Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Saraswati
"[ABSTRAK
Serial kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan menerapkan terapi nutrisi sebagai bagian dari terapi tuberkulosis (TB) paru. Komplikasi yang menyertai TB paru dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Seluruh pasien serial kasus ini dalam kondisi malnutrisi dan terdapat komplikasi yang menyertai masingmasing kasus berupa drug-induced hepatotoxicity, peritonitis TB, diabetes melitus tipe 2, dan pneumotoraks dengan dispepsia. Pemberian nutrisi disesuaikan dengan kondisi, penyakit penyerta, dan kebutuhan yang bersifat individual. Kebutuhan energi basal dihitung dengan persamaan Harris-Benedict dengan kebutuhan energi total setara dengan 35?40 kkal/kg BB. Makronutrien diberikan dalam komposisi seimbang dengan protein 15?20% kebutuhan energi (1,2?1,5 g/kg BB). Saran pemberian mikronutrien minimal mencapai angka kecukupan gizi. Pasien yang mendapat obat antituberkulosis berupa isoniazid disarankan mendapat suplementasi vitamin B6 dengan dosis tertentu untuk mencegah neuritis perifer. Outcome yang dinilai meliputi kondisi klinis, asupan, dan toleransi asupan. Pemberian terapi nutrisi sebagian besar pasien dimulai dari kebutuhan energi basal yang pada akhir masa perawatan dapat mencapai target kebutuhan energi total. Pemantauan jangka panjang pasca rawat inap, disarankan tidak hanya menilai outcome berdasarkan perubahan berat badan, namun dilakukan penilaian komposisi tubuh, terutama massa lemak, karena pada kasus TB terjadi abnormalitas metabolisme yang disebut anabolic block.

ABSTRACT
The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary tuberculosis (TB) therapy. Pulmonary TB with complications was associated with increased of morbidity and mortality. Malnutrition was coexisted with several complications such as drug-induced hepatotoxicity, peritoneal TB, type 2 diabetes mellitus, and pneumothorax with dyspepsia. HarrisBenedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35?40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15?20% energy requirement (1,2?1,5 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Patients with isoniazid therapy needed to get pyridoxine supplementation to prevent peripheral neuritis. Outcome measurements included clinical condition, amount of intake, and intake tolerance. Most patients were given initial nutrition therapy from basal energy requirement and has shown increment. At the end of hospitalization, all of patients could achieve total energy requirement. Due to abnormality of metabolism, usually termed as anabolic block, it was recommended not only to measure body weight as primary outcome, but also body composition., The aim of this case series was to study and apply nutrition therapy as integral part of pulmonary tuberculosis (TB) therapy. Pulmonary TB with complications was associated with increased of morbidity and mortality. Malnutrition was coexisted with several complications such as drug-induced hepatotoxicity, peritoneal TB, type 2 diabetes mellitus, and pneumothorax with dyspepsia. HarrisBenedict equation was used to calculate basal energy requirement with total energy requirement equivalent to 35–40 kcal/body weight. Balanced macronutrient composition was given with protein 15–20% energy requirement (1,2–1,5 g/body weight). Micronutrient recommendation was given to fulfill one fold recommended daily allowance. Patients with isoniazid therapy needed to get pyridoxine supplementation to prevent peripheral neuritis. Outcome measurements included clinical condition, amount of intake, and intake tolerance. Most patients were given initial nutrition therapy from basal energy requirement and has shown increment. At the end of hospitalization, all of patients could achieve total energy requirement. Due to abnormality of metabolism, usually termed as anabolic block, it was recommended not only to measure body weight as primary outcome, but also body composition.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Felicia Deasy Irwanto
"Latar Belakang: Kolestasis adalah hambatan atau supresi sekresi empedu. Kolelitiasis dan obstruksi bilier akibat keganasan merupakan kasus kolestasis yang sering ditemui. Kolestasis dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan berbagai komplikasi. Selain pembedahan, terapi nutrisi adalah pendekatan tata laksana pada pasien kolestasis untuk mempertahankan status nutrisi dan kapasitas fungsional.
