Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pakasi Ronald Efraim
"[TUJUAN: Tujuan penelitian ini adalah membandingkan performa uji jalan 400 meter pada wanita antara penyandang diabetes melitus (DM) tipe 2 dan individu sehat, dengan membandingkan kecepatan berjalan dan prediksi ambilan oksigen maksimal (VO2max). METODE: Subyek penelitian adalah wanita dengan DM tipe 2 dan individu sehat, yang dipasangkan berdasarkan kelompok umur. Dilakukan pemeriksaan awal berupa indeks massa tubuh, glukosa sewaktu, ankle-brachial index, tekanan darah, dan nadi pra uji latih. Sebelum diberikan uji jalan 400 meter, subyek melakukan pemanasan pada jalur 20 meter selama 2 menit. Selama pemanasan dan uji latih, nadi diukur tiap 30 detik. Tekanan darah sistolik diukur setelah pemanasan dan dalam 60 detik setelah uji latih. Uji jalan 400 meter dilakukan 2 kali pada hari yang berbeda.

OBJECTIVE: The purpose of this study was to compare the performa of the 400-meter walk test in women between people with type 2 diabetes mellitus (DM) and healthy individuals, by comparing walking speed and predicted maximum oxygen uptake (VO2max). METHOD: Study subjects were women with type 2 DM and healthy individuals, who were paired by age group. Initial examinations were carried out in the form of body mass index, glucose at any time, ankle-brachial index, blood pressure, and pulse before the training test. Before being given a 400-meter road test, the subjects warmed up on a 20-meter track for 2 minutes. During warm-ups and training tests, the pulse is measured every 30 seconds. Systolic blood pressure is measured after warm-up and within 60 seconds of the training test. Test the 400-meter walk is carried out 2 times on different days.;, ]"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Penggunaan biodiesel yang meningkat menciptakan beberapa tantangan dalam penanganannya untuk sampai ke pelanggan sebagai bahan bakar campuran (BXX). Yang paling penting bagi produsen pencampuryang segera ditangani adalahjaminan bahwa bahan bakar diesel dan biodiesel dapat dicampurkan secara homogen dan dalam satu fasa. Yang paling sering ditanyakan adalah bagaimana biodiesel akan dicampurkan? Sesuai dengan regulasi untuk mencampurkan biodiesel dan bahan bakar diesel di Indonesia bahwa maksimum penggunaan biodiesel adalah B 1 O. Pengaruh teknik pencampuran biodiesel dengan cara cemplung (splash) atau langsung dimasukkan ke dalam tangki bahan bakar diteliti pada kinerja mesin khususnya terhadap saringan bahan bakar (fuel filter). Bahan bakar yang digunakan pada penelitian ini sebagai B20 dan biodiesel diproduksi dari bahan baku minyak sawit. Apabila biodiesel diisikan terlebih dahulu dan kemudian diikuti dengan minyak diesel (minyak solar), hasilnya menunjukkan bahwa saringan bahan bakar akan tersumbat setelah kendaraan beroperasi sejauh 1500 km. Hal ini diharapkan bahwa pencampuran terjadi melalui agitasi (guncangan) bila kendaran melaju dalam perjalanan. Akan tetapi apabila bahan bakar minyak diesel diisikan terlebih dahulu dan diikuti dengan biodiesel maka hasilnya menunjukkan bahwa saringan bahan bakar akan tersumbat setelah kendaraan beroperasi sepanjang 2500 Ian. Hal ini menunjukkan bahwa kesukaran pada pencampuran dapat diatasi jika biodiesel diisikan paling akhir setelah bahan bakar minyak diesel. Juga biodiesellebih berat dari bahan bakar diesel dan hal ini sukar teragitasi apabila kendaraan berjalan. Sebaliknya pada uji jalan (road test), dengan menggunakan B30, menunjukkan bahwa tidak ada masalah terhadap saringan bahan bakar (fuelfilter), dimana B30 dipreparasi dengan mencampurkan biodiesel dengan bahan bakar minyak diesel dalam tangki lain sampai homogen sebelum diisikan ke tangki bahan bakar kendaraan."
LEMIGAS, 2013
665 LPL 47 (1) 2013
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Adek
"Latar Belakang : Pasien gagal jantung mengalami penurunan kapasitas fungsional akibat timbulnya sesak dan kelelahan saat aktifitas. Kondisi ini juga memberikan dampak psikologis berupa depresi dan kecemasan. Masalah fisik dan mental tersebut dapat menurunkan kualitas hidup. Short Form-36 merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hidup dari aspek fisik dan mental dan bersifat generik.
Tujuan: Mengetahui hubungan kapasitas fungsional melalui uji jalan 6 menit dengan kualitas hidup yang dinilai dengan SF-36.
Metode : Responden penelitian adalah pasien gagal jantung kronis stabil klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III. Setiap responden dianamnesis,dan dilakukan pemeriksaan fisik, kemudian mengisi kuesioner SF-36. Untuk menilai kapasitas fungsional, responden melakukan uji jalan 6 menit pada lintasan sepanjang 30 m.
Hasil : Responden pada penelitian ini berjumlah 36 orang. Nilai tengah jarak tempuh pasien gagal jantung klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III masing-masing 333.65m, dan 123.72 m. Jarak tempuh uji jalan 6 menit memiliki hubungan dengan kualitas hidup yang dinilai dengan SF-36 pada domain Fungsi Fisik (r=0.527), Peran Fisik (r=0.459) dan Peran Emosi (r = 0.35).
Kesimpulan : Terdapat korelasi sedang antara kapasitas fungsional pasien gagal jantung kronis stabil klasifikasi NYHA fungsional kelas II dan III dengan kualitas hidup pada domain Fungsi Fisik, Peran Fisik dan Peran Emosi.

