Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Newanda Mochtar
"ABSTRAK
Latar belakang: Migren adalah serangan nyeri kepala primer, bersifat spesifik, paroksismal, dengan atau tanpa aura, dengan manifestasi subjektif baik sebelum maupun sesudah serangan, merupakan nyeri kepala tipe kronik dengan gejala rekurensi, menyerang usia produktif dan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja hingga 80%, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan perekonomian dan pendidikan secara global yang mengarah kepada kerugian bagi penderita migren dan institusi tempat penderita migren bersekolah ,bekerja serta dalam kehidupan keluarga penderita. Dengan tingginya angka prevalensi dan disabilitas pada penderita migren, dilain pihak sampai saat ini pengobatan yang tepat terhadap migren belum didapatkan secara maksimal maka diperlukan pendalaman dalam pengobatan maupun pencegahan migren sangat dibutuhkan., dan sampai saat ini belum didapatkan obat yang pasti, baik terhadap pencegahan dan pengobatan, sehingga perlu dikembangkan terapi yang dapat memberikan pertolongan yang lebih akurat pada penderita migren
Tujuan penelitian ini adalah menilai keberhasilan dalam penatalaksanaan migren dalam mengurangi frekuensi serangan, mengurangi intensitas serangan dan mengurangi durasi serangan dari minggu ke-0,ke-4 hingga ke-8. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal dengan kontrol dilakukan terhadap 34 subjek dengan migren yang dialokasikan secara acak kedalam kelompok manual akupunktur (n=17), serta kelompok medikamentosa (n=17). Penilaian menilai frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren yang dinilai pada saat sebelum perlakuan, minggu ke-4 dan minggu ke-8 dari baseline. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah frekuensi (p=0,040), durasi (p=0,012) dan intensitas (p=0,003) serangan migren pada minggu ke-4 dibandingkan dengan medikamentosa. Serata terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah jumlah frekuensi (p=0,029), durasi (p=0,001) dan intensitas (p<0,001) serangan migren pada minggu ke-8. Kesimpulan: Intervensi akupunktur manual dapat menurunkan frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren lebih baik dibandingkan dengan preventif farmakologi asam valproat pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.

ABSTRACT
Background: Migraine is a primary headache attack, specific, paroxysmal, with or without aura, with subjective manifestations both before and after the attack, a chronic type of headache with symptoms of recurrence, attacks at productive age and can cause a decrease in work productivity up to 80%, so that it will affect the quality of life, economic life and education globally which leads to losses for migraine sufferers and institutions where migraine sufferers attend school, work and in the lives of sufferers families. With the high prevalence and disability rates for migraine sufferers, on the other hand, the right treatment for migraine has not yet been obtained to the maximum, it is necessary to deepen the treatment and prevention of migraine is needed, and until now there has been no definitive cure, both for prevention and treatment, so it is necessary to develop therapies that can provide more accurate relief for migraine sufferers. The purpose of this study is to assess the success in managing migraine in reducing the frequency of attacks, reducing the intensity of attacks and reducing the duration of attacks from weeks 0, 4 to 8. Methods: A randomized controlled trial with control was conducted on 34 subjects with migraine who were randomly allocated into the manual group of acupuncture (n = 17), as well as the medicine group (n = 17). The assessment of frequency, duration and intensity of migraine attacks assessed at the time before treatment, at the fourth and eight week from baseline. Results: The results showed there were significant differences between the two groups in the mean number of frequencies (p = 0.040), duration (p = 0.012) and intensity (p = 0.003) of migraine attacks at the fourth week. There were significant differences between the two groups in the average number of frequencies (p= 0.029), duration (p=0.001) and intensity (p<0.001) of migraine attacks at the eight week. Conclusion: Manual acupuncture interventions can reduce the frequency, duration and intensity of migraine attacks better than the use of valproic acid in the fourth and eight week."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Yulita Amirah
"

Tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia saat ini masih tergolong tinggi. Salah satu faktor terbesar pada kecelakaan adalah kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan tingkat kewaspadaan dan respond saat mengemudi. Sehingga diperlukan suatu tindakan untuk mengatasi rasa lelah yang dirasakan, salah satunya adalah mendengarkan musik. Untuk mengetahui pengaruh musik terhadap rasa lelah pengemudi, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui signifikansi nilai kelelahan mengemudi dengan mendengarkan musik (genre Pop) menggunakan metode ANOVA. Penelitian ini dilakukan pada 30 responden dengan rentang usia 20 - 44 tahun, menggunakan Electroenchepalogram (EEG) dan Visual Analogue Scale (VAS). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui persentase penurunan kelelahan yang dipengaruhi oleh musik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa musik berpengaruh signifikan terhadap rasa lelah pengemudi dengan persentase penurunan kelelahan setelah mendengarkan musik mencapai 12% pada kelompok umur 26-44 tahun dan 22% pada kelompok umur 20-25. Penurunan kelelahan secara signifikan terjadi pada level 1 (menit ke 0-5) saat responden pertama kali mendengarkan musik.