Kasus: Pasien dalam serial kasus ini terdiri atas tiga pasien laki-laki dan satu perempuan, berusia 36-55 tahun dengan diagnosis kolestasis akibat keganasan dan postcholecystectomy syndrome (PCS) dengan riwayat kolelitiasis. Satu pasien dengan keganasan dan dua pasien dengan PCS menjalani operasi bypass biliodigestif dan rekonstruksi, sedangkan satu pasien menjalani perbaikan kondisi klinis sebelum pembedahan. Terapi nutrisi yang diberikan meliputi diet tinggi protein dan rendah lemak dengan nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA. Pada kasus pertama terapi nutrisi diberikan pascabedah. Selama perawatan ada kecurigaan leakage anastomosis, tetapi keluaran klinis membaik. Pasien kedua mendapat terapi nutrisi prabedah dan mengalami perbaikan kondisi klinis. Kedua pasien tidak mencapai target nutrisi walaupun toleransi makanan cair baik. Kasus ketiga dan keempat mendapat terapi nutrisi pra dan pascabedah dan pada akhir masa pemantauan, dapat mempertahankan status nutrisi. Pada keempat pasien, kapasitas fungsional dapat dipertahankan, bahkan mengalami perbaikan.
Kesimpulan: Terapi nutrisi yang optimal dapat memberikan keluaran klinis yang baik pada pasien kolestasis. Pemberian nutrien spesifik berupa MCT dan BCAA diperlukan untuk meningkatkan toleransi asupan, mempertahankan status nutrisi, dan memperbaiki kapasitas fungsional pasien kolestasis.

Background: Cholestatis is obstruction or suppression of bile secretion. Cholestasis may cause nutritional disturbance and other complication. Besides surgery, nutritional therapy is needed in cholestasis patient for maintaining nutritional status and functional capacity.
Cases: Four cases (three male and one female) of cholestasis with range of age between 36-55 years old are included in this case series. They were diagnosed with cholestasis because of cancer and post-cholecystectomy syndrome (PCS) with cholelithiasis history. One patient with cancer and two patients with PCS had the biliodigestive bypass surgery and reconstruction, while one patient was restoring her clinical condition before surgery. All patients were given high protein and low fat diet, with specific nutrient such as MCT and BCAA. The first patient received nutrition therapy during postoperative phase. During monitoring, he was suspected with leakage anastomosis, but in the end the outcome was good. Second patient got nutritional therapy in preoperative phase and got better clinical condition. Both patients couldnt reach the nutritional target although their tolerance of ONS was good. The third and the fourth patient got nutritional therapy in pre and postoperative phase and had maintained their nutritional status. In all patients, the functional capacity could be maintained and improved.
Conclusion: Optimal nutritional therapy is needed in cholestasis patients to get better clinical outcomes. Specific nutrients such as MCT and BCAA improve the nutritional tolerance, maintain the nutritional status, and improve the functional capacity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kuntarti Heruyanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat pada usia lanjut. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi PGK lebih tinggi pada usia 55-75 tahun dibandingkan usia kurang dari 55 tahun. Pada usia lanjut terjadi perubahan struktur dan fungsi ginjal, serta adanya riwayat penyakit komorbid seperti diabetes
melitus (DM), hipertensi, penyakit jantung dan pembesaran prostat, menjadi faktor risiko yang meningkatkan terjadinya PGK. Komplikasi yang dapat timbul pada penderita PGK antara lain frailty dan protein energy wasting, yang menyebabkan penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi yang adekuat berperan penting untuk mencegah protein energy wasting dan komplikasi lain yang dapat timbul pada PGK.
