Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Suryawan
"ABSTRACT
Construction technology has led to flexible structures such as tall buildings and long-span bridges the design of these structures involves certain problem, e.g. : safety, human comfort, increased risk of damage.
A solution to these problems consist to certain extent of the application of structural control.
A structure can be controlled by using active control mechanisms, it is able to control displacement, velocity or acceleration of the structure, or all of these, as desired.
In order to control the structure s response, one has to apply some control forces that are able to change the parameter affecting the response (mass, stiffness, damping) properly. Such forces can easily be implemented by using auxiliary masses, springs (or tendons), dampers, or all of these.
Furthermore, in this paper, tendon control will be used to provide the control force for a simple span bridge and this evaluation ins limited to the controlled response of deflection at midspan and compare with uncontrolled response."
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bobby Natanael Nelwan
"Introduksi:
Pemakaian Oksigen Hiperbarik (OHB) sebagai terapi tambahan makin banyak digunakan. Pengaruh OHB terhadap penyembuhan tendon pasca repair dan terhadap komplikasi perlekatan merupakan tujuan penelitian ini. Penilaian makroskopis dan mikroskopis akan dibandingkan antara kelompok yang menggunakan OHB dengan kelompok yang tidak menggunakan OHB.
Metode:
Penelitian eksperimen ini menggunakan binatang coba kelinci jantan jenis New zealand white sebanyak 16, dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Design. Kelompok perlakuan berjumlah 8 ekor, diberikan terapi oksigen hiperbarik tekanan 2,4 AT A (Atmosphere Absolute), 3x30 menit per hari selama 7 hari. Setelah 7 hari pasca operasi, kedua kelompok di nilai secara makroskopis dan mikroskopis.
Hasil:
Perlekatan secara makroskopis terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p< 0,05). Perlekatan secara mikroskopis, terdapat perbedaan tidak bermakna (p > 0,05) tetapi penggunaan OHB memiliki kecenderungan lebih baik sebesar 62,5%. Demikian pula dengan penyembuhan tendon, secara makroskopis terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p >0,05), namun penggunaan terapi OHB cenderung menghasilkan penyembuhan tendon sebanyak 62,5%. Penyembuhan tendon secara mikroskopis terlihat perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol (p < 0,05).
Simpulan:
Oksigen hiperbarik dapat meningkatkan produksi kolagen parta tendon pasca repair sehingga kualitas penyembuhan tendon menjadi lebih baik. Oksigen hiperbarik dapat pula menurunkan perlekatan pada tendon pasca repair."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002
T59027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Demy Faheem Dasril
"Pendahuluan: Cedera ACL merupakan penyakit dengan impact besar pada pasien usia produktif. Pada penelitian ini, fokus utama adalah pilihan graft. Autograft quadriceps merupakan pilihan yang rasional untuk masyarakat Asia dimana diameter serta panjang tendon hamstring lebih kecil. Kami bermaksud melakukan perbandingan luaran klinis antara autograft quadriceps dan hamstring pada kasus rekonstruksi ACL per artroskopik.
Metode: Desain penelitian adalah kohort prospektif. Tiga puluh pasien diikutsertakan dalam studi ini yang dibagi menjadi dua grup (quadriceps dan hamstring). Pengambilan data berlangsung selama 1 tahun (Februari 2016-2017) di RSPAD Gatot Subroto dan RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Instrumen yang digunakan adalah rolimeter dan 3 buah kuesioner (IKDC, Tegner-Lysholm, dan KOOS). Evaluasi dilakukan secara repeated time measurements.
Hasil: Rerata rolimeter kelompok quadriceps 3,12 ± 0,94 dan kelompok hamstring 3,87 ± 0,61 (p=0,015). Parameter side to side difference didapatkan lebih baik pada kelompok quadriceps (0,34 ± 0,70) dibandingkan hamstring (0,84 ± 0,60) dengan p=0,04. Pada skor IKDC, didapatkan data 1 bulan (p=0,002; rentang 95%IK [8,81-31,79]) dan 3 bulan (p=0,004; 95%IK [4,85-20,39]) paska operasi yang baik. Skoring Tegner-Lysholm bermakna pada kedua data (numerik dan kategorik). Pada data numerik (1 bulan paska operasi), didapatkan nilai p=0,004 yang sinkron dengan data kategorik (p=0,050). Untuk skoring KOOS, didapatkan hasil bermakna pada 3 dan 6 bulan paska operasi pada sub-item nyeri (p=0,034) serta symptoms (p=0,001).
Diskusi: Luaran klinis pada kelompok quadriceps lebih baik dibandingkan hamstring, baik secara parameter obyektif maupun subyektif.

