Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silalahi, Robert P.
Abstrak :
Hubungan kemitraan kota (Municipal International Cooperation) dalam bentuk Sister City telah berkembang pesat di mancanegara, demikian juga di Indonesia. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1992 menekankan agar hubungan kemitraan kota dapat dimanfaatkan untuk turut memacu pembangunan kota 1 daerah. Namun disisi lain, hubungan kemitraan kota' belum dikenal dan dipahami secara luas, bahkan hanya terbatas pada sebagian jajaran pemerintahan, khususnya Departemen Dalam Negeri dan pemerintah kota/daerah. Seyogianya hubungan kemitraan kota idealnya dilaksanakan secara sinerji antar instansi pemerintah (sektor) dan antara pemerintah dengan masyarakat. Berhubung hal-ikhwal kemitraan kota belum cukup memasyarakat maka pelaksanaannya belum dapat mencapai hasil yang optimal dan manfaatnya masih sulit diukur secara kuantitatif dan bahkan sementara pihak menganggap hubungan kemitraan kota tidak membawa manfaat. Tesis ini bertujuan untuk membuka wawasan mengenai hubungan kemitraan kota, dengan mengulas latar belakang pertumbuhan dan perkembangan sister city selama empat dasawarsa serta berbagai manfaat yang dapat diraih melalui suatu hubungan kemitraan kota yang dikelola secara baik. Studi kasus (focus dan locus) tesis ini adalah salah satu aspek pelayanan perkotaan (urban services) yaitu kegiatan pengelolaan sampah oleh Pemerintah DKI Jakarta (d h. i. Dinas Kebersihan DKI Jakarta) yang telah memanfaatkan bantuan Kotapraja Rotterdam dalam kerangka kerjasama kemitraan kota (sister city) untuk meningkatkan kinerja, sehingga hasil usaha dan kerja keras Dinas Kebersihan didukung oleh partisipasi masyarakat telah berhasil membawa DKI Jakarta menjadi "Kota Adipura", bahkan Jakarta Pusat menerima penghargaan "Adipura Kencana" untuk kedua kalinya disamping penghargaan Neraca Kualitas Lingkungan Hidup (DIKED) dan Piagam Prokasih bagi DKI Jakarta. Tesis ini meneliti tiga aspek dalam kinerja Dinas Kebersihan dengan menggunakan "Analisis Pengukuran Kinerja" (measuring performance). Terbukti, dengan adanya bantuan Rotterdam dalam rangka kemitraan kota di bidang pengelolaan sampah telah dapat mendorong kinerja Dinas Kebersihan untuk meningkatkan faktor Ekonomis, Efisiensi dan Efektivitas kinerja pengelolaan sampah. Dengan pembuktian ini, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan kemitraan kota (sister city) memberi dampak positif dalam upaya meningkatkan pelayanan perkotaan (urban services). Oleh sebab itu Pemerintah perlu memberi perhatian yang lebih besar terhadap fenomena hubungan kemitraan kota di Indonesia baik melalui piranti lunak berupa ketentuan perundangan yang dapat menciptakan suasana kondusif jugs melalui bimbingan dan dorongan agar kegiatan tersebut benar-benar bermanfaat dalam upaya mendorong percepatan pembangunan kota dan daerah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Husni Thamrin
Abstrak :
ABSTRAK
Secara teoritis, pertumbuhan kota menuntut adanya pertumbuhan pelayanan perkotaan yang memadai. Namun kenyataannya tidaklah selalu demikian. Dengan mencurahkan perhatian pada sektor air minum, studi ini dilakukan di Palembang. Dijumpai persoalan distribusional yang tidak merata. Persoalan distribusional berkaitan erat dengan persoalan kebijakan. Dari sisi institusional, dipahami bahwa dinamika kebijakan tidaklah terjadi dalam ruangan yang hampa. Dalam arti, kebijakan pada akhirnya merupakan hasil interaksi di antara para aktor yang terlibat di dalamnya. Dengan pemahaman demikian, studi ini dilakukan.

Pokok persoalan yang diamati diarahkan pada interaksi antara PDAM dengan aktor regulatornya, sumber daya yang dimiliki, hubungan pertukaran dan dependenci antara PDAM dan aktor regulatornya, serta "rules of the game" yang ada.

Kerangka hirarki kebijakan Bromley digunakan untuk melihat berbagai kebijakan formal yang berlaku mengenai perair minuman, baik dalam lingkup nasional maupun daerah. Untuk menganalisis "regulatory relationship", terutama interaksi PRAM dan aktor regulatornya, serta "rules of the game" yang diterapkan, digunakan konsep "dependence-power" dari Rhodes.

Hasil studi memperlihatkan bahwa selain Pemda Tingkat II Palembang, terdapat aktor regulator lainnya, yakni Depdagri dan Departemen PU, yang dimungkinkan berdasarkan peraturan yang ada untuk melakukan pembinaan terhadap PDAM. Namun dari hasil studi terlihat pula bahwa PDAM Tirta Musi dengan penguasaannya atas sejumlah sumber daya organisasi memiliki posisi yang relatif kuat. Dijumpai adanya mutually dependence di antara para aktor (termasuk PDAM).

