Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siagian, Ferdinand Tumidi
Abstrak :
persaingan dalam bidang usaha asuransi, manajemen membutuhkan data perhitungan biaya per jasa yang ditawarkan yang akurat, untuk dapat melakukan pengambilan keputusan yang tepat. Dengan menggunakan metode penghitungan biaya yang terdistorsi akan dapat menyebabkan kesalahan yang berakibat fatal bagi perusahaan. Penulisan ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai sistem penghitungan biaya dengan ABC dan melihat kemungkinan penerapannya dalam perusahaan. Metode penelitian yang digunakan adalah kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan tanya jawab, wawancara, dan pengumpulan data-data tertulis. ABC merupakan sistem penghitungan biaya yang didasarkan kepada suatu pandangan bahwa suatu produk yang dihasilkan mengkonsumsi aktivitas-aktivitas, dan aktivitas-aktivitas ini mengkonsumsi sumber daya. Karena itu, pengalokasian atau pembebanan suatu biaya tidak langsung ke produk, harus didasarkan pada aktivitas yang dikonsumsi oleh produk tersebut. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa PT X yang selama ini belum melakukan penghitungan terhadap biaya per unit dari produk-produknya, perlu melakukan penghitungan tersebut di atas. Dan atas dasar penelitian ini, penulis menyarankan untuk mencoba menerapkan ABC dalam melakukan penghitungan unit cost dari produknya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18691
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Ayu Ika Kumala Dewi
Abstrak :
Biaya perawatan Cost Of Treatment adalah perhitungan biaya terkaitbiaya langsung dan biaya tidak langsung yang dibutuhkan untuk melakukanperawatan dan atau tindakan layanan kesehatan per layanan penyakit terhadappasien yang sesuai dengan clinical pathway dari penyakit tersebut. Rumah sakitsebagai penyelengara pelayanan kesehatan menjadi kewajiban untuk memberikanpelayanan yang adil dan bermutu bagi masyarakat. Menghitung unit cost layanankesehatan sangat sangat diperlukan untuk mengetahui besaran biaya riil yangdibutuhkan untuk suatu produk layanan. Dengan menghitung unit costberdasarkan clinical pathway adalah alat untuk mencapai pelayanan yangberkualitas dan efisien.Di Rumah Sakit Ari Canti kasus DHF merupakan kasus non bedahtertinggi dan merupakan 10 kasus terbanyak pada tahun 2016. Permasalahan yangterjadi sebelumnya adalah belum adanya unit cost berdasarkan data riil rumahsakit yang menyebabkan kendala dalam kebijakan yang membutuhkanperhitungan biaya dalam keputusan tersebut, antara lain penentuan tarif, negosiasidengan pihak ketiga dan lain sebagainya. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui cost of treatment DHF murni kelas III Di Rumah Sakit Ari Canti,serta lebih jauh mengetahui gambaran biaya di unit produksi maupun di unitpenunjang.Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional. Metode analisis biaya adalah dengan metode Activity based costinguntuk unit produksi dan simple distribution untuk unit penunjang. Data yangdigunakan adalah data sekunder dari bagian unit produksi terkait dan unitixUniversitas Indonesiapenunjang ruah sakit tahun 2017. Dari hasil penelitian didapatkan COT adalahRp. 1,654,884.68. UC actual RP. 1,358,859.68 dan UC simple distribution Rp.296.025.COT adalah Rp. 1.654.884,68. Biaya Sumber daya di IGD yaitu perawatdan jasa dokter menghabiskan porsi biaya 73,77 dari keseluruhan sumber dayayang dibutuhkan di IGD, di laboratorium porsi biaya SDM sekitar 9 dan dirawat inap sebesar 40,9 untuk biasa jasa medis dokter dan perawat .Khususnya di IGD menggambarkan kondisi yang belum efisien antara jumlahpegawai yang harus dibiayai dengan beban kerja yang ditanggung atau outputyang dihasilkan sehingga biaya yang dibebankan kepada pasien menjadi tinggi.Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk rumahsakit dalam penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan mengenai tarif dannegosiasi dengan pihak external lainnya.Kata Kunci : Cost Of treatment, DHF, biaya satuan ......Cost of Treatment is a cost calculation of the direct and indirect costsrequired to perform the care of performing treatment and or health caremeasures per patient disease service in accordance with the clinical pathway ofthe disease. Hospitals as health service providers must be provide a righteous andquality service for the community. Calculating unit cost of health services is verynecessary to know the real cost value needed for a service product. By calculatingunit cost based on the clinical pathway is a tool to achieve quality and efficientservice.In Ari Canti Hospital, DHF case is the highest non surgical case and isthe top 10 cases in 2016. The problem that happened while the absence of unitcost based on real hospital data causing obstacles in the policy that require costcalculation in the decision, among others rate determination, negotiation withthird parties and others. The purpose of this research is to know the cost oftreatment of DHF class III At Ari Canti Hospital, and further to know thedescription of cost in production unit and in supporting unit.The type of this research is quantitative research with cross sectionalapproach. Cost analysis method is by Activity based costing method forproduction unit and simple distribution methode for supporting unit. The dataused are secondary data from parts of related production units and supportingunits in 2017. From the research results obtained COT is Rp. 1,654,884.68. UnitCost actual Rp. 1,358,859.68. Unit Cost by simple distribution methode Rp.296.025.xiUniversitas IndonesiaCOT is Rp. 1.662.60306. The cost of resources in the ER is the nurses andphysician services spent the cost of 73.77 of the total resources needed in theER, in the laboratory portion of the cost of human resources about 9 and inhospitalization of 40.9 for regular medical services physicians and nurse .Especially in the ER describes an inefficient condition between the number ofemployees to be financed with the workload borne or the resulting output so thatthe costs charged to the patient become high. It is expected that the results of thisstudy can be considered for the hospital in determining policy and decisionmaking on tariff and negotiation with other external partieKeywords Cost Of treatment, DHF, unit cost.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Seno Aji Wijanarko
Abstrak :
ICU sebagai bagian dari pelayanan Rumah Sakit RS harus mempertahankan mutu dan standarpelayanan. Dalam melayani pasien Jaminan Kesehatan Nasional, RS menggunakan tarif inaCBGs sistempaket menuntut RS melakukan kendali biaya dan mutu. Data bagian keuangan: banyak tagihan ICU,terutama yang berhubungan dengan pelayanan ventilator, dibayarkan dibawah tarif. Pada 2015 untukkelas III 30 kasus dibayarkan defisit. Tahun 2016 tarif baru diberlakukan. Hal tersebut menjadi dasarpenulis meneliti biaya satuan dan cost recovery rate CRR pelayanan ventilator dengan tarif lama danbaru. Populasi penelitian 4 pasien dengan diagnosis utama Respiratory Failure J969 , kode INA-CBG J-1-20-III. Penelitian melalui telaah biaya terkait pelayanan ventilator, didapatkan biaya langsung dan taklangsungdengan metode Step-down dan Relative Value Unit. Hasilnya per pasien: biaya satuan aktual BSA Rp8.522.431 dan biaya satuan normatif BSN Rp1.429.657. Perbandingan tarif 2011 didapatkanCRR dengan BSA 14.55 dan BSN 85.34 . Dengan tarif 2016 CRR dengan BSA 15.92 dan BSN93.38 . Untuk tarif BPJS 2014 CRR dengan BSA 10.62 kelas 1 , 9,11 kelas 2 , 7,59 kelas 3 .Untuk tarif BPJS tahun 2016 CRR BSA 16,86 kelas 1 , 14,45 kelas 2 , dan 12,04 kelas3 . Jikakapasitas dioptimalkan dengan rerata BOR, CRR BSN tarif BPJS2014 masing-masing sebesar62,30 kelas 1 , 53,41 kelas 2 , 44,50 kelas 3 . Dengan tarif BPJS2016 CRR BSN 98.84 kelas 1 ,84,72 kelas 2 , dan 70,60 kelas3 . BSA penggunaan ventilator yang sangat tinggi oleh karenarendahnya kunjungan pasien dan tingginya nilai biaya investasi. Tingginya biaya ini juga menunjukkansupport daerah masih dibutuhkan di RSUD Nunukan baik sebagai pengawas maupun pendukung finansialmelalui APBD.
