Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Didi Kurniadhi
"Latar belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Diluar dari faktor risiko konservatif yang sudah diketahui berhubungan PJK ternyata didapatkan pula sejumlah faktor non konservatif yang berhubungan dengan PJK, salah satu faktor risiko yang paling menonjol adalah resistensi insulin. Data penelitian yang melihat peranan dan hubungan antara resistensi insulin dengan kejadian dan beratnya PJK masih menjadi kontrovesi, dimana sejumlah penelitian menunjukkan hasil yang bertentangan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nilai resistensi insulin pada pasien PJK dan tersangka PJK yang menjalani angiografi koroner dan korelasi antara resistensi insulin dengan beratnya PJK, yang dinilai dengan derajat stenosis arteri koroner.
Metode: Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA IR sedangkan beratnya derajat stenosis koroner dinilai dengan sistem skoring dari Gensini.
Hasil: Sebanyak 39 subyek yang menjalani angiografi koroner karena PJK dan tersangka PJK mengikuti penelitian ini. Nilai HOMA IR pada penelitian ini tidak mengikuti distribusi normal, dengan nilai median 4,63 (0,73 – 26,9). HOMA IR menunjukkan korelasi yang bermakna dengan beratnya derajat stenosis arteri koroner dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang (r: 0,44, p < 0,05). Korelasi ini tetap bermakna meskipun telah dilakukan penyesuaian dengan sejumlah variabel perancu.
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna antara resistensi insulin dengan beratnya PJK yang dinilai dengan Gensini skor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sibuea, Hasudungan
"Aliran darah koroner terjadi terutama pada fase diastolik. Stenosis arteri koronaria menimbulkan iskemia miokard. Iskemia miokard dapat menimbulkan gangguan diastolik. Gangguan diastolik mengakibatkan penurunan aliran darah koroner pada sepertiga awal diastolik, baik pada waktu istirahat maupun selama takikardia. Angina pektoris merupakan gejala iskemia miokard. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan bahwa ditemukan gangguan diastolik ventrikel kiri, dan angina pektoris akan lebih berat bila disertai dengan gangguan diastolik ventrikel kiri pada pasien stenosis arteri koronaria.
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan variabel diastolik ventrikel kiri, dengan ali ran mitral gelombang pulsa doppler ekokardiografi saat istirahat, pada pasien yang terbukti mengalami stenosis arteri koronaria dari pemeriksaan angiografi koroner. Pada penelitian ini, yang memenuhi kelima variabel diastolik dan diklasifikasikan sebagai fungsi diastolik normal adalah 3,3%, relaksasi abnormal 10%, sementara 86,7% menunjukkan perubahan beberapa variabel diastolik.

Coronary blood flow occurs mainly in the diastolic phase. Arterial stenosis The coronary artery gives rise to myocardial ischemia. Myocardial ischemia can cause diastolic disorders. Diastolic disorders result in decreased blood flow coronary in the first third of diastolic, both at rest and during tachicardia. Angina pectoris is a symptom of myocardial ischemia. The purpose of this study to prove that diastolic disorders of the left ventricle, and angina were found Pectoris will be more severe when accompanied by diastolic disorders of the left ventricle in patients with coronary artery stenosis.
In this study, a variabel examination was carried out diastolic left ventricle, with ali ran mitral pulse wave Doppler echocardiography at rest, in patients who have been shown to have coronary artery stenosis of coronary angiography examination. In this study, a variabeI examination was carried out diastolic left ventricle, with ali ran mitral pulse wave Doppler echocardiography at rest, in patients who have been shown to have coronary artery stenosis of coronary angiography examination. In this study, which meets all five variables diastolic and classified as normal diastolic function is 3.3%, relaxation abnormal 10%, while 86.7% showed changes in several diastolic variables.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rafiqah Nur Viviani
"Resep jamu kuno Au Fere II (Persea americana dan Vigna cylindrica) dari daerah Maluku dipercayai memiliki khasiat sebagai antihipertensi sejak masa lampau, meskipun belum terdapat bukti ilmiah terkait efeknya pada tekanan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Au Fere II terhadap kadar angiotensin II plasma pada model tikus Two-Kidney-One-Clip (2K1C). Studi dilakukan terhadap enam kelompok tikus, yaitu kelompok sham (n=4) dan lima kelompok 2K1C (n=20). Tikus 2K1C diinduksi dengan pemasangan mikroklip stainless steel 0,2 mm pada arteri ginjal kiri selama lima minggu. Kelompok tikus 2K1C (>140/100 mmHg, n=4 per kelompok) dibagi menjadi kelompok kontrol negatif (2K1C: tidak diberi perlakuan), kontrol positif (CAP: kaptopril 4,5mg/200g BB), dosis 1 ekstrak Au Fere II (D1: 0,495mL/200g BB), dosis 2 (D2: 0,99mL/20g BB), dan dosis 3 (D3: 1,98mL/200g BB). Pemberian perlakuan dilakukan secara per oral sekali sehari selama satu minggu. Pemberian perlakuan tersebut memengaruhi tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma, serta tidak memengaruhi rasio berat ginjal basah/berat badan. Tekanan darah sistolik (D1 dan D3) dan diastolik (D1, D2, dan D3) menunjukkan perbedaan yang bermakna jika dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, namun tidak menunjukkan adanya aktivitas yang dose-dependent dari tiga dosis yang diujikan. D3 mengalami penurunan tekanan darah paling efektif dibandingkan dengan D1 dan D2. Selain itu, kadar angiotensin II plasma seluruh kelompok perlakuan juga lebih rendah dibandingkan terhadap kelompok 2K1C, meskipun tidak bermakna secara statistik. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa resep jamu kuno Au Fere II menunjukkan potensi sebagai antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah dan kadar angiotensin II plasma.

The Au Fere II ancient herbal recipe (Persea americana and Vigna cylindrica) from Maluku was believed to have antihypertensive properties since the past, although there has been no scientific proof regarded its effect on blood pressure. This study aimed to determine the effect of Au Fere II extract on angiotensin II plasma levels in the Two-Kidney-One-Clip (2K1C) rat model. The study was conducted on six groups, the sham group (n=4) and five groups of 2K1C rats (n=20). The left kidney artery was clipped with a 0.2mm stainless steel microclip for five weeks. Twenty hypertensive rats (>140/100mmHg) were assigned into five groups (n=4), negative control (2K1C: not treated), positive control (CAP: captopril 4.5mg/200g BW), dose 1 Au Fere II extract (D1: 0.495mL/200g BW), dose 2 (D2: 0.99mL/200g BW), and dose 3 (D3: 1.98mL/200g BW). The treatment was given orally once/day for one week. Au Fere II reduced blood pressure and plasma angiotensin II levels but did not affect the kidney's-wet-weight/body-weight ratio. Systolic (D1, D3) and diastolic blood pressure (D1, D2, D3) were significantly lower compared to the 2K1C group but did not show any dose-dependent activity of the three doses tested. D3 was shown the most effective reduction in blood pressure compared to D1 and D2. Angiotensin II plasma levels in all treatment groups decreased compared to the 2K1C group, although it was not statistically significant. These results suggest that Au Fere II could potentially be used as an antihypertensive by lowering blood pressure and angiotensin II plasma levels.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library