Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Harry Patria
Abstrak :
[Studi-studi model eksplorasi secara umum menjelaskan prilaku eksplorasi dengan analisis variabel geologi dan ekonomi pada tingkat makro seperti wilayah, provinsi dan negara. Pada kenyataannya, cadangan migas dan kedalaman sumur masing-masing menentukan tingkat volume temuan dan biaya pengeboran yang dijelaskan secara spesifik pada tingkat basin geologis. Penelitian ini fokus pada tingkat pengeboran eksplorasi (wells drilled) dengan analisis analisis variabel geologi dan ekonomi menggunakan 32 basin geologis di Indonesia dalam periode 2004-2014. Hasil estimasi model empiris menunjukkan bahwa tingkat pengeboran eksplorasi ditentukan oleh tingkat keberhasilan penemuan migas (lag of success rate), volume temuan migas (lag of discovery size of oil and gas) dan lokasi basin (region). Sedangkan variabel ekonomi yang menentukan tingkat pengeboran eksplorasi terdiri dari harga minyak dunia (lag of oil price). Selain itu, deplesi minyak berdampak signifikan menjelaskan tingkat pengeboran eksplorasi dengan karakteristik basin Indonesia yang didominasi oleh mature oil fields. ......Earlier studies of exploration models are generally characterized by equations describing the behavior of exploration at the macro-level analysis such as region, province or state-level. In reality, there is specific impact of geological basin characteristics to wells drilled’s decision. This study focuses on the geological and economic factors that particularly determine the wells drilled decision using an empirical model to analyze at the micro-level using disaggregated panel data of 32 geological basins in Indonesia over the period 2004-2013. The empirical results show that the number of wells drilled are determined significantly by lag of success rate, lag of discovery size of oil and gas and region of geological basin. Then, it shows that a lag of global oil price determined significantly the number of wells drilled, instead of a local oil price. Finally, oil depletion effect also determined significantly the number of wells drilled as the geological characteristic of geological basin dominated by mature oil fields., Earlier studies of exploration models are generally characterized by equations describing the behavior of exploration at the macro-level analysis such as region, province or state-level. In reality, there is specific impact of geological basin characteristics to wells drilled’s decision. This study focuses on the geological and economic factors that particularly determine the wells drilled decision using an empirical model to analyze at the micro-level using disaggregated panel data of 32 geological basins in Indonesia over the period 2004-2013. The empirical results show that the number of wells drilled are determined significantly by lag of success rate, lag of discovery size of oil and gas and region of geological basin. Then, it shows that a lag of global oil price determined significantly the number of wells drilled, instead of a local oil price. Finally, oil depletion effect also determined significantly the number of wells drilled as the geological characteristic of geological basin dominated by mature oil fields]
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2015
T44650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Inolyn
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Tromboemboli vena merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang penting pada pasien kanker. Belum ada sistem skor untuk memprediksi TVD pada pasien tanpa gejala dan tanda trombosis. Sistem skor Wells merupakan sistem skoring yang awalnya digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien dengan faktor risiko trombosis dan secara klinis diduga suspected TVD, tetapi, belum digunakan pada pasien-pasien yang tanpa gejala dan tanda TVD. Perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kegunaan skor Wells yang dilanjutkan dengan algoritma ACCP IX pada pasien kanker yang asimtomatik TVD.Tujuan: Mengetahui kegunaan skor Wells dalam mendiagnosis TVD pada pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda trombosis asimtomatik .Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Pasien kanker yang insidens trombosis vena dalamnya tinggi tanpa gejala dan tanda TVD , dihitung skor Wells dan dilanjutkan dengan algoritma diagnostik ACCP IX untuk mendiagnosis TVD.Hasil: Penelitian ini merekrut 100 pasien kanker yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dan mendapatkan kejadian TVD pada 2 pasien kanker yang tidak menunjukkan gejala dan tanda TVD. Sebagian besar pasien 93 memiliki skor Wells unlikely < 2 . Hasil D-dimer lebih dari 500 g/l didapatkan pada 60 subyek penelitian. Berdasarkan uji statistik, skor Wells memiliki nilai kalibrasi yang kurang baik p < 0,01 dan nilai diskriminasi area under the curve AUC sangat lemah 47,4 . Kesimpulan: Skor Wells tidak dapat digunakan untuk memprediksi TVD pada pasien kanker yang tidak memiliki gejala dan tanda TVD. Proporsi pasien kanker dengan TVD tanpa gejala dan tanda trombosis adalah 2 . Kata Kunci: asimtomatik, kanker, skor Wells, trombosis vena dalam
ABSTRACT
Background Venous thromboembolism is the main cause of morbidity and mortality in cancer patients. Until now there was no scoring system to predict deep vein thrombosis DVT in patients with risk factors but without sign and symptoms of thrombosis. Wells score was designated to predict patients who were clinically suspected as having DVT, but not yet used for patients who were asymptomatic. We investigate whether Wells score followed by ACCP IX guideline can be used to predict DVT in cancer asymptomatic patient. Purpose To investigate the use of Wells score in diagnosing DVT in asymptomatic cancer patients. Method We conducted a cross sectional study in cancer patients whose incidence of thrombosis were highest, without sign and symptoms of DVT. We calculated the Wells score from each patients and then chose the appropriate diagnostic examination in accordance to ACCP IX guideline. Result A total of 100 patients were enrolled in this research. We found the proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Most of the subjects has low Wells score 93 of subjects, score 2, categorized as unlikely and high D dimer 60 of subjects, concentration of 500 g l . Based on statistical test, Wells score had a poor calibration score p 0,01 and low area under the curve 47,4 . Conclusion Wells score cannot be used as a prediction model to predict DVT in asymptomatic cancer patients. The proportion of asymptomatic DVT in cancer patients was 2 . Keywords asymptomatic, cancer, deep vein thrombosis, Wells score
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhlia Majidiah
Abstrak :
Latar belakang: Trombosis vena dalam merupakan komplikasi tersering yang dijumpai pada keganasan. Insidens trombosis vena dalam pada kanker paru sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum. Saat ini belum ada pedoman alur diagnosis yang dapat menegakkan diagnosis trombosis vena dalam pada kanker paru. Selain itu, penelitian serupa juga belum pernah dilakukan di Indonesia sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi penelitian pendahuluan yang menitikberatkan pada trombosis vena dalam pada kanker paru. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai proporsi trombosis vena dalam menggunakan kriteria klinis yaitu skor Wells’ pada pasien kanker paru yang dirawat di RS Persahabatan. Metode: Desan penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Kami melakukan pemeriksaan pada pasien kanker paru yang dirawat sejak September 2012 hingga Februari 2013. Kami menyingkirkan pasien kanker paru dengan penyakit infeksi serta pasien kanker paru dengan sediaan histopatologi yang belum tegak. Pemeriksaan fungsi hemostasis seperti PT, APTT dan D-dimer tetap dilakukan bersama dengan penggunaan kriteria klnis skor Wells’. Diagnosis trombosis vena dalam ditentukan apabila skor Wells berat. Hasil: Subjek dalam penelitian ini terbanyak adalah laki-laki (69,2%) dengan kelompok usia terbanyak yaitu kelompok usia 51-60 tahun (33,3%). Jenis histopatologi yang terbamyak ditemukan adalah jenis adenokarsinoma (57,7%). Hampir sebagian besar pasien yaitu 64 pasien (82,1%) memiliki D-dimer >500 dan hanya 14 pasien (17,9%) dengan D-dimer normal. Penelitian ini mengungkapkan proporsi trombosis vena dalam menggunakan skor Wells adalah 23,1%.%. Faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, riwayat merokok, jenis tumor, stadium tumor, status penampilan, serta fungsi hemostasis tidak berpengaruh terhadap trombosis vena dalam namun nilai D-dimer >500 berpengaruh terhadap trombosis vena dalam. Kesimpulan: Proporsi trombosis vena dalam pada pasien kanker paru di RS Persahabatan hampir sama jumlahnya dengan penelitian-penelitian di negara lain yaitu sekitar 21%. Penelitian ini menunjukkan bahwa skor Wells masih mempunyai peran penting dalam menentukan trombosis vena dalam mengingat penggunaannya mudah dan praktis. Penelitian selanjutnya diperlukan untuk menilai metode yang mudah dan sederhana digunakan dalam praktek sehari-hari bersama dengan skor Wells dalam menentukan trombosis vena dalam pada kanker paru. ......Background: Deep vein trombosis (DVT) is the common complication found in malignancy. Its incidence in lung cancer is much higher than in general population. Since there were no current diagnosis guideline which could help identify DVT in lung cancer and there were no similar study conducted before in Indonesia, thus this study could be a pilot study for further research focusing DVT in lung cancer. Objective: The objective of this study is to find deep vein trombosis proportion among lung cancer patients which is determined by clinical criteria such as Wells’ score in Persahabatan Hospital. Method: The study design is using a cross-sectional method. We examined the lung cancer patients who were hospitalized within September 2012 to Februari 2013. We excluded the lung cancer patients with infection comorbidity or who had not yet had histopathological confirmation. The hemostatis work up included PT, APTT, and D-dimer were conducted along with clinical Wells’ score criteria. Deep vein trombosis among the patients is determined by severe Wells’ score. Results: Subjects in this study were mostly male (69,2%) with predominant age group of 51-60 years old (33,3%). Predominant histopathologic sub type was adenocarcinoma (57,7%). Mostly, 64 patients (82,1%) had D-dimer >500 and only 14 patients (17,9%) with normal D-dimer. This study found that deep vein trombosis proportion is 23,1% using Wells’ score. Clinical characteristics such as sex, age, smoking history, tumor cell type, tumor staging, performance status and hemostasis function does not have correlation with DVT but score of D-dimer >500 have correlation with DVT. Conclusion: The DVT proportion among lung cancer patients in Persahabatan Hospital is similar found in some studies in other countries which is approximately 21%. This study revealed that the simple and practical application of Wells’ score in determining DVT is still have valueable role. Further study is needed to find the best simple and easy methods along with Wells’ score in determining DVT in daily practice.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Wospakrik, Stevy Kristofer
Abstrak :
Telah dilakukan pemodelan kecepatan subregional dan konversi kedalaman dari dua horizon seismik yaitu horizon Top Kais dan horizon Base Cretaceous di area Tangguh, Papua. Penelitian ini dilakukan karena belum ada pemodelan kecepatan dengan skala subregional yang menyertakan parameter geologi di area Tangguh. Faktor geologi yang mempengaruhi kecepatan rerata di area subregional Tangguh adalah litologi dan ketebalan interval. Untuk itu telah dilakukan pemodelan geologi dengan 2 layer berdasarkan litologi yaitu: shale (layer 1: SRD - Top Kais) dan karbonat+klastik (layer 2: Top Kais - Base Cretaceous). Metode External Drift Kriging menggunakan horizon Top Kais dan Base Cretaceous terbukti mampu memprediksi kecepatan pada skala subregional dimana data sumur tidak banyak (sparse). Didapatkan rentang (range) kecepatan rerata Top Kais adalah 1700m/sec hingga 2500m/sec dan rentang kecepatan rerata Base Cretaceous adalah 2700m/sec hingga 4000m/sec. Hasil penelitian ini adalah model kecepatan yang dapat digunakan untuk skala subregional Tangguh. Horizon kedalaman (depth horizon) dari penelitian ini dapat digunakan untuk penentuan rentang volume secara deterministik dari prospek di area eksplorasi (ILX) yang baru.