AbstrarctIntensive Care Unit as a part of hospital service, must maintain the quality and standard of services. Intreating patients of National Health Insurance hospitals use InaCBGs fare in package per diagnosisdemanding hospital to control cost and quality. Data from our financial division shown that many ICU rsquo sclaim were paid below fare, especially ventilator services claim. In 2015 for class 3 about 30 was paidbelow fare. In 2016 new list of fares was enacted. This become the main reason to find out how much theactual AUC and normative unit cost NUC and Cost recovery rate CCR ventilator service comparewith previous and recent fare. Population of this research are 4 patients with diagnosis Respiratory Failure J969 , INA CBG code J 1 20 III. The research through cost analysis due to ventilator service, find outdirect and indirect cost with step down and Relative Value Unit method. The results per patient are AUCRp8.522.431 dan NUC Rp1.429.657. Compare with 2011 fare CRR of AUC 14.55 and NUC 85.34 .Compare with 2016 fare CRR of AUC 15.92 and NUC 93.38 . Compare with BPJS2014 fares CRRof BSA 10.62 class 1 , 9,11 class 2 , 7,59 class 3 . Compare with BPJS2016 fares CRR of BSA16,86 class 1 , 14,45 class 2 , dan 12,04 class 3 . If capacity optimalize according with mean BOR,CRR of NUC of BPJS2014 each are 62,30 class 1 , 53,41 class 2 , 44,50 class 3 . With BPJS2016fares CRR of NUC are 98.84 class 1 , 84,72 class 2 , dan 70,60 class 3 . The AUC of ventilatorservice was very high mainly because of low patients visit and the investment cost is high. These highcosts shown that Nunukan Hospital still needs support from local government as owner and financialsupporter.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sophia
Abstrak :
ABSTRAK Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai peta jalan (roadmap) menuju jaminan kesehatan semesta / Universal Health Coverage (UHC) di tahun 2019, seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Kesehatan. Untuk itu Rumkital Dr. Mintohardjo harus selalu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu karena jumlah pasien BPJS Kesehatan yang di rawat inap semakin meningkat setiap tahunnya. Analisis biaya merupakan tindakan strategis yang sangat perlu dilakukan karena saat ini rumah sakit telah menjadi suatu lembaga sosial-ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biaya satuan tindakan bedah appendiktomi di kamar operasi Rumkital Dr. Mintohardjo tahun 2017 dengan menghitung biaya langsung dan tidak langsung. Penelitian ini merupakan operational research yang bersifat deskriptif, melakukan analisis biaya satuan tindakan appendiktomi di kamar operasi tahun 2017. Metode analisis yang digunakan adalah metode distribusi sederhana. Hasil penelitian yaitu biaya investasi tindakan appendiktomi sebesar Rp 26.280.456,- atau 5,2% dari biaya total tindakan appendiktomi. Biaya operasional merupakan biaya yang paling besar dibandingkan dengan biaya investasi dan biaya pemeliharaan yaitu sebesar Rp 420.142.348,- atau 83,7% dari biaya total tindakan appendiktomi dan biaya pemeliharaan sebesar Rp 1.992.830,- atau 0,4%, Alokasi biaya unit penunjang untuk tindakan appendiktomi sebesar Rp 52.313.904,- atau 10,4% dan alokasi biaya tidak langsung lainnya sebesar Rp 1.430.090,- atau 0,3%. Total biaya tindakan appendiktomi sebesar Rp 502.159.628,- Biaya satuan aktual tindakan appendiktomi sebesar Rp 3.025.058,-. Cost Recovery Rate (CRR) sebesar 109,07%. Perhitungan biaya satuan merupakan strategi awal dari setiap perhitungan tarif pelayanan.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emmelia Kristina
Abstrak :
