Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Willets, Lucy
Abstrak :
Many children are naturally shy but extreme shyness and social anxiety can become a major childhood problem, leading to avoidance of school, difficulty in making friends and even developing into social anxiety in adulthood. In Overcoming Your Child's Shyness and Social Anxiety, child psychologists Lucy Willetts and Cathy Creswell explain how parents can help a shy child learn to challenge their thoughts and behaviour patterns and learn to participate confidently in every aspect of their lives. Based on clinically proven cognitive behavioural principles, the book explains what causes shyness, how to identify social anxiety in your child (sometimes masked by anger or stubbornness) and how to gradually help your child face their anxieties and develop problem-solving strategies. This book is a must for parents, teachers and anyone working with children.
London: Robinson, 2007
616.891 WIL o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Veda Sekar Kinanti
Abstrak :
Setiap tahunnya, banyak mahasiswa baru di Indonesia dari berbagai daerah yang merantau ke kota Jakarta untuk menempuh pendidikan tinggi. Adaptasi sosial yang harus dilakukan mahasiswa tahun pertama yang merantau agar dapat sukses menjalani perkuliahan dapat menjadi tekanan tersendiri jika tidak ditangani dengan baik karena berisiko mengakibatkan kecemasan sosial yang memiliki dampak negatif, tidak hanya terhadap performa akademis tetapi juga terhadap well-being secara umum. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa self- compassion merupakan kekuatan psikologis yang mampu membantu mencegah dan menangani kecemasan sosial pada individu, namun penelitian yang membahas hubungan langsung antar keduanya masih sangat minim. Penelitian kuantitatif dilakukan untuk melihat hubungan antar keduanya. Analisis korelasi pearson menunjukkan bahwa self-compassion berkorelasi negatif signifikan dengan kecemasan sosial (r=-0,541, p<0,01, two-tailed), dengan effect size yang large. Komponen-komponen self-compassion, yaitu self-kindness vs. self-judgment (r = -0,443, p<0,01, two-tailed) , common humanity vs. isolation (r=-0,446, p<0,01, two-tailed), dan mindfulness vs. over-identification (r =-0,416, p<0,01, two-tailed), juga ditemukan berkorelasi negatif signifikan dengan kecemasan sosial dengan effect size yang medium
Every year, many college freshmen in Indonesia from various regions migrate to Jakarta to pursue higher education. The social adaptation that must be done by college freshmen who migrate to be successful in college can be a distress if not handled properly because it risks causing social anxiety which has negative impacts, not only on academic performance but also on their well-being in general. Previous research states that self-compassion is a psychological strength that can help prevent and deal with social anxiety in individuals, but researches that address the direct relationship between the two is still very minimal. Quantitative research was conducted to see the relationship between the two. Pearson correlation analysis shows that self-compassion has a significant negative correlation with social anxiety (r=-0,541, p<0,01, two-tailed), with a large effect size. Components of self-compassion, which are self-kindness vs. self-judgment (r = -0,443, p<0,01, two-tailed), common humanity vs. isolation (r=-0,446, p<0,01, two-tailed), and mindfulness vs. over-identification (r =-0,416, p<0,01, two-tailed),was found negatively correlated significantly with social anxiety with medium effect size.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Maghfirah Faisal
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Remaja yang ditinggal orangtuanya lebih rentan mengalami loneliness, karena ketidakhadiran sosok attachment utama dalam masa perkembangannya. Beberapa penelitian menemukan bahwa loneliness memiliki kaitan yang sangat erat dengan hubungan interpersonal. Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu apakah Group Interpersonal Psychotherapy (IPT-G) dapat menurunkan loneliness pada remaja anak buruh migran yang ditinggal orangtuanya. Psikoterapi ini berfokus untuk membantu meningkatkan keterampilan interpersonal dan komunikasi para partisipan, sebagai cara untuk mengurangi loneliness.