Velocity modelling and depth conversion of two seismic horizons (Top Kais and Base Cretaceous) was performed for subregional scale at Tangguh area, Papua. This study was initiated because there were no any previous works on velocity modelling for subregional scale at Tangguh area which incorporated any geological parameters. Geological factors that affected the average velocity distribution at Tangguh are lithology and interval thickness. Therefore a 2 layer geological model was created which was defined by lithology: shale (layer 1: SRD - Top Kais) and carbonate + clastic (layer 2: Top Kais - Base Cretaceous). External Drift Kriging by using Top Kais and Base Cretaceous horizons was proved to be superior to predict velocity distribution on sparse well data in a subregional scale. It was found that the average velocity range for Top Kais was 1700m/sec to 2500m/sec and the average velocity range for Base Cretaceous was 2700m/sec to 4000m/sec. The velocity models as the outcome of this study can be used for Tangguh subregional scale. The depth horizons can be used to define the deterministic volume of the prospects in the new ILX area.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2011
T29609
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Putri Indriani
Abstrak :
Laju angkat busa Foam lift adalah suatu metode alternatif yang digunakan untuk mengangkat cairan dewatering pada sumur Coal Seam Gas CSG. Tujuan dari studi ini adalah untuk mengevaluasi kapasitas angkat dari foam dengan konsentrasi garam dan partikel yang berbeda-beda untuk mengangkat cairan air, pada suatu kondisi dimana ada atau tidak adanya surfaktan. Sebagai pilot proyek sebuah kolom berskala panjang 4,3 meter dengan diameter 5 cm digunakan untuk menstimulasi sumur CSG. Contoh foam dibuat sebanyak 2 Liter L dengan berbagai komposisi yang terdiri dari 0.05-0.3 M garam sebagian besar NaCl dan 7-35 g/L partikel sebagian besar lempung dengan laju alir gas yang bervariasi dari 30-65 Liter per menit. Kapasitas angkat foam terhadap cairan sangat berkaitan dengan kemampuan untuk membentuk foam foamability, dengan kata lain semakin tinggi foamability, maka semakin besar kapasitas daya angkatnya. Surfaktan mempunyai kapasitas angkat yang lebih tinggi daripada air. Penambahan NaCL dengan rentang konsentrasi tertentu transisi konsentrasi dari 0.05-0.1 M dapat meningkatkan daya angkat. Adanya partikel dapat sedikit meningkatkan kapasitas angkat, tetapi, dapat menurunkan konsentrasi tertentu. Kestabilan foam dapat mengangkat partikel sampai ke permukaan sumur, yang mana juga memperbaiki waktu pakai dari pompa down hole pump yang digunakan untuk proses dewatering. Secara keseluruhan, kombinasi yang sesuai antara surfaktan, garam dan partikel dapat secara nyata meningkatkan daya angkat cairan, yang dapat menunjukkan potensi dari pemakaian atau aplikasi foam dalam industri CSG.
Foam lift is an alternative way used for liquid unloading dewatering in Coal Seam Gas CSG wells. This study aims to evaluate liquid lifting capacity of foams at different concentrations of salt and particles, in the absence and presence of surfactant. A pilot scale column of 4.3 m long and 5 cm in diameter was used to simulate a CSG well. 2 L of samples of different compositions were prepared with 0.05 ndash 0.3 M of salt mainly NaCl and 7 35 g L of particles mainly clays and gas flow rates varied from 30 to 65 L min. The liquid lifting capacity of foam can be interrelated to foamability, in the sense that the higher the foam formation, the greater the lifting capacity. The surfactant solutions provided significantly higher lifting capacity compared to water. Addition of NaCl improved lifting capacity at a particular range of concentration transition concentration from 0.05 to 0.1M. Particles were found to slightly improve the lifting capacity, however, lowered it above a particular concentration. Stable foams can lift the particles up to the surface, which improves the runtime of down hole pumps used for well dewatering. Overall, the appropriate combination of surfactant, salt, and particles can significantly improve liquid lifting, demonstrating the potential application of foams in CSG industry.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wells, H.G.
