Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sirait, Anatotia Bunga
Abstrak :
Skripsi ini menggambarkan bagaimana majalah perempuan memandang tubuh perempuan. Penelitian ini berangkat dari keprihatinan peneliti terhadap kaum perempuan yang mudah menjadi korban manipulasi media dalam hal kecantikan. Majalah perempuan adalah salah satu media yang paling gencar mengagung-agungkan konsep kecantikan ideal. Padahal jika kita amati, majalah perempuan sendiri sering tidak konsisten dalam menyampaikan pandangannya tentang kecantikan kepada perempuan. Majalah perempuan yang sarat dengan artikel-artikel "pemujaan" fisik agar perempuan mengolah tubuhnya sesuai bentuk ideal, pada saat yang sama juga mengandung pesan yang mengingatkan perempuan menerima keadaan diri apa adanya. Peneliti tidak hanya mencoba menggambarkan kontradiksi tersebut, tapi juga menyelidiki faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kondisi tersebut. Peneliti memilih Majalah Cosmopolitan Indonesia sebagai objek penelitian. Skripsi ini merupakan penelitian kualitatif dengan perspektif kritis. Metode yang digunakan adalah analisis wacana memakai model Critical Discourse Analysis (CDA) milik Norman Fairclough. Dalam memahami wacana, Fairclough menelaah tiga dimensi yaitu teks, praktek wacana (Discourse practice), dan praktek sosial budaya (Sociocultural Practice). Analisis teks menggunakan model framing Gamson dan Modigliani. Dalam analisis praktek wacana ada dua hal yang diteliti yaitu produksi teks dan konsumsi teks. Data tentang produksi teks diperoleh melalui wawancara dengan seorang pekerja Cosmopolitan Indonesia dan mantan pemimpin redaksi Cosmopolitan Indonesia. Sementara untuk konsumsi teks, karena keterbatasan waktu, penelitian ini hanya melihat karakteristik pembaca Cosmopolitan. Analisis sosial budaya (sociocultural practice) dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan majalah perempuan di Indonesia dan Amerika, serta sejarah perubahan bentuk tubuh ideal perempuan. Data juga diperoleh dari literatur dan beberapa situs. Unit penelitian ini adalah enam artikel yang diambil dari majalah Cosmopolitan dan dua artikel dari majalah Her World. Peneliti menemukan ada dua gagasan tentang tubuh perempuan yang saling bertentangan dalam majalah Cosmopolitan. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan visi dan kepentingan tentang gambaran tubuh perempuan. Redaksi, yang relatif mempunyai pandangan lebih realistis terhadap tubuh perempuan, hams patuh dengan pengelola media yang lebih berorientasi pada keuntungan, karenanya majalah masih didominasi oleh konsep kecantikan ideal yang "menjual". Dua pandangan dalam tubuh majalah ini dapat terjadi karena Cosmopolitan turut memperhitungkan kelompok pembaca yang memiliki pandangan yang berseberangan dengan nilai-nilai kecantikan ideal. Menurut peneliti, hal ini terjadi karena Cosmopolitan juga melihat kelompok pembaca ini sebagai pasar yang mendatangkan pemasukan, maka itu suara mereka juga hares terwakili.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4236
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agit Pranata
Abstrak :
Penelitian ini mengangkat diskursus tentang Puteri Indonesia yang ideal di dalam sebuah komunitas penggemar kontes kecantikan bernama Indonesian Pageants. Komunitas tersebut memiliki sebuah fanpage di jejaring sosial facebook yang menjadi tempat mereka saling berinteraksi dan bertukar pikiran. Lalu, di dalam interaksi antara para penggemar kontes kecantikan di fanpage Komunitas Indonesian Pageants itu memunculkan diskursus untuk mengubah tubuh perempuan, atau dalam hal ini para peserta atau kontestan Puteri Indonesia dan Puteri Indonesia yang terpilih nantinya, agar sesuai dengan satu set standar kecantikan tertentu. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, serta menggunakan metode observasi dan wawancara. Adapun, hasil penelitian menunjukkan bahwa diskursus tentang Puteri Indonesia yang ideal di dalam fanpage Komunitas Indonesian Pageants tidak terlepas dari pengaruh orientalisme dan neo-imperialisme. ...... This study focused in the discourse about the ideal Puteri Indonesia in a beauty pageants fan community named Indonesian Pageants. The community has a fanpage in facebook that become a place where they interact and exchange ideas. Then, the interaction led a discourse to alter a woman's body, or in this case the contestants and the winners of ?Puteri Indonesia?, to comply with a standard set of particular beauty. This study used a qualitative approach, and using the method of observation and interviews. Meanwhile, the results showed that the discourse about the ideal Puteri Indonesia in the fanpage of Indonesian Pageants community can not be separated from the influence of Orientalism and Neoimperialism.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S62458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini
