Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arinta Luthri Handini
"Kehadiran industri di suatu wilayah memang dapat bermanfaat bagi kehidupan penduduk sekitar bila ditinjau dari sisi ekonomi, namun kehadiran industri tanpa adanya penegelolaan limbah yang baik juga akan merugikan penduduk sekitar bila tidak tertangani dengan cepat. Bila benar masyarakat telah mengalami kerugian akibat limbah dari suatu industri baik yang mengakibatkan pencemaran air maupun udara maka pihak yang bertanggung jawab haruslah dituntut untuk menyelesaikan pertanggungjawabannya. Hukum dalam menanggapi kasus pencemaran yang diakibatkan oleh industri seringkali mengandalkan kehadiran data laboratorium untuk mensahihkan betul tidaknya telah terjadi pencemaran. Untuk dapat meminta pertanggungjawaban atas pencemaran itulah kehadiran data laboratorium dalam kasus pencemaran memegang peranan yang besar. Ketiadaan data laboratoium akan mengakibatkan kasus pencemaran lingkungan menjadi mentah. Sebaliknya kehadiran data laboratorium yang terlalu banyak juga dapat menghasilkan putusan yang keliru atas suatu kasus pencemaran. Penulisan ini untuk melihat sejauhmana ketentuan hukum yang telah ada mengatur menegnai data laboratorium dan sejauhmana hakim telah memahami adanya pembedaan pidana dalam lingkugan hidup dengan pidana biasa. Penulisan ini dilakukan dengan mendasarkannya pada studi kepustakaan dan studi lapangan berupa wawancara, yang memperlihatkan banyaknya pengaturan mengenai data laboratorium dan belum seragamnya pemahaman hakim dalam melihat kekhususan dari pidana lingkungan yang mengakibatkan tidak ada kecocokan putusan atas kasus yang serupa. Dilihat dari sana perlu kiranya untuk melakukan pengaturan secara lebih terpadu untuk penerapan data laboratorium dan juga perlu untuk melakukan penambahan kurikulum pendidikan lingkungan dalam pendidikan hakim sehingga mereka dapat lebih memahami penanganan terhadap kasus pencemaran."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S22167
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erianto N.
"Keberadaan asas subsidiaritas dalam penegakan hukum lingkungan bertujuan untuk meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap sistem nilai tentang pentingnya pelestarian dan pengembangan kemampuan lingkungan hidup masa kini dan masa depan. Asas subsidiaritas yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan bahwa hukum pidana hendaknya didayagunakan apabila sanksi bidang hukum lain, seperti sanksi administrasi dan sanksi perdata, dan alternatif penyelesaian sengketa lingkungan hidup tidak efektif dan/atau tingkat kesalahan pelaku relatif berat dan/atau akibat perbuatannya relatif besar dan/atau perbuatannya menimbulkan keresahan masyarakat. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif yang didukung dengan penelitian lapangan dalam bentuk wawancara dengan penyidik PPNS lingkungan hidup serta menganalisis beberapa putusan pengadilan mengenai tindak pidana lingkungan hidup.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa asas subsidiaritas belum maksimal digunakan disebabkan penjelasan mengenai bagaimana penerapan asas subsidiaritas masih kurang sehingga terjadi perbedaan penafsiran di tingkat penegak hukum maupun ahli hukum di lapangan. Tidak adanya kriteria dalam menentukan kapan dan dalam kondisi bagaimana asas subsidiaritas diterapkan atau dapat dikesampingkan menyebabkan penerapan asas subsidiaritas sangat tergantung pada subjektifitas penegak hukum itu sendiri. Konsep asas subsidiaritas di masa mendatang mesti diatur secara jelas dan tegas sehingga kepastian hukum, keadilan dan mamfaat penegakan hukum lingkungan dapat terwujud.

