Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Marcel Hendrapati
"ABSTRAK
The Timor Gap Treaty on oil and gas management cooperation in some parts of the Timor Sea was full of political intrigues between Australia and Republic of Indonesia, since the treaty which comprises three areas of cooperation was detrimental to Indonesia and it indicated the highest influence of Indonesian Republic by Australia. Renunciation of the treaty due to the independence of Timor Leste after a referendum resulted in the issue of maritime delimitation between Timor Leste and Indonesia. Nevertheless in fact in 2002 the new state declared maritime expansion to a distance of 100 nautical miles measured from the former Timor Gap lines. The result of the expansion was that it potentially reached to Indonesian oil and gas fields located in the west
and east of the lines. Apparently the unilateral expansion conducted by the country which from 1975 until 1999 was the 27th province of Indonesian Republic motivated both states to accelerate maritime delimitation aimed at achieving equitable solution. to it, such as the maritime expansion and implementation of the equitable solution principle in maritime delimitation between the two
states after the Timor Gap Treaty.
Perjanjian Celah Timor mengenai kerjasama pengelolaan migas di Laut Timor sarat dengan intrik politik antara Australia dan Indonesia, karena ternyata perjanjian yang mencakup tiga zona kerjasama merugikan Indonesia serta menunjukkan kuatnya pengaruh Australia terhadap
Indonesia pada masa itu.Pembatalan perjanjian tersebut akibat kemerdekaan Timor Leste setelah referendum menimbulkan isu delimitasi maritim antaraIndonesia dan Timor Leste. Namun
ternyata pada tahun 2002Timor Leste memperluas secara sepihak zona maritimnya sejauh 100 mil laut dengan menggunakan garis-garis bekas Celah Timor sehingga dikawatirkan berpotensi mencapai ladang migas Indonesia yang berada di sebelah barat dan timur dari garis-garis tersebut. Tampaknya ekspansi sepihak negara yang dari tahun 1975 hingga 1999 merupakan provinsi Republik Indonesia ke27 ini mendorong kedua negara untuk mempercepat dilakukannya
berbagai negosiasi delimitasi maritim, khususnya delimitasi zona ekonomi eksklusif di kawasan tersebut. Artikel ini mengkaji substansi perjanjian Celah Timor dan perluasan maritim negara tetangga dan penerapan prinsip solusi yang berkeadilan dalam menetapkan garis batas maritim kedua negara setelah perjanjian Celah Timor"
University of Indonesia, Faculty of Law, 2015
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Marcel Hendrapati
"Perjanjian Celah Timor mengenai kerjasama pengelolaan migas di Laut Timor sarat dengan intrik politik antara Australia dan Indonesia, karena ternyata perjanjian yang mencakup tiga zona kerjasama merugikan Indonesia serta menunjukkan kuatnya pengaruh Australia terhadap Indonesia pada masa itu.Pembatalan perjanjian tersebut akibat kemerdekaan Timor Leste setelah referendum menimbulkan isu delimitasi maritim antaraIndonesia dan Timor Leste. Namun ternyata pada tahun 2002Timor Leste memperluas secara sepihak zona maritimnya sejauh 100 mil laut dengan menggunakan garis-garis bekas Celah Timor sehingga dikawatirkan berpotensi mencapai ladang migas Indonesia yang berada di sebelah barat dan timur dari garis-garis tersebut. Tampaknya ekspansi sepihak negara yang dari tahun 1975 hingga 1999 merupakan provinsi Republik Indonesia ke27 ini mendorong kedua negara untuk mempercepat dilakukannya berbagai negosiasi delimitasi maritim, khususnya delimitasi zona ekonomi eksklusif di kawasan tersebut. Artikel ini mengkaji substansi perjanjian Celah Timor dan perluasan maritim negara tetangga dan penerapan prinsip solusi yang berkeadilan dalam menetapkan garis batas maritim
keduanegara setelah perjanjian Celah Timor."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
340 UI-ILR 5:1 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ririn Qunuri
"Penelitian ini akan menjelaskan perubahan kebijakan pertahanan Australia dari yang bergantung pada sekutunya, Inggris dan AS, namun beralih untuk mengandalkan kemampuannya sendiri dan menjalin kerjasama dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Kebijakan pertahanan Australia dikenal sebagai strategi “pertahanan jauh ke depan” (forward defence) menjadi “pertahanan mandiri” (self-reliant defence). Kedua strategi pertahanan tersebut merupakan bagian dari “sistem keamanan kolektif” yang meliputi area Asia Tenggara hingga Pasifik, namun perbedaannya terletak dari aliansinya. Jika forward defence mengandalkan aliansi Australia dengan AS, namun dalam self-reliant defence, Australia menekankan ikatan keamanan regional dan kerjasama multidimensional di untuk menjaga stabilitas keamanan di kawasan Asia-Pasifik. Penelitian ini menggunakan pendekatan geopolitik dan keamanan dalam merumuskan kebijakan luar negeri Australia terhadap Indonesia terkait masalah Timor Timur. Letak geografis Indonesia yang berada di bagian utara Australia memiliki arti penting bagi Australia. Posisi Indonesia telah menciptakan konsekuensi-konsekuensi penting terhadap keamanan Australia. Sehingga, Australia berupaya menjalin kerjasama dengan Indonesia, khususnya dalam masalah keamanan. Namun, persoalan Timor Timur di tahun 1975, membuat Australia membuat kebijakan luar negeri dwifungsional terhadap Indonesia, yaitu tetap menekan Indonesia untuk melaksanakan self-determination di Timor Timur, namun menyetujui kerjasama Australia dan Indonesia dalam “Perundingan Celah Timor” tahun 1989 yang secara de jure perjanjian tersebut berdampak pada pengakuan Australia terhadap kedaulatan Indonesia atas Timor Timur.

This research will explain the shifting Australia's defense policy from its allies, the United Kingdom and the United States, to relying on its own capabilities and forming alliances with Southeast Asian countries. The tactic of "forward defense" (forward defense) to "self-defense" is Australia's defense policy (self-reliant defense). In formulating Australia's foreign policy toward Indonesia on the East Timor issue, this study takes a geopolitical and security approach. The geographical location of Indonesia, which is in the northern part of Australia, is important for Australia. The role of Indonesia has had significant implications for Australia's stability. As a result, Australia is attempting to develop cooperation with Indonesia, particularly in the area of security. In order to deal with the East Timor problem, Australia adopted a two-pronged foreign policy toward Indonesia. Australia will continue to put pressure on Indonesia to give East Timor self-determination, but only under the terms of the 1989 "Timor Gap Agreement." As a result, Australia's acceptance of Indonesia's jurisdiction over East Timor will be affected de jure by the agreement. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library