Introduction: ACL rupture has a high impact in productive-age population. In this research, the main focus is the graft choice. Quadriceps is a rational choice for Asian population in which the diameter and length of the hamstring tendon is small. In this research, we evaluate the clinical outcome between quadriceps and hamstring autografts in arthroscopic-assisted ACL reconstruction.
Methods: Research design was prospective cohort. Total sample was 30 patients divided into 2 groups (quadriceps and hamstring). Sampling was taken between February 2016-2017 (1 year) in Army Hospital Gatot Subroto and Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Instruments used in this study are the rolimeter and questionnaires (IKDC, Tegner-Lysholm, dan KOOS). Data assessment was carried out in repeated time measurements.
Results: Mean difference of quadriceps (3,12 ± 0,94) and hamstring (3,87 ± 0,61) is statistically different (p=0,015). Side to side difference shows better result in quadriceps (0,34 ± 0,70) compared to hamstring (0,84 ± 0,60) with p=0,04. IKDC scores in 1 month (p=0,002; CI95% [8,81-31,79]) and 3 months (p=0,004; CI95% [4,85-20,39]) post operative is better in quadriceps group. In Tegner-Lysholm assessment (1 month post operative), the numbers were consistent between numeric data (p=0,004) and categoric data (p=0,050) in quadriceps group. There was an improvement during 3 and 6 months post operative KOOS sub-item scales; pain (p=0,034) and symptoms (p=0,001).
Discussion: The functional outcome of quadriceps group was better than hamstring group, based on objective and subjective parameters."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Joserizal Jurnalis
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Romaniyanto
"Dengan menggunakan tes pembebanan secara kontinu dan penilaian secara histologis, teknik jahitan running locking memiliki kelebihan dibanding Kessler modifikasi. Dalam hal kekuatan hasil jahitan, mencegah terjadinya celah sambungan tendon, proses penyembuhan tendon itu sendiri. Teknik jahitan running locking, adhesi terhadap jaringan sekitarnya
hanya sedikit. Jadi teknik ini dapat digunakan untuk menyambung tendon fleksor yang cedera.

By using continuous loading tests and histological assessments, the running locking stitch technique has advantages over modified Kessler. In terms of the strength of the sutures, preventing the occurrence of tendon joints, the tendon healing process itself. Running locking stitch technique, adhesion to the surrounding network
just a little. So this technique can be used to connect injured flexor tendons.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aria Adhitya Suyatno
"Pendahuluan: Kejadian ruptur tendon Achilles meningkat dalam beberapa dekade terakhir dengan insiden tertinggi didapatkan pada kelompok usia 30-39 tahun. Penanganan terkini untuk ruptur tendon Achilles adalah pembedahan dengan penjahitan primer, serta dapat juga secara konservatif pada kondisi-kondisi tertentu. Karena komplikasi adhesi dan gliding tendon sering terjadi pasca tindakan pembedahan, para peneliti berusaha menemukan bahan yang secara efektif mampu memperbaiki proses penyembuhan tendon. Platelet-rich plasma (PRP) dan membran amnion merupakan bahan yang dinyatakan memiliki potensi dalam memperbaiki proses penyembuhan tendon, mencegah adhesi dan gliding tendon. Namun, penelitian mengenai efek kombinasi keduanya masih belum pernah dilakukan.
Metode: Model ruptur tendon Achilles dilakukan pada 24 ekor kelinci putih New Zealand yang terbagi dalam 4 kelompok perlakuan, yaitu kelompok kontrol, kelompok dengan pemberian membran amnion, kelompok dengan pemberian PRP dan kelompok dengan pemberian kombinasi membran amnion dan PRP. Evaluasi dilakukan pada 6 minggu setelah tindakan pembedahan berdasarkan penilaian terhadap pemeriksaan gliding tendon dengan USG, Tang score gambaran makroskopis adhesi tendon, grading adhesi secara makroskopis, Tang score gambaran histopatologis adhesi, grading adhesi secara histopatologis, serta Tensile strength tendon dengan uji tarik. Data yang didapatkan diuji secara statistik dengan jenis data dan jumlah kelompoknya.
Hasil: Kelompok perlakuan membran amnion serta kelompok kombinasi membran amnion dan PRP memiliki perbedaan bermakna terhadap dalam hal gliding tendon secara USG, Tang score makroskopis dan histopatologis serta grading adhesi makroskopis dan histopatologis. Kelompok perlakuan PRP dan kombinasi membran amnion dan PRP menunjukkan perbedaan bermakna terhadap kelompok kontrol dalam hal nilai tensile strength test.