RSIA "X" Jakara adaiah mmah sakit dengan fasilitas pelayanan NICU (Neonatal Intensive Care Unit) sejak awal tahun 2007, dimana kunjungau yang terus meningkat. Namun sebagian besar pasien merupakan golongan mayamkat miskin. Rumah sakit ini belum pemah menghitung tingkat pemulihan biaya ruang NICU, padahal memiliki rencana ekspansi kapasitas yang telah ditentukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan tingkat pemulihan biaya ruang NICU dengan menggunakan CPAP dan Ventilator dengan demikian dapat diketahui bcsar subsidi rumah sakit, Pcngumpulan data dilakukan dengan cara kuantitatif dengan mencatat data keuangan tahun 2007 - 2008 dan secara kualitatif melalui wawancara mendalam. Hasil menunjukkan ruang NICU di RSIA "X" Jakarta perawatan dcngan CRR alat CPAP tahun 2007 sebesar 37% sehingga mendapatkan subsidi sebcsar 63% dan tahun 2008 CRRnya 68% sehingga menerima subsidi sebesar 32%. Prediksi subsidi pada tahun 2009 adalah 32% - 49% . Perawatan dengan ventilator CRR nya pada tahun 2007 sebesar 22% sehingga menerima subsidi sehesar 88% dan tahun 2008 CRR nya 53% schingga menerima subsidi sebesar 47%. Prediksi subsidi pada tahun 2009 adalah 33%- 45%. Di sarankan kepada pihak rumah sakit agar mempcrtimbangkan apakah subsidi yang akan diberikan pada tahun mendatang dapat mendukung misi dari rumah sakit dalam pelayanan masyarakat miskin. ......RSIA "X" Jakarta is a hospital which equipped with Neonatal intensive Care Unit since 2007. Most of the patients are poor people .This hospital has never been calculate the cost recovery rate of NICU programme but they have planned some strategies to increase the utilization of NICU's. The purpose of this research is to know the cost recovery rate in NICU room; for both CPAP & ventilator, in order to estimate subsidy has been contributed to the patient. This is a case study research in RSIA "X" Jakarta,using two methods. The quatitative approach was done by using secondary data employed and the qrmlitative approach was done by interviewing informants. The result shows that Cost Recovery Rate (CRR)NICU by using CPAP was 37% in 2007 accepting subsidy 37%, in 2008 (IRR was 68%.lr so predicted the subsidy will continue growing to 32% - 49% for CPAP treatment in 2009. CRR ofthe NICU by using ventilator in 2007 was 22% and in 2008 the CRR was 53% and accepting subsidy 47%. It is predicted thai the subsidy wiil reach 33%- 45% in 2009. Its is recommended to use this result to consider whether the subsidy for the coming years will be accepted, in line with hospitaI's mission to senfe the poor.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34282
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
The implementation of tariff for health service at community heath center at Seluma District has not been based on cost analysis as well as community's abality and willingness to pay .....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nufus Dwi Talitha
Abstrak :
[Program Jaminan Kesehatan Nasional menerapkan sistem pembayaran prospektif yaitu dengan tarif INA CBG?s untuk pelayanan di rumah sakit. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis selisih biaya layanan dengan tarif INA CBG?s dan tarif rumah sakit khusus kasus sectio caesaria dengan kode ICD X (O.342) pada pasien BPJS berdasarkan komponen biaya serta mengetahui gambaran perbedaan biaya layanan tersebut berdasarkan karakteristik pasien. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan metode cross sectional dengan sampel sebanyak 89 pasien. Dari hasil penelitian didapat rata-rata selisih biaya layanan untuk kasus sectio caesaria dengan diagnosa utama O.342 terhadap tarif rumah sakit adalah selisih negatif (efisien) sebesar Rp 1,236,793,- dengan CRR (cost recovery rate) 120% dan terhadap tarif INA CBG?s adalah selisih positif (tidak efisien) sebesar Rp 1,974,050,- dengan CRR (cost recovery rate) 68% Gambaran perbedaan biaya layanan berdasarkan karakteristik pasien yang memiliki hubungan dengan besarnya biaya layanan adalah kelas rawat (p=0,000), diagnosis sekunder (p=0,050) dan lama hari rawat (p=0,046), sedangkan yang tidak memiliki hubungan dengan besarnya biaya layanan adalah umur pasien (p=0,956).;The National Health Insurance Scheme implementing prospective payment system INA CBG's rates for hospital services. The purpose of this study is to analyze the difference in cost services with INA CBG's rates and hospitals rates specialty in patients BPJS with sectio caesaria cases with ICD X (O.342) based component costs and reveal the differences in cost of these services is based on the characteristics