Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riznawaty Imma Aryanty
"The impact of Urbanization to food habits and socio-demographic characteristics was examined by comparing a total of 150 elderly subjects from rural, low income urban and middle income urban community (50 in each area) in Bandung district, West Java. All subjects had the same ethnicity (Sundanese). Urban subjects should migrated to the city for at least 30 years.
Data collection was done from January to March 1996. The data was collected through personal interview, anthropometric assessment and in-depth interview to selected individuals. These data collection was aimed to obtain information on food habits, health status, psychological well-being and nutritional status. Changes in food habits was gathered by using list of food which included current and past consumption frequency. Health status data was collected through subjective health reported by the subjects. Nutritional status was assessed by using several anthropometric measurement namely weight, height, armspan and calf circumference.
Changes in consumption frequency of several food items were found between current and past situation and also among areas. Several indicators of psychological well-being were also found significantly different among the three areas. No difference of nutritional status indices among areas were found.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Batam strategically located ot the international shipping route;therefore it attracts investor and labor market.About 52% of citizens of Batam is female....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muchransyah Achmad
"Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai migrasi petani di Jawa Barat, lebih rinci lagi tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meneliti faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan kemungkinan petani melakukan migrasi di Jawa Barat secara diskriptrif. (2) Untuk meneliti bagaimana karakteristik petani migran dan non migran di Jawa Barat ditinjau baik dari segi sosial, ekonomi maupun demografi terutama kaitannya dengan profesi migran sebagai petani.
Petani migran mempunyai tingkat pendidikan yang lebih baik dari non migran. Jika dihubungkan. dengan distribusi pendapatan yang diperoleh petani migran dan non migran berdasarkan tingkat pendidikan yang ditamatkan terlihat bahwa petani migran pendapatannya lebih baik dari petani non migran. Petani migran umumnya mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang menjadi tanggungannya relatif kecil, hal ini berarti semakin besar tanggungan yang ditanggung oleh responden semakin tidak berani dia mengambil resiko untuk melakukan migrasi.
Unsur terpenting dalam karakteristik migran secara umum adalah umur, pendidikan, jenis kelamin dan status perkawinan. Pola migrasi menurut kelompok umur pada petani migran di Jawa Barat tidak berbeda dengan pola migrasi yang telah ditemukan oleh para peneliti sebelumnya, dalam penelitian ini ditemukan migran petani di Jawa Barat yang terbanyak berumur 12 - 29 tahun.
Jika dihubungkan antara jenis kelamin dan kelompok umur, menurut hasil Sakerti 1993 migrasi petani umumnya dilakukan oleh kaum laki-laki, sekitar 86.25 % dari jumlah migran dan wanitanya hanya sekitar 13.75 %. Walaupun yang terbesar melakukan migrasi adalah laki-laki namun polanya antara wanita dan laki-laki hampir sama yaitu migrasi terbanyak pada usia 12 - 29 tahun.
Petani yang melakukan migrasi satu kali alasan migrasinya yang terbanyak adalah karena keluarga yaitu 68.65 %, alasan pekerjaan 22.39 %, alasan lainnya 7.46 % dan alasan pendidikan hanya 1.50 %. Petani migran yang melakukan beberapakali migrasi yaitu 2 kali, 3 kali, 4 kali atau lebih umumnya dilakukan oleh laki-laki dengan tujuan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang banyak dilakukan oleh para akhli kependudukan dimana pekerjaan merupakan motivasi utama orang melakukan migrasi.
Hasil studi ini tidak begitu berbeda dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, seperti yang dilakukan oleh Hay (1974), di Tunisia, Suharso dkk (1981) di Indonesia, Chandra (1985) di Malaysia dan Tomagola."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsir
"Abstract. Public Service Motivation (PSM) is still a nascent theory that need to be proved with any contexts of many countries around the world, especially developing countries that might have different contexts related to cultures, beliefs, views on the importance of financial rewards, etc. This study aims to identify the PSM level and socio-demographic antecedents, especially age, gender, marital status, education, income, and political ideology, among civil servants in Indonesia. Using mean and chi- square tests on responses by 398 respondents of civil servants in Padang, West Sumatra, this study tested the PSM levels and socio-demographic antecedents affecting the PSM level among the civil servants. The findings of this study indicated that the PSM level of the civil servants tends to be at a low level compared to that of civil servants in developed countries. In addition, there is significant correlation between some of socio demographic antecedents and the level of PSM. The results of this study imply that PSM theory is not cross-culturally viable.