Metode: Sebanyak delapan remaja anak buruh migran di wilayah Cilamaya Kulon, Karawang, yang berusia 13 hingga 15 tahun turut berpartisipasi dalam penelitian ini. Intervensi IPT-G terdiri atas satu sesi individual dan enam sesi kelompok. Instrumen pengukuran yang digunakan adalah De Jong Gierveld Loneliness Scale dan Social Anxiety Scale for Adolescents. Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat pre-test, post-test, dan follow-up test. Penilaian kualitatif dari observasi dan wawancara juga dianalisis untuk mengetahui gambaran perubahan loneliness para partisipan di tiap sesi.

Hasil: Secara umum, skor individual dan skor rata-rata loneliness dan social anxiety para peserta mengalami penurunan secara berkala dari pre-test ke post-test dan follow-up test. Dari hasil observasi dan wawancara, peserta menunjukkan penurunan gejala loneliness dari sesi ke sesi. Mereka juga mempelajari dan dapat mempraktikkan solusi-solusi IPT dalam kehidupannya, seperti berkomunikasi secara terbuka dan mengubah ekspektasi menjadi lebih realistis.

Kesimpulan: IPT-G merupakan intervensi yang sederhana dan berguna untuk menurunkan loneliness pada remaja anak buruh migran yang ditinggal orangtuanya.
ABSTRACT
Background: Left-behind early adolescents have been known to be significantly loneliner than their counterparts due to absence of parents during their course of development. Furthermore, recent studies also found that loneliness was strongly correlated with interpersonal relationship. This study aimed to explore the effectiveness of Group Interpersonal Psychotherapy (IPT-G) to reduce loneliness among left-behind early adolescents. This psychotherapy focused on enhancing interpersonal and communication skill among the participants as tools to reduce loneliness.

Method: A total of eight left-behind early adolescents of migrant workers aged 13 to 15 in Cilamaya Kulon, Karawang, was participated in this study. IPT-G consisted of one individual session and six group sessions. The assesment tools used in this program are De Jong Gierveld Loneliness Scale and Social Anxiety Scale for Adolescents. The measurement was done three times: on pre-test, post-test, and one month follow up test. Qualitative measurements obtained from interview and observation during the program were also analysed to depict the change of loneliness condition among participants from session to session.

Result: Overall individual and mean score of loneliness and social anxiety among participants were progressively declining from pre-test to post-test and follow-up test. Based on observation and interview, all participants showed reduced symptoms of loneliness from session to session. They also learned and were able to implement IPT solutions, such as open communication and formulate more realistic expectation.

Conclusion: IPT-G is a simple yet useful intervention to reduce loneliness among left-behind early adolescents of migrant workers.
2018
T52534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Detricia Tedjawidjaja
Abstrak :
Tahap perkembangan remaja seringkali ditandai dengan peningkatan kecemasan sosial. Meskipun Social Anxiety Disorder (SAD) merupakan gangguan yang umum terjadi pada remaja, SAD cenderung sulit untuk diidentifikasi. Faktor budaya diduga berpengaruh terhadap batasan antara tingkat kecemasan sosial yang normal dan patologis. Penelitian ini menggunakan explanatory sequential design (kuantitatif-kualitatif) untuk (1) menguji pengaruh self-construal terhadap kecemasan sosial melalui peran mediasi emosi malu pada remaja etnis Jawa dan (2) menjelaskan penghayatan kecemasan sosial remaja etnis Jawa yang dibandingkan dengan gejala SAD dalam DSM-5. Dalam penelitian kuantitatif, pengukuran terhadap kecemasan sosial, self-construal, dan emosi malu melibatkan 37 remaja berusia 14-17 tahun dengan kedua orang tua beretnis Jawa dan berdomisili di Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Hasil uji mediasi menggunakan causal steps approach menunjukkan bahwa emosi malu tidak berperan dalam hubungan antara self-construal dengan kecemasan sosial. Selain itu, independent construal secara signifikan berpengaruh negatif dan emosi malu berpengaruh positif terhadap tingkat kecemasan sosial. Selanjutnya, empat partisipan dengan kecemasan sosial yang tinggi berdasarkan pengukuran pada penelitian kuantitatif diikutsertakan dalam wawancara mendalam tentang gejala kecemasan sosial yang mereka alami. Hasil dari inductive analysis menunjukkan bahwa tingginya kecemasan sosial tidak selalu mengarah pada penegakan diagnosis SAD. Norma dalam budaya Jawa yang cenderung menerima gejala kecemasan sosial menyebabkan dampak negatif tidak muncul terhadap fungsi sehari-hari remaja. Implikasi dari hasil penelitian ini menekankan pada pentingnya mempertimbangkan konteks budaya remaja dalam menegakkan diagnosis SAD.