of the patient. This type of research is quantitative descriptive cross sectional method with a sample of 89 patients. The result is the average difference between the cost of services for Caesaria sectio cases with primary diagnosis O.342 against hospital rates are negative difference (efficient) to Rp 1,236,793, - with the CRR (cost recovery rate) of 120% and against the CBG's INA rates are positive difference (inefficient) to Rp 1,974,050, - with the CRR (cost recovery rate) of 68% service charge difference picture based on the characteristics of patients who have a relationship with the cost of the service is ambulatory class (p = 0.000), a secondary diagnosis (p = 0.050) and the length of stay (p = 0.046), whereas no relation to the cost of the service is the age of the patients (p = 0.956)., The National Health Insurance Scheme implementing prospective payment system INA CBG's rates for hospital services. The purpose of this study is to analyze the difference in cost services with INA CBG's rates and hospitals rates specialty in patients BPJS with sectio caesaria cases with ICD X (O.342) based component costs and reveal the differences in cost of these services is based on the characteristics of the patient. This type of research is quantitative descriptive cross sectional method with a sample of 89 patients. The result is the average difference between the cost of services for Caesaria sectio cases with primary diagnosis O.342 against hospital rates are negative difference (efficient) to Rp 1,236,793, - with the CRR (cost recovery rate) of 120% and against the CBG's INA rates are positive difference (inefficient) to Rp 1,974,050, - with the CRR (cost recovery rate) of 68% service charge difference picture based on the characteristics of patients who have a relationship with the cost of the service is ambulatory class (p = 0.000), a secondary diagnosis (p = 0.050) and the length of stay (p = 0.046), whereas no relation to the cost of the service is the age of the patients (p = 0.956).]
Universitas Indonesia, 2015
S59334
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Warmo Sudrajat Suryaningrat
Abstrak :
Berbagai pengaruh dan perubahan pembangunan yang terjadi dalam era globalisasi, yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat membawa dampak negatif yaitu berupa pencemaran lingkungan, yang mengakibatkan berkembangnya industri jasa laboratorium kesehatan lingkungan untuk melakukan aktifitasnya berupa pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan yang secara otomatis juga diikuti biaya penyelenggaraannya. Salah sate upayanya adalah analisa biaya satuan (Unit cost) yang kemudian dijadikan faktor utarna dalarn penetapan tarif yang wajar dan rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran subsidi (Cross subsidi) pada pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan berdasarkan analisa biaya satuan. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, oleh karena tidak mencari hubungan antara 2 (dua) variabel tetapi hanya menganalisa subsidi silang yang terjadi dari data sekunder, data tahun 1997/1998. Perhitungan biaya satuan didapatkan dari analisa biaya dengan metoda double distribution, dimana biaya satuan untuk pemeriksaan masing-masing spesimen kesehatan lingkungan bervariasi antara sate dengan lainnya. Secara umum tarif lama tidak dapat dipertafiankan lagi, karena dengan tarif ini BTKL Jakarta menderita defisit relatif besar setiap tahun. Usulan tarif baru ternyata belum dapat mengangkat pendapatannya kearah surplus, meskipun kondisinya defisit namun telah terlihat adanya subsidi silang balk antar spesimen dalam kelompok, maupun antar kelompok dalam pemeriksaan spesimen kesehatan lingkungan di BTKL Jakarta. Basil simulasi dari kebijakan kepala BTKL Jakarta berupa diskon 10 % untuk pemeriksaan air bersih demikian hasilnya masih defisit. Untuk menghindari defisit dilakukan penetapan tarif. Penetapan tarif tersebut sudah tidak layak dan sesuai untuk mengimbangi biaya yang dikeluarkan, akibatnya perlu diperbaharui dengan penyesuaian tarif (simulasi perbaikan usulan tarif baru BTKL Jakarta).
