Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Aliyah Pradono
Abstrak :
Stomatitis aftosa rekuren (SAR), disebabkan oleh multifaktor. Salah satu faktor yang berperan dalam timbulnya SAR adalah defisiensi zat besi. Keadaan defisiensi zat besi dapat diketahui dengan melihat kadar serum iron (SI) penderita. Hasil dari berbagai penelitian dari berbagai negara tentang hal tersebut masih terdapat banyak perbedaan. Sehubungan dengan itu perlu kita ketahui keadaan kadar SI pada penderita SAR yang datang ke klinik penyakit mulut RSCM. Dari tiga puluh satu pasien SAR yang datang pada periode Juni 1992 - Juni 1993, dilakukan pemeriksaan SI, total iron binding capacity (TIBC), hemoglobin (Hb). Hasilnya terdapat 6 (19.35%) pasien SAR dengan nilai SI di bawah normal dan tidak satupun dari grup kontrol. Secara statistik nilai rata-rata kadar SI tidak berbeda bermakna dibanding dengan kontrol. Dari 6 pasien dengan SI di bawah normal, 1 pasien dengan TIBC tinggi, 1 pasien dengan TIBC rendah, 4 pasien dengan TIBC normal dan 3 pasien dengan Hb rendah. Jadi pada penderita SAR perlu dilakukan pemeriksaan darah rutin, SI dan TIBC.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catherine Salsabila Azhara
Abstrak :
Latar belakang: Sariawan atau Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan keluhan ulserasi pada rongga mulut yang paling sering terjadi. SAR dapat terjadi karena beberapa faktor (multifactorial factor). Tujuan: Mengetahui faktor-faktor determinan yang mempengarahui kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) di Indonesia tahun 2014. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross sectional menggunakan data sekunder dari Data IFLS 5 tahun 2014 (n=28.410). Analisi deskriptif, chi-square, dan regresi logistik dilakukan untuk melihat proporsi dan hubungan antara kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren dengan variabel independen. Hasil: Hanya sebesar 18,39% reponden IFLS 5 mengalami kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren di tahun 2014. Hasil bivariat (chi-square) menunjukkan ada hubungan kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren dengan variabel independen terkait. Regresi logistik menunjukan kemungkinan kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren yang paling signifikan pada responden berusia 18-34 tahun, perempuan, belum menikah, bertingkat pendidikan SMA, bertempat tinggal di Kota, memiliki tingkat stress yang sering, memiliki kebiasaan makanan yang sering mengkonsumsi soda, makanan manis, sambal, gorengan dan mempunyai pernyakit komorbid hipertensi, asma, paru-paru, kanker, rematik, dan pencernaan. Kesimpulan: Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren. Hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hubungan faktor resiko kejadian Stomatitis Aftosa Rekuren. ......Background: Recurrent Aphthous sSomatitis (RAS) is the most common complaint of ulceration in the oral cavity. RAS can occur due to several factors (multifactorial factors). Objective: To determine the determinant factors that influence the incidence of Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) in Indonesia in 2014. Methods: This study is a descriptive study with a cross sectional design using secondary data from IFLS 5 data in 2014 (n=28,410). Descriptive analysis, chi-square, and logistik regression were performed to see the proportion and relationship between the incidence of recurrent aphthous stomatitis and the independent variables. Results: Only 18.39% of IFLS 5 respondents experienced the incidence of recurrent aphthous stomatitis in 2014. The bivariate (chi-square) results showed that there was a relationship between the incidence of recurrent aphthous stomatitis and the related independent variables. Logistic regression showed the most significant possibility of recurrent aphthous stomatitis in respondents aged 18-34 years, female, unmarried, high school education level, living in the city, having frequent stress levels, having food habits that often consume soda, sweet foods, chili sauce, fried food and has comorbid hypertension, asthma, lung, cancer, rheumatism, and digestion. Conclusion: There are many factors that influence the incidence of Recurrent Aphthous Stomatitis. The results of this study can be useful to provide information and education regarding the relationship of risk factors for the incidence of recurrent aphthous stomatitis.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tabita Febriyanti Tahir
Abstrak :
