengandung arti Memandang dan Mendengar, tetapi jika berdasar pada sifat-sifat yang dimilikinya, Kannon adalah Tuhan Semesta Alam. Mitos-mitos tentangnya menceriterakan bahwa Kannon berasal dari seorang putri raja yang sejak Kecil bercita-cita untuk hidup sebagai paderi Buddha, yang untuk keinginannya ini ia rela meninggalkan hak-hak dan kehidupannya sebagai putri raja, hidup sebagai samana (pertapa) dan rela berkorban bagi orang lain.

Ikonografi Kannon muncul pada sekitar abad III SM di daerah Gandhara atau Peshawar, Pakistan yang merupakan salah satu pusat Buddha Mahayana dalam sejarah penyebarannya dari Mathura, India. Kannon Shinko sendiri muncul sebagai kepercayaan pada sekitar abad pertama Masehi, berbarengan dengan puncak perkembangan agama Buddha Mahayana. Dari Gandhara Kannon Shinko kembali Ke India, menyebar Ke Tibet, Cina, Korea, dan Jepang.

Ikon Kannon pada mulanya berbentuk seorang wanita yang memegang suihin (kendi air), namun ada juga bentuk utama yang lainnya, yaitu sebagai seorang pangeran yang berjubah penuh permata, bermahkota, memegang teratai atau/dan suibin, serta di puncak kepalanya terdapat kebutsu (bentuk Buddha).

Di Jepang ikon Kannon ditemukan pertama Kal i di Kuil Horyuji. Dari Kenyataan ini dapat dipastikan bahwa Kannon Shinko masuk Ke Jepang pada sekitar abad Vll.

Pada jaman Heian (737-806) dengan munculnya dua sekte besar, yaitu Shingon dan Tendai, Kannon Shinko berkembang menjadi Roku Kannon Shinko atau Kepercayaan terhadap Enam Kannon, yang menjadi salah satu Karakteristik Kannon Shinko di Jepang.

Di Jepang Kannon Shinko berfungsi sebagai pelindung keselamatan raga dan Jiwa, serta sebagai tempat memohon segala sesuatu. Kannon Shinko yang muncul dari agama dunia yang sakral-religius, yakni agama Buddha, berkembang menjadi suatu kepercayaan yang berstruktur shomin Shinko dan menjadi Kepercayaan yang profan-magis. Kenyataan ini muncul Karena Kannon Shinko mengisi dan memberi jawab atas adanya sifat jominsei yang ditinggalkan dan ditekan oleh agama Buddha.

Di Jepang, Kannon Shinko yang mempunyai karaKteristik dalam bentuk-bentuK Roku Kannon Shinko, Maria Kannon Shinko, Mizuko Kannon Shinko, dan Kyodai Kannon Shinko menjadi energi dan menghidupkan agama Buddha Jepang. Orang Jepang yang dalam beragama secara praktis terwujud dari hubungan-hubungannya dengan hotoke-hotoke semacam Kannon, JIZO, dan Fudomyoo, menciptakan suatu pola beragama yang berorientasi dari kehidupan sehari-hari dan untuk kehidupan sekarang yang tampak dalam istilah Tekigi-Shusha-Sentaku yang berarti, dalam polytheisme orang Jepang mengkoleksi hotoke-hotoke tersebut dan memilihnya sesuai dengan kebutuhan dan Kecocokan dengan masalah yang dihadapinya.

Dalam Kannon Shinko Kannon yang pada mulanya merupakan bodhisatva atau makhluk suci dalam agama Buddha yang bersifat polymorphic, menimbulkan afeksi pada umat Buddha yang merubah fungsinya menjadi Tuhan yang Maha Kuasa dan Penuh Kasih.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S13502
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zani Yustina
Abstrak :
Iryono Iitsutae atau tradisi pengobatan rakyat yang terdapat pada masyarakat Jepang terwujud dalam bentuk berbagai pepatah dan cara-cara pengobatan tradisional. Tradisi ini yang sering dianggap sebagai pengobatan bentuk meishin atau takhyul ternyata didalam kenyataan benar-benar berfungsi dalam pengobatan penyakit, pencegahan maupun perawatan. Sedangkan pepatah dan berbagai macam ungkapan diantaranya berperan sebagai sarana pendidikan moral atau etika didalam kehidupan mereka.

Dari sudut ilmu pengetahuan kedokteran modern tradisi ini seakan-akan diartikan sebagai irasional sebaliknya ilmu pengetahuan kedokteran berdasarkan logika atau pemikiran rasional. Hal ini menimbulkan tanda tanya dan keraguan apakah penerapan tradisi ini dalam kehidupan sehari-hari dapat menimbulkan kerugian dan berbahaya. Keraguan terhadap eksistensi cara pengobatan tersebut menjadi motivasi dari himpunan ibu-ibu di Propinsi Miyagi untuk mengumpulkan berbagai macam tradisi lisan yang berhubungan dengan cara pengobatan dan berbagai petuah tentang cars hidup sehat tradisional.

Dari 1.044 buah cara dan pepatah tersebut dibagi dalam bidang-bidang kedokteran untuk dianalisa secara ilmiah dan diberi pendapat, dengan cara menggolongkan kedalam kategori-kategori tertentu. Pendapat para ahli tersebut ternyata menunjukkan sebagian besar tradisi pengobatan tersebut dapat diakui oleh ilmu kedokteran atau dianggap berdasarkan pemikiran yang logis/rasional. Sedangkan penelaahan terhadap bentuk meishin (takhyul) yang terdapat dalam tradisi ini menunjukan prosentase kurang dari l5% dari jumlah keseluruhan pepatah tersebut. Kepercayaan terhadap hal-hal yang magis atau takhyul nyatanya tetap ditemui dalam masyarakat yang telah maju ilmu pengetahuannya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1989
S13912
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library