Adolescence is often marked by increased social anxiety. Even though Social Anxiety Disorder (SAD) is one of the most common disorders among adolescents, SAD is likely to be difficult to recognize. Cultural factors may influence the boundary between the normal and pathological level of social anxiety to be ambiguous. Using an explanatory sequential design (quantitative-qualitative), the aims of this study were to (1) examine whether self-construal influence social anxiety through mediating role of and (2) explore the meaning and experience of social anxiety symptoms among Javanese adolescents by comparing them with SAD symptoms in DSM-5. For quantitative study, measurement of social anxiety, self-construal, and shame involved 37 adolescents aged 14-17 year-old with both parents are Javanese and settle in DI Yogyakarta, Central Java, and East Java Province. The result of mediation analysis using causal steps approach indicated that there is no mediation effect of shame in the relationship between self-construal and social anxiety. In addition, only independent construal have a negative effect and shame have a positive effect significantly on social anxiety intensity. Furthermore, four participants with high social anxiety based on measurement in the quantitative study were joined an in-depth interview about their social anxiety symptoms. Results of the inductive analysis indicated that high social anxiety does not necessarily lead to the diagnosis of SAD. Norms in Javanese culture that tends to tolerate social anxiety symptoms causes no negative impact on adolescents' functions of daily life. The findings suggest that considering adolescent cultural context is essential for diagnosing SAD.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
the present study examined gender differences among Japanese students in the effect of closeness on conflict regardless of conflict avoidance. we predicted that male participants would take assertive strategies in conflicts regardless of whether they were in close relationship or not, whereas female participants would take avoidance in conflicts with non-close others, but assertive strategic with close ones. 79 Japanese university students (33 males and 46 females) were assigned into one of two friend conditions (non-close condition vs. close condition). and were measured of the extent to which they took avoidance in 3 conflict situation =s (scenario). the results supported the prediction only with females, and suggested that Japanese males attempt to send non-verbal messages to close friends while taking avoidance
Sendai: Department of Psychology, Faculty of Arts and Letters-Tohoku University Sendai,
150 TPF
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Tala Harimukthi
Abstrak :
Individu dewasa muda yang mengalami gangguan kecemasan sosial memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri yang besar. Selain itu, individu juga lebih sering mengkritik diri secara negatif dibandingkan menerima dirinya. Self-compassion menjadi sesuatu yang penting untuk mereka agar dapat berbelas kasih terhadap dirinya sendiri dan menghadapi situasi-situasi yang membuat tidak nyaman serta menakutkan. Self-compassion merupakan sikap diri yang positif secara emosional dapat melindungi diri akibat adanya penilaian diri yang negatif, kritik diri negatif, isolasi diri, dan ruminasi. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda yang mengalami kecemasan sosial. ACT menggunakan metode paparan (exposure) dan experiential avoidance. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Terdapat keterbatasan penelitian sehingga pada kelompok eksperimen hanya ada tiga partisipan yang dapat menyelesaikan intervensi hingga selesai, begitupun pada kelompok kontrol hanya ada tiga partisipan yang mengisi pre-test dan post-test. Partisipan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-compassion berdasarkan skor pada Self-Compassion Scale (SCS) dan penurunan kecemasan sosial berdasarkan skor Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), yang tidak dialami oleh partisipan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan bahwa ACT dapat meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda dan menurunkan kecemasan sosialnya. Teknik ACT yang paling bermanfaat bagi partisipan adalah mindfulness. Temuan lainnya pada penelitian ini adalah gaya pengasuhan orangtua yang mengkritik anak akan menimbulkan kecemasan sosial. Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa individu yang memiliki self-compassion tinggi akan terhindar dari perundungan karena individu mampu memposisikan diirnya dengan baik. Penjelasan hasil penelitian dapat dilihat secara lengkap pada bagian diskusi. ......Young adult with social anxiety disorder has a negative self-criticsm to theirselves than to accept. Self-compassion is a construct to help to caring, loving, and being compassion to self. Compassion help them to be warmth and kind to self in social situation that fear them. Self-compassion is an emotional positive attitude that can keep itself from what in the negative situation, negative self-criticsm, self-isolation, and rumination. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) is used in this study for enhancing self-compassion among young adulthood with social anxiety. ACT aim to help individual with social anxiety to exposure to social experiences they avoid. This research is quasi experiment research with pretest-posttest nonequivalent control group design with three participants on each experiment and control group. The scores of Self-Compassion Scale (SCS) were increased and Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) were decreased on experimental group. One of technique on ACT which help participants is mindfulness. Another result from this study are parental criticism would make people being social anxiety, people with high selfcompassion would avoid from bullying. The explanation of the results of this study can be seen in detail in the discussion section.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Listia Anindia
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara parentification dengan kecemasan sosial pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah. Parentification adalah bentuk pertukaran peran antara orang tua dan anggota keluarga lainnya, terdapat distorsi batasan, dan hirarki yang berkebalikan antar keduanya dimana anak-anak atau remaja menanggung tingkat tanggung jawab yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangannya (Hooper, 2009). Sementara itu kecemasan sosial didefinisikan sebagai kecemasan yang timbul karena adanya kemungkinan atau pun keberadaan dari evaluasi interpersonal, baik di situasi sosial yang nyata maupun imajiner (Schlenker & Leary dalam Leary, 1983). Penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan kuantitatif. Alat ukur yang digunakan adalah Parentification Inventory oleh Hooper (2007) dan Brief Fear of Negative Evaluation II oleh Carleton, Collimore, dan Asmundson (2007). Partisipan dari penelitian ini sejumlah 177 orang remaja, 76 orang perempuan dan 101 orang laki-laki, dengan rentang usia 12-19 tahun di beberapa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di daerah Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara parentification dan kecemasan sosial pada remaja berstatus sosial ekonomi rendah (r = 0.224, p<0.01). Artinya, semakin tinggi skor parentification maka semakin tinggi pula skor kecemasan sosial.
The objective of this study is to find out the relationship between parentification and social anxiety in adolescents with low socioeconomic status. Parentification is defined as a type of role reversal, boundary distortion, and inverted hierarchy between parents and other family members in which children or adolescents assume developmentally inappropriate levels of responsibility in the family (Hooper, 2012). While, social anxiety is defined as anxiety resulting from the prospect or presence of interpersonal evaluation in real or imagined social settings (Schlenker & Leary in Leary, 1983). The study is using correlational method and quantitative approach. The measurements used in this study were Parentification Inventory from Hooper (2007) and Brief Fear of Negative Evaluation II from Carleton, Collimore, and Asmundson (2007). Participants were 177 adolescents, 76 females dan 101 males, that ranged from 12-19 years old in several Community Learning Center (CLC) in Jakarta. The results showed a significant relationship between parentification and social anxiety in adolescents with low socioeconomic status (r = 0.224, p<0.01). This means that the higher the score of parentification, the higher the score of social anxiety in this study.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56707
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Arya Savitri
Abstrak :