Latar Belakang : Youtube menjadi platform Media sosial yang paling banyak digunakan di Indonesia saat ini. Namun, kualitas informasi mengenai kesehatan di Youtube masih diragukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kualitas video berbahasa Indonesia mengenai Stomatitis Aftosa Rekuren yang tersedia di Youtube dalam kurun waktu 1 tahun terakhir. Metode: Melakukan pencarian di Youtube menggunakan kata kunci “Sariawan”. 250 video pertama diseleksi dengan kriteria eksklusi, menghasilkan jumlah video inklusi sebanyak 90 video. Mencatat tanggal video diunggah, sumber pengunggah, durasi, Views, likes,dab dislikes. Video dinilai visibilitas, popularitas, kualitas, kegunaan, dan reliabilitas oleh 1 orang penguji. Uji statistik menggunakan Uji Mann-Whitney. Hasil: Sebagian besar video diunggah oleh pengguna independen (78,8%), tenga kesehatan profesional (12,2%), tv channel (7,8%), dan organisasi profesional (2,2%). Secara keseluruhan, mayoritas video memiliki skor GQS, Usefulness, dan Discern rendah. Namun, video yang diunggah profesional memiliki kualitas yang lebih baik dibanding pengguna independen (p<0.05, Uji Mann-Whitney) . Kesimpulan: Terdapat sedikit video berbahasa Indonesia mengenai SAR di Youtube yang memiliki kualitas baik. Diperlukan adanya keterlibatan profesional untuk menigkatkan kualitas informasi kesehatan di Youtube dengan mengupload video berkualitas baik dengan merujuk serta menyertakan sumber yang reliabel. ......Background :Youtube has become the most used social media platform in Indonesia. However, the quality of information regarding health on Youtube is still questionable. This study aims to analyze the quality of Indonesian-language videos about Recurrent Aphtous Stomatitis available on Youtube within the last 1 year. Method : A systematic search of Youtube was performed using the keyword “Sariawan”. 90 videos were inluded. The date video uploaded, source, duration, views, likes, and dislikes. Videos were assssed for visibility, popularity, quality, utility, and reliability by one examiner. Results : Most of the videos were uploaded by independent users (78,8%), health professionals (12,2%), TV Channels (7,8%), and professional organizations (2,2%). Overall, the majority of th evideos had low GQS (Global Quality Score), Usefulness, and Discern scores. However, videos uploaded by professionals had a better quality, utility, and reliability than independent users (p<0,05), Mann-Whitney test. Conclusion : There are still a few videos in Indonesia-language which are of good quality. Professional involvement is needed to improve the quality of health information on Youtube by uploading good quality videos by referring and mention reliable source.
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyo Wibisono
Abstrak :

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan salah satu tipe dari kanker leher dan kepala yang berasal dari sel skuamosa permukaan dinding nasofaring lateral. Penggunaan obat kemoterapi yang lazim digunakan dalam pengobatan KNF adalah Cisplatin, docetaxel, dan Fluorouracil (5-FU). Stomatitis seringkali terjadi pada pasien yang menjalani kemoterapi dengan regimen dasar obat kemoterapi Fluorouracil atau 5FU. Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini bertujuan untuk menjabarkan hasil analisis asuhan keperawatan pencegahan stomatitis dengan metode pemberian Cryotherapy menggunakan ice chips NaCl 0,9% yang dikulum di mulut pasien 2-3 kali perhari selama pemberian obat kemoterapi 5FU. Sebagai kesimpulan, selama pemberian kemoterapi sampai dengan akhir hari rawat, klien tidak menunjukkan tanda-tanda stomatitis. Pemantauan stomatitis diharapkan dapat terus dilakukan selama perawatan dirumah, dikarenakan risiko terjadinya stomatitis masih mungkin terjadi selama perawatan dirumah


Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a type of cancer of the neck and head originating from squamous cell surfaces of the lateral nasopharyngeal wall. The use of chemotherapy drugs commonly used in the treatment of NPC are Cisplatin, Docetaxel, and Fluorouracil (5-FU). Stomatitis often occurs in patients undergoing chemotherapy with a basic regimen of the drug Fluorouracil or 5FU chemotherapy. This final papers aims to describe the results of the analysis of Cryotherapy Interventions to Prevent Stomatitis using NaCl 0.9% ice chips which are chopped in the patients mouth 2-3 times per day during the administration of the 5FU chemotherapy drug. In conclusion, during the administration of chemotherapy until the end of the day of admission, the client shows no signs of stomatitis. Stomatitis monitoring is expected to continue during home treatment, because the risk of stomatitis is still possible during home treatment

Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Niniarti Z. Djamal
Abstrak :
Pendahuluan Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu penyakit mulut yang paling sering ditemukan kini amat mengganggu penderitanya karena hilang tirnbul (rekurest) sehingga dapat mengganggu fungsi pengunyahan (1;2). SAR biasanva mengenai jaringan lunak yang tidak berkeratin, bentuknya bulat, dikelilingi "halo" berbatas jelas dan terasa sakit (2,3,4). Etiologi SAR sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi yang diduga turut berperan pada putogenesisnya, antara lain faktor genetik, hormonal, imunologis, psikologis, infeksi mikroorganisme, derisiensi vitamin ataupun allergi (2,3,4,5), Karen belum diketahui penyebab utamanya maka bagaimana mekanisme sampai terjadinya SAR (patogenesis) secara pasti belum terungkap. Oleh karena itu penanganan SAR yang telah diupayakan selama ini belum mencapai hasil yang optimal. Seiring dengan kemajuan di bidang imunologi maka beberapa penelitian akhir-akhir ini menemukan adanya ketidakseimbangan imunologis pada penderita SAR yaitu dengan ditemukannya perubahan proporsi subpopulasi limfosit di daerah tepi oleh Leiner (6,7,8) dan ternyata perubahan tersebut semakin nyata pada SAR tipe mayor (9).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nurfianti Ahmad Patoni
Abstrak :
ABSTRAK
Behcet disease (BD) is a multi system recurrent inflammatory disorder occurring in the form of vasculitis of an unknown etiology. It most frequently affects oral and genital mucosa, skin, eyes, joints, and blood vessels. The definitive diagnosis of BD is based on major symptoms such as recurrent oral and genital ulcers and recurrent skin and ocular lesions, accompanied by symptoms related to various systems. However, early BD manifestations are very similar to recurrent aphthous stomatitis (RAS). Several years from its first appearance are often required for a definitive diagnosis. Objective: To describe a dentist role in BD management in a patient with a history of highly recurrent RAS. Case Report: We evaluated a 38 year old man with a 10 year history of recurrent oral ulcers, accompanied by skin and eyes lesions. His intraoral examination revealed multi sized ulcers with a yellowishwhite base and regular edges, surrounded by an erythematous halo. Ulcers were located on the tongue, floor of the mouth, and gingival mucosa. Although BD diagnosis was not histopathologically confirmed, the patient lesions met the International Criteria for Behcet disease with a score of 5. Oral ulcers were managed with chlorhexidine mouthwash 2 times/day and supportive measures. A multidisciplinary approach was used for this patient to provide comprehensive treatment. Conclusion: Dentists can be the first clinicians to detect the possible development of BD in patients with symptoms similar to RAS, but additionally having skin and eye lesions.
Jakarta: Journal of Dentistry Indonesia, 2018
J-pdf 25:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Winiati Bachtiar
Abstrak :
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) belum diketahui dengan pasti penyebabnya. Namun ada dugaan gangguan kekebalan melalui mekanisme infeksi dan mekanisme autoimun dapat berperan dalam patogenesisnya. Ketidak-seimbangan jumlah dan proporsi pada subpopulasi limfosit, dapat menyebabkan kelainan kekebalan. Beberapa penelitian terhadap SAR dan hubungannya dengan subpopulasi limfosit tersebut telah dilaporkan, namun hasil yang ditemukam tidak saling mendukung. Keragaman hasil yang dilaporkan para peneliti tersebut, mungkin disebabkan karena para peneliti tidak menggolongkan penderita SAR berdasarkan tipe lasi, yaitu tipe minor dan tipe mayor. Keragaman hasil mungkin pula disebabkan oleh karena sebagian peneliti menggunakan darah lengkap sebagai bahan pemeriksaan. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menetapkan adanya kelainan kekebalan seluler yang ditemukan pada penderita SAR, dengan analisis jumlah dan proporsi subpopulasi limfosit, serta dikaitkan dengan tipe lasi SAR. Pada penelitian ini digunakan sediaan limfosit yang dimurnikan untuk menetapkan proporsi setiap subpopulasi dengan bantuan flow cyrometry. Selain proporsi, jumlah absolut setiap subpopulasi limfosit ditetapkan pula. Subjek penelitian terdiri dari 19 penderita SAR yang terdiri dari 12 penderita SAR tipe minor dan 7 penderita SAR tipe mayor, serta 8 orang normal sebagai kontrol. Hasil penelitian dianalisis secara statistik (uji Mann-Withney) dengan membandingkan proporsi dan jumlah absolut antara kelompok normal dengan penderita SAR dan antara kelompok SAR tipe minor dengan tipe mayor. Hasil dan kesimpulan: Pada kelompok penderita SAR ditemukan nilai yang lebih rendah daripada kelompok normal pada: jumlah absolut sel Th (P< 0.05), proporsi sel Th (P< 0.01) dan nisbahTh/Ts (P<0.01). Proporsi sel Ts pada kelompok penderita SAR lebih tinggi daripada kelompok normal (p< 0.01). Nisbah Th/Ts pada penderita SAR tipe mayor lebih rendah dibandingkan dengan penderita SAR tipe minor (P<0.0 I) dan proporsi sel Ts pada penderita SAR tipe mayor lebih tinggi daripada SAR tipe minor (P< 0.01). Dengan demikian, disimpulkan bahwa pada pendrita SAR ditemukan adanya tanda-tanda kelainan kekebalan seluler yang semakin nyata pada penderita SAR tipe mayor.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariiq Azmi Rofiqi Sulkhan
Abstrak :
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut ditandai dengan ulkus berwarna putih-kekuningan yang umumnya sembuh selama 14 hari. Berbagai bentuk sediaan memiliki waktu kontak terbatas dengan lesi sehingga dapat mengurangi efek terapinya. Aktivitas anti-inflamasi, antiulkus, antioksidan, antibakteri glycyrrhizin (GL) dan ekstrak kayu secang sudah banyak dilaporkan tetapi belum ada yang menguji efeknya pada penyembuhan ulkus oral. Penelitian dilakukan bertujuan untuk membuat film mukoadhesif menggunakan zat aktif GL dan ekstrak kayu secang dengan karakteristik yang baik yang dapat diterima, memiliki aktivitas anti-inflamasi, dan tidak mengiritasi. Uji aktivitas anti-inflamasi zat aktif dilakukan sebagai uji pendahuluan penentuan dosis formulasi. Sembilan formula dengan variasi chitosan (CH) dan propilen glikol (PG) diuji terhadap parameter indeks mengembang, kekuatan mukoadhesif, waktu mukoadhesif, ketahanan regangan, dan pH permukaan. Formula optimal film dievaluasi karakteristik fisik, aktivitas anti-inflamasi, dan iritasinya. Total 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) merupakan dosis optimal untuk formulasi. Formula optimal film (CH 0,53%; PG 3,00%) memiliki karakteristik sediaan film mukoadhesif yang baik yaitu mengembang >200%; melekat kuat pada mukosa selama 180,67 ± 9,85 menit; pH 6,39 ± 0,02 sama dengan rongga mulut; tahan terhadap lipatan >300 kali; stabil; dan tidak mengiritasi. Formula optimal film secara signifikan (p<0,05) menurukan diameter ulkus >90% sejak hari ke-4 dan jumlah leukosit mendekati normal yaitu 8975 ± 435,5/μL dibandingkan triamcinolone salep yaitu 9575 ± 415,1/μL. Pengamatan histologi menunjukkan formula optimal film memberikan profil regenerasi jaringan mirip dengan mukosa oral yang sehat. Formula optimal film dengan 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) yang dihasilkan disimpulkan berpotensi dikembangkan sebagai alternatif pengobatan untuk SAR ......Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) is the oral mucosal lesions characterized by round ulcers with yellow-white color and heals up to 14 days. Many commercialized forms of treatment have limited residence time with the lesion that may decrease therapeutic efficiency. The anti-inflammatory, anti-ulcer, antioxidant, antibacterial properties of glycyrrhizin (GL) and C. sappan extract (CSE) have been demonstrated in many recent studies but no study has demonstrated the effect on the oral mucosal ulcer. The objective of this study was to optimize mucoadhesive oral film containing GL and CSE that is aesthetically acceptable, provides anti-inflammatory activity, and not irritant. Anti-inflammatory activity of GL and CSE was conducted as the preliminary study to determine the dosage of the formulation. All nine experimental runs with the various chitosan (CH) and propylene glycol (PG) concentrations were optimized against swelling index, mucoadhesive strength, residence time, tear resistance, and surface pH then physical characteristics, anti-inflammatory activity, and irritancy of the optimum formula were evaluated. Combination of 3% GL:CSE (2:1) showed the optimum dosage for formulation. The optimum formula (0.53% CH; 3.00% PG) showed a swelling index >200%; residence time up to 180.67 ± 9.85 minutes; pH 6.39 ± 0.02 similar to oral cavity; folding endurance >300 times; physical stable; and not irritant. The optimum formula was significantly (p<0.05) decreased the ulcer size up to >90% since day 4 with the leukocyte number 8975 ± 435.5/μL that was similar to the normal value compared to the triamcinolone paste 9575 ± 415.1/μL. In addition, the histological examination from optimum formula treatment showed a similar tissue regeneration profile with the healthy oral mucosa. This study was concluded that the mucoadhesive film containing combination of 3% GL:CSE (2:1) may be potential as the alternative treatment for RAS.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariiq Azmi Rofiqi Sulkhan
