Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
Elizabeth Sutrisno
"
ABSTRAKKalimat dalam suatu bahasa memiliki struktur tersendiri yang telah ditentukan agar dapat dimengerti oleh masyarakat pemakainya. Kalimat dalam bahasa Belanda telah memiliki aturan tersendiri yang mengatur elemen-elemen di dalamnya. Elemen-elemen tersebut antara lain NP yang berfungsi sebagai subjek, VP yang berfungsi sebagai predikat dan sebagainya. Struktur inilah yang dipakai sebagai acuan yang biasa disebut sebagai kalimat lengkap.
Di lain pihak kalimat judul surat kabar yang harus menyesuaikan diri dengan keterbatasan tempat terkadang harus mengorbankan beberapa elemen yang pada akhirnya akan keluar dari kaidah yang telah digariskan. Berangkat dari sini saya tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kemungkinan-kemungkinan pelesapan yang dapat diterapkan pada pembuatan kalimat judul surat kabar namun kalimat tersebut masih dapat dipahami oleh pembaca dari surat kabar tersebut.
Dalam melakukan penelitian ini, saya mengambil secara acak kalimat judul dari surat kabar Belanda De Yolkskrant, NRC Handelsblad, De Telegraaf dan Train') sebagai korpus. Korpus-korpus yang telah saya kumpulkan ini saya bandingkan dengan struktur kalimat lengkapnya. Berdasarkan perbandingan tersebut maka terlihat elemen-elemen apa saya yang dapat dilesapkan.
"
1995
S15798
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pesulima, Barbara Elisabeth Lucia
"
ABSTRAKSkripsi ini merupakan analisis dari roman En Dan Is Er Koffie karya Hannes Meinkema. Pendalaman diawali dengan pembahasan tokoh-tokohnya dari sudut psikologis, sosial serta hubungan antar para tokoh. Berpijak dari analisis awal tersebut, dapatlah ditarik suatu kesimpulan yang melahirkan motif-motif dan tema cerita. Disamping analisis tokoh, motif dan tema, sebagai tambahan praktis saya juga menafsirkan lambang-lambang yang terdapat dalam roman tersebut. Skripsi ini diakhiri dengan kesimpulan dan tanggapan atas roman En Dan Is Er Koffie. Dari analisis ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa setiap manusia harus memainkan peranan dalam kehidupannya yang disesuaikan dengan situasi dan lingkungannya saat itu. Berpijak pada analisis tokoh-tokohnya, maka jelas terlihat bahwa Hannes Meinkema berusaha menghadirkan dua sudut kehidupan, sudut kehidupan kaum pria dan sudut kehidupan kaum wanita. Dalam menganalisa roman saya mempergunakan beberapa buku acuan berbahasa Indonesia dan Belanda. Disamping itu saya juga mempergunakan sejumlah resensi dari surat kabar-suratkabar Belanda untuk memperkaya gagasan penulisan skripsi ini.
"
1989
S15963
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.
The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Rafaeline Shalma Lafiany
"Peristiwa Gedoran Depok (7–13 Oktober 1945) mencerminkan dinamika kompleks kekacauan sosial dan politik selama masa Bersiap pasca-Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menganalisis representasi peristiwa tersebut dalam artikel dari sepuluh surat kabar Belanda terbitan Oktober 1945 dengan fokus pada penggunaan diksi untuk menggambarkan pelaku dan tindakan. Data diperoleh dari situs Delpher.nl menggunakan kata kunci Geruchten in Depok (“Desas-desus di Depok”). Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang dikombinasikan dengan pendekatan Discourse-Historical Approach (DHA). Hasil penelitian menunjukkan penggunaan konsisten diksi bermakna kriminal dan politis, seperti plunderaars (penjarah), moordenaars (pembunuh), dan fanatici (fanatik) yang membingkai aktor Indonesia secara negatif. Pilihan diksi ini membangun narasi yang memperkuat ideologi kolonial dengan menampilkan para pejuang pribumi sebagai ancaman berbahaya dan inferior secara moral. Pembingkaian ini selaras dengan wacana kolonial yang bertujuan untuk membenarkan intervensi eksternal. Penelitian ini menegaskan peran penting bahasa media dalam membentuk narasi sejarah dan opini publik, terutama pada masa konflik. Dengan mengintegrasikan analisis linguistik dan historis, penelitian ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana peristiwa Gedoran Depok direpresentasikan kepada audiens Belanda. Selain itu, penelitian ini menyoroti implikasi lebih luas dari pembingkaian media dalam membangun identitas dan memori pasca-kolonial.