Background: The incidence of Achilles tendon rupture has increased in the last few decades with the highest incidence found in the 30-39 years of age group. The current treatment for Achilles tendon rupture is surgery with primary suturing, and can also be conservative under certain conditions. Because adhesion complications and gliding tendons often occur after surgery, the researchers tried to find a material that is able to effectively improve the tendon healing process. Platelet-rich plasma (PRP) and amniotic membrane are substances that have the potential to improve tendon healing processes, prevent adhesion and gliding tendons. However, research on the effects of the combination of both has never been done.
Methods: The Achilles tendon rupture model was carried out in 24 New Zealand white rabbits, which were divided into 4 treatment groups, namely the control group, the group with the administration of amniotic membrane, the group with the administration of PRP and the group with the combination of amniotic membrane and PRP. The evaluation was carried out at 6 weeks after surgery based on an assessment of gliding tendon examination with ultrasound, Tang score macroscopic image of tendon adhesion, macroscopic adhesion grading, Tang score histopathological adhesion, histopathological adhesion grading, and Tensile strength tendon with the tensile test. The data obtained were tested statistically with the type of data and the number of groups.
Results: Amniotic membrane treatment group and combined amniotic membrane and PRP treatment group had significant differences in terms of gliding tendon by ultrasound, macroscopic and histopathological Tang scores and macroscopic and histopathological adhesion grading. The PRP treatment group and combined amniotic membrane and PRP treatment group showed significant differences compared to the control group in terms of tensile strength test values.
Conclusion: The administration of amniotic membrane can reduce the formed paratenon adhesion, however, it does not have statistical significance in influencing tendon strength. Giving Platelet-rich Plasma (PRP) does not affect the formation of paratenon adhesion statistically, but it affects the increase in tendon strength. The combination of amniotic membrane and PRP has a significant effect in reducing paratenon adhesion and increasing tendon strength.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58541
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jansen
"Pendekatan diagnostik untuk gangguan tendon supraspinatus melalui tes klinis sering kali gagal mengidentifikasi penyebab patologis spesifik dari nyeri bahu. Tes klinis saja tidak dapat memberikan diagnosis patoanatomi yang akurat, dan mengandalkan pencitraan juga terbatas karena tingginya kejadian patologi tanpa gejala. Penelitian ini mengevaluasi efektivitas pemeriksaan fisik yang dikombinasikan dengan injeksi lidokain untuk mendeteksi robekan penuh pada tendon supraspinatus, dengan MRI sebagai pembanding. Pasien dengan dugaan nyeri bahu yang terkait dengan tendon supraspinatus ikut serta dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tes klinis, diikuti dengan injeksi lidokain subakromial dan evaluasi ulang, yang hasilnya dikonfirmasi melalui MRI. Dari 78 pasien, dengan usia rata-rata 58 tahun, sebagian besar adalah wanita normoweight (76,9%) yang melaporkan nyeri sedang, terutama di sisi kanan yang dominan. Tes Hawkins-Kennedy dan empty can memiliki sensitivitas terbaik (0,76), sementara tes drop arm menunjukkan spesifisitas tertinggi (0,82) untuk mendeteksi robekan. Injeksi lidokain menurunkan sensitivitas namun meningkatkan spesifisitas pada semua tes fisik. Injeksi lidokain yang dipandu ultrasound meningkatkan akurasi pemeriksaan fisik dibandingkan dengan MRI dalam mengevaluasi robekan penuh tendon supraspinatus, sehingga meningkatkan ketepatan diagnostik untuk gangguan bahu yang umum ini.

The diagnostic approach for supraspinatus tendon disorders through clinical tests often fails to pinpoint specific pathological causes of shoulder pain. Clinical tests alone cannot provide an accurate pathoanatomic diagnosis, and relying solely on imaging is limited by the high occurrence of asymptomatic pathology. This study evaluates the effectiveness of physical examination combined with lidocaine injection for detecting full-thickness tears in the supraspinatus tendon, using MRI as a comparison. Patients with suspected supraspinatus tendon-related shoulder pain participated. Data was gathered via clinical tests, followed by a subacromial lidocaine injection and subsequent reevaluation, with findings confirmed through MRI. Among the 78 patients, with an average age of 58, most were normoweight women (76.9%) reporting moderate pain, mainly on the right, dominant side. The Hawkins-Kennedy and empty can tests had the best sensitivity (0.76), while the drop arm test showed the highest specificity (0.82) for detecting tears. Lidocaine injection lowered sensitivity but raised specificity in all physical tests. Ultrasound-guided lidocaine injection improved the accuracy of physical examinations compared to MRI in evaluating full-thickness supraspinatus tendon tears, enhancing diagnostic precision for this common shoulder disorder."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Yulianti
"Kolagen merupakan jenis protein fungsional yang tersusun dalam bentuk triple helix, kandungan asam amino yang paling banyak dalam kolagen yaitu glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi, memurnikan, dan mengetahui karakteristik kolagen hasil isolasi dari tendon sapi serta pencarian kondisi analisis optimum untuk memperoleh kadar glisin, prolin, dan hidroksiprolin. Metode isolasi kolagen yang dilakukan adalah menggunakan NaOH 0,1. sebagai langkah pre-treatment, asam asetat 0,5. untuk proses ekstraksi, salting out dengan NaCl 0,9 M, kemudian dilakukan sentrifugasi dan proses dialisis sebagai proses pemurnian, lalu freeze drying untuk mendapatkan hasil kolagen padat.