"Rules of the game" yang disepakati bersama terutama dalam hubungan antara pemda sebagai pemilik dengan PDAM terdiri dari aturan normatif dan pragmatis. Aturan normatif meliputi perluasan jangkauan distribusi pelayanan, dan peningkatan efisiensi pengelolaan; dan aturan pragmatis meliputi legitimate sphere of

action, depalitized issue, dan mutual understanding and accomodation. Dengan posisinya yang kuat PDAM terlibat penuh dalam penulisan ketentuan, terutama pada lingkup daerah. Dalam beberapa hal, karena PDAM dianggap lebih mengetahui persoalan di lapangan, fleksibilitas penerapan aturan menjadi mungkin.

Studi ini juga membuktikan tesis Rhodes, bahwa pemerintah pusat memiliki power yang kuat dalam menetapkan suatu kebijakan, namun tidak dalam implementasi kebijakan. Kesimpulan penting lainnya, terlihat bagaimana masyarakat tidak termasuk dalam jaringan kebijakan, sehingga pada akhirnya pelayanan pada self-interest organization menjadi mungkin. Kalaupun terdapat kesamaan dengan kepentingan masyarakat, boleti jadi hal ini hanya kebetulan belaka.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedy Fitriawan
Abstrak :
Perkembangan daerah terbangun di Indonesia khususnya di Pulau Jawa, terus meningkat dalam beberapa dekade. Sumbangan sektor ekonomi yang dominan dan pesat di daerah perkotaan telah memicu masyarakat untuk hidup dan berkegiatan di wilayah kota, bahkan berkembang hingga di luar batas administrasi kota. Sumbangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk tersebut mengakibatkan berkembangnya kawasan-kawasan baru di sekitar pusat kota dan di sepanjang jaringan transportasi menjadi kota-kota satelit atau aglomerasi penduduk yang maju, strategis serta memiliki fasilitas dan sarana-prasarana yang lengkap. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan proses dan intensitas perubahan penggunaan tanah menjadi daerah terbangun di Wilayah Cirebon yang dibagi menjadi 3 kategori; tinggi, sedang dan rendah, sementara faktor-faktor yang mempengaruhinya dianalisis dengan menggunakan regresi logistik. Peran kebijakan pemerintah kota/kabupaten dalam perkembangan daerah terbangun dianalisis dengan membandingkan pola perkembangan hirarki pusat pelayanan dengan perencanaan tata ruang. Dari 45 kecamatan yang dianalisis, intensitas tinggi ditemukan di 7 kecamatan, intensitas sedang di 18 kecamatan dan intensitas rendah di 20 kecamatan. Proses perubahan penggunaan tanah menjadi daerah terbangun berasal dari persawahan, evolusi dari hutan menjadi tanah terbuka, tegalan/kebun, serta semak belukar, dengan persebaran terdapat di pinggiran kota hingga ke arah barat mengikuti jalur pantura. Faktor pengaruh signifikan adalah ketinggian, lereng, jarak dari pusat kota (Cirebon), jarak dari pusat kabupaten (Sumber), hirarki pusat pelayanan, dan kerapatan jalan. Sementara itu, kebijakan pemerintah Kota Cirebon sebagai pusat pelayanan utama dan pengendali arah pembangunan diidentifikasi sebagai faktor kebijakan dominan yang mendorong perubahan penggunaan tanah. ...... The expansion of developed areas in Indonesia especially in Java, continues to increase remarkably in recent decades. Dominant and rapid economic contributions in urban areas has encourage the people e.g. workers to live and undertake activities in the surrounding region, even beyond the limits of the city administration. Thus the economic contribution and the populations growth of urban areas has fueled the growth of new areas along the transportation corridors to form strategic satellite cities. This study aims to explain the changes and intensity of various land use types in Cirebon Region into developed areas were grouped into three categories; high, medium and low, while the influencing factors was analysed by logistic regression. The role of goverment in advancing the developed areas was analysed by comparing the shifting patterns of economic sectors and the hierarchical development of service centers with the spatial planning, of cities and districts. Of 45 sub-districts subjected to the analysis, high intensity was identified from 7 sub-districts, medium intensity was identified from 18 sub-districts, and low intensity was identified from 20 sub-districts. Land use changes originated from paddy fields, and evolving forests into bare land, orchards and bushes. They occured along the suburban areas, moving towards the west along the Pantura transportation corridors. Significant influencing factors were altittude, slope factor, the distance from city nuclea (Cirebon), the distance from district nuclea (Sumber), the central place hierarchy, and road density. Meanwhile, the governmental policy of Cirebon Municipality as the main service center and controller of development direction was identified as the dominant policy factor that induced the land use changes in the region.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
T42359
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library