Many of the influences and development changes in the globalization era have the objective to increase public welfare, but in the other hand, the influences also have negative impacts such as environmental pollution which is one of the causes. One of the important changes is that the numbers of laboratory service industries keeps up and the activities are to analyze environmental health specimens and it automatically brings some costs. One of the ways to analyze the costs is called unit cost which becomes one main factors in setting up reasonable price. This research has the objective to find out the cross subsidi on environmental health specimens analysis based on the unit cost. This research is also done descriptively, and in order not to find the relation between the two variables but to analyze the cross subsidy appears from secondary data for 199711998. The calculation of unit cost is obtained from the cost analysis using double distribution methode where the unit cost for analyzing each environmental health specimen varies one to another. Generally, the previous price cannot longer used, because BTKL Jakarta always gets relatively large deficit by using the previous price. The new proposed price has, in fact, not kept up the income to surplus point. Even though the condition is still in deficit, it is obviously seen that the cross subsidy exists whether the specimen is in groups or in the groups themselves in environmental health spesimen analysis at BTKL Jakarta. The result of simulation from head of BTKL Jakarta is 10 % discount for clean water analysis and the income is still in deficit point. To avoid the deficit, BTKL has set up a new price. The new price itself is not appropriate to balance the outgoing cost and the conclusion is that a price adjusment must be taken. ;Analysis of Cross Subsidy for Public Health Specimen Analysis Services at Environmental Health Engineering Laboratory Jakarta (BTKL Jakarta) in 1997/1998
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Mardhiah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyelenggaraan pelayanan pengujian laboratorium di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta. Secara khusus hal-hal yang didentifikasi adalah struktur dan alokasi biaya penyelenggaraan pelayanan pengujian laboratorium, besarnya biaya satuan dan gambaran mengenai kinerja (efisiensi) pusat biaya produksi (yang menjadi penyelenggara pelayanan pengujian) di Laboratorium Kesmavet sebagai bahan masukan untuk pengambil keputusan untuk menuju efisiensi dan efektifitas pembiayaan. Penelitian ini merupakan merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitik. Pengamatan lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi kesiapan Laboratorium Kesmavet sehubungan dengan dilakukannya analisa biaya. Di samping itu dilakukan pula wawancara dengan pegawai yang berhubungan langsung dengan pusat produksi (pengujian fisik kimiawi, pengujian mikrobiologi dan pengujian residu) untuk mendapatkan rata-rata waktu pelayanan sebagai dasar bagi perhitungan kapasitas output Laboratorium Kesmavet. Data biaya menggunakan data historis dari pengeluaran selama Januari-Desember 2003. Analisa biaya yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi Laboratorium Kesmavet terutama dalam hal ketersediaan informasi yang dibutuhkan. Distribusi biaya dari pusat biaya penunjang ke pusat biaya produksi menggunakan Step Down Method. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kondisi sistem pencatatan di Laboratorium Kesmavet belum dipersiapkan untuk dilakukan analisa biaya. Struktur biaya menunjukkan, bawa 77,49% total biaya digunakan untuk kegiatan operasional dan pemeliharaan, dan dari jumlah tersebut biaya pegawai menyerap 31,83% (terdiri dan gaji 24,50% dan insentif 7,33%). Alokasi biaya menggambarkan, bahwa pusat biaya penunjang memperoleh alokasi 54,88% dan biaya produksi 45,12%. Biaya satuan yang didapatkan tanpa biaya investasi untuk pusat biaya pengujian fisik kimiawi sebesar Rp. 175.438 per sampel; untuk pengujian mikrobiologi sebesar Rp. 412.364 per sampel; dan pengujian residu sebesar Rp. 676.801 per sampel. Komponen biaya yang dominan dalam membentuk biaya satuan ini pada umumnya adalah biaya pegawai (terutama gaji). Kinerja pusat biaya produksi berdasarkan pencapaian kapasitas output, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa untuk pusat biaya pengujian mikrobiologi cukup efisien, sedangkan pusat biaya pengujian fisik kimiawi dan pengujian residu masih beium efisien. Dengan hasil tersebut, maka rekomendasi yang dapat diberikan untuk Laboratorium Kesmavet adalah: Laboratorium Kesmavet harus mulai memperbaiki sistem pencatatan yang ada untuk mendukung proses analisa biaya; mempertahankan keberadaan pusat pusat biaya yang sudah ada dengan mengupayakan meningkatkan efisiensi dengan cara meningkatkan demand (permintaan) pelayanan dan masyarakat agar dapat memanfaatkan semua sumber daya yang ada.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20422