 


The current level of traffic accidents in Indonesia is still relatively high. One of the biggest factors in traffic accidents is fatigue. Fatigue can reduce the level of alertness and response while driving. So that it needs a countermeasure to reduce the perceived fatigue, one of it is listening to music. To determine the effect of music on driver fatigue, this study was conducted with the aim of knowing the significance of the value of driving fatigue by listening to music (Pop genre) using the ANOVA method. This study was conducted on 30 respondents with an age range of 20-44 years, using an Electroenchepalogram (EEG) and Visual Analogue Scale (VAS). In addition, this study also aims to determine the percentage decrease in fatigue that is influenced by music. The results of this study indicate that music has a significant effect on driver fatigue with a percentage decrease in fatigue after listening to music reaching 12% in the 26-44 year age group and 22% in the 20-25 age group. The fatigue dropped significantly occurs at level 1 (minute 0-5) when the respondent listen to music.

 

"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Anissa
"Latar belakang: Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi ektoparasit berupa tungau Sarcoptes scabiei var hominis. Transmisi terjadi melalui kontak kulit secara langsung dan kontak dengan fomite. Risiko penularan skabies tinggi di komunitas yang tinggal bersama, contohnya asrama, pondok pesantren, panti jompo, dll. Prinsip tata laksana skabies meliputi penggunaan skabisid untuk pasien dan narakontak secara serempak. Sediaan permetrin merupakan pilihan utama, dengan tingkat kesembuhan 61,1% pada hari ketujuh. Blacksoap® adalah produk sabun yang diakui sebagai pendamping terapi skabies. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai efektivitas dan efek samping penggunaan Blacksoap®.
Tujuan: Membandingkan proporsi kesembuhan skabies dan efek samping pada kelompok yang mendapatkan kombinasi krim permetrin dan Blacksoap® dan kelompok yang mendapatkan kombinasi krim permetrin dan sabun bayi; membandingkan skor VAS gatal dan TEWL sebelum dan sesudah pemberian terapi pada kedua kelompok.
Metode: Sebuah uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Pondok Pesantren Al Islami, Cibinong, Bogor pada September hingga Oktober 2018. Terdapat 78 orang santri yang memenuhi kriteria penelitian, tetapi hanya 69 subjek penelitian (SP) menyelesaikan penelitian. Alokasi kelompok dilakukan secara cluster randomization berdasar tempat tinggal. Kelompok intervensi mendapatkan krim permetrin 5% dan Blacksoap®, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan krim permetrin 5% dan sabun bayi. Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit, skor VAS gatal dan TEWL. Subjek penelitian kemudian di follow-up pada minggu ke-1 dan minggu ke-4 untuk menilai kesembuhan, skor VAS gatal, TEWL, dan efek samping pengobatan. 
Hasil: a minggu pertama lebih rendah dibanding kelompok kontrol (75% vs. 81,1%), proporsi kesembuhan kelompok intervensi pada minggu ke-4 lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (96,9% vs. 91,9%). Tidak terdapat perbedaan bermakna skor VAS gatal pada kelompok intervensi dan kontrol pada minggu ke-1 (p=0,793) dan minggu ke-4 (p=0,123). Tidak terdapat perbedaan bermakna median dan perubahan skor TEWL pada kelompok kontrol dan intervensi pada minggu ke-1 dan minggu ke-4.  Tidak terdapat perbedaan efek samping bermakna pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Efektivitas pengobatan skabies sebanding antara penambahan atau tanpa Blacksoap®. Perbaikan skor VAS dan TEWL, serta efek samping penambahan Blacksoap® sebanding dengan tanpa Blacksoap®.

