Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saffanah Zahira Hermawan
Bahasa cinta dianggap sebagai popular psychology karena kurang memiliki bukti ilmiah. Meskipun begitu, Chapman (2010) mengklaim bahwa pasangan yang memiliki bahasa cinta yang sama lebih cocok sehingga mendapatkan rasa puas dalam hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menambahkan bukti ilmiah bagi konsep bahasa cinta dan melihat perbedaan tingkat kepuasan pernikahan pasangan suami istri di Indonesia yang memiliki bahasa cinta yang sama dan pasangan suami istri yang tidak memiliki bahasa cinta yang sama. 494 pasangan menikah yang berusia 20-40 tahun dan tinggal di Indonesia (N=988) mengikuti penelitian ini. Kepuasan pernikahan diukur menggunakan Satisfaction with Married Life (SWML) dan bahasa cinta diukur menggunakan Five Love Languages Scale (FLLS). Hasil uji komparatif menunjukkan adanya perbedaan tingkat kepuasan pernikahan yang signifikan antara pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang sama dan pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang berbeda (U = 8336.00, z = -2.710, p < 0.05). Effect size untuk analisis ini sebesar d = 0,4 dan tergolong small effect (d < 0,5) Hasil penelitian menyatakan bahwa pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang sama mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi dibandingkan pasangan suami istri yang memiliki bahasa cinta yang berbeda. Hal tersebut menyatakan bahwa kesamaan bahasa cinta memiliki kaitan dengan tingkat kepuasan pernikahan.
Love Language are considered popular psychology because it lacks scientific evidence. Even so, Chapman (2010) claims that couples who share the same love language are more compatible and they feel satisfied in their relationship. This study aims to add scientific evidence to the concept of love language and to see the difference in the level of marital satisfaction of married couples in Indonesia who have the same love language and married couples who don’t share the same love language. 494 married couples aged 20 - 40 years old and lives in Indonesia (N=988) participated in this study. Marital satisfaction was measured using Satisfaction with Married Life (SWML) and love language was measured using Five Love Languages Scale (FLLS). Comparative test results show that there is a significant difference in the level of marital satisfaction between married couples who have the same love language and married couples who have different love languages (U = 8336.00, z = -2.710, p < 0.05). The effect size for this analysis is d = 0,4 and it is classified as small effect (d< 0,5). The results of this study stated that married couples who have the same love language have a higher level of satisfaction than married couples who have different love language. This suggests that the similarity of love languages is related to the level of marital satisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Andini
Hubungan romantis jarak jauh sering dialami oleh banyak individu khususnya populasi Gen Z. Generasi ini dikenal cakap teknologi dan sangat bergantung dengan dunia digital termasuk dalam menjaga hubungan romantis jarak jauh. Keharmonisan hubungan jarak jauh tercapai jika  pasangan dapat menunjukkan bahasa cinta yang tepat yang erat kaitannya dengan kepuasan hubungan. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi hubungan antara bahasa cinta pada hubungan romantis jarak jauh dengan kepuasan hubungan pada Gen Z yang berusia 18-28 tahun di Indonesia. Dengan analisis pearson correlation, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara bahasa cinta dan kepuasan hubungan. Nilai bahasa cinta yang paling dominan adalah quality time dengan kepuasan hubungan yaitu r = 0,35, p < 0,01. Pasangan Gen Z yang menjalani hubungan romantis jarak jauh direkomendasikan untuk memahami bahasa cinta masing-masing pasangannya untuk meningkatkan kepuasan hubungan.
Currently, long distance romantic relationships are common, especially among the Gen Z population. Gen Z are the most digital natives and heavily relies on technology including to maintain their long-distance romantic relationships. Harmony in a long-distance relationship is achieved when partners can express the appropriate love language, which is closely related to relationship satisfaction. Therefore, the author have explored the relationship between love language and relationship satisfaction in Gen Z who are aged 18-28 years in Indonesia. By used the Pearson correlation method, this research showed that there a positive relationship between love language and relationship satisfaction. Highest value of love language was Quality Time with relationship satisfaction r = 0.35, p < 0.01. Gen Z couples with a long-distance romantic relationship should understand their partner's love languages to increase relationship satisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dheandra Khafifa
Dalam memenuhi kebutuhan emosional yang salah satunya berupa cinta, manusia memiliki berbagai cara untuk mengekspresikannya, termasuk melalui media sosial. Media sosial saat ini bukan hanya sebagai media penyebaran informasi, namun juga sebagai media untuk memamerkan kemesraan di hadapan publik. Di tengah beragamnya alternatif pemilihan media yang ada, setiap individu memiliki motivasi tertentu yang menjadi alasan mereka dalam memilih media guna mencapai tujuan tertentu, salah satunya untuk menunjukkan ekspresi cinta. Melalui Teori Penggunaan dan Kepuasan, dalam tulisan akan membahas motivasi individu, dalam hal ini Raffi Ahmad dan Nagita Slavina, sebagai Selebriti Indonesia yang disebut powerful couple dalam dunia show business (showbiz), yang kerap menggunakan akun media sosial Instagram guna memamerkan kemesraan sehingga termasuk ke dalam aktivitas public display of affection (PDA) sebagai bentuk ekspresi cinta di antara keduanya. Dengan menghimpun data melalui studi pustaka dan pengamatan pada media sosial Instagram @raffinagita1717, terlihat bahwa 62 juta pengikut di dalamnya merupakan aset yang harus dijaga sehingga diperlukan aktivitas untuk menunjukkan keterlibatan dengan audiens guna mencapai tujuan tertentu. Kemudian, ekspresi cinta di antara keduanya memenuhi 5 (lima) bahasa cinta dan 3 (tiga) komponen cinta berdasarkan teori segitiga cinta yang membuat setiap konten yang diunggahnya mampu meraih jutaan penyuka dan komentar.
In fulfilling emotional needs, one of which is love, every human being has various ways to express it, including through social media. Social media today is not only a medium for disseminating information, but also as a medium to show off intimacy in public. In the midst of the variety of alternative media choices available, each individual has a variety of motivations that become their reasons for choosing media to achieve certain goals, one of which is to show an expression of love. Through Uses and Gratification Theory, this paper will discuss individual motivations, in this case Raffi Ahmad and Nagita Slavina, as Indonesian celebrities who called powerful couples in show business (showbiz) who often uses social media Instagram to show off their intimacy, so these activities called as public display of affection (PDA) as a form of expression of love between the two. By collecting data through literature studies and observations on social media Instagram @raffinagita1717, it is seen that the 62 million followers in it are an asset that must be maintained so that activities are needed to show engagement with the audience in order to achieve certain goals. Then, the expression of love between the two fulfills 5 (five) love languages and 3 (three) components of love based on the triangular theory of love, which makes every content uploaded able to reach millions of likes and comments.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library