Abstrak. Motivasi Pelayanan Publik masih merupakan teori yang baru lahir yang perlu dibuktikan dengan berbagai temuan (konteks) dari berbagai negara di seluruh dunia, terutama negara-negara sedang berkembang yang mungkin saja memiliki perbedaan konteks budaya, kepercayaan, pandangan mengenai pentingnya ganjaran finansial, dan sebagainya. Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat motivasi pelayanan publik dan berbagai faktor sosio-demografis yang mempengaruhinya, khususnya yang berkaitan dengan umur, jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, pendapatan, dan ideologi politik, di kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Indonesia. Dengan menggunakan uji rata-rata (mean) dan uji chi-square berdasarkan tanggapan dari 398 responden PNS di Padang, Sumatera Barat, kajian ini telah menguji tingkat motivasi pelayanan publik dan faktor sosio-demografis yang mempengaruhinya di kalangan PNS di Indonesia. Hasil kajian ini mengindikasikan bahwa tingkat motivasi pelayanan publik di kalangan PNS cenderung berada pada tingkat rendah dibandingkan tingkat motivasi pelayanan publik di kalangan pegawai negeri di negara-negara maju. Selain itu, hasil kajian
ini membuktikan adanya hubungan yang signifikan antara beberapa faktor sosio-demografis dan tingkat motivasi pelayanan publik di kalangan PNS. Hasil kajian ini mengimplikasikan bahwa teori motivasi pelayanan publik tidaklah berlaku secara lintas budaya."
2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Metrys Ndama
"Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kualitas kehidupan yang dilakukan sejak dini dan sangat tergantung pada kualitas kesehatan ibu hamil. Saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995). Kematian ini umumnya dapat dicegah bila komplikasi kehamilan dan keadaan resiko tinggi lainnya dapat dideteksi secara dini melalui pelayanan antenatal yang baik. Manurut Green perilaku pemanfaatan antenatal dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pemungkin, pendukung. Dalam penelitian ini difokuskan pada faktor predisposisi yaitu karakteristik sosiodemografi dan pengetahuan ibu.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan yang dibagi 2 wilayah yaitu wilayah yang cakupan antenatalnya tinggi (Kl > 90% dan K4 > 80%) dan wilayah cakupan antenatalnya rendah (Kl <90% dan K4 <80%). Desain penelitian yang digunakan adalah non eksperimental dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel 192 ibu hamil yang terdiri dari 94 ibu hamil di wilayah ANC tinggi dan 98 ibu hamil di wilayah ANC rendah. Cara pengambilannya simple random sampling. Pengumpulan data untuk variabel bebas: umur, pendidikan, pekerjaan, paritas, dan pengetahuan ibu dilakukan dengan wawancara langsung, sedangkan untuk variabel antenatal dilakukan wawancara dan studi dokumentasi melalui KMS ibu hamil.
Hasil penelitian melaporkan proporsi ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal baik adalah 29,7% dan yang pemanfaatan antenatal kurang adalah 70,3%. Sedangkan proporsi pemanfaatan ANC berdasarkan wilayah adalah untuk wilayah ANC tinggi yang memanfaatkan antenatal baik adalah 29,6% dan untuk wilayah ANC rendah adalah 29,8%. Hasil uji Chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna (p >0,05) antara pemanfaatan pelayanan antenatal dengan umur, pendidikan, paritas. Akan tetapi ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara pemanfaatan pelayanan antenatal dengan status pekerjaan dan pengetahuan ibu (baik secara umum maupun secara terpisah berdasarkan wilayah). Hasil analisis multivariat regresi logistik juga menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan antenatal untuk wilayah ANC tinggi adalah pengetahuan (OR 3,3161) sedangkan untuk wilayah ANC rendah adalah pekerjaan ibu (OR 21,6495).