Background: Scabies is a skin disease due to ectoparasitic infestation in the form of Sarcoptes scabiei var hominis. Transmission occurs through direct skin contact and contact with fomite. The transmission risk is high among communities living together, such as dormitories, boarding schools, nursing homes, etc. The principles of scabies management include the use of scabicide for patients and close contact simultaneously. Permethrin cream is the first line therapy, with a cure rate of 61.1% on the seventh day. Blacksoap® is a soap product which is recognized as an adjuvant to scabies therapy. Until now there has been no research on the effectiveness and side effects of using Blacksoap®.
Objectives: To compare the cure rate of scabies treatment with standard therapy with and without Blacksoap®, to compare itch intensity using visual analogue scale (VAS) score and transepidermal water loss (TEWL) score before and after receiving therapy between two groups, and to evaluate the side effects of the therapy.
Methods: A single-blind randomized controlled trial was conducted in Cibinong, Bogor, from September to October 2018. A total of 78 students were eligible for the study's criteria. In the end, there were only 69 samples finished the study. Cluster randomization was done to allocate the samples. Intervention group obtained standard therapy and Blacksoap®, meanwhile control group obtained standard therapy and baby soap. Skin scrapings, pruritus VAS score and TEWL score were assessed. Follow up was done on 1st and 4th week to assess the cure rate, pruritus VAS score, TEWL score and the side effect of therapy.
Results: The cure rate of intervention group was lower compared to that of control group on the first week (75% vs. 81,1%). The cure rate of intervention group is higher compared to that of control group on the fourth week (96,9% vs. 91,9%).  There is no significant difference of pruritus VAS score and TEWL score between two groups on the first and fourth week. There is no significant difference of side effects between two group on the first and forth week.
Conclusion: The effectiveness of scabies treatment was similar between standard therapy with or without Blacksoap®. Decrease of VAS, TEWL score and side effects were similar between two groups on the first and fourth week.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Newanda Mochtar
"ABSTRAK
Latar belakang:Migren adalah serangan nyeri kepala primer, bersifat spesifik,
paroksismal, dengan atau tanpa aura, dengan manifestasi subjektif baik sebelum
maupun sesudah serangan, merupakan nyeri kepala tipe kronik dengan gejala rekurensi,
menyerang usia produktif dan dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja hingga
80%, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup dan kehidupan perekonomian dan
pendidikan secara global yang mengarah kepada kerugian bagi penderita migren dan
institusi tempat penderita migren bersekolah ,bekerja serta dalam kehidupan keluarga
penderita. Dengan tingginya angka prevalensi dan disabilitas pada penderita migren,
dilain pihak sampai saat ini pengobatan yang tepat terhadap migren belum didapatkan
secara maksimal maka diperlukan pendalaman dalam pengobatan maupun pencegahan
migren sangat dibutuhkan., dan sampai saat ini belum didapatkan obat yang pasti, baik
terhadap pencegahan dan pengobatan, sehingga perlu dikembangkan terapi yang dapat
memberikan pertolongan yang lebih akurat pada penderita migren
Tujuan penelitian ini adalah menilai keberhasilan dalam penatalaksanaan migren dalam
mengurangi frekuensi serangan, mengurangi intensitas serangan dan mengurangi durasi
serangan dari minggu ke-0,ke-4 hingga ke-8. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal
dengan kontrol dilakukan terhadap 34 subjek dengan migren yang dialokasikan secara
acak kedalam kelompok manual akupunktur (n=17), serta kelompok medikamentosa
(n=17). Penilaian menilai frekuensi, durasi dan intensitas serangan migren yang dinilai
pada saat sebelum perlakuan, minggu ke-4 dan minggu ke-8 dari baseline. Hasil: Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna antara kedua kelompok pada
rerata jumlah frekuensi (p=0,040), durasi (p=0,012) dan intensitas (p=0,003) serangan
migren pada minggu ke-4 dibandingkan dengan medikamentosa. Serata terdapat
perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok pada rerata jumlah jumlah frekuensi
(p=0,029), durasi (p=0,001) dan intensitas (p<0,001) serangan migren pada minggu ke-
8. Kesimpulan: Intervensi akupunktur manual dapat menurunkan frekuensi, durasi dan
intensitas serangan migren lebih baik dibandingkan dengan preventif farmakologi asam
valproat pada minggu ke-4 dan minggu ke-8.

