Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reki Setiawan
"Berdasarkan pengalaman Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM), pasien datang berobat dengan durasi keluhan yang beragam untuk suatu diagnosis adenoma hipofisis. Sebagai rumah sakit pusat rujukan nasional, semua pasien adenoma hipofisis yang datang ke institusi kami merupakan pasien rujukan dari dokter spesialis mata, spesialis saraf, maupun dokter spesialis bedah saraf dari institusi lain. Adenoma hipofisis dapat menyebabkan keluhan visus, lapang pandang, dan keluhan-keluhan lain yang diakibatkan oleh gangguan hormonal. Beberapa penelitian telah menyatakan hubungan antara durasi keluhan dengan luaran klinis dengan hasil yang signifikan. Pada penelitian ini akan dicari hubungan antara durasi, yang dihitung mulai dari awal keluhan sampai dilakukan tindakan operasi, dengan luaran visus dan lapang pandang pada pasien adenoma hipofisis yang dilakukan operasi dengan pendekatan transnasal transfenoid.
Penelitian ini merupakan penelitian restrospektif pada pasien adenoma hipofisis yang dilakukan tindakan operasi dengan pendekatan transnasal transfenoid antara tahun 2015-2017. Seluruh operasi dilakukan oleh spesialis bedah saraf di RSCM. Semua pasien pada penelitian ini mengalami penurunan visus dan penyempitan lapang pandang. Durasi antara onset sampai dengan dilakukan tindakan operasi dihitung dalam satuan bulan. Dilakukan pemeriksaan visus dan lapang pandang 1 hari sebelum operasi dan dalam 1 sampai 2 bulan pasca operasi. Penelitian ini juga menghitung volume tumor, presentase tumor yang diambil, dan perluasan tumor, tetapi tidak dapat dilakukan uji statistik karena dibutuhkan jumlah sampel yang lebih banyak.
Tujuh puluh satu pasien dengan keluhan penurunan visus dan penyempitan lapang pandang dengan median usia 42 tahun (20-77 tahun). Terdapat 36 pasien berjenis kelamin laki-laki dan 35 pasien perempuan. Median durasi mulai dari onset sampai dilakukan tindakan operasi untuk keluhan penurunan visus dan penyempitan lapang pandang adalah sama yaitu 12 bulan (1-108 bulan). Tedapat perbaikan visus pasca operasi pada 50 pasien (40,5%), dengan median durasi onset sampai dilakukan tindakan operasi adalah 11 bulan (p=0,58). Pada pasien keluhan penyempitan lapang pandang didapatkan perbaikan klinis pada 48 pasien (67.6%), dengan median durasi onset sampai dilakukan tindakan adalah 12 bulan (p=0.01).
Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan bermakna secara statistik antara durasi onset sampai dilakukan tindakan operasi dengan luaran klinis lapang pandang. Perbaikan lapang pandang didapatkan pada pasien yang memiliki durasi onset sampai dilakukan tindakan operasi sampai dengan 12 bulan.

Based on the experience of the Department of Neurosurgery, Faculty of Medicine, Universitas Indonesia-Cipto Mangunkusumo Hospital (FMUI-Cipto Mangunkusumo Hospital), patients came seeking treatment with varying duration of complaints for a diagnosis of pituitary adenoma. As a national referral center hospital, all pituitary adenoma patients who came to our institution were referred from ophthalmologists, neurologists, and neurosurgeons from other institutions. Pituitary adenomas can cause decrease of visual acuity (VA), narrowing visual field (VF), and other complaints caused by hormonal disorders.1 Several studies have showed that the duration of complaints were related significantly with clinical outcomes.2,3,4,5,6
In this study, we investigated the relationship between duration, which is calculated from the time of symptoms first appeared to the time of surgery, and outcome (visual field and visual acuity) in pituitary adenoma patients who underwent surgery via transnasal-transsphenoidal approach.
This study used retrospective design on pituitary adenoma patients who was performed surgery via transnasal-transsphenoidal approach between 2015-2017. All surgeries were performed by neurosurgeons at RSCM. All patients in this study experienced decreased VA and narrowing of the VF. The duration between symptoms’ onset and surgery was calculated in months. VA and VF examinations were performed 1 day before surgery and within 1 to 2 months postoperatively. This study also calculated the volume of tumor, the percentage of tumor removal, and the extent of tumor, but statistical tests cannot be carried out on these parameters because more samples are needed.
There were 71 patients with decreased visual acuity and narrowed visual field, consisted of 36 male and 35 female patients, with a median age of 42 years (20-77 years). The median length of duration of onset for both symptoms is the same, which was 12 months (1-108 months).