Abstrak :
ABSTRAK
Jilbab kini dianggap sebagai pakaian "normal" bagi perempuan Muslim di Indonesia. Pandangan bahwa berjilbab merupakan tindakan yang harus dilakukan oleh perempuan muslim menguat. Dalam situasi normalisasi jilbab tersebut, pilihan perempuan untuk memiliki otonomi dalam mengatur tubuhnya menjadi pertanyaan. Perempuan berjilbab yang kemudian melepas jilbab sebagai keinginan sendiri menghadapi situasi yang menekan otonomi atas tubuhnya. Penelitian ini menekankan pengalaman perempuan yang melepas jilbab membangun otonomi atas tubuhnya dalam situasi normalisasi jilbab. Studi ini bertujuan menelusuri proses normalisasi, pemaknaan jilbab dan otonomi atas tubuh, dan strategi perempuan yang melepas jilbab mempertahankan otonomi atas tubuhnya dalam relasi dengan berbagai pihak di sekitarnya. Studi kualitatif ini dilakukan dengan pendekatan feminis dan metode pengambilan data melalui wawancara mendalam dan penelusuran sejarah hidup lima perempuan yang melepas jilbab. Teori pendisiplinan gender oleh Sandra Lee Bartky, teori otonomi relasional Mackenzie dan Stoljar, dan teori imanensi oleh Simone de Beauvoir dipilih untuk menganalisis data hasil temuan. Hasil penelitian menunjukkan normalisasi jilbab mengatur tubuh perempuan melalui pendisiplinan tubuh feminin. Pendisiplinan tersebut berlaku lewat dua karakter yaitu subjek pendisiplinan dan internalisasi standar feminitas. Pendisiplinan tubuh feminin mengatur perilaku yaitu sesuai normativitas gender dan pelaksanaan kegiatan beribadah, dan penampilan perempuan lewat ornamen jilbab. Penelitian ini juga menemukan perempuan yang melepas jilbab membangun otonomi tubuhnya dan mengalami kontestasi pemaknaan jilbab. Dari pemaknaan jilbab tersebut, ditemukan ada dimensi baru dalam jilbab yaitu otonomi. Temuan lainnya yaitu relasi sosial dapat menguatkan atau menghambat kapasitas otonomi perempuan melepas jilbab. Selain itu, perempuan melepas jilbab berkompromi dengan situasi mereka untuk mempertahankan otonomi atas tubuhnya. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan perempuan melepas jilbab tidak sepenuhnya otonom mengatur tubuhnya karena mereka menghadapi imanensi yang terus mendesak normativitas perempuan berjilbab. Rekomendasi dari penelitian ini dapat berkontribusi bahwa otonomi atas tubuh perempuan perlu dipertimbangkan dalam pembuatan peraturan terkait berbusana.
ABSTRACT
Jilbab or veil is now considered as "normal" dress in Indonesia nowadays that strengthens the views veiling as an obligation for Moslem women. In the veil normalisation, women's choice to have autonomy in controling their bodies is in question. The veiled women who then removes the veil as her own choice to face situation that opresses autonomy over her body. This research emphasizes the experience of former veiled women develop autonomy over their bodies in the veil normalisation. This study aims to explore the process of normalisation, the meaning of the veil and autonomy over the body, and the strategy of former veiled women to defend autonomy over their bodies to their social relation. This qualitative study was conducted using a feminist approach and data collection methods through in-deept interviews and tracing her life story of five former veiled women. The theory of gender discipline by Sandra Lee Bartky, theory of relational autonomy by Mackenzie and Stoljar, and the theory of immanence by Simone de Beauvoir were chosen to analyze the findings data. The research found the veil normalisation controls the female body through disciplining the feminine body, that act with two characters namely the subject of discipline and internalisation of femininity standards. Discipline of the feminine body controls behavior that is in line with gender normativity and the practice of worship activities, and the women's appearance with veil ornaments. The study also found that former veiled women developed their autonomy and experienced reconceptualize the meaning of the veil. There was found a new dimension in the meaning of the veil, namely autonomy. Another finding is that social relations can strengthen or weaken women's autonomy capacity to defend their decision to remove the veil. In addition, former veiled women compromise with their situation to defend autonomy over their bodies. The conclusion from this research shows that former veiled women are not fully autonomous in controling their own bodies, because they have to deal with immanence that continues to insist on the normativity of veiled women. Recommendations from this study can contribute that autonomy over women's bodies needs to be considered in decicion making of regulation related to dress code.