ABSTARCT
Migraine is a primary headache attack, specific, paroxysmal, with or without aura, with subjective manifestations both before and after the attack, a chronic
type of headache with symptoms of recurrence, attacks at productive age and can cause a decrease in work productivity up to 80%, so that it will affect the quality of life, economic life and education globally which leads to losses for migraine sufferers and
institutions where migraine sufferers attend school, work and in the lives of sufferers
families. With the high prevalence and disability rates for migraine sufferers, on the
other hand, the right treatment for migraine has not yet been obtained to the maximum,
it is necessary to deepen the treatment and prevention of migraine is needed, and until
now there has been no definitive cure, both for prevention and treatment, so it is
necessary to develop therapies that can provide more accurate relief for migraine
sufferers. The purpose of this study is to assess the success in managing migraine in
reducing the frequency of attacks, reducing the intensity of attacks and reducing the
duration of attacks from weeks 0, 4 to 8. Methods: A randomized controlled trial with
control was conducted on 34 subjects with migraine who were randomly allocated into
the manual group of acupuncture (n = 17), as well as the medicine group (n = 17). The
assessment of frequency, duration and intensity of migraine attacks assessed at the time
before treatment, at the fourth and eight week from baseline. Results: The results
showed there were significant differences between the two groups in the mean number
of frequencies (p = 0.040), duration (p = 0.012) and intensity (p = 0.003) of migraine
attacks at the fourth week. There were significant differences between the two groups in
the average number of frequencies (p= 0.029), duration (p=0.001) and intensity
(p<0.001) of migraine attacks at the eight week. Conclusion: Manual acupuncture
interventions can reduce the frequency, duration and intensity of migraine attacks
better than the use of valproic acid in the fourth and eight week."
2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Rahmawaty
"ABSTRAK
Latar Belakang: Persalinan merupakan suatu proses fisiologis, namun berkaitan
dengan nyeri dan rasa tidak nyaman. Selain itu induksi persalinan merupakan suatu
intervensi dari luar terhadap proses alami kehamilan sehingga menginisiasi terjadinya
kontraksi uterus dan dilatasi serviks Saat ini belum ada studi yang membandingkan
nyeri persalinan spontan dan nyeri induksi persalinan.
Tujuan: Mengetahui perbedaan nyeri persalinan spontan dan nyeri induksi
persalinan pada kala I dengan his 2-3 kali dalam 10 menit dan lama his 20-40 detik,
kala I dengan his 4 kali dalam 10 menit dan lama his lebih dari 40 detik, kala IV dan
satu hari pasca persalinan.
Metode: Penelitian dengan desain kohort prospektif membandingkan 50 ibu
persalinan spontan dan 50 ibu yang menjalani induksi persalinan sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel didapatkan dari RS Cipto Mangunkusumo dan
RS jejaring lainnya periode Juli 2013- September 2013. Intensitas nyeri dinilai
dengan Visual Analogue Scale. pada persalinan spontan dan induksi persalinan .
Perbandingan data antara dua kelompok dianalisis dengan uji Mann-Whitney
Hasil : Didapatkan skor nyeri ibu dengan persalinan spontan dibandingkan induksi
persalinan pada kala I his 2-3x/10 menit lama his 20-30 detik (5,00 vs 6,00, nilai
tengah semu 38,36 vs 62,64, p <0,001), saat kala I his 4x/10 menit lama his lebih
dari 40 detik (10,00 vs 10,00, nilai tengah semu 45,50 vs 55,50, p= 0,013), kala IV
(1,00 vs 1,00, nilai tengah semu 44,53 vs 56,48, p 0,020). Sedangkan pada skor nyeri
ibu satu hari pasca persalinan didapatkan nilai median yang lebih tinggi pada skor
nyeri pasien dengan persalinan spomtan dan induksi persalinan (1,00 vs 0,00, nilai
tengah semu 46,00 vs 55,00, p=0,072) nilai p > 0,05 menunjukkan tak ada perbedaan
bermakna.