Karakterisasi kolagen yang dilakukan yaitu uji organoleptis, pH, kadar air, kadar abu, viskositas, gugus fungsi, dan pewarnaan Casson's trichrome. Selanjutnya kolagen dihidrolisis dengan HCl. N selama 24 jam, serta dilakukan proses derivatisasi menggunakan pereaksi 9-Fluorenimetoksikarbonil klorida FMOC-Cl. Kemudian kolagen dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kolom C18 dan detektor fluoresensi pada panjang gelombang eksitasi 265 nm, dan emisi 320 nm. Fase gerak yang digunakan adalah dapar asetat pH 4,2 ndash; Asetonitril 55:45 dengan laju alir 0,8 mL/menit. Berdasarkan hasil yang didapat menunjukkan kadar rata-rata glisin 33,247 0,20. prolin 11,867 0,20. dan hidroksiprolin 10,51 0,23.

Collagen is. type of functional protein that is composed of the triple helix form, the most abundant amino acids in collagen are glycine, proline, and hydroxyproline. In this study, collagen was isolated, purified, and characterized from bovine tendon, then determined of the optimum condition analysis to obtain glycine, proline, and hydroxyproline. Collagen isolation process used NaOH 0.1. as. pretreatment, acetic acid 0.5. as extraction process, salting out process with NaCl 0.9 M, centrifugation and dialysis process to purification. and then freeze drying as the final stage.
The characterization test of collagen include organoleptic, pH, moisture content, viscosity, ash content, FTIR analysis, and staining Casson 39. trichrome. Then, collagen was hydrolyzed using HCL. N for 24 hours, and derivatized using. Fluorenymethoxycarbonil chloride FMOC Cl. After that, collagen was analyzed using high performance liquid chromatography HPLC with. 18 column and fluorescence detector at excitation wavelength of 265 nm, emission wavelength of 320 nm. Mobile phase used acetic buffer pH 4.2 ndash Acetonitrile 55 45 with flow rate 0.8 mL minute. The results showed average contents of glycine 11.867 0.20. proline 33.247 0.20. and hydroxyproline 10.51 0.23
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68068
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Rachma Anggita
"ABSTRAK
Jembatan segmental dengan sistem beton prategang menjadikan sambungan kunci
geser sebagai media penghubung yang penting untuk diperhatikan. Penelitian ini
membahas sambungan kunci geser tanpa perekat bermaterial baja mutu sedang
serta mensimulasikan berbagai variasi parameter untuk melihat perilaku dari
sambungan kunci geser. Pemodelan dilakukan menggunakan software ANSYS
dengan dua tipe pemodelan. Hasil penelitian pemodelan tipe 1 menujukkan beban
potensi kegagalan beton dan kunci geser meningkat jika kombinasi mutu beton dan
baja mutu sedang, gaya prategang, kemiringan tendon prategang serta jumlah kunci
geser semakin besar. Hubungan tegangan utama serta tegangan geser terhadap
perpindahan vertikal, pemodelan tipe 2 menunjukkan adanya osilasi pada tegangan
geser setelah melewati nilai maksimum dan kemudian meningkat.

ABSTRACT
The development of segmental bridge with prestressed concrete systems make
shear key joint as connection media that is important to note. This study discussed
about dry joint-shear key with the material used was medium-grade steel and
applying several parameters to see the behavior of the shear key joint. Modeling
implemented using ANSYS software with two type of material model. The results
in modeling type 1 showed that potential load of concrete and shear key would be
greater if combination of the grade of concrete and medium-grade steel,
prestressing force, angle of prestressing tendon, and number of shear key were
increased. Principal stress and shear stress compared with vertical displacement
relations, in modeling type 2 showed an oscillation in the shear stress after passed
the maximum value and then increased."