Fifty patients (40.5%) had improved VA postoperatively, with median duration of onset was 11 months (p = 0.58). Clinical improvement in VF was experienced in 48 patients (67.6%), in which the median duration of onset was 12 months (p = 0.01)
There was a statistically significant relationship between the duration of onset and the VF outcomes. Improvements in the VF were found in patients who underwent surgery up to 12 months after the time of onset.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valenchia
"Tujuan mengetahui pengaruh sitikolin 1000 mg per hari selama 60 hari terhadap hasil pattern electroretinography, ketebalan sel ganglion dan lapang pandang pasien NAION non-arteritic anterior ischemic optic neuropathy fase kronik. Metode Uji klinis acak terkontrol tersamar ganda dilakukan pada 38 subyek penelitian. Randomisasi membagi subyek menjadi 2 kelompok yaitu 18 subyek kelompok sitikolin S-NAION dan 20 subyek plasebo P-NAION. Analisis dilakukan pada 17 subyek penelitian di tiap kelompok.
Hasil Terjadi peningkatan ? amplitudo P50 30 hari di kelompok S-NAION 0,775 2,6 V , namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,182. Terjadi perbaikan ? amplitudo N95 60 hari di kelompok S-NAION -0,356 2,992 V, namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,779. Pemberian sitikolin tidak menunjukkan perubahan ketebalan sel ganglion retina. Terjadi peningkatan ? mean deviation 60 hari di kelompok S-NAION 3,13 6,467 dB, namun tidak bermakna secara statistik bila dibandingkan dengan kelompok P-NAION p = 0,344. Kesimpulan Sitikolin cenderung meningkatkan ? amplitudo P50 dan N95 serta ? mean deviation pada NAION fase kronik.

Purpose to determine the effect of 1000 mg citicoline each day given for 60 days on pattern electroretinography, retinal ganglion cell thickness and visual field in chronic phase NAION non arteritic anterior ischemic optic neuropathy patients. Methods Double masked randomized clinical trial were performed in 38 patients. Randomization divided the patients into 2 groups of 18 subjects in the citicoline group C NAION and 20 subjects in the placebo group P NAION . The analysis was performed on 17 subjects in each group.
Results There were increament of amplitude P50 30 days in C NAION group 0,775 2,6 V, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,182. There were also improvement of amplitude N95 60 days in C NAION group 0,356 2,992 V, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,779. Citicoline supplementation did not show any changes in retinal ganglion cell thickness. There were improvement of mean deviation 60 days in C NAION group 3,13 6,467 dB, but statistically insignificant compared to P NAION p 0,344. Conclusions Citicoline tends to increase the amplitude of P50 and N95 and mean deviation in chronic phase NAION.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelina Larasati Budiman
"Latar Belakang
Adenoma hipofisis merupakan jenis tumor hipofisis yang paling umum, yang menyebabkan efek massa dan ketidakseimbangan hormon. Gejala seperti gangguan ketajaman penglihatan (VA), cacat lapang pandang (VFD), dan sakit kepala mendorong pasien untuk mencari pertolongan medis. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik, gejala, dan hasil akhir pasien adenoma hipofisis yang dirawat di Rumah Sakit Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) dari tahun 2018-2022, dengan fokus pada gejala penglihatan dan sakit kepala sebelum dan sesudah perawatan.
Metode
Penelitian observasional retrospektif dan potong lintang, ini meninjau catatan medis pasien adenoma hipofisis dari tahun 2018-2022 di RSCM. Awalnya, 241 pasien diidentifikasi, setelah menerapkan kriteria eksklusi untuk hasil patologi yang inkonklusif dan rekam medis tidak lengkap, berkurang menjadi 161 pasien. Data tentang demografi, karakteristik tumor, intervensi, dan keluhan utama dikumpulkan, dengan fokus pada gangguan penglihatan dan pola sakit kepala.
Hasil
Rata-rata usia pasien adalah 46,2 tahun, dengan sedikit dominasi perempuan (54,6%). Adenoma non-fungsional (NFA) mencakup 86,9% kasus, sedangkan prolaktinoma merupakan adenoma fungsional yang paling umum. Makroadenoma terdapat pada 96,9% pasien. Intervensi yang paling umum adalah operasi transsphenoidal. Gangguan lapang pandang (42,2%) dan sakit kepala merupakan gejala yang sering muncul. Pascaoperasi, sakit kepala berkurang secara signifikan, dengan perbaikan yang terlihat pada ketajaman penglihatan dan defek lapang pandang pada kunjungan tindak lanjut.
Kesimpulan
Sakit kepala dan gangguan penglihatan merupakan gejala yang paling umum pada pasien adenoma hipofisis di RSCM (2018-2022). Meskipun temuan tersebut menggarisbawahi pentingnya pemeriksaan diagnostik yang komprehensif, penelitian ini dibatasi desain retrospektif dan dokumentasi pasien yang tidak konsisten.

Background
Pituitary adenomas are the most common type of pituitary tumors, leading to mass effects and hormonal imbalances. Symptoms such as visual acuity (VA) disturbances, visual field defects (VFDs), and headaches prompt patients to seek medical attention. This study aims to analyze the characteristics, symptoms, and outcomes of pituitary adenoma patients treated at Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital (RSCM) from 2018 to 2022, focusing on visual and headache symptoms pre- and post-treatment.