Background : Heart failure patients experience reduced functional capicity due to dyspnea and fatigue during activity. The condition also cause psychological problems such as depression and anxiety. Both the mental and physical ailments results in decreased quality of life. The Short Form-36 (SF-36) is a generic assessment tool that can be utilized to measure quality of life from both the physical and mental aspect.
Objective : To measure the correlation between the functional capacity measured using the 6-minute walk test and the quality of life measured using the SF-36.
Methods : The study subjects are chronic stable heart failure patients with New York Heart Association (NYHA) functional class II and III. Each subjects were interviewed, examined, and asked to fill the SF-36 questionnaire. The 6-minute walk test was performed on a 30m long track to measure the finctional capacity.
Results : A total of 36 subjects were included in the study. The median for the total distance walked of heart failure patient with NYHA functional class II and III are 333.65m and 123.72 m. The total distance walked in 6-minute walk test and the quality of life measured using the SF-36 have correlation in the domain of Physical Function (r = 0.527), Role-Physical (r = 0.459) and Role-Emotional (r = 0.35).
Conclusion : There is a moderate positive correlation between the functional capacity of chronic stable heart failure patient with NYHA functional class II and III with the quality of life in the domain of Physcial Function, Role-Physical and Role-Emotional.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octaviany Hidemi Malamassam
"Latar belakang: Pengukuran kebugaran kardiorespirasi individu dilakukan dengan menggunakan uji latih. Uji naik turun bangku enam menit UNTB6M adalah uji latih yang mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan yang rumit dan tidak membutuhkan ruang yang besar. Tujuan penelitian adalah melihat korelasi antara UNTB6M dengan UJ6M metode Nury yang telah divalidasi pada orang Indonesia.
Metode: Desain observasional potong lintang. Subjek melakukan kedua uji latih. Variabel yang dinilai adalah jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UNTB6M. Parameter fisiologis yaitu denyut nadi dan skala Borg Usaha, Sesak, Kaki Lelah dinilai sebelum dan sesudah kedua uji dilakukan.
Hasil: Subjek penelitian adalah 36 orang laki-laki 42,4 dan 49 orang perempuan 57,6 , dengan rerata usia 29,1 5,53 tahun. Rerata jarak tempuh UJ6M 517 55,1 meter dan jumlah langkah UNTB6M 164,3 22,1 langkah. Jarak tempuh UJ6M berkorelasi dengan jumlah langkah UJNTB6M r = 0,526; p < 0,001. Pada usia 18 = 25 tahun dan usia 26 -35 tahun, korelasi jarak tempuh UJ6M dan jumlah langkah UJNTB6M adalah r = 0,70 and r = 0,53. Parameter denyut nadi dan skala Borg UNTB6M secara statitik signifikan lebih tinggi dibandingkan UJ6M.
Simpulan: Terdapat korelasi kuat pada usia 18 = 25 tahun dan korelasi sedang pada usia 26 = 35 tahun antara jarak tempuh UJ6M metode Nury dan jumlah langkah UJNTB6M.