Kesimpulan : Persalinan induksi lebih nyeri dibandingkan persalinan spontan pada
kala I dengan his 2-3 kali dalam 10 menit dan lama his 20-40 detik, kala I his lebih
dari 4x /10 menit lama his lebih dari 40 detik dan kala IV. Pada penilaian satu hari
pasca persalinan, tidak ada perbedaan bermakna secara statistik pada ibu persalinan
spontan dengan induksi persalinan

ABSTRAK
Background:Childbirth is a physiological process, but associated with pain and
discomfort. In addition, the induced labor is an external stimulation for the natural
process of pregnancy as to initiate uterine contractions and cervical dilation.
Currently no studies comparing the pain between spontaneous labor and induced
labor .
Objectives:Knowing the difference in spontaneous labor pain and induced labor pain
during 2-3 times in 10 minutes of contractions within 10 minutes in the first stage was
20-40 seconds length of contractions,4 times of contractions in the first stage wich
was more than 40 seconds length of contraction,in the fourth stage of labor and one
day after the birth.
Methods: An analytical cohort study, with 50 women undergoing spontaneous labor
and compared with 50 women undergoing induced labor, accordance with the
inclusion and exclusion criteria. Samples obtained from Cipto Mangunkusumo and
others networking hospital period July 2013 - September 2013. The Pain intensity in
spontaneous labor and induced labor was assessed by Visual Analogue Scale.
Comparison of data between the two groups were analyzed with the Mann-Whitney
test
Results:
Obtained pain scores by VAS compared to women with spontaneous labor
and induction of labor respectively, in the first stage with contraction 2-3 times in
10 minutes with 20-40 seconds length of contraction (5.00 vs 6.00, mean rank 38.36
vs. 62.64 , p <0.001) , in the first stage with contractions 4 time in 10 minutes more
than 40 seconds length of contraction (10.00 vs. 10.00,mean rank 45.50 vs 55.50, p =
0.013), fourth stage of labor (1.00 vs. 1.00 , mean rank 44.53 vs. 56.48, p 0.020).
While the pain score on one day after the birth (1.00 vs 0.00 , mean rank 46.00 vs.
55.00 , p 0,072).
Conclusion: Induced labor more painful than spontaneous labor in the first stage
with contraction 2-3 times in 10 minutes with 20-40 seconds length of contraction, the
first stage with contractions 4 time in 10 minutes more than 40 seconds length of
contraction and at the fourth stage of labor. On one day after the birth assessment,
there was no statistically significant difference at spontaneous labor pain compared
with induced labor pain."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aninda Marina
"Latar belakang: Skabies adalah penyakit kulit akibat infestasi ektoparasit berupa tungau
Sarcoptes scabiei var hominis. Skabies menimbulkan ketidaknyamanan karena
menimbulkan lesi yang sangat gatal, menyebabkan penderita sering menggaruk dan
mengakibatkan infeksi sekunder terutama oleh Streptococcus pyogenes dan
Staphylococcus aureus. Prinsip tata laksana skabies impetigenisata meliputi penggunaan
skabisid dan antibiotik untuk pasien dan narakontak. Sediaan permetrin merupakan pilihan
utama, dengan antibiotik sistemik atau topikal untuk infeksi sekunder bakterial. Asam
Fusidat 2% merupakan antibiotik topikal pilihan pertama yang dianjurkan untuk lesi infeksi
terbatas. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai efektivitas kombinasi krim
permetrin 5% dan krim asam fusidat 2% untuk skabies impetigenisata.
Tujuan: Membandingkan efektifitas kombinasi krim permetrin 5% dan krim asam fusidat
2% dengan krim permetrin 5% dan plasebo; membandingkan skor VAS nyeri, Vas gatal
dan efek samping sebelum dan sesudah pengobatan pada kedua kelompok; melihat peta
kuman dan biakan dari skabies impetigenisata
Metode: Sebuah uji klinis acak tersamar ganda dilakukan di Pondok Pesantren Al Islami,
Cibinong, Bogor dan Pondok Pesantren Gaza Al-Islami Bogor pada September hingga
Oktober 2018 dan Maret 2020. Terdapat 41 orang santri yang memenuhi kriteria penelitian,
tetapi hanya 40 subjek penelitian (SP) menyelesaikan penelitian. Alokasi kelompok
dilakukan secara acak mengikuti tabel randomisasi. Kelompok intervensi mendapatkan
krim permetrin 5% dan krim asam fusidat 2%, sedangkan kelompok kontrol mendapatkan
krim permetrin 5% dan plasebo. Dilakukan pemeriksaan kerokan kulit, apusan Gram,
biakan, skor VAS gatal dan VAS nyeri. Subjek penelitian kemudian di follow-up pada hari
ke-7 dan ke-14 untuk menilai kesembuhan, skor VAS gatal, VAS nyeri dan efek samping
pengobatan.