Metode: Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus PGK pada pasien usia di atas 60 tahun. Dua pasien memiliki penyakit komorbid DM dan hipertensi, dan
dua lainnya hanya hipertensi. Keempat pasien dalam serial kasus ini termasuk PGK derajat IV dan V. Pada dua kasus dilakukan hemodialisis, sementara pada dua lainnya belum dilakukan. Masalah yang timbul pada keempat kasus adalah
terdapat gejala-gejala sindroma uremia yaitu mual, muntah, anoreksia, lemas, sesak, dan anemia sehingga asupan makanan tidak adekuat dan terjadi penurunan
kapasitas fungsional. Kebutuhan energi pasien dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict ditambah faktor stres dan pemberian protein disesuaikan dengan sudah atau belum dilakukan hemodialisis. Komposisi
karbohidrat dan lemak disesuaikan dengan rekomendasi theurapeutic lifestyle changes (TLC) dan American Diabetes Association (ADA). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Pemantauan pasien
dilakukan setiap hari dengan memperhatikan perubahan gejala klinis, tanda vital, imbang cairan, kapasitas fungsional, analisis dan toleransi terhadap makanan,
serta hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pemantauan yang dilakukan pada empat pasien selama perawatan di rumah sakit menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis serta peningkatan asupan makanan dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Terapi nutrisi dapat mendukung terapi utama pada penderita PGK usia lanjut dalam memperbaiki keadaan klinis dan kapasitas fungsional, serta mencegah komplikasi lebih lanjut

ABSTRACT
Background: The prevalence of chronic kidney disease (CKD) increases in the elderly. Based on Riskesdas 2013, the prevalence of CKD is higher in the age of 55-75 years old compared to below 55 years of age. In the elderly, there are alterations in kidney structure and function, as well as history of comorbidities include diabetes mellitus, hypertension, heart disease and prostate hypertrophy that increase the factor CKD. Complication that may occur in patients with CKD including frailty and protein energy wasting, which can cause decreased
functional capacity and quality of life, and increased morbidity and mortality. Adequate nutrition therapy plays an important role in preventing protein energy wasting and other complications that may arise in CKD.
Methods: This case series report describes four cases of CKD in patients aged above 60 years old. Two patients have comorbid disease diabetes mellitus and hypertension and the others have only hypertension. The four patients in this case series are in CKD stage IV and V. Two cases with hemodialysis, while in the others has not done yet. Problems arising in all cases are uremic syndrome
symptoms such as nausea, vomiting, anorexia,fatigue, dypsnea, and anemia causing inadequate food intake and decreased functional capacity. Energy requirements of the patients calculated using the Harris-Benedict equation added by stress factor and the amount of protein depends on whether the hemodialysis has or has not been applied. Carbohydrate and fat composition appropriated to the
theurapeutic lifestyle changes (TLC) and the American Diabetes Association (ADA) recommendations. Micronutrients supplementation was given in
accordance to patient's condition. Patient monitoring is carried out every day by observing changes in clinical symptoms, vital signs, fluid balance, functional
capacity, dietary analysis and food tolerance, and laboratory resultsResults: Monitoring conducted in the four patients during treatment at the hospital showed the improvements in clinical symptoms, and increased in food
intake and functional capacity.
"
Ilmu Gizi Klinik, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kurnia Dwi Julia Maharami
"Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah global dan merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dapat mempengaruhi kualitas hidup dan produktifitas seseorang. Salah satunya penyebab DM yaitu pola makan yang kurang sehat. Manifestasi klinis dari DM salah satunya yaitu kadar gula darah diatas 200 mg/dl. Karya ilmiah akhir ini bertujuan untuk memberikan gambaran manfaat terapi nutrisi dalam menurunkan kadar gula darah pada keluarga ibu T di RT 01/ RW 06 Kelurahan Sukatani, Kecamatan Tapos, Kota Depok. Metode yang digunakan yaitu pendekatan asuhan keperawatan keluarga. Implementasi keperawatan yang diberikan kepada ibu T adalah pendidikan kesehatan mengenai terapi nutrisi dengan prinsip tepat waktu, tepat jenis, dan tepat jumlah, serta penyusunan menu makanan DM untuk sehari-hari. Hasilnya gula darah sewaktu ibu T menurun dari 382 mg/dl menjadi 178 mg/dl, sedangkan gula darah puasa menurun dari 224 mg/dl menjadi 95 mg/dl. Kepatuhan dalam penerapan prinsip terapi nutrisi ini dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita DM.