Background: Assessment of cardiorespiratory fitness using the exercise testing. Six minute step test 6MST is one of exercise testing that is easy to do, does not require complex equipment and large space. The purpose of study is to determine the correlation between 6MST and Nury rsquo s method 6MWT that has been validated on Indonesian people.
Methods: A cross sectional observational. Each subject did both of exercise testing. Variables assessed were distance on 6MWT and number of steps on 6MST. Physiological parameters such as heart rate and Borg scale Effort, Dyspnea, Leg Fatigue were assessed before and after the test.
Results: The subjects were 36 men 42.4 and 49 women 57.6 , with a mean age of 29.1 5.53 years. The mean of distance on 6MWT 517 55.1 metres and number of steps on 6MST 164.3 22.1 steps. Distance on 6MWT have correlation with number of test on 6MST r 0.526 p <0.001). At the age 18 – 25 years and 26 - 35 year, correlations between distance on 6MWT with number of test on 6MST are r = 0.70; r = 0.53, respectively. Agreement test of VO2max prediction, ICC 0.43, with a difference 3,17 (-6,25 to 9,17) mL / kg / min. The heart rate and Borg scale is significantly higher in 6MST than 6MWT.
Conclusion: There is a strong correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 18 – 25 years and a moderate correlation between the distance on Nury’s method 6MWT and the number of steps on 6MST at the age 26 - 35 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kemal Akbar Suryoadji
"

Pendahuluan: Perilaku sedenter atau menetap pada pekerja dapat menyebabkan berbagai risiko penyakit yang mengganggu kegiatan sehari-hari. Salah satu uji yang dapat dilakukan dengan mudah dan fleksibel untuk menilai tingkat kebugaran seseorang adalah melalui uji jalan 6 menit yang ditunjukan berdasarkan persentase antara hasil dan prediksi uji jalan 6 menit.  Oleh karena itu, penelitian untuk mencari tahu hubungan antara jenis pekerjaan dan tingkat kebugaran perlu dilakukan sebagai pengetahuan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan, dalam hal ini dilakukan kepada petugas kebersihan luar UI Depok.

Metode: Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang. Subjek merupakan petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok. Jenis pekerjaan pada subjek terbagi menjadi lokasi, durasi, giliran waktu, dan cara kerja subjek yang diisi melalui kuisioner oleh subjek. Tingkat kebugaran subjek didapatkan berdasarkan persentase hasil dan prediksi uji jalan 6 menit yang dilakukan oleh peneliti sesuai pedoman dari ATS. Data tingkat kebugaran dan jenis pekerjaan dianalisis korelasinya dengan Uji Fisher.