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan pelayanan antenatal di wilayah Kabupaten Donggala masih sangat rendah baik itu secara umum maupun terpisah berdasarkan wilayah cakupan. Untuk itu perlu ditingkatkan penyuluhan-penyuluhan kepada ibu hamil dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka terhadap manfaat pemeriksaan kehamilan.

Analysis on Relationship between Socio-demographic Characteristics and Pregnant Mother's Knowledge with Utilization of Antenatal Care in Two Areas of Donggala District, Central Sulawesi Province 2001The objective of National Health Development is to improve the quality of human resources and to improve the quality of life. Those improvements are to be started early at life and heavily depend on the quality of pregnant and maternal health. At the present time, Maternal Mortality Rate in Indonesia is 373 per 100.000 life births (SKRT, 1995). In general, these deaths could be prevented if the maternal complication and other high risk situations could be detected early through good antenatal care. According to Green, predisposing, enabling, and reinforcing factors influence the behavior of antenatal care utilization. This study focused on predisposing factors, which is socio-demographic characteristics and mother's knowledge.
This study was conducted in working area of Donggala Health Office, which is divided into two areas, that is area with high antenatal coverage (K1 > 90% and K4 > 80%) and area with low antenatal coverage (K1 < 90% and K4 < 80%). Design of the study is non-experimental with cross-sectional approach. Subjects were 192 pregnant mothers comprised of 94 pregnant mothers in "high ANC area" and 98 pregnant mothers in "low ANC area". Subjects were chosen in a simple random sampling way. Data on independent variables (age, education, current employment, parity, marital status, and mother's knowledge) were collected by face-to-face interview, while data on antenatal variable was collected through both interview and document study on pregnant mother's KMS (health record card).
The study found that in general, the proportion of pregnant mother who utilize antenatal care well was 29.7%, while those who utilize antenatal care poorly was 70.3%. In "high ANC area", pregnant mothers who utilize antenatal care well were 29.6% and those who utilize antenatal care well in "low ANC area" were 29.8%. The Chi-square results exhibited no significant association (p > 0.05) between ANC utilization with age, education, and parity. However, significant association was found between ANC utilization with employment status and mother's knowledge (both in general or partial based on area). The logistic regression showed that the most dominating factor that influences ANC utilization in "high ANC area" is knowledge (OR = 3.3161), while in "low ANC area" it is mother's employment status (OR = 21.6495).
The study came into conclusion that the utilization of antenatal care in Donggala District was still very low in both general and partial (based on different ANC coverage). Therefore, there is need to improve extension and promotion to pregnant mothers in order to improve their knowledge on the usefulness of antenatal care.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Rekawati
"Proses menua adalah suatu peristiwa yang wajar dan tak terhindarkan atau yang biasa disebut alami sifatnya. Bertambahnya usia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satu masalah yang sering terjadi adalah kepikunan. Kepikunan ditandai adanya kemunduran daya ingat yang berangsur-angsur makin berat dan disertai penurunan fungsi mental lainnya seperti psikis, perilaku dan mengganggu fungsi sosialnya. Proyeksi dari populasi usia lanjut di Scotland pada tahun 2003-2013 adalah, pada tahun 2003 diproyeksikan sebesar 59.301 usia lanjut akan mengalami kepikunan dan pada tahun 2013 sebanyak 65.051 usia lanjut akan mengalami kepikunan. Angka ini menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah usia lanjut yang mengalami kepikunan sebesar 9,41 % dalam kurun waktu 10 tahun Hasil studi investigasi kepikunan di rumah sakit diperoleh data bahwa klien dengan kepikunan rata rata lama perawatan 10,4 hari, senientara klien tidak dimensia rata-rata perawatan 6,5 hari. Biaya perkapita untuk penderita kepikunan 4000 dolar leblh tinggi dibanding penderita lainnya.
Tulisan ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor sosio demografi yang berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode cross sectional atau potong lintang, dimana semua variabel diambil sekaligus dalam waktu yang sama sehingga tidak luput dani kelemahan-kelemahan. Populasi daan sampel dalam penelitian ini adalah usia lanjut (kelompok umur lebih atau sama dengan 60 tahun) yang tinggal di wilayah kesatuan Republik Indonesia. Dan 10.518 usia lanjut, terdapat 236 usia lanjut yang mengalami kepikunan.