2020
T55326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Pitaloka
Abstrak :
ABSTRAK
Menjadi seorang perempuan di dalam masyarakat yang patriarkal kerap kali membuat perempuan mengalami opresi dan kekangan sehingga ia tidak bisa secara utuh memiliki kuasa atas tubuhnya. Pengalaman ketubuhan dalam kultur patriarkal tersebut dapat diekspresikan perempuan melalui praktik modifikasi tubuh, salah satunya adalah tato. Jika dahulu tato erat dengan hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas dan kriminalitas, kini tato sudah menjadi bagian dari gaya hidup kaum perkotaan. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan observasi, praktik bertato bagi sebagian perempuan yang sadar akan isu gender dan perempuan, dimaknai sebagai sebuah tindakan untuk merebut kembali tubuh mereka dari kultur patriarki. Pemaknaan yang diberikan berdasar pada pengalaman ketubuhan yang dialami, seperti kekerasan seksual, opresi verbal terhadap bentuk tubuh, dan kekangan aturan dari keluarga patriarkal. Selain itu, pemaknaan tersebut juga dipengaruhi oleh lingkup pertemanan informan yang juga paham akan permasalahan tubuh perempuan.Kata Kunci: Ekspresi, Patriarki, Pemaknaan, Pengalaman, Tato, Tubuh Perempuan.
ABSTRAK
Born as women in patriarchal society often creates oppression and restraint, towards their body. This fact takes their authority over their bodies. These bodily experiences expressed through various body modification practices, such as tattoo. In the past, tattoo is related with spirituality and criminality, but now, tattoo has become a urban lifestyle. Based on in depth interview and observation held in this study with women who have knowledge with gender and woman issues, a tattoo practice means reclaiming their body from patriarchal culture. The meaning is given based on their bodily experiences, such as sexual violence, verbal oppression of ideal body, and restraint from patriarchal family. This meaning come from their bodily experiences which also influenced by their peer group.Keywords Experience, Meaning, Patriarchy, Reclaim, Tattoo, Women Body.
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widya Eka Putri
Abstrak :
Artikel ini membahas tubuh perempuan dalam konteks kekerasan dan trauma dalans novel A Commencement Erait la Mer karya Maissa Bey. Novel mi menceritakan seorang perempuan berusia 18 tahun, Nadia, yang mencintai kebebasan, cinta, dan laut Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap jejak-jejak trauma dan kekerasan yang diderita oleh Nadia, tokoh utama novel ini. Metode yang digunakan adalah kajian naratologi Gérard Genette, analisis teks naratif Roland Barthes; dan konsep ecriture féminine Hélene Cixous. Struktur naratif teks memperlihatkan alur cerita digerakkan oleh keinginan Nadia untuk mengekspresikan diri dan tubuhnya keluar dari ruang-ruang tradisional, dan hambatan utama yang dihadapinya, baik dari lingkungan keluarga, maupun lingkungan sosialnya. Narator meminjam fokalisasi Nadia dalam menceritakan keinginan, mimpi, perasaan, dan ketakutan Nadia menghadapi dunia yang seperti tidak berpihak pada perempuan. Selanjutnya konsep écriture feminine mengungkap bagaimana Maissa Bey menuliskan tubuh-tubuh perempuan yang bercerita tentang kekerasan dan trauma yang dialaminya. Hasil analisis pada akhirnya memperkuat fakta bahwa tubuh perempuan masih menjadi ruang yang direpresi, baik oleh sejarah kekerasan di Aljazair, maupun dominasi wacana patriarki dan doktrin agama. ......This article discusses women's freedom, space, and body in the novel Au Commencement Etait la Mer by Maissa Bey. This novel tells the story of an 18-year-old woman, Nadia, who loves freedom, love, and the sea. This article aims to uncover traces of trauma and violence suffered by Nadia. The method used is the study of the narration of Gérard Genette, the analysis of the narrative text of Roland Barthes, and the concept of écriture feminine of Hélène Cixous. The narrative structure of the