Hasil: Efektivitas kesembuhan kelompok intervensi pada hari ke-7 lebih tinggi dibanding
kelompok kontrol (80% vs. 35%). Efektivitas kesembuhan kelompok intervensi pada hari
ke-14 lebih tinggi dibanding kelompok kontrol (95% vs. 35%) yang bemakna secara
statistik (p=<0.001) dan relative risk hari ke-14 adalah 2,714. Terdapat perbedaan
bermakna median selisih skor VAS gatal pada kelompok intervensi dibandingkan
kelompok kontrol setelah pengobatan (p=0,040) dan median selisih skor VAS nyeri
(p=0,035). Bakteri tersering ditemukan adalah Staphylococcus aureus diikuti dengan
bakteri Gram-negatif.Tidak terdapat perbedaan efek samping bermakna pada kedua
kelompok.
Kesimpulan: Pengobatan skabies impetigenisata dengan krim pemetrin 5% dan krim asam
fusidat 2% lebih efektif dibandingkan krim permetrin 5% dan plasebo. Perbaikan skor VAS
nyeri dan Vas Gatal dan tidak terdapat efek samping. Bakteri tersering merupakan
Staphylococcus aureus diikuti dengan bakteri Gram-negatif.

Background: Scabies is a skin disease due to ectoparasitic infestation in the form of
Sarcoptes scabiei var hominis. Scabies causes discomfort, and it causes very itchy lesions,
causing patients to often scratch and result in secondary bacterial infections, especially by
Streptococcus pyogenes and Staphylococcus aureus. The principles of management of
impetiginized scabies include the use of scabicidal and antibiotics for patients and
surrounding people. Permethrin 5% is the first-line treatment, combined with systemic or
topical antibiotics for secondary bacterial infections. Fusidic Acid 2% is the first-line
topical antibiotic recommended for limited infection. There has been no research on the
effectiveness of a combination of permethrin 5% cream and fusidic acid 2% cream for the
treatment of impetiginized scabies
Objectives: Comparing the effectiveness of a combination permethrin 5% cream and
fusidic acid 2% cream with 5% permethrin cream and placebo; comparing VAS pain and
VAS itchy scores, side effects before and after treatment in both groups; Displaying the
germs map of germs and cultures of impetiginized scabies
Methods: A double-blind, randomized clinical trial was carried out at Al-Islamic Boarding
School at Cibinong Bogor and Gaza Al-Islamic Boarding School at Bogor in September to
October 2018 and March 2020. Forty-one students met the study criteria, but only 40
research subjects complete research. Group allocations are carried out randomly following
a randomization table. The intervention group received permethrin 5% cream and fusidic
acid 2% cream, while the control group received permethrin 5% cream and placebo. Skin
scrapings, Gram smears, and cultures were examined. VAS itch and pain were also
examined. The study subjects were followed up on days 7 and 14 to assess healing, VAS
itch and pain, and side effects of treatment.
Results: Healing effectiveness of the intervention group on day 7 was higher than in the
control group (80% vs. 35%). The effectiveness of the intervention group healing on the
14th day was higher than the control group (95% vs. 35%), which was statistically
significant (p = <0.001), and the relative risk of the 14th day was 2,714. There was a
significant difference in median difference in itching VAS score in the intervention group
compared to the control group after treatment (p = 0.040) and median difference in pain
VAS score (p = 0.035). The most common bacterium found was Staphylococcus aureus
followed by Gram-negative bacteria. There were no significant differences in side effects
in the two groups.