Abstrak :
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) merupakan penyakit mulut ditandai dengan ulkus berwarna putih-kekuningan yang umumnya sembuh selama 14 hari. Berbagai bentuk sediaan memiliki waktu kontak terbatas dengan lesi sehingga dapat mengurangi efek terapinya. Aktivitas anti-inflamasi, antiulkus, antioksidan, antibakteri glycyrrhizin (GL) dan ekstrak kayu secang sudah banyak dilaporkan tetapi belum ada yang menguji efeknya pada penyembuhan ulkus oral. Penelitian dilakukan bertujuan untuk membuat film mukoadhesif menggunakan zat aktif GL dan ekstrak kayu secang dengan karakteristik yang baik yang dapat diterima, memiliki aktivitas anti-inflamasi, dan tidak mengiritasi. Uji aktivitas anti-inflamasi zat aktif dilakukan sebagai uji pendahuluan penentuan dosis formulasi. Sembilan formula dengan variasi chitosan (CH) dan propilen glikol (PG) diuji terhadap parameter indeks mengembang, kekuatan mukoadhesif, waktu mukoadhesif, ketahanan regangan, dan pH permukaan. Formula optimal film dievaluasi karakteristik fisik, aktivitas anti-inflamasi, dan iritasinya. Total 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) merupakan dosis optimal untuk formulasi. Formula optimal film (CH 0,53%; PG 3,00%) memiliki karakteristik sediaan film mukoadhesif yang baik yaitu mengembang >200%; melekat kuat pada mukosa selama 180,67 ± 9,85 menit; pH 6,39 ± 0,02 sama dengan rongga mulut; tahan terhadap lipatan >300 kali; stabil; dan tidak mengiritasi. Formula optimal film secara signifikan (p<0,05) menurukan diameter ulkus >90% sejak hari ke-4 dan jumlah leukosit mendekati normal yaitu 8975 ± 435,5/μL dibandingkan triamcinolone salep yaitu 9575 ± 415,1/μL. Pengamatan histologi menunjukkan formula optimal film memberikan profil regenerasi jaringan mirip dengan mukosa oral yang sehat. Formula optimal film dengan 3% kombinasi GL:ekstrak kayu secang (2:1) yang dihasilkan disimpulkan berpotensi dikembangkan sebagai alternatif pengobatan untuk SAR. ......Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) is the oral mucosal lesions characterized by round ulcers with yellow-white color and heals up to 14 days. Many commercialized forms of treatment have limited residence time with the lesion that may decrease therapeutic efficiency. The anti-inflammatory, anti-ulcer, antioxidant, antibacterial properties of glycyrrhizin (GL) and C. sappan extract (CSE) have been demonstrated in many recent studies but no study has demonstrated the effect on the oral mucosal ulcer. The objective of this study was to optimize mucoadhesive oral film containing GL and CSE that is aesthetically acceptable, provides anti-inflammatory activity, and not irritant. Anti-inflammatory activity of GL and CSE was conducted as the preliminary study to determine the dosage of the formulation. All nine experimental runs with the various chitosan (CH) and propylene glycol (PG) concentrations were optimized against swelling index, mucoadhesive strength, residence time, tear resistance, and surface pH then physical characteristics, anti-inflammatory activity, and irritancy of the optimum formula were evaluated. Combination of 3% GL:CSE (2:1) showed the optimum dosage for formulation. The optimum formula (0.53% CH; 3.00% PG) showed a swelling index >200%; residence time up to 180.67 ± 9.85 minutes; pH 6.39 ± 0.02 similar to oral cavity; folding endurance >300 times; physical stable; and not irritant. The optimum formula was significantly (p<0.05) decreased the ulcer size up to >90% since day 4 with the leukocyte number 8975 ± 435.5/μL that was similar to the normal value compared to the triamcinolone paste 9575 ± 415.1/μL. In addition, the histological examination from optimum formula treatment showed a similar tissue regeneration profile with the healthy oral mucosa. This study was concluded that the mucoadhesive film containing combination of 3% GL:CSE (2:1) may be potential as the alternative treatment for RAS.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardy Tanfil T.