Untuk menurunkan jumlah kasus COVID-19, pemerintah di beberapa negara menerapkan pengamanan wilayah yang menyebabkan masyarakat lebih cenderung menggunakan berbagai platform media sosial untuk memenuhi kebutuhan interaksi sosialnya. Facebook adalah salah satu platform media sosial yang dikenal di seluruh dunia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kecemasan sosial, kesepian, dan harga diri berhubungan dengan penggunaan Facebook. Ada total 852 peserta (Mage = 28.94; SD = 13.98) dalam penelitian ini. Selain itu, penelitian ini menggunakan ukuran laporan diri untuk pengumpulan data. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa tiga kondisi mental tersebut berkorelasi signifikan terhadap penggunaan Facebook. Selanjutnya, hasil penelitian juga menemukan bahwa harga diri individu merupakan satu-satunya kondisi mental yang memiliki korelasi positif dengan penggunaan Facebook. Sementara kecemasan sosial dan kesepian memiliki hubungan negatif terhadap penggunaan Facebook. Terdapat pula beberapa keterbatasan dalam studi ini yang didiskusikan agar dapat menjadi masukan untuk penelitian lanjutan, seperti menggunakan pendekatan penelitian kausal, menambahkan desain penelitian, dan memberikan penjabaran lebih lanjut pada variabel penggunaan Facebook. ......To reduce COVID-19 cases, governments in multiple countries implemented regional lockdowns which caused people to be more active in multiple social media platforms in order to fulfill their need for social interaction. Facebook is one of the most popular social media platforms that is used by the people worldwide. The purpose of this study is to determine whether social anxiety, loneliness, and self-esteem is significantly correlated with Facebook use. There were a total of 852 participants within this study (Mage = 28.94; SD = 13.98). Furthermore, this research used a self-report measure for data collection. The result showed that all three mental conditions were significantly correlated to Facebook usage. Furthermore, self-esteem is found to be the only variable that has a positive correlation with Facebook use. Meanwhile both loneliness and social anxiety is shown to be negatively correlated to Facebook use. There are several limitations that can be improved for future studies such as using a causal approach, adding another study design, and giving further elaboration on the variable of Facebook use
Depok: Fakultas Psikologi Univeraitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ayu Pradani Sugiyanto Putri
Abstrak :
Individu dengan kecemasan sosial menggunakan jejaring sosial sebagai perilaku aman untuk menurunkan risiko mendapat penilaian negatif dari orang lain dan untuk memenuhi kebutuhan akan relasi sosial yang tidak terpenuhi dari interaksi tatap muka. Individu merasa mendapat keuntungan dari perilakunya dan berusaha mengulang perilaku penggunaan jejaring sosialnya agar kembali mendapat keuntungan yang sama. Hal ini mengarahkan individu dalam mengembangkan penggunaan jejaring sosial yang berlebihan dan bermasalah yang dinamakan dengan adiksi jejaring sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas intervensi cognitive-behavioral therapy CBT dalam menurunkan tingkat adiksi jejaring sosial dan kecemasan sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi-eksperimental dengan satu kelompok disertai dengan pre-test dan post-test. Partisipan dalam penelitian ini diperoleh melalui purposive samping. Partisipan mengikuti lima sesi intervensi individual serta satu sesi pra-sesi dan satu sesi follow up. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan data kuantitatif menggunakan adaptasi alat ukur Internet Addiction Test IAT dan Social Interaction Anxiety Scale SIAS serta data kualitatif tentang perubahan kognisi dan perilaku partisipan sebelum dan setelah mengikuti intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa intervensi CBT dapat menurunkan tingkat adiksi jejaring sosial dan kecemasan sosial pada partisipan. Partisipan menunjukkan peningkatan kemampuan dalam mengontrol penggunaan jejaring sosialnya dan lebih nyaman untuk berinteraksi tatap muka dengan orang lain. Seiring kenyamanan partisipan untuk berinteraksi tatap muka, penggunaan jejaring sosial semakin menurun karena partisipan merasa kebutuhannya akan relasi sosial sudah terpenuhi di dunia nyata.Kata kunci: Adiksi jejaring sosial, Kecemasan sosial, Terapi kognitif-perilaku, CBT. ......Someone with social anxiety use social networking sites as safety behaviors to reduce the risk of getting negative evaluation from others and to fulfill need of social relationship. The individual get benefit from their behavior and they repeat the behavior to get the same reinforcement. This process leads individuals to develop the excessive and problematic use of social networking sites that