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuniek Noorfiani
Abstrak :
Tesis ini dimotivasi oleh kebijakan Pemerintah Daerah mengenai penyesuaian tarif yang disebabkan oleh peningkatan biaya produksi pelayanan kesehatan Puskesmas di wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan dengan PERDA Nomor 3 Tahun 1999. Ketentuan tarif ini ditetapkan untuk semua Jenis pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan dasar. Tentunya, seiring dengan tuntutan akan kualitas pelayanan Puskesmas yang harus semakin baik serta pesatnya perkembangan Puskesmas di DKI Jakarta dari tahun ke tahun, maka sangat perlu dilakukan kajian analisis biaya Puskesmas untuk mengetahui besar biaya satuan unit-unit pelayanan kesehatan dasar oleh Puskesmas sebagai penentu arah kebijakan Pemerintah Daerah selanjutnya di bidang pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini untuk mendapatkan biaya satuan (unit cost) dilakukan kegiatan distribusi biaya, yaitu kegiatan membagi habis seluruh biaya dari unit penunjang ke unit produksi yang output layanannya dijual. Untuk dapat melakukan distribusi biaya diperlukan semua data biaya total yang dikeluarkan. Komponen biaya tersebut merupakan komponen biaya asli, belum didistribusikan ke unit produksi atau belum ditambah alokasi biaya dari unit lain. Metode distribusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Double Distribution Method. Selain itu, studi ini hanya memfokuskan kajian pada satu sampel Puskesmas Kecamatan yang sudah mendapatkan akreditasi ISO 9001:2000 untuk standar pelayanan kesehatan dasar yang diberikan, yaitu Puskesmas Kecamatan Tambora selama tahun anggaran 2003. Dari hasil penelitian, didapatkan hasil perhitungan biaya satuan dengan memperhitungkan full cost berturut-turut pada unit BP (Balai Pengobatan Umum) ,BPG (Balai Pengobatan Gigi), KIA (Kesehatan Ibu Dan Anak), KB (Keluarga Berencana), dan UGD (Unit Gawat Darurat) adalah sebesar Rp. 22.451,- (dua puluh dua ribu empat ratus lima puluh satu rupiah); Rp. 93.463,- (sembilan puluh tiga ribu empat ratus enam puluh tiga rupiah); Rp. 105.751,- (seratus lima ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah); Rp. 341.579,- (tiga ratus empat puluh satu ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah); dan Rp. 64.673,- (enam puluh empat ribu enam ratus tujuh puluh tiga rupiah). Dengan perhitungan di atas bila dibandingkan dengan ketentuan tarif PERDA 3/1999, maka unit pelayanan KB memperoleh subsidi terbesar dengan jumlah subsidi per pasien sebesar Rp. 339.579,- (tiga ratus tiga puluh sembilan ribu lima ratus tujuh puluh sembilan rupiah). Selanjutnya disusul oleh unit KIA dengan besar subsidi per pasien Rp. 103.751,- (seratus tiga ribu tujuh ratus lima puluh satu rupiah). Peringkat ketiga dan keempat yang memperoleh subsidi terbesar adalah BPG clan UGD dengan besar subsidi per pasien berturut-turut adalah Rp. 91.463,- (sembilan puluh satu ribu empat ratus enam puluh tiga rupiah) dan Rp. 54.673,- (lima puluh empat ribu ribu enam ratus tujuh puluh tiga rupiah).). Sedangkan yang menerima subsidi perpasien terkecil adalah unit Balai Pengobatan Umum (BP) dengan besar subsidi Rp. 20.451,- (dua puluh ribu empat ratus lima puluh satu rupiah). Berdasarkan hasil analisa biaya di atas, maka besar selisih sangat berhubungan dengan jumlah output produksi, semakin besar jumlah kunjungan pasien maka biaya satuan akan semakin kecil atau unit tersebut akan semakin efisien. Apabila hal itu terjadi, maka besar biaya subsidi yang diberikan juga akan semakin kecil. Oleh karena itu, upaya pemasaran di Puskesmas Kecamatan Tambora khususnya terhadap unit-unit pelayanan kesehatan dasar di dalamnya sangat diperlukan guna meningkatkan jumlah kunjungan pasien atau jumlah output produksi. Selain itu diperlukan kajian Iebih lanjut mengenai ATP (Ability to Pay) serta WTP (Willingness to Pay) masyarakat di Kecamatan Tambora pada khususnya dan di Propinsi DKI Jakarta pada umumnya. Dan perlu juga dipertimbangkan prinsip pemberian subsidi silang dalam proses kebijakan penetapan tarif pelayanan kesehatan dasar Puskesmas oleh Pemerintah Daerah di masa yang akan datang.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T20425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>