The existence of the subsidiary principle in environmental crime enforcement is intended to raise public compliance toward the value system on the importance of environmental conservation and development to support life at present time and in the future. The subsidiary principle as contained in the Law Number 23 of 1997 on Environmental Management stipulates that criminal code should be empowered if other forms of sanctions such as administrative sanction or civil sanction and when alternative settlement is ineffective in settling environmental cases or if offense is relatively serious and/or its impact has caused a restlessness among the community. This study is a judicial normative study supported by field research in the form of interviews with PPNS environmental investigators in conjunction with an analysis of several court decisions on environmental related cases.
The result reveals that in its current state the subsidiary principle has not been fully applied due to the insufficient technical guidelines on its application, which leads to different interpretation among the law enforcement officers and legal experts in the field. There is no specific criterion governing when and where and in what condition the subsidiary principle should be applied or when it can be waived. This kind of ambiguity has lead to a situation where the application of the subsidiary principle is highly dependent on the subjectivity of the law enforcement officers. In the future, the subsidiary principle must be laid down clearly to prevent ambiguity and different interpretation; therefore, legal certainty, justice and the benefits of environmental law enforcement may be achieved.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T29217
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Purba, Anindita Yulidaningrum
"Penelitian ini membahas tentang penjatuhan pidana denda dalam kasus tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia, mengingat undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai indikator yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim tatkala menjatuhkan pidana denda dalam tindak pidana lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini membahas permasalahan yang dituangkan dalama tiga pertanyaan penelitian: Pertama, bagaimana pengaturan mengenai sanksi pidana denda dalam tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia; Kedua, apa saja indikator yang dapat dipertimbangkan untuk menentukan penjatuhan pidana denda yang proporsional dalam pemidanaan atas tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia; dan Ketiga, bagaimana penerapan penjatuhan sanksi pidana denda tindak pidana lingkungan hidup dalam praktik peradilan di Indonesia. Penelitian ini turut membandingkan ketentuan, pedoman pemidanaan, dan penerapannya di Inggris dan Singapura terkait tindak pidana lingkungan hidup. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pemidanaan dalam kasus pada akhirnya dijatuhkan dengan pemenuhan unsur-unsur pasal semata, ditambah dengan faktor memberatkan dan meringankan yang dikaitkan dengan fakta dalam persidangan. Putusan Hakim juga tidak mencantumkan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana besaran pidana denda itu ditentukan. Oleh karena itu, terdapat suatu urgensi bagi Mahkamah Agung untuk menyusun suatu pedoman pemidanaan khusus untuk penanganan tindak pidana lingkungan hidup. Pedoman pemidanaan ini harus mencakup ketentuan tentang indikator apa saja yang perlu dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana beserta tahapan yang perlu dilalui dalam hal pemidanaan.

This study discusses the imposition of fines for cases of environmental crimes in Indonesia. Due to the absence of law, there are no further explanations regarding indicators that can be considered when imposing fines in the context of environmental crimes. Using a normative-research method, this study discusses three research questions: First, how has Indonesia regulated the application of fines for environmental crimes in Indonesia; Second, what are the indicators to be considered to determine proportional fines as sentencing for environmental crimes in Indonesia; and Third, how has Indonesia applied fines as sentencing for environmental crimes within Indonesian courts. In answering these, the study conducts a comparative analysis between the practices of the UK and Singapore regarding environmental crimes. The results of this study indicate that sentencing was ultimately imposed by fulfilling the elements required in the article, added with aggravating, and mitigating factors associated with the facts in the trial. In addition, the judgment did not provide further explanation as to how the fine was determined. Therefore, this creates urgency for the Supreme Court to formulate a special sentencing guideline for handling environmental crimes. The guideline must include provisions on what indicators and stages need to be considered by Judges while imposing fine in factual cases."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adhimas Putrastyo Hutomo
"ABSTRAK
Skripsi ini mengkritik pengaturan dan penerapan pertanggungjawaban pidana lingkungan untuk Korporasi dan Pengurus Korporasi dalam tindak pidana kebakaran hutan dalam peradilan pidana di Indonesia. Tulisan ini menguraikan bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya yang mengatur mengenai tindak pidana lingkungan hidup dan kebakaran hutan (UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan) dalam mengkonstruksikan pertanggungjawaban pidana bagi Korporasi dan Pengurus Korporasi. Selanjutnya, tulisan ini mengkritik konstruksi vicarious/derivative individual liability yang digunakan oleh dua undang-undang tersebut dalam membebankan pertanggungjawaban pidana kepada Pengurus Korporasi, sebab tidak memenuhi nilai etis dan keadilan dalam konteks penjatuhan pidana. Kemudian, tulisan ini juga menguraikan beberapa konstruksi pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dapat digunakan untuk membebankan pertanggungjawaban pidana kepada Pengurus Korporasi dengan tetap memperhatikan adanya elemen ?kesalahan?, dan asas-asas serta nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam dimensi penegakan hukum pidana.