DM is a global problem and one of the degenerative diseases that can affect a person's quality of life and productivity. One factor that causes DM is unhealthy diet. One of clinical manifestations of DM is blood sugar levels above 200 mg/dl. The aim of this final assignment is to provide delineation of the benefits of nutritional therapy to lower blood sugar levels in the T family in RT 01/RW 06 Sukatani Village, Tapos District, Depok. The method used is family nursing care for 7 weeks. Nursing implementation given to T's family is health education on nutrition therapy in the right time, right type, and right amount and scheduling daily nutrition. The result of blood sugar during Mrs. T decreased from 382 mg/dl to 178 mg/dl, and fasting blood sugar decreased from 224 mg/dl to 95 mg/dl. Compliance in the implementation of the principles of nutritional therapy can lower blood sugar level for people suffering from diabetes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Sonia
"Luka bakar adalah bentuk trauma yang paling berat yang menyebabkan hipermetabolisme berkepanjangan. Jika asupan nutrisi tidak adekuat, penurunan berat badan dapat terjadi, yang kemudian akan memengaruhi pertumbuhan, penyembuhan luka, dan imunitas. Pedoman nutrisi pada anak dengan luka bakar dibuat di negara maju, sehingga mungkin akan sulit diterapkan di negara berkembang. Pada serial kasus ini, terapi nutrisi diberikan kepada empat pasien anak pasca luka bakar dengan usia 2 ndash;8 tahun dan luas luka bakar antara 5 dan 35 total body surface area. Dari keempat pasien tersebut terdapat satu pasien dengan luka bakar mayor. Target kebutuhan energi ditentukan dengan menggunakan rumus Schofield ditambah faktor stres 1,5 ndash;2 menurut luas luka bakar pasien. Target protein ditetapkan sebesar 1,5 ndash;3 g/kg/hari menurut luas luka bakar pasien. Semua pasien mendapatkan nutrisi melalui jalur oral, dengan jumlah yang ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai target. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada semua pasien mendekati rekomendasi, namun suplementasi tembaga tidak diberikan karena keterbatasan sediaan. Terdapat penurunan berat badan pada dua pasien, namun status gizi yang baik berhasil dipertahankan pada semua pasien. Semua pasien juga mengalami penyembuhan luka yang progresif. Terapi medik gizi klinik pada pasien anak dengan luka bakar dapat mempertahankan status gizi yang baik dan membantu penyembuhan luka.