Abstrak :
Kurkumin merupakan komponen utama yang terkandung dalam tumbuhan (Curcuma longa). Kurkumin diketahui memiliki beberapa sifat farmakologis. Salah satu khasiat farmakologis kurkumin adalah anti inflamasi yang diketahui dapat digunakan untuk mengobati stomatitis. Tumbuhan lain yang memiliki sifat farmakologis yang sama adalah Aloe vera, Aloe vera diketahui dapat memberikan efek penyembuhan pada stomatitis. Berdasarkan kemampuan dari Kurkumin dan Aloe vera, diharapkan dengan dikombinasikan antara keduanya maka dapat menjadi sebuah pilihan baru untuk terapi stomatitis yang lebih baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek anti stomatitis kombinasi zat aktif dan hasil formulasi dalam bentuk gel mukoadhesif dari kurkumin dan Aloe vera pada stomatitis yang diinduksi pada tikus. Model penelitian in vivo menggunakan 5 kelompok tikus dengan masing-masing 6 ekor tikus (Sprague Dawley). Semua tikus menerima aplikasi induksi asam asetat 50% pada mukosa rongga mulut. Pemberian secara topikal kombinasi zat aktif maupun hasil formula gel mukoadhesif yang mengandung Kurkumin-β-siklodekstrin dan Aloe vera (1:2) menunjukkan waktu penyembuhan yang lebih baik dibandingkan kombinasi lainnya. Hasil histopatologi juga menunjukkan bahwa kombinasi Kurkumin-β-siklodekstrin dan Aloe vera (1:2) memberikan efek penyembuhan yang baik. Kombinasi Kurkumin-β- siklodekstrin dan Aloe vera (1:2) maupun gel mukoadhesif yang mengandung Kurkumin- β-siklodekstrin dan Aloe vera (1:2) menunjukkan hasil yang positif untuk penyembuhan sariawan yang diinduksi oleh asam asetat 50%. ......Curcumin is the main component contained in plants (Curcuma longa). Curcumin is known to have several pharmacological properties. One of the pharmacological properties of curcumin is anti-inflammatory which is known to be used to treat stomatitis. Another plant that has the same pharmacological properties is Aloe vera. Aloe vera is known to have a healing effect on stomatitis. Based on the ability of curcumin and aloe vera, it is hoped that the combination of the two can become a new option for better stomatitis therapy. The purpose of this study was to determine the anti-stomatitis effect of the combination of active substances and the results of the formulation in the form of a mucoadhesive gel from curcumin and Aloe vera on induced stomatitis in rats. The in vivo research model used five groups of rats with six rats each (Sprague Dawley). All mice received an induction application of 50% acetic acid to the oral mucosa. Topical administration of a combination of active substances and the results of a mucoadhesive gel formula containing curcumin-β-cyclodextrin and aloe vera (1:2) showed a better healing time than other combinations. Histopathological results also showed that the combination of curcumin-β-cyclodextrin and aloe vera (1:2) gave an excellent healing effect. The combination of curcumin-β-cyclodextrin and aloe vera (1:2), as well as a mucoadhesive gel containing curcumin-β-cyclodextrin and aloe vera (1:2), showed positive results for the healing of stomatitis induced by 50% acetic acid.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>