Conclusion: The treatment of impetiginized scabies with permethrin 5% cream and fusidic
acid 2% cream is more effective than permethrin 5% cream and placebo. Improved VAS
score for pain and itch with no side effects. The most common bacterium is Staphylococcus
aureus followed by Gram-negative bacteria.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Jessyca
"Tujuan: Mengetahui perbedaan persepsi antara ortodontis dengan masyarakat awam serta pria dengan wanita dalam menilai hasil perawatan hipodonsia insisif lateral rahang atas bilateral. Metode penelitian: Bentuk, warna, dan tepi gingiva gigi insisif lateral rahang atas bilateral dimodifikasi secara digital sebagai simulasi hasil perawatan hipodonsia insisif lateral rahang atas bilateral. Ketiga foto hasil modifikasi dilampirkan pada kuesioner berbasis digital lalu dinilai oleh 100 ortodontis dan 100 masyarakat awam, terdiri dari 100 pria dan 100 wanita. Penilaian dilakukan dengan metode Visual Analogue Scale (VAS) dan uji statistik dilakukan dengan uji-t tidak berpasangan. Hasil: Perbedaan bermakna secara statistik ditemukan pada persepsi ortodontis dan masyarakat awam terhadap foto perawatan dengan substitusi kaninus tanpa rekonturing dan foto perawatan dengan protesa. Kesimpulan: Ortodontis dan masyarakat awam memiliki persepsi yang berbeda terhadap hasil perawatan hipodonsia insisif lateral rahang atas bilateral, sedangkan jenis kelamin tidak mempengaruhi persepsi terhadap hasil perawatan hipodonsia insisif lateral rahang atas bilateral.

Objectives: This study aimed to compare the perception of Indonesian orthodontists and laypeople as well as men and women to the treatment of bilateral upper lateral incisor hypodontia. Methods: Shape, color, and gingival margin of bilateral upper lateral incisor were digitally modified as a simulation of bilateral upper lateral incisor hypodontia treatment result. Three modified photos were presented in a digital-based questionnaire and assessed by 100 orthodontists and 100 laypeople, consisting of 100 men and 100 women. The assessment was done using Visual Analogue Scale (VAS) and unpaired t-test was used to process the data. Results: Statistically significant differences were found between the perception of orthodontists and laypeople to the treatment utilizing canine substitution without recontouring, along with the treatment using prosthesis. Conclusions: Orthodontists and laypeople have different perceptions to the treatment results of bilateral upper lateral incisor hypodontia, while gender does not affect the perception to the treatment results.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Danar Lukman Akbar
"Pendahuluan: Spondilitis tuberkulosis menempati 50% tuberkulosis tulang. Penyakit ini menyebabkan nyeri, masalah neurologis dan deformitas kifosis. Visual analogue scale (VAS), Frankel grade, sudut Cobb dan fusi merupakan luaran klinis dan radiologis yang dapat dievaluasi. Loss of correction (LOC) dapat terjadi setelah koreksi deformitas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi VAS, Frankel grade, sudut Cobb sebelum dan sesudah koreksi deformitas, serta fusi dan LOC yang terjadi.
Metode: Desain studi potong lintang pada 13 anak penderita spondilitis tuberkulosis yang menjalani koreksi deformitas, debridemen, stabilisasi dan fusi selama 2015-2020 di RS Cipto Mangunkusumo. VAS dan Frankel grade diperoleh sebelum operasi dan saat follow-up minimal 12 bulan setelah operasi. Sudut Cobb diperoleh sebelum operasi, sesudah operasi dan saat follow-up minimal 12 bulan setelah operasi. LOC dihitung dari sudut sesudah operasi dengan saat follow-up. Fusi dievaluasi dengan klasifikasi Christensen.
Hasil: Perbaikan VAS signifikan (p=0,001) dari 8 (2-9) menjadi 0 (0-1). Perbaikan Frankel grade signifikan (p=0,026). Perbaikan sudut Cobb signifikan (p=0.046) dari 33,94 (12,43-100,78) menjadi 15,8 (4,0-55,74). Sebelas pasien terjadi fusi. Dua pasien doubtful fusion. Terjadi LOC pada berbagai kelompok usia
Diskusi: Koreksi deformitas menjadikan spine stabil, mengurangi kompresi, perbaikan nyeri, aliran darah, fungsi neurologis, sudut Cobb. Cincin apofisis tulang belakang tidak semua rusak. Apofisis yang intak menambah progresifitas kifosis. Terjadinya LOC di berbagai fase pertumbuhan bersamaan dengan proses fusi.