Hasil: Sebaran jenis pekerjaan pada petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok didapatkan berdasarkan lokasi 95,4% bekerja di outdoor, 1,8% bekerja di indoor dan outdoor, dan 2,8% bekerja di tempat yang tidak menentu. Berdasarkan durasi didapatkan 93,6% pekerja bekerja lebih dari 8 jam dan sebanyak 6,4% pekerja bekerja kurang dari 8 jam. Berdasakan giliran waktu kerja sebanyak 94,5% pekerja bekerja pada giliran waktu pagi, sebanyak 1,8% bekerja pada giliran waktu sore, dan sebanyak 3,7% bekerja pada waktu tidak menentu. Berdasarkan cara bekerjanya 100% pekerja bekerja secara fisik. Sebaran tingkat kebugaran melalui uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan Universitas Indonesia Depok didapatkan sebanyak 1,83% pekerja tergolong bugar, sebanyak 2,75% pekerja tergolong tidak bugar, dan sebanyak 95,4% pekerja tergolong sangat tidak bugar. Hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat kebugaran melalui hasil uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan UI Depok didapatkan pada hubungan tingkat kebugaran terhadap lokasi, durasi, dan waktu kerja menunjukan tidak adanya hubungan (p>0,05). Sedangkan pada korelasi antara tingkat kebugaran dengan cara bekerja tidak dapat dihubungkan karena cara bekerja pada subjek konstan.

Kesimpulan: Korelasi antara tingkat kebugaran dengan lokasi, durasi, dan waktu kerja tidak memiliki hubungan (p>0,05), serta tidak dapat dilakukan hubungan antara tingkat kebugaran dengan cara bekerja karena cara bekerja subjek bersifat konstan.


Introduction: Sedentary behavior in workers can cause various risks of illness that interfere with daily activities. One of the test that can be done easily and flexibly to assess a persons fitness level is through 6-minute walking test which is shown based on the percentage between the results and predictions of the distance. Therefore, research to find out the relationship between work type and fitness level needs to be done as new knowledge that has never been done before, in this case conducted to janitors of UI Depok.

Method: The design used in this study is cross-sectional. The subjects are janitors of the Universitas Indonesia Depok. The type of work of the subjects is divided into location, duration, shift time, and how the work of the subjects and its filled out through questionnaires by the subjects. The fitness level of the subjects was obtained based on the percentage of results and predictions of the 6-minute walking test conducted by the researchers according to the guidelines of ATS. Data on fitness level and type of work were analyzed by correlation with the Fisher Exact Test.

Results: The distribution of work types on subjects was obtained based on the location it was found that 95.4% working in outdoor, 1.8% working indoor and outdoor, and 2.8% working in uncertain places. Based on the duration, it was found that 93.6% of workers worked more than 8 hours and 6.4% of workers worked less than 8 hours. Based on work time 94.5% of workers work in the morning shift, 1.8% work in the afternoon shift, and as many as 3.7% works in uncertain times. Based on how it works 100% of workers work physically. The distribution of fitness levels through a 6-minute walk test on subjects was found as many as 1.83% of workers classified as fit, as many as 2.75% of workers were classified as unfit, and as many as 95.4% of workers were classified as very unfit. The relationship between the types of work with the fitness level through the results of the 6-minute walk test that the subjects were found in the relationship of fitness level to location, duration, and work time showed no relationship (p>0.05). Whereas the correlation between fitness level with how to work cannot be connected because the way to work on subjects was constant.

Conclusion: The correlation between fitness level with location, duration, and work time has no relationship (p>0.05), and there is no relationship between fitness level and work method because the subjects work method is constant.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sagung Adi Sresti Mahayana
"Anak palsi serebral seringkali memiliki kebugaran kardiorespirasi yang rendah yang berdampak inaktivitas dan penurunan kualitas hidup. Untuk meningkatkan kebugaran kardiorespirasi diperlukan terapi latihan, dimana membutuhkan peresepan latihan yang tepat dan aman. Uji jalan dua menit merupakan suatu metode yang paling fungsional untuk menilai kebugaran kardiorespirasi. Penelitian ini bertujuan untuk menilai keandalan dan mengetahui minimal detectable change (MDC95) uji jalan dua menit untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi pada anak palsi serebral ambulatori. Penelitian ini merupakan uji keandalan dengan metode test-retest yang berlangsung selama Maret hingga Agustus 2021 di poliklinik Departemen Rehabilitasi Medik divisi Pediatri RSUPN dr. Ciptomangunkusumo dan komunitas. Lima belas subjek yang masuk dalam kriteria inklusi melakukan uji jalan dua menit sebanyak dua kali di hari yang sama. Nilai keandalan test-retest ditemukan sangat tinggi (ICC= 0,99, p<0,001) dengan MDC95 2,496 m. Uji jalan dua menit dapat diaplikasikan sebagai uji latih yang andal dan aman untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi pada anak dengan palsi serebral ambulatori.