text shows the storyline driven by Nadia's desire to express herself and her body out of traditional spaces, and the main obstacles she faces, both from her family and social environment. The Narrator borrow's Nadia's focalisation in telling her wishes, dreams, feelings, and fears to face a world that is not in favor of women. Furthermore, the concept of écriture feminine reveals how Maissa Bey wrote the bodies of women who talked about the violence and trauma they experienced. The results of the analysis ultimately reinforce the fact that women's bodies are still a repressed space, both by the history of violence in Algeria, as well as the dominance of patriarchal discourse and religious doctrine.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gigha Angel Winly Oktaviana
Abstrak :
Industri K-pop sudah tidak diragukan lagi ketenarannya dan menjadi salah satu fenomena global yang memiliki banyak peminat, terutama remaja. Namun, hal tersebut juga memicu banyaknya persaingan demi menarik perhatian publik. Perusahaan berlomba-lomba untuk mendebutkan boy atau girl grup dengan aturan yang cukup ketat. Girl idola contohnya, standar kecantikan seperti tubuh ideal, cantik, berkulit putih yang telah diterapkan pada industri K-pop secara tidak langsung menyebabkan adanya perilaku objektifikasi terhadap tubuh perempuan dan dijadikan sebagai objek untuk menyenangkan hasrat laki-laki. Penelitian ini berusaha untuk membongkar bagaimana objektifikasi dan seksualisai idola dapat terjadi dan kehidupan idola perempuan banyak disetir oleh perusahaan mereka. Dengan menggunakan teori politik seksual yang dikemukakan oleh Andrea Dworkin yang mana menyatakan pornografi menggambarkan laki-laki sebagai pria jantan yang mendominasi, sedangkan perempuan diperdagangkan, dikolektifikasi dan diobjektifikasi. Penulis berusaha untuk memperlihatkan bagaimana tubuh perempuan diperlakukan sebagai objek yang dapat dikomersialkan kepada publik dan digunakan untuk menarik perhatian masyarakat. ......The K-pop industry has undoubtedly become a global phenomenon that has many fans, especially teenagers. However, it also triggers a lot of competition to attract public attention. Companies are competing to debut boy or girl groups with quite strict rules. Girl idols, for example, beauty standards such as ideal body, beautiful, white skin that have been applied to the K-pop industry indirectly lead to objectification behavior towards women's bodies and are used as objects to please men's desires. This research seeks to uncover how objectification and sexualization of idols can occur and the lives of female idols are largely driven by their companies. By using the theory of sexual politics put forward by Andrea Dworkin, which states that pornography depicts men as dominating males, while women are trafficked, collectivized and objectified. The author tries to show how women's bodies are treated as objects that can be commercialized to the public and used to attract public attention.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Konstelasi kekuasaan pemikiran tentang seksualitas dalam konteks advokasi legalisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dilakukan oleh jaringan gerakan perempuan merepresentasikan bagaimana perempuan dan tubuh diinterpretasikan. Hal itu tercermin dalam produk hukum yang dihasilkan dan atau sedang diadvokasikan, yakni dari pengakuan siapa yang dianggap menjadi korban yang harus dilindungi dan siapa yang menjadi pelaku yang harus dikenai sanksi. Untuk itu perbandingan antara UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sebagai inisiatif DPR-RI dengan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dapat menggambarkan konstelasi kekuasaan pemikiran tentang seksualitas perempuan dan tubuh perempuan. Karena sebuah produk hukum menunjukkan ideologi dari produsen hukum itu sendiri, yakni secara khusus para law maker (pemerintah dan parlemen) serta secara lebih luas adalah masyarakat.