Kesimpulan: Terjadi perbaikan VAS, Frankel grade dan sudut Cobb setelah koreksi deformitas. LOC muncul pada semua fase pertumbuhan.

Introduction: Tuberculous spondylitis accounts for 50% bone tuberculosis causing pain, neurological problem and kyphotic deformity. Visual analogue scale (VAS), Frankel grade, Cobb’s angle and fusion evaluated as clinical and radiological outcome postoperatively. Loss of correction (LOC) may happen after correction. This study aims to evaluate VAS, Frankel grade, Cobbs’s angle before and after deformity correction, also fusion and LOC.
Methods: Cross-sectional study conducted in 13 children with tuberculous spondylitis underwent deformity correction, debridement, stabilization and fusion during 2015-2020 at Cipto Mangunkusumo Hospital. VAS and Frankel grade taken before and at least 12 months after surgery. Cobb’s angle taken before, after surgery and at latest follow-up. LOC measured from postoperative and latest follow-up x-ray. Fusion evaluated using Christensen classification.
Results: VAS significantly decreased (p=0,001) from 8 (2-9) to 0 (0-1). Frankel grade significantly improved (p=0,026); six (46.2%) subjects showed neurological improvement, the other six already Frankel E and one (7.7%) showed no improvement. Cobb’s angle significantly decreased (p=0,046) from 33,94 (12,43-100,78) to 15,8 (4,0-55,74). Fusion in 11 patients. Doubtful fusion in 2 patients. LOC may happen in all age.
Discussion: Deformity correction produces stable spine, reduces compression, decreases pain, improves blood flow and neurological function. Not all apophyseal ring destructed. Intact part of apophyseal ring increase kyphosis. LOC happen in all growth phase simultaneously with fusion process.
Conclusion: VAS, Frankel grade and Cobb's angle improved after deformity correction. LOC appear at all phase of growth.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binar Sasono
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan terprogram dengan telerehabilitasi di rumah pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut terhadap skor visual analogue scale, indeks massa tubuh dan WOMAC. Penelitian ini adalah penelitian pre-post study pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut. Subjek penelitian melakukan serangkaian program latihan di rumah selama 28 hari. Sebelum program, terdapat penilaian awal dari psikolog dan ahli gizi. Selama program, terdapat teleedukasi, telemonitoring dan telekonsultasi dari dokter. Jumlah subjek penelitian sebesar 26 subjek perempuan. Skor visual analogue scale mengalami penurunan signifikan secara statistik pada setiap minggunya, hingga akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Skor indeks massa tubuh mengalami penurunan signifikan secara statistik pada akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Skor WOMAC mengalami penurunan signifikan secara statistik pada akhir minggu keempat dibandingkan dengan sebelum intervensi (p<0,001). Analisis lebih lanjut pada seluruh komponen WOMAC pada kelompok intervensi meliputi nyeri, kaku dan fungsi fisik juga menunjukkan penurunan yang signifikan secara statistik (p<0,001). Latihan terprogram dengan telerehabilitasi di rumah terbukti secara statistik menurunkan skor visual analog scale, indeks massa tubuh dan WOMAC pada pasien obesitas dengan osteoartritis lutut.

This study aims to determine the effectiveness of programmed exercise with telerehabilitation at home in obese patients with knee osteoarthritis on visual analogue scale scores, body mass index and WOMAC. This research is a pre-post study in obese patients with knee osteoarthritis. Research subjects performed a series of exercise programs at home for 28 days. Before the program, there is an initial assessment from a psychologist and nutritionist. During the program, there is teleeducation, telemonitoring and teleconsultation from doctors. The number of research subjects was 26 female subjects. Visual analogue scale scores decreased statistically significantly every week, until the end of the fourth week compared to before the intervention (p<0.001). Body mass index scores decreased statistically significantly at the end of the fourth week compared to before intervention (p<0.001). WOMAC scores decreased statistically significantly at the end of the fourth week compared to before intervention (p<0.001). Further analysis of all WOMAC components in the intervention group including pain, stiffness and physical function also showed a statistically significant decrease (p<0.001). Programmed exercise with telerehabilitation at home has been statistically proven to reduce visual analog scale scores, body mass index and WOMAC in obese patients with knee osteoarthritis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>