ABSTRAK
This thesis criticizes the vanishing distinction between corporate criminal liability and directors? criminal liability. This thesis explores the basis of liability to determines the criminal liability of corporate officers, in environmental regulations in Indonesia. This thesis criticizes the failure of such regulations to make a clear distinction between criminal liability for corporation and its officers, and after that, points out vicarious/derivative individual liability as the cause of the problem. Vicarious or derivative individual liability notoriously known scapegoats the corporate officers, solely by virtue of position they hold in corporation, upon the imposition of criminal liability that does not meet the ethical values and justice in the context of criminal punishment. Then, this thesis recommends some bases of liability that can be used to determine the blameworthiness of corporate officers in the context of corporate crime, with regard to the element of personal fault and principles which highly upheld in the criminal law."
2016
S64271
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Sakina Soekasah
"Dewasa ini, eksistensi dari korporasi seringkali diikuti oleh perbuatan yang melanggar hukum salah satunya adalah tindak pidana lingkungan hidup. Namun nyatanya, banyak ditemukan korporasi yang tidak turut serta bertanggung jawab atas tindak pidana yang telah dilakukan dan hanya menuntut organ perseroannya saja, yakni direksi, padahal sudah banyak ahli yang menyatakan bahwa korporasi merupakan subjek hukum sehingga dapat dimintakan pertanggungjawaban. Tesis ini bertujuan untuk membahas pertanggungjawaban pidana bagi korporasi atas tindak pidana penambangan tanpa izin (illegal) yang terjadi di Desa Mosiku, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri No. 41/Pid.B/LH/2021/PN Lss., yang mengadili Terdakwa atas nama Sukarman selaku direktur utama PT. Mega Buana Mineral (selanjutnya disebut PT. MBM) serta kedudukan putusan tersebut sebagai bukti awal memintakan pertanggungjawaban pidana pada PT. Mega Buana Mineral. Penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum yang berjenis yuridis normatif, yaitu berfokus pada meneliti penerapan peraturan hukum tertulis yang berlaku, dimana pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan. Tahap penulisan hukum ini dilakukan melalui studi kepustakaan melalui data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier, serta penelusuran bahan dari situs di internet yang berkaitan dengan isu hukum dalam rumusan masalah. Metode analisis data yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif sehingga menghasilkan data deskriptif analitis yang kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode penalaran deduktif. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana berdasarkan teori identifikasi, Pasal 3 dan Pasal 4 Perma Tindak Pidana Koprorasi, serta Perja Korporasi. Lebih lanjut, Putusan No. 41/Pid.B/LH/20021/PN.Lss dapat dijadikan bukti awal untuk menetapkan PT. MBM sebagai tersangka dalam perkara penambangan illegal dan memintakan pertanggungjawaban pidana.