364 JP 21:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vincentia Irmayanti Meliono
Abstrak :
This study reveals that some models of comercial breaks appeared at the indonesian private television program, e.g. shampoo and soap advertisement, could invite some interpretation and functions. Their appearance could reflect women's surrender facing the action of violence. These article discusses about the metaphor of the women's body and how it beceomes a medium that is constructed by two aspects, the power and the beauty. The result shows that the messages of comercial break have meaningfulness of the pragmatical values, the persuasive or ideological statement and the dialectically communicative process. Keywords appeared in the comercial breaks show the women's action of violence, pragmatical value, ideological value, dialectically communicate process.
Depok: Faculty of Humanities University of Indonesia, 2003
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wara Aninditari Larascintya Habsari
Abstrak :
Skripsi ini menyajikan representasi tubuh perempuan dalam novel Pengakuan Eks Parasit Lajang, karya Ayu Utami, sebagai suatu analisis kriminologi feminis tentang kekerasan terhadap perempuan. Penelitian ini menggunakan metode analisis kritik sastra feminis, serta analisis naratif dan appropriasi sebagai instrumen untuk membedah muatan-muatan kriminologis dalam teks penelitian. Melalui penelitian skripsi ini, peneliti hendak menunjukkan bahwasanya perempuan yang berupaya untuk melakukan refleksi, dekonstruksi, dan rekonstruksi wacana patriarkal, serta menyadari bahwa dirinya tidak luput dari kemungkinan menjadi korban patriarki adalah seorang subjek atas tubuhnya sendiri. Pengakuan Eks Parasit Lajang memperlihatkan bahwa pendefinisian tubuh dan hasrat seksual perempuan, serta eksistensi mitos keperawanan dan perkawinan merupakan sebuah kejahatan tidak kasat mata yang menjadikan perempuan sebagai abjek dalam tatanan masyarakat di Indonesia. ...... This undergraduate thesis explain representation of womens body in Ayu Utamis novel, Pengakuan Eks Parasit Lajang as an analysis of feminist criminology about violence againts women. This research uses an analysis of feminist literature critique method, and narrative analysis, and appropriation as an instrument to elaborate criminological content in the text. Through this undergraduate thesis, researcher hope to show that the women who tried to gain reflection deconstruction patriarchal discourse reconstruction, and the character in this novel realized thet she does not escape from the possibility of being a patriarchy victim is a subject of her own body. Pengakuan Eks Parasit Lajang showed that the definition of body and womens sexual desire, also the myth existence of virginity and marrige is an invinsible crime that made women became an abject in the sosial structure of Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S56379
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprillia Ramadhina
Abstrak :
ABSTRAK
Penulisan ini berupaya menjelaskan hasrat perempuan dalam lukisan IGAK Murniasih melalui perspektif Luce Irigaray. Bagi Irigaray, perempuan seharusnya mempunyai bahasa mereka sendiri dan menggunakannya. Bahasa dalam artian di sini dimaknai sebagai sesuatu yang plural, yakni bahasa yang terkandung dalam lukisan. Lukisan dapat menjadi sebuah ajang pengeluaran ide mengenai realitas, sarana bagi seniman perempuan, untuk ?berbicara? dan membahasakan bahasanya sendiri, di samping hasil dari sebuah proses kreatif. Terdapat kaitan antara pembahasaan terhadap tubuh perempuan dengan wacana berbicara ?sebagai? perempuan dalam konteks pelukis perempuan. Lukisan sebagai pelepasan hasrat mampu merepresentasikan realitas ketertekanan perempuan dan memotret relasi seksualitas antara laki-laki dan perempuan. Rezim bahasa patriarki telah mereduksi kapasitas perempuan untuk mampu berbicara. Di sinilah diperlukan usaha yang lebih dari perempuan untuk mampu membahasakan bahasanya sendiri, salah satunya dengan melukis.
Abstract
This writing tries to explain about woman?s desire in IGAK Murniasih?s painting trough the Luce Irigaray?s perspective. According to Irigaray, woman should have their own language and use it. Language in this term is interpreted as something plural, which is the language that in painting. Painting could become an instrument to improve the idea of the reality, medium for woman artist, to ?speaking?, create and invent their own language, beside product from creative process. There is a relation between language that come from women body with discourse of speaking ?as? woman. Painting as redemption of desire represent the repression woman reality and show the sexual relation between man and woman. Language rezime of patriarchy has been reduce woman?s capacity for speaking. Then it needs the more effort from woman to create and invent her own language, and one of this way is to painting.
2011
S42432
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>