Unversitas Indonesia. Fakultas Teknik, 2016
S65389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daffa Raditya Fernanda
"Tendinopati Achilles diabetes merupakan penyakit degeneratif akibat perubahan homeostasis jaringan tendon yang disebabkan oleh diabetes melitus tipe 2. Penyembuhan tendinopati Achilles diabetes sulit untuk dicapai karena terbatasnya kapasitas regenerasi tendon. Eksosom asal sel punca mesenkimal (SPM) sumsum tulang memiliki kemampuan dalam menghambat degenerasi jaringan sehingga berpotensi untuk mengatasi tendinopati Achilles diabetes. Efek eksosom SPM sumsum tulang terhadap tendon Achilles dapat diinvestigasi melalui perubahan ekspresi relatif gen a disintegrin and metalloproteinase domain 12 (ADAM12). Gen ADAM12 merupakan gen pendegradasi matriks yang terekspresi tinggi pada tendinopati Achilles diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh injeksi 0,8 mL eksosom asal SPM sumsum tulang pada tendinopati Achilles tikus diabetes berdasarkan analisis histologi dan ekspresi gen ADAM12. Sebanyak 12 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley dikelompokkan menjadi dua kelompok yang terdiri atas kelompok kontrol tendinopati (KK) dan kelompok eksosom (KE). Analisis histologi tendon Achilles posmortem hari ke-21 dilakukan dengan metode semikuantitatif skor Bonar dan histomorfometri kuantitatif luas area kolagen melalui pulasan Hematoksilin-Eosin, Alcian Blue, dan Masson’s Trichrome. Perubahan ekspresi gen ADAM12 diperiksa secara kuantitatif menggunakan qRT-PCR. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata skor Bonar KE (1,67 ± 1,282) ditemukan lebih rendah daripada KK (6,40 ± 2,195) secara signifikan (P = 0,001; P < 0,05). Analisis histomorfometri juga menunjukkan rata-rata luas area kolagen KE (85,15 ± 7,023) yang cenderung lebih tinggi dibandingkan KK (76,64 ± 9,237), tetapi tidak berbeda nyata (P = 0,103; P ≥ 0,05). Ekspresi gen ADAM12 KE mengalami perubahan sebesar 0,9 kali lipat lebih tinggi daripada KK, meskipun secara statistik tidak signifikan (P = 0,421; P ≥ 0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa injeksi 0,8 mL eksosom asal SPM sumsum tulang terbukti memiliki potensi dalam memicu perbaikan tendinopati Achilles diabetes pada hari ke-21.

Diabetic Achilles tendinopathy is a degenerative disease resulting from changes in tendon tissue homeostasis caused by type 2 diabetes mellitus. The cure of diabetic Achilles tendinopathy is difficult to achieve due to the limited regeneration capacity of the tendon. Exosomes from bone marrow-derived mesenchymal stem cells (MSC) can inhibit tissue degeneration so they have the potential to treat diabetic Achilles tendinopathy. The effect of exosomes from bone marrow-derived MSC on the Achilles tendon can be investigated through changes in the relative expression of a disintegrin and metalloproteinase domain 12 (ADAM12) gene. The ADAM12 gene is a matrix-degrading gene that is highly expressed in diabetic Achilles tendinopathy. This study aims to determine the effect of injection of 0.8 mL of exosomes from bone marrow-derived MSC on Achilles tendinopathy in diabetic rats based on histology analysis and ADAM12 gene expression. A total of 12 male white Sprague Dawley rats were grouped into two groups consisting of the tendinopathy control group (KK) and the exosome group (KE). Postmortem Achilles tendon histology analysis on day 21 was carried out using the semiquantitative Bonar score method and quantitative histomorphometry of collagen area using Hematoxylin-Eosin, Alcian Blue, and Masson's Trichrome staining. Changes in ADAM12 gene expression were examined quantitatively using qRT-PCR. Based on the research results, the mean score of Bonar KE (1.67 ± 1.282) was found to be significantly lower than KK (6.40 ± 2.195) (P = 0.001; P < 0.05). The histomorphometric analysis also showed that the average collagen area of KE (85.15 ± 7.023) tended to be higher than KK (76.64 ± 9.237) but was not significantly different (P = 0.103; P ≥ 0.05). ADAM12 KE gene expression changed 0.9-fold higher than KK, although it was not statistically significant (P = 0.421; P ≥ 0.05). Thus, the injection of 0.8 mL of exosomes from bone marrow-derived MSC was proven to have the potential to trigger improvement in diabetic Achilles tendinopathy on day 21."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>