Nowadays, the existence of corporations is often followed by unlawful acts, one of which is environmental crime. But in fact, there are many corporations that are not held responsible for the criminal acts that have been committed and only prosecute the company's organs, namely the directors, even though many experts have stated that corporations are legal subjects so that they can be held accountable. This thesis aims to discuss criminal liability for corporations for the crime of illegal mining that occurred in Mosiku Village, Batu Putih Subdistrict, North Kolaka Regency, Southeast Sulawesi based on District Court Decision No. 41/Pid.B/LH/2021/PN Lss., which tried the defendant on behalf of Sukarman as the main director of PT Mega Buana Mineral (hereinafter referred to as PT MBM) and the position of the decision as initial evidence to impose criminal liability on PT Mega Buana Mineral. This legal writing is a normative juridical type of legal research, which focuses on examining the application of applicable written legal regulations, where the approach used is a statutory approach. This stage of legal writing is carried out through literature studies through secondary data consisting of primary, secondary, tertiary legal materials, as well as tracing materials from sites on the internet related to legal issues in the formulation of the problem. The method of data analysis used in this writing is a qualitative approach so as to produce analytical descriptive data which is then drawn conclusions using the deductive reasoning method. Based on the results of this research, it can be concluded that corporations can be held criminally liable based on the theory of identification, Article 3 and Article 4 of Supreme Court Regulation on Corporate Crime, and Attorney General Regulation on Guidelines for Handling Criminal Cases with Corporate Legal Subjects. Furthermore, Decision No. 41/Pid.B/LH/2021/PN.Lss can be used as initial evidence to establish PT MBM as a suspect in the illegal mining case and hold it criminally liable."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Anindita Yulidaningrum
"Penelitian ini membahas tentang penjatuhan pidana denda dalam kasus tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia, mengingat undang-undang tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai indikator yang dapat dipertimbangkan oleh Majelis Hakim tatkala menjatuhkan pidana denda dalam tindak pidana lingkungan hidup. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini membahas permasalahan yang dituangkan dalama tiga pertanyaan penelitian: Pertama, bagaimana pengaturan mengenai sanksi pidana denda dalam tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia; Kedua, apa saja indikator yang dapat dipertimbangkan untuk menentukan penjatuhan pidana denda yang proporsional dalam pemidanaan atas tindak pidana lingkungan hidup di Indonesia; dan Ketiga, bagaimana penerapan penjatuhan sanksi pidana denda tindak pidana lingkungan hidup dalam praktik peradilan di Indonesia. Penelitian ini turut membandingkan ketentuan, pedoman pemidanaan, dan penerapannya di Inggris dan Singapura terkait tindak pidana lingkungan hidup. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pemidanaan dalam kasus pada akhirnya dijatuhkan dengan pemenuhan unsur-unsur pasal semata, ditambah dengan faktor memberatkan dan meringankan yang dikaitkan dengan fakta dalam persidangan. Putusan Hakim juga tidak mencantumkan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana besaran pidana denda itu ditentukan. Oleh karena itu, terdapat suatu urgensi bagi Mahkamah Agung untuk menyusun suatu pedoman pemidanaan khusus untuk penanganan tindak pidana lingkungan hidup. Pedoman pemidanaan ini harus mencakup ketentuan tentang indikator apa saja yang perlu dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana beserta tahapan yang perlu dilalui dalam hal pemidanaan.

This study discusses the imposition of fines for cases of environmental crimes in Indonesia. Due to the absence of law, there are no further explanations regarding indicators that can be considered when imposing fines in the context of environmental crimes. Using a normative-research method, this study discusses three research questions: First, how has Indonesia regulated the application of fines for environmental crimes in Indonesia; Second, what are the indicators to be considered to determine proportional fines as sentencing for environmental crimes in Indonesia; and Third, how has Indonesia applied fines as sentencing for environmental crimes within Indonesian courts. In answering these, the study conducts a comparative analysis between the practices of the UK and Singapore regarding environmental crimes. The results of this study indicate that sentencing was ultimately imposed by fulfilling the elements required in the article, added with aggravating, and mitigating factors associated with the facts in the trial. In addition, the judgment did not provide further explanation as to how the fine was determined. Therefore, this creates urgency for the Supreme Court to formulate a special sentencing guideline for handling environmental crimes. The guideline must include provisions on what indicators and stages need to be considered by Judges while imposing fine in factual cases. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library