The Gedoran Depok event (7–13 October 1945) reflects the complex dynamics of social and political chaos during the Bersiap period, following Indonesia's Declaration of Independence. This study analyses the representation of the event in ten Dutch newspapers from October 1945, focusing on the use of diction to depict the actors and actions involved. Data was sourced from the Delpher.nl website using the keyword "Geruchten in Depok" (“Rumours in Depok”). The research employs a historical method combined with the Discourse-Historical Approach (DHA). The findings reveal a consistent use of criminal and political terms, such as plunderaars (plunderers), moordenaars (murderers), and fanatici (fanatics), which frame the Indonesian actors in a negative light. This choice of diction constructs a narrative that reinforces colonial ideology by portraying indigenous fighters as both a dangerous threat and morally inferior. Such framing aligns with colonial discourse aimed at justifying external intervention. This study underscores the crucial role of media language in shaping historical narratives and public opinion, particularly during times of conflict. By integrating linguistic and historical analysis, the research provides a profound understanding of how the Gedoran Depok event was represented to the Dutch audience. Furthermore, it highlights the broader implications of media framing in the construction of post-colonial identity and memory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Rafif Amien Madani
"Agresi Militer Belanda II (1948-1949) di Indonesia merupakan aksi militer yang mengundang banyak kecaman dari berbagai pihak. Penelitian ini membahas tentang pandangan dan pemberitaan Agresi Militer Belanda II (1948-1949) dari surat kabar Belanda, De Waarheid. Data yang digunakan adalah terbitan De Waarheid edisi Mei 1949-Desember 1949. Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang terdiri dari menentukan topik, pengumpulan data (heuristik), verifikasi data, interpretasi, dan historiografi. Pada tahap interpretasi digunakan model framing Robert Entman (1993). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa surat kabar De Waarheid memiliki corak pemberitaan yang cenderung menentang Agresi Militer II yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia. Selain itu, De Waarheid yang sekaligus surat kabar partai CPN (Communistische Partij van Nederland) menggunakan isu Agresi Militer Belanda II sebagai bahan kampanye partai CPN dalam pemilu. Simpulan dari penelitian ini adalah tidak semua pihak di Belanda setuju dengan aksi militer di Indonesia. Ada pihak yang menentang aksi militer Belanda di Indonesia. Salah satunya adalah partai komunis yang memanfaatkan isu tersebut untuk kepentingan partainya.
The Dutch Military Aggression II (1948-1949) in Indonesia was a military action that drew criticism from various parties. This study discusses the point of view and reports of Dutch Military Aggression II (1948-1949) from the Dutch newspaper, De Waarheid. The data in this study used De Waarheid’s issue of May 1949-December 1949 edition. This study used the historical method consisting of topic selection, source collection (heuristics), source verification, interpretation, and then historiography. At the interpretation stage, used the framing model Robert Entman (1993). The results of this study shows that De Waarheid newspaper has a reporting style that tends to against Military Aggression II by the Dutch to Indonesia. In addition, De Waarheid all at once the newspaper of the CPN party (Communistische Partij van Nederland) uses the issue of Dutch Military Aggression II as campaign material for the CPN party in the election. The conclusion of this research is that not all parties in the Netherlands agree with the military action in Indonesia. There are those who oppose the Dutch military action in Indonesia. One of them is the communist party who uses the issue for the benefit of his party."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library