Cerebral palsy children often have low cardiorespiratory endurance which results in inactivity and decreased quality of life. To improve cardiorespiratory endurance, exercise therapy is needed, which requires proper and safe exercise prescriptions. The two-minute walk test is the most functional method for assessing cardiorespiratory fitness. This study aims to assess the reliability and determine the minimum detectable change (MDC95) of two-minute walking test to measure cardiorespiratory endurance in ambulatory cerebral palsy children. This research is a reliability test using the test-retest method which take place from March to August 2021 at the outpatient clinic of Department of Medical Rehabilitation, Pediatric Division, RSUPN dr. Ciptomangunkusumo and the community. Fifteen subjects who met the inclusion criteria did a two-minute walking test twice on the same day. The test-retest reliability was found to be excellent (ICC= 0.99, p<0.001) with MDC95 of 2,496 m. The two-minute walking test can be applied as a safe and reproducible exercise test to measure cardiorespiratory endurance in ambulatory cerebral palsy children with excellent reliability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Prevalensi TB paru di Indonesia yang tinggi yaitu sebesar 272 per 100.000 penduduk dan dampaknya terhadap sosio-ekonomi serta kualitas hidup penderitanya membuat penyakit ini sebagai salah satu masalah kesehatan nasional. Pasien TB paru mengalami perubahan fungsi paru akibat inflamasi kronik sehingga terjadi penurunan kualitas hidup. Uji jalan 6 menit merupakan salah satu tes sederhana yang telah terstandardisasi untuk menilai kapasitas fungsional paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil uji jalan 6 menit pada pasien pasca TB paru dan hubungannya dengan gejala klinis TB serta gambaran foto X-Ray toraks. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional yang dilakukan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur pada Juni 2011. Sampel penelitian berjumlah 78 orang yang dipilih dengan metode total sampling. Dilakukan wawancara untuk mengisi kuesioner, pengukuran uji jalan 6 menit, dan pemeriksaan foto X-Ray toraks.
Rerata hasil uji jalan 6 menit pada laki-laki adalah adalah 438,19 ± 117,77 m dan pada perempuan adalah 369,56 ± 143,10 m, serta hanya 9 orang subyek (11,5%) yang mencapai hasil uji jalan 6 menit yang normal. Sebesar 56,41% subyek masih memilki gejala klinis TB dan 88,5% memiliki lesi pada gambaran foto X-Ray toraks. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara hasil uji jalan 6 menit dengan gejala klinis TB (p=0,009) dan gambaran foto X-Ray toraks (p=0,000).