Dari hasil penelitian diperoleh informasi bahwa usia lanjut yang menderita kepikunan mencapai 2,2% dari seluruh populasi usia lanjut. Faktor-faktor sosio demografi yang berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut adalah umur (kelompok umur ) 80 tahun mempunyai risiko sebesar 6,436 kali (95% CI: 4,478-9,251) dibandingkan dengan kelompok usia lanjut 60-75 tahun, dan kelompok usia lanjut 76-80 tahun berisiko terjadinya kepikunan sebesar 2,733 kali (95% CI: 1,877-3,980) dibandingkan kelompok usia lanjut 60-69 tahun], jenis. kelamin [usia lanjut perempuan mempunyai risiko sebesar 1,393 kali (95% CI: 1,075-1,806) dibandingkan dengan usia lanjut laki-laki], status perkawinan [usia lanjut yang berstatus kawin merupakan faktor pencegah terhadap terjadinya kepikunan sebesar 0,794 kali (95% CI: 0,110-5,758) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak kawin, dan usia lanjut yang berstatus cerai hidup/mati mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 2,187 kali (95% CI: 1,685-2,840) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak kawin], riwayat pendidikan [usia lanjut yang berpendidikan < = SD mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 2,025 kali (95% CI: 1,267-3,236) dibandingkan dengan usia lanjut yang berpendidikan > SD], riwayat stroke/kelumpuhan [usia lanjut yang mempunyai riwayat stroke/kelumpuhan mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 6,345 kali (95% CI: 3,793-10,614) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak mempunyai riwayat stroke/kelumpuhan], status rural urban [usia lanjut yang bertempat tinggal di wilayah rural mempunyai risiko sebesar 1,343 kali (95% CI: 1,016-1,775) dibandingkan dengan usia lanjut yang tinggal di wilayah urban], perilaku merokok [usia lanjut yang merokok mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 0,486 kali (95% CI: 0,353-0,671) dibandingkan dengan usia lanjut yang tidak merokok], penggunaan pelayanan kesehatan [usia lanjut yang menggunakan pengobatan tradisional mempunyai risiko terjadinya kepikunan sebesar 0,480 kali (95% CI: 0,364-0,635) dibandingkan dengan usia lanjut yang menggunakan pengobatan modem]. Umur dan riwayat stroke/kelumpuhan merupakan faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya kepikunan pada usia lanjut di Indonesia.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi kepikunan pada usia lanjut kemungkinan akan terus bertambah setiap tahunnya sehingga diperlukan upaya antisipasi baik dari pengambil kebijakan ataupun masyarakat untuk bersama-sama melakukan tindakan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup usia lanjut terutama usia lanjut yang menderita kepikunan.

Socio Demographic Factors of Dementia (Kepikunan) among Elderly in The aging process is normal and natural that no one can avoid it. Aging will create several problems, including dementia Dementia is characterized by a decrease in memory, and signed by a continued decrease of mental, social and behavior status. There is a projected increase of the elderly population who will have dementia in Scotland from 2003-2013, about 59.301 in 2003 and 65.051 in 2013. Actually, based on these values, there is an increase of dementia among the elderly population of about 9.14% during 10 years. The result of the study about dementia in the hospital indicated that clients who had dementia stayed in hospital for 10.4 days, however, clients who had no dementia spe'zt more than 4000 dollars than the other.
The objectives of this study were to explore the information about the socio demographic factors that contributed to dementia for the elderly in Indonesia_ The study used a cross-sectional method in which all of the variables were taken at the same time. The population and sample in the study ware elderly (more than 60 years old) who living in Indonesia.