Methods
This retrospective, cross-sectional, observational study reviewed the medical records of pituitary adenoma patients from 2018 to 2022. Initially, 241 patients were identified, but after applying exclusion criteria for inconclusive pathology and incomplete records, 161 patients were included. Data on demographics, tumor characteristics, interventions, and chief complaints were collected, concentrating on visual disturbances and headache patterns.
Results
The average age of patients was 46.2 years, with a slight female predominance (54.6%). Non-functioning adenomas (NFA) accounted for 86.9% of cases, while prolactinomas were the most common functioning adenomas. Macroadenomas were present in 96.9% of patients. The most common intervention was transsphenoidal surgery. Visual field disturbances (42.2%) and headaches were the frequent presenting symptoms. Postoperatively, headaches decreased, with improvements noted in both visual acuity and field defects at follow-up visits.
Conclusion
Headaches and visual impairments were the most common symptoms in pituitary adenoma patients at RSCM (2018-2022). Although the findings underscore the importance of comprehensive diagnostic workups, the study's limitations include its retrospective design and inconsistent documentation. Future research should aim to standardize data collection for improved clinical management.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chrisella Annabelle
"Latar belakang: Glaukoma merupakan gangguan penglihatan peringkat ketiga terbanyak di dunia, yang juga menjadi penyebab kebutaan permanen yang paling sering ditemukan. Terapi medikamentosa merupakan penanganan utama bagi pasien glaukoma primer sudut terbuka untuk mencegah perluasan defek lapang pandang yang dapat meningkatkan disabilitas pasien. Keberhasilan pengobatan bergantung kepada kepatuhan pasien terhadap rencana terapi yang telah dibuat untuknya. Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang analitik yang menggunakan teknik consecutive sampling dalam pemilihan subjek penelitiannya. Secara total, 33 subjek penelitian diwawancara melalui panggilan telepon berdasarkan kuesioner Morisky Medical Adherence Scale-8 (MMAS-8) yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia untuk menentukan tingkat kepatuhannya. Jenis perubahan lapang pandang ditentukan berdasarkan perhitungan laju perubahan MD dari dua hasil pemeriksaan perimetri Humphrey mata paling baik pasien. Hubungan antara kedua variabel dianalisis menggunakan uji chi square. Hasil: Mayoritas subjek penelitian memiliki tingkat kepatuhan yang rendah (54,5%), diikuti dengan kepatuhan sedang (24,2%), lalu kepatuhan tinggi (21,2%). Median laju perubahan lapang pandang pasien adalah -0,30 (IQR=-1,48—0,87) dB/tahun. Sebanyak 19 (57,6%) pasien mengalami pemburukan lapang pandang. Lima (71,4%) pasien dengan tingkat kepatuhan tinggi mengalami perubahan lapang pandang yang bersifat stabil, sementara sembilan (50%) pasien dengan tingkat kepatuhan rendah mengalami pemburukan lapang pandang (p=0,335). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien dengan perubahan lapang pandangnya (p=0,719). Simpulan: Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemburukan lapang pandang pasien lebih sedikit ditemukan pada kelompok pasien dengan tingkat kepatuhan sedang dan tinggi, namun secara statistik tidak bermakna (p>0,05). Penelitian skala besar lanjutan perlu dilakukan untuk mengatasi keterbatasan penelitian ini.

Background: Glaucoma is the third most prevalent visual disorder in the world, and also the most common cause of permanent blindness. Pharmacological therapy is used to prevent further visual field defect in open-angle glaucoma patients. Successful treatment is dependent on each patient’ adherence to their planned therapy regimen. Methods: This research is an analytical cross-sectional research which used consecutive sampling technique for subjects recruitment. In total, 33 research subjects were interviewed by phone using the translated Morisky Medical Adherence Scale-8 questionnaire to determine their adherence level. The classification of visual field progression was established based on the calculation of the rate of MD change between two Humphrey perimetry evaluations of the better glaucomatous eye on each patient. The association between the two variables were analysed using the chi square test. Results: The majority of the research subjects enrolled in this study showed low adherence (54,5%), followed with moderate (24,2%), then high adherence (21,2%). Median rate of MD change was -0,30 (IQR=-1,48-0,87) dB/year. As many as 19 (57,6%) patients experienced worsening visual fields. Five (71,4%) patients with high adherence had stable visual field changes, while nine (50%) patients with low adherence had worsening visual fields (p=0,335). No association was found between patients’ ages and their visual field changes (p=0,719). Conclusion: Data analysis suggests that less patients have worsening visual field when the adherence levels are moderate and high. However, it is not statistically significant (p>0,05). Further full-scale research to follow through this pilot study is recommended to be done to overcome the study’s limitations."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library