The prevalence of pulmonary TB in Indonesia is high (272 in 100.000 populations). It affects sosio-economy and quality of life of the patients so TB is one of national health problems. Lung function in post pulmonary TB will decline as a result of chronic inflamation leading to decreased quality of life. The six minutes walking test is one of standardized simple tests to assess the functional capacity of the lungs.
This study aims to determine the result of six minutes walking test of the post pulmonary tuberculosis patients and whether it is associated with clinical symptoms and chest X-Ray findings of TB. This is a cross sectional study held in South Central Timor District, East Nusa Tenggara on June 2011. Seventy eight subjects were selected using total sampling and interviewed to find out any clinical symptoms left. Then, the patients were ask to complete six minutes walking test measurement and chest X-Ray examination.
The mean result of six minutes walking test for male is 438.19 ± 117.77 m and for the female is 369.56 ± 143.10 m. Nine out of 78 subjects (11.5%) achieve normal results. Percentage of subjects who still have clinical symptoms of TB is 56.41% and 88.5% shows lesions on chest X-Ray. It is concluded that there is a correlation between six minutes walking test result with the clinical symptoms of TB (p = 0.009) and chest X-Ray findings (p = 0.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Neny Husnaini Zain
"Kesehatan tidak dapat dipisahkan dengan dengan asupan gizi yang kita konsumsi setiap hari. Seseorang dengan status gizi yang baik maka sejatinya juga memiliki kualitas kebugaran tubuh yang baik pula. Untuk menilai suatu kebugaran seseorang dapat menggunakan metode uji jalan 6 menit. Penelitian ini ingin mengetahui korelasi antara status gizi dengan tingkat kebugaran pada petugas kebersihan luar Universitas Indonesia yang merupakan rujukan data karena belum pernah dilakukan sebelumnya. penelitian ini menggunakan desain potong lintang dimana status gizi subjek didapatkan dari hasil perhitungan IMT dengan terlebih dahulu mengukur berat dan tinggi badan subjek. Tingkat kebugaran didapatka dengan perhitungan presentase hasil uji jalan 6 menit yang berupa jarak tempuh dan prediksi uji jalan 6 menit yang disesuaikan dengan pedoman ATS. Kemudian data status gizi dan tingkat kebugaran dianalisis korelasinya dengan uji kruskall wallis. Hubungan antara status gizi dengan tingkat kebugaran pegawai nonstaf Universitas Indonesia Depok tidak memiliki korelasi (P >0,05).

The health of one’s body is inseparable from the nutrition we consume each day. A person with a good nutritional status would make a good quality of life and a fit body. Physical fitness can be measured using The 6 Minute Walking Test. This study investigates the correlation between nutritional status and the fitness level of the cleaners in Universitas Indonesia which is a reference data since the study has not been conducted before. This study used a cross-sectional method, in which the subjects’ nutritional status wass acquired by the calculation of IMT after taking the data of the subjects’ body weight and height. The fitness level was calculated from the percentage of the result from The 6 Minute Walking Test and the prediction value of The 6 Minute Walking Test according to the guidelines from ATS. Furthermore, the correlation between the data of the nutritional status and the fitness level were analyzed using Kruskal Wallis Test. There was no significant correlation between the nutritional status and the fitness level of the Non-Staff Employees at Universitas Indonesia Depok (P >0,05)"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilma Nur Faiza
"Pendahuluan: Merokok dapat menimbulkan berbagai risiko kesehatan, termasuk penurunan kapasitas fungsional kardiorespirasi yang akan menurunkan kebugaran fisik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara intensitas merokok terhadap tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit. Metode: metode penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Subjek dipilih dengan metode consecutive sampling (n=103). Data yang dikumpulkan adalah aktivitas merokok, hasil jarak uji jalan 6 menit, serta status kardiorespirasi sebelum dan sesudah uji jalan. Analisis data pada penelitian ini adalah univariat untuk menilai distribusi subjek berdasarkan karakteristik sosiodemografi dan aktivitas merokok, serta uji korelatif kategorik Kruskal-wallis. Hasil: dari 103 subjek didapatkan mayoritas petugas kebersihan kampus UI Depok adalah laki-laki (53,4%), usia 40-49 tahun (33%), serta mayoritas adalah bukan perokok (55,3%). Berdasarkan aktivitas merokok, 35% perokok dengan IB ringan, 9,7% perokok dengan IB sedang, dan 55,3% bukan perokok. Pada subjek perokok, mayoritas adalah laki-laki (80%), usia 20-29 tahun (78,9%), mengonsumsi rata-rata 10 batang rokok perhari, dengan lama merokok rata-rata 13 tahun. Berdasarkan uji korelasi Kruskal-wallis antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran memiliki nilai p value 0,681. Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara intensitas merokok dengan tingkat kebugaran yang diukur dengan metode uji jalan 6 menit pada petugas kebersihan kampus UI Depok.