Burn injury is the most severe trauma that causes prolonged hypermetabolism. Inadequate nutritional intake may cause weight loss, which in turn may influence growth, wound healing, and immunity. Nutritional guidelines for pediatric burn were made in developed countries, meanwhile their application in a developing country may be limitted. In this case series, nutritional therapy was instituted on four pediatric burn patients aged 2 ndash 8 years old with burn surface areas between 5 and 35 total body surface area. Among these patients, there was one patient with major burn. Energy requirements were determined using Schofield formula and stress factors of 1,5 ndash 2 depending on the patient rsquo s burn surface area. Protein requirements were set at 1,5 ndash 3 g kg day depending on the patient rsquo s burn surface area. All patients were given oral nutrition, with stepwise increases until the goals were achieved. Micronutrient supplementation was given to all patients according to previous recommendations, however copper supplementation was not be given due to unavailability. Two patients experienced weight loss, but normal nutritional status was maintained in all patients. In addition, progressive wound healing was observed in all patients. In conclusion, nutritional therapy in pediatric burn patients may preserve normal nutritional status and promote wound healing."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annida Falahaini
"Masyarakat perkotaan berisiko mengalami masalah kesehatan seiring dengan lingkungan, sosial, dan gaya hidup yang kurang sehat. Berbagai polutan, kondisi sosial penyebab stres, serta diet dan aktivitas fisik yang tidak seimbang menjadi penyebab berkembangnya penyakit tidak menular pada masyarakat perkotaan, salah satunya kanker kolorektal. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan desain eksperimen pada pasien kelolaan selama menjalankan praktik klinik. Data difokuskan pada satu pasien kelolaan dengan tujuan melakukan analisis intervensi terapi nutrisi pada pasien kanker kolorektal pro tutup kolostomi di rumah sakit rujukan nasional Jakarta. Pasien dengan keganasan dan pembedahan membutuhkan terapi nutrisi yang mendukung pemulihan. Perawat dan tenaga kesehatan lain berkolaborasi untuk menunjang keadekuatan nutrisi pasien.

Urban communities are at risk of developing health problem along with unhealthy environmental, social factor, and bad lifestyle. Various pollutants, stressful social conditions, and unbalanced diet and physical activity are the causes of the developing non-communicable diseases in urban communities, one of them is colorectal cancer. This sicentific paper used experiment design in managed patients during clinical study. The data was focused on one patient with the aim of analyzing nutritional therapy interventions in colostomy pro-closure colorectal cancer patients at the Jakarta national referral hospital. Patients with malignancy and surgery need nutritional therapy that encourages recovery. Nurses and other health workers collaborate to support the patients nutritional strength."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Baillie-Hamilton, Paula
"Dr. Baillie-Hamilton, an expert in human metabolism, argues that our own natural weight-regulation system is being poisoned by the toxic chemicals we encounter in our everyday lives, and that this damage makes it increasingly difficult for our bodies to control and lose weight. Toxins in food, water, air, packaging, cosmetics, and household products enter our bodies as Chemical Calories, hampering our metabolic and appetite-regulating systems and making us fatter.
In her groundbreaking book, Dr. Baillie-Hamilton shows readers how to identify, avoid, and manage the negative effects of fattening Chemical Calories."
New York: Avery, 2003
613.25 BAI b
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Scrivner, Jane
London: Piatkus Books, 1998
613.26 SCR d
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Prasmapti Yunianingtias
"Malnutrisi dan tuberkulosis seringkali ditemukan secara bersamaan, Adanya malnutrisi pada tuberkulosis meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Serial kasus ini bertujuan mempelajari efek terapi nutrisi pada pasien TB paru dengan malnutrisi. Pada serial kasus ini tiga orang pasien mengalami malnutrisi berat dan satu pasien mengalami malnutrisi ringan. Nutrisi tahap awal diberikan ≤ 50% kebutuhan energi total (KET) dan ditingkatkan bertahap. Pada akhir masa perawatan, nutrisi dapat mencapai 90% KET. Protein diberikan sebesar 15-20% total kalori. Konseling gizi diberikan pada akhir masa rawat pada pasien dan keluarga. Terapi nutrisi sebaiknya harus menjadi bagian integral dari terapi tuberkulosis.