Jakarta: Gramedia Pusaka Utama, 2019
823 WEL i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nursuci Fatmawati Perwendha
Abstrak :
Air merupakan kebutuhan esensial yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup manusia. Namun, pelayanan air bersih di wilayah Bekasi khususnya Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang sebagian besar menggunakan sumur sebagai sumber air minum dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Mangan dan besi merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh tubuh tetapi apabila dikonsumsi dengan jumlah berlebih dapat bersifat toksik. Penelitian ini menggunakan metode analisis risiko kesehatan lingkungan untuk mengestimasi pajanan mangan dan besi dan tingkat risiko kesehatan yang diterima dari air minum pada penduduk dewasa di pemukiman sekitar tempat pembuangan akhir Bantargebang, Kota Bekasi. Selain itu, penelitian ini juga menguji korelasi antara mangan, besi, TDS, DHL, dan pH sehingga ditemukan persamaan linear untuk memperkirakan keberadaan mangan atau besi. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk usia dewasa yang tinggal di sekitar TPA Bantargebang. Penentuan sampel dengan menentukan kriteria inklusi yaitu penduduk usia lebih dari 18 tahun dan mengonsumsi air sumur minimal 2 bulan. Pengambilan sampel dengan cara non random sampling dan quota sampel. Sampel lingkungan adalah air sumur yang berada di rumah tangga terpilih sebagai responden. Selain itu, dilakukan pengambilan data antropometri berupa laju asupan, durasi pajanan, dan berat badan. Jumlah asupan mangan dan besi pada populasi penelitian belum memenuhi angka kecukupan gizi masing-masing yaitu 0,26 dan 0,02 mg/l. Dari hasil perhitungan estimasi risiko didapatkan hasil bahwa tingkat risiko mangan dan besi di sekitar TPA Bantargebang tidak berisiko atau aman. Selain itu, diperoleh dari uji korelasi hubungan yang signifikan antara mangan dengan pH, DHL, dan TDS (p<0,05) sehingga ditemukan persamaan linear sederhana untuk masing-masing variabel. ...... Water is an essential requirement that must be met for human survival. However, water services, especially in the area of Bekasi Well Batu Village, District Bantargebang mostly using wells for drinking water and other daily needs. Manganese and iron are essential nutrients needed by the body. However, when consumed in excessive amounts can be toxic. This research uses environmental health risk analysis methods to estimate exposure levels of manganese and iron and acceptable health risks of drinking water in the adult population in the settlements around landfills Bantargebang, Bekasi. In addition, this study also tested the correlation between the manganese, iron, TDS, DHL, and so the pH found a linear equation to predict the existence of manganese or iron. The study population was the entire adult population living around the landfill Bantargebang. The samples to determine inclusion criteria ie the population aged over 18 years and consume well water at least 2 months. Sampling by way of non-random sampling and quota sampling. Environmental samples is well water that is in the selected households as respondents. In addition, anthropometric data collection is done in the form of intake rate, duration of exposure, and weight. Total intake of manganese and iron in the study population not meet nutritional adequacy rate each ie 0.26 and 0.02 mg / l. From the calculation of risk estimates showed that the level of risk of manganese and iron around the landfill Bantargebang not risky or safe. In addition, the correlation obtained from a significant relationship between manganese with pH, DHL, and TDS (p <0.05) thus found a simple linear equation for each variable.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deni Mulyana
Abstrak :
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa sumber air bersih yang banyak digunakan oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan adalah air tanah dangkal berupa sumur gali (47,40%). Hal ini karena pembuatan sumur gali mudah, murah, dan sederhana. Sumur gali yang baik harus memenuhi syarat kesehatan baik dari segi konstruksi maupun kualitas airnya. Hanya 35,50% sumur gali yang digunakan masyarakat terlindung dalam arti dilengkapi konstruksi, dan hanya 47,75% berjarak lebih dari 10 meter dari jamban. Untuk mengetahui tingkat risiko pencemaran pada sumur gali, dilakukan surveilans kualitas air melalui kegiatan Inspeksi Sanitasi (IS). Sedangkan untuk mengetahui kualitas bakteriologik air dilakukan pemeriksaan sampel air di laboratorium. Permasalahannya adalah apakah tingkat risiko pencemaran hasil IS sesuai dengan kualitas bakteriologik air sumur gali. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan bakteriologik pada sumur gali. Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi diagnostik, yaitu untuk mengetahui kesesuaian antara hasil pengukuran tingkat risiko pencemaran dengan IS dan hasil pemeriksaan kualitas bakteriologik pada bersih sumur gali. Diharapkan adanya kesesuaian yang baik dengan nilai Kappa antara 0,40 sampai dengan 0,75. Populasi penelitian adalah sumur gali yang ada di wilayah kerja Puskesmas Rancabungur, Kabupaten Bogor pada tahun 2003 dengan sampel sebanyak 88 yang diambil secara bertingkat di 3 desa (21 RW) di Rancabungur. Data yang dikumpulkan dengan melakukan pengamatan menggunakan formulir IS dan pemeriksaan bakteriologik sampel air sumur gali. Hasil analisis, menunjukkan bahwa dari 10 variabel IS ada 1 variabel yang tidak reliable, dan tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan tingkat risiko pencemaran, yaitu dinding sumur sedalam 3 meter tidak diplester. Seluruh variabel tidak berhubungan bermakna secara statistik dengan kelas kualitas bakteriologik. Kesesuaian antara tingkat risiko pencemaran dan kualitas bakteriologik, sangat rendah (Kappa 0,009 untuk 2 katagorik dan Kappa 0.006 untuk 4 katagorik). Dapat disimpulkan bahwa formulir IS tidak seluruhnya reliable untuk mengukur tingkat risiko pencemaran. Tingkat risiko pencemaran dengan mempergunakan IS tidak dapat dipergunakan untuk dapat menduga kualitas bakteriologik air. Disarankan perlu evaluasi kembali formulir IS dengan memperhatikan variabel apa saja. yang berhubungan dengan kelas kualitas bakteriologhik air, pembobotan yang berbeda untuk masing-masing dan penetapan titik potong untuk menetapkan tingkat risiko dan/atau kualitas bakteriologik air sumur gali. Instrumen IS harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat digunakan dalam diteksi dini kualitas air oleh masyarakat. Daftar Pustaka, 30 (1983 - 2002)
Compatibility Between Measurement Results of Pollution Risk Level from Sanitary Inspection and Bacteriological Assessment Results of Dug-Wells at Puskesmas Rancabungur, Bogor District, 2003The results of National Socio-Economy Survey 2001 indicated that most rural community (47,40%) utilized dug-wells as clean water source, due to low cost, simplicity and not complicated in the construction. A good dug-wells should meet health standard, both in its construction and water quality as well. From 47,40% of dug-wells, it was found that only 35,50% of those possessed complete construction or met health standard. In addition, only 47,75% of those had a 10-meter distance from latrine. In order to find out pollution risk level of dug-wells, water quality surveillance was conducted through sanitary inspection (SI). Whereas, to find out bacteriological water quality, this study also carried out water sample analysis in the laboratory. The problem of this research tried to find an answer whether pollution risk level from the SI results was compatible with bacteriological quality of dug-wells based on colrfarm number. This research was implemented to find out the compatibility between the measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells. In the effort to assess compatibility between measurement results of pollution risk level from the SI and the results of bacteriological analysis of dug-wells, research design used diagnostic study with expected Kappa compatibility from 0,40 up to 0,75 and classified as a good grade. The research population was dug-wells which existed in the working area of Puskesmas (health center) Rancabungur, Bogor District in the year 2003. This research used stratified sampling method with a total of 88 samples, taken from 3 villages (21 RW) in Rancabungur. Data were compiled through observation and using the SI forms. In addition to data collection, it also took water samples of dug-wells for bacteriological quality analysis. Statistical results showed that from 10 variables of the SI only 1 variable was statistically unreliable and not significant with pollution level risk. This variable was the line/wall of dug-wells without 3-meter ring of Ferro-cement. All of the SI variables statistically revealed no significant association with bacteriological quality level. The research also revealed that the compatibility between pollution risk level and water quality class was very low, where Kappa 0,009 for 2 categories and Kappa 0,006 for 4 categories. Based on the results, it may be concluded that not all of SI forms were reliable to measure pollution risk level. The SI forms could not be used to predict and assess class of bacteriological water quality. Eventually, it is recommended that the utilization of SI forms should be reevaluate with taking into account on certain variables which may potentially influence on bacteriological water quality class. Moreover, every variable should be treated with different weight (score) and a cutting point should be determined to measure pollution risk Level and/or bacteriological water quality of dug-wells. Finally it is expected that the SI can be used as early warning method, particularly for water quality control in the community. Bibliography, 30 (1983 - 2002)
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T13006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>