Introduction: Smoking is one of the risk factor of health problems, including cardiorespiratory function. This study aims to determine the relationship between smoking intensity based on the Brinkman index and fitness level measured by 6 minutes walking test. Method: the method used was a cross-sectional study. The subject was chosen through consecutive sampling methods (n=103). Data analysis used in this study was a univariate test to see the distribution of the social demography and the characteristic of smoking activity, and the Kruskal-wallis test for assessing the relationships between variables. Result: from 103 subjects, the janitors were dominated by male (53.4%), aged 40-49 years (33%), and non-smoker (55.3%). Based on the Brinkman index, the result showed 35% smokers with mild BI, 9.7% smokers with moderate BI, and 55.3% are non-smokers. Furthermore, the smokers were dominated by male (80%), aged 20-29 years (78.9%), consumed approximately 10 cigarettes per day, and the average of smoking duration is 13 years. Based on the Kruskal-wallis test to assess the relationship between those two variables, the p value was 0.68. Conclusion: There is no significant relationship between smoking intensity and physical fitness measured by 6 minutes walking test on janitors of Universitas Indonesia Depok."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sakina asha Siva utami
"Pendahuluan: Latihan fisik merupakan salah satu cara untuk mencapai kebugaran fisik. Namun, 25,4% penduduk Jawa Barat termasuk dalam kategori kurang aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran karakteristik latihan fisik dan tingkat kebugaran pegawai kebersihan luar gedung UI di Depok, serta mencari hubungan antara rutinitas dan tingkat latihan fisik terhadap tingkat kebugaran. Metode: Desain penelitian yang digunakan ialah potong lintang. Subjek dipilih menggunakan metode consecutive sampling (n=102). Data yang dikumpulkan ialah rutinitas dan tingkat latihan fisik, hasil uji arus puncak ekspirasi, serta tingkat kebugaran yang diketahui dari hasil uji jalan 6-menit. Data rutinitas dan tingkat latihan fisik dan tingkat kebugaran dianalisis korelasinya dengan uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis. Hasil: Dari 102 subjek, diketahui bahwa 90,2% memiliki rutinitas latihan fisik sesuai dengan rekomendasi American Heart Association (AHA), serta 66,7% memiliki tingkat latihan fisik yang sedang berdasarkan IPAQ Scoring Protocols. Akan tetapi, subjek yang bugar hanya sebanyak 2%. Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan p = 0,503 untuk variabel rutinitas latihan fisik dan hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan p = 0,523 untuk variabel tingkat latihan fisik. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara rutinitas maupun tingkat latihan fisik dengan tingkat kebugaran pegawai kebersihan luar gedung UI, Depok.

Introduction: Physical exercise is one way to achieve physical fitness. However, 25.4% of the population of West Java is in the less active category. This study aims to determine the distribution of physical exercise characteristics and fitness levels of janitors in UI Depok and to find the relationship the two. Methods: The research design used is cross-sectional. Subjects were selected using the consecutive sampling method (n = 102). Data collected in this study were physical exercise routine, physical exercise level, result of expiratory peak flow test, and fitness level measured using 6-minute walking test. Data were analyzed for correlation with the Mann-Whitney and Kruskal-Wallis test. Results: From 102 subjects, 90.2% have physical exercise routine correspond the recommendations of the American Heart Association (AHA), and 66.7% have a moderate level of physical exercise based on IPAQ Scoring Protocols. However, only 2% of subjects have adequate fitness level. The Mann-Whitney test result showed p = 0.503 for physical exercise routine variables, and the Kruskal-Wallis test result showed p = 0.523 for physical exercise level variables. Conclusion: There is no significant relationship between physical exercise level or routine with the fitness level of janitors in UI, Depok."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>