Malnutrition has been found to coexist with tuberculosis (TB). Malnutrition is associated with increased morbidity and mortality in those with TB. Objective of this case serial is to review the impact of nutritional therapy in pulmonary TB patient with malnutrition. All of four patients were malnourished and had pulmonary TB, of which 3 were severely malnourished. Initially, nutrition therapy commenced with ≤ 50% estimated energy requirement (EER) and incrementally increased to 90% EER at the end of hospitalization. Protein was given 15–20% of total calories. Bedside counseling was provided prior to discharge. Nutrition therapy should be considered as integral part of TB treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ety Mariatul Qiptiah
"Latar Belakang: Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab tuberkulosis pada paru dan organ lain, seperti meningen meningitis tuberkulosis . Meningitis tuberkulosis dapat merupakan komplikasi tuberkulosis primer, yang bersifat laten/asimptomatik, namun risiko reaktivasi meningkat pada penurunan sistem imun/malnutrisi. Disfagia, defisit kognitif, hemiparese, dan ketidakmampuan makan mandiri juga dapat menyebabkan malnutrisi, sehingga akan meningkatkan lama rawat dan mengganggu perbaikan kapasitas fungsional. Tatalaksana nutrisi diperlukan untuk meminimalisasi kehilangan berat badan, mendapatkan imbang nitrogen positif, dan menyediakan nutrisi untuk membangun system imun. Pada pelaksanaannya, pemberian nutrisi harus memperhatikan kondisi klinis serta komplikasi berupa peningkatan tekanan intrakranial dan defisit neurologi yang terjadi.
Metode: Laporan serial kasus ini menguraikan empat kasus meningitis tuberkulosis dengan tuberkulosis paru. Semua pasien datang dengan penurunan kesadaran dan telah terdiagnosis tuberkulosis paru sebelumnya, namun pasien minum obat tidak sesuai dengan anjuran dokter. Status gizi keempat pasien adalah malnutrisi ringan dan berat, obes 1 dan normal. Selama dirawat, tatalaksana nutrisi diberikan sesuai pedoman terapi nutrisi untuk penderita tuberkulosis. Asupan makronutrien diberikan meningkat bertahap sesuai kondisi klinis dan toleransi pasien. Suplementasi mikronutrien juga diberikan. Pemantauan meliputi keluhan subjektif, hemodinamik, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, keseimbangan cairan, dan kapasitas fungsional.
Hasil: Dua orang pasien menunjukkan perbaikan klinis, kapasitas fungsional, hasil laboratorium, toleransi asupan, dan outcome, sedangkan dua orang lainnya mengalami perburukan dan meninggal pada hari perawatan ke-44 dan ke-24.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi infeksi tuberkulosis pada paru dan susunan saraf, dapat memberikan manfaat untuk pemulihan pasien.

Objective: Mycobacterium tuberculosis is the cause of tuberculous in the lung and other organs, such as the meninges tuberculous meningitis . Tuberculous meningitis can be a complication of primary tuberculous, latent asymptomatic, but the risk of reactivation increases to a decrease in the immune system malnutrition. Dysphagia, defisit kognitif, hemiparese, and inability to eat independently can also cause malnutrition, thereby increasing the length of stay and interfere with the functional capacity improvement. Management of nutrients needed to minimize the lose weight, get a positive nitrogen balance, and provide nutrients for building the immune system. In practice, the nutrition must consider the clinical condition and the complications in the form of increased intracranial pressure and neurological deficits that occur.
Methods: This case series report outlines four cases of tuberculous meningitis with pulmonary tuberculous. All patients present with loss of consciousness and have been diagnosed with pulmonary tuberculous before, but patients taking the medicine does not comply with doctor's advice. Nutritional status of the four patients was mild and severe malnutrition, obese and normal one. During the treatment, management of nutrition was given according to the guidelines of nutrition therapy for patients with tuberculosis. Macronutrient intake increased gradually given appropriate clinical condition and patient tolerance. Micronutrient supplementation are also given. Monitoring included subjective complaints, hemodynamic, analysis and tolerance intake, laboratory tests, anthropometric, fluid balance, and functional capacity.
Results: Two patients showed clinical improvement, functional capacity, laboratory results, tolerance intake, and outcome, while two other people suffered deterioration and died on the 44th and 24th day of treatment.
Conclusion: Nutritional support tuberkulosis infection in the lungs and nervous system, can provide benefit to the patient's recovery.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55631
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>