From 10.518 elderly, there were 236 who had dementia It covered about 2,2% of all elderly population. The factors that contributed to an occurrence of dementia on the elderly were age [more than 80 years had risk about 6,436 times (95% Cl: 4,478-9,251) compared with 60-75 years old; 76-80 years old had risk about 2,733 time (95% CI: 1,877-3,980) compared with 60-75 years old], gender [women had a risk of about 1,393 times (95% CI: 1,075-1,806) compared with men], marital status [un-marriage had risk about 0,794 times (95% CI: 0,110-5,758) compared with married; divorce by live/died had risk about 2,187 times (95% CI: 1,685-2,840) compared with married], educational background [less than elementary school had risk about 2,025 times (95% Cl: 1,267-3,236) compared with more education], stroke history/paralyzed [ stroke history/paralyzed had risk about 6,345 times (95% CI: 3,793-10,614) compared with no stroke history/paralyzed], a rural urban status (live in an rural setting having a risk of 1,343 times (95% CI: 1,016-1,775) compared with those who live in a urban setting], smoking habit [smokers had a risk of about 0,486 times (95% CI: 0,353-0,671) compared with no smoking habit], health care services [ traditional method had risk about 0,480 (95% CI: 0,364-0,635) compared with modem method]. Age and stroke history/paralyzed were the most dominant contributing factor to the risk of dementia for the elderly people in Indonesia.
In conclusion a prevalence of dementia in the elderly in Indonesia will increase every year. The implications are that efforts are needed in anticipation of this problem from either policy makers or the community to conduct an action for the elderly who have dementia.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Reza Al Hakim
"Penyakit respirasi termasuk penyebab kematian tertinggi di dunia. Namun prevalensinya pada pemukiman kumuh di Indonesia masih belum diketahui. Penelitian cross sectional kemudian dilakukan di Kelurahan Petamburan, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan teknik cluster consecutive sampling pada 18-26 Januari 2012 untuk mengetahui prevalensi penyakit tersebut dan kaitannya dengan pengetahuan masyarakat, sebagai langkah awal intervensi pendidikan kesehatan.
Hasil penelitian terhadap 104 responden berusia >18 tahun berdasarkan kuesioner: 1) Prevalensi penyakit respirasi sebanyak 5% terdiri dari asma (1,7%), pneumonia (0,2%), TB (2,2%) dan PPOK (0,9%) serta tidak ditemukannya hubungan tingkat pengetahuan dengan penyakit respirasi (p=0,342); 2) Terdapat 3,8% responden dengan tingkat pengetahuan baik, 41,3% cukup dan 54,8% kurang, berdasarkan pengetahuan terhadap penyakit respirasi. Kemudian tidak ditemukan hubungan karakteristik demografi usia (p=1,000), jenis kelamin (p=0,935) dan status pekerjaan (p=1,000) dengan tingkat pengetahuan; 3) Sumber informasi yang sering digunakan adalah televisi dan ditemukan korelasi bermakna antara jumlah sumber informasi dengan skor pengetahuan (p<0,05; r=0,278).
Dalam penelitian disimpulkan masih belum perlunya penyuluhan. Namun perlu ditinjau lebih lanjut hubungan pengetahuan terhadap konsistensi perilaku hidup sehat yang dapat mencegah penyakit respirasi. Selain itu juga perlu diketahui faktor lain yang dapat memengaruhi tingkat pengetahuan, serta perlunya optimalisasi informasi kesehatan respirasi melalui televisi sebagai sumber informasi tersering yang digunakan.

Disease of the respiratory system is one of leading cause of death in the world. However there has not been report about this prevalence in slum neighborhood, especially in Indonesia. Cross-sectional study was conducted in slums area, Kelurahan Petamburan, Tanah Abang, Central Jakarta using cluster consecutive sampling technique on 18?26 January 2012 to know the prevalence of respiratory diseases and its association with level of knowledge as the early step to analyze the need of health education.
The results of research on 104 respondents aged >18 years old using questionnaire: 1) Prevalence of respiratory health problems as much as 5% consists of asthma (1,7%), pneumonia (0,2%), TB (2,2%), COPD (0,9%) and there is no association between level of knowledge and those prevalence; 2) There are 3,8% of the respondents with a good level of knowledge, 41,3% sufficient and 54,8% poor based on respiratory health problems. And the research found that there is no association between socio demographic such as age (p=1,000), gender (p=0,935), employment (p=1,000) and level of knowledge; 3) Frequently used source of information is through television and there is significant correlation between the number of sources information with knowledge about respiratory health problems (p<0,05; r=0,278).
In the study, it was concluded that health education was not yet needed. But the influence of knowledge to the healthy living behavior which can prevent respiratory disease should be analyzed. Besides factors having association with level of knowledge about respiratory health is also needed to be found, and finally it is considered that optimalization of television as the most frequently used source information is needed."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library