called as social networking sites addiction. This study aimed to identify effectiveness of cognitive behavioral therapy CBT to reduce the level of social networking sites addiction and social anxiety. This study was a quasi experimental study with one group pre test and post test design. Participants in the intervention participated in five individual sessions, preceded by a pre session and followed by a follow up session. Analysis was conducted by comparing quantitative data obtained by adaptation of Internet Addiction Test IAT and Social Interaction Anxiety Scale SIAS and qualitative data showing changes in participants rsquo cognition and behavior before and after the intervention. This study showed that the intervention can successfully decrease level of social networking sites addiction and social anxiety. Participants showed increased ability in controlling the use of social networking sites and more comfortable to interact face to face with others. When participants feel comfortable in interacting face to face with others, then the use of social networking sites decreases, because the need of social relationships have been fulfilled in the real world.Key words Social networking sites addiction, social anxiety, cognitive behavioral therapy, CBT
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yobelio Ekaharja Putra
Abstrak :
Pembatasan kegiatan masyarakat akibat pandemi COVID-19 menyebabkan masyarakat merasa jenuh berada di rumah saja. Masyarakat mengatasi rasa jenuh tersebut dengan menggunakan aplikasi social network yang memiliki berbagai fitur, salah satunya filter wajah berbasis AR. Akan tetapi, pola penggunaan filter wajah yang berlebihan dapat memicu perilaku adiksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang dapat memengaruhi adiksi pengguna pada Augmented Reality (AR) face filter di aplikasi social network dan dampaknya terhadap online social anxiety. Penelitian ini menggabungkan teori Big Five Model (BFM) sebagai teori yang dapat menjelaskan kepribadian pengguna, serta Sense of Virtual Community (SOVC) sebagai teori yang menjelaskan interaksi antarindividu menggunakan bantuan TI. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan framework Stimuli, Organism, Response (SOR) dalam menyusun kerangka model penelitian. Penelitian ini dilakukan terhadap 903 responden yang merupakan masyarakat Indonesia dan pernah menggunakan fitur filter wajah AR minimal sekali. Data tersebut dikelompokkan menjadi tiga kelompok uji, yakni keseluruhan, pengguna baru dan pengguna lama. Pengelompokkan ini dilakukan untuk membantu analisis data dan mengetahui serta membandingkan perbedaan pengaruh dari faktor-faktor di setiap kelompok. Data penelitian ini dianalisis menggunakan Covariance-based Structural Equation Model dengan bantuan program AMOS 26. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat signifikansi antara neuroticism, membership, dan immersion terhadap AR face filter addiction pada keseluruhan kelompok uji. Selain itu, AR face filter addiction juga berpengaruh signifikan terhadap online social anxiety. Temuan dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi penyedia layanan aplikasi serta kreator AR dalam meningkatkan layanan mereka. Selain itu, pengguna filter juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri dalam menggunakan filter wajah agar terhindar dari dampak negatif yang ditimbulkan. ......Activity restrictions due to the COVID-19 pandemic have caused people to feel fatigued at home. People overcome this situation by using social network applications that have various features, such as AR face filter. However, excessive use of face filter can trigger addictive behavior. This study aims to analyze the factors affecting Augmented Reality (AR) face filter addiction in social network applications and its impact on online social anxiety. This study combines the Big Five Model (BFM) theory as a theory that explains the user's personality, and Sense of Virtual Community (SOVC) as a theory that explains the role of interaction of each other using IT. In addition, this research also uses the Stimuli, Organism, Response (SOR) framework in developing the research model. This research was conducted on 903 respondents who are Indonesian and have used the AR face filter feature at least once. The data is grouped into three: overall, new users, and old users. This grouping is carried out to assist data analysis and to determine also to compare the different effects of the factors in each group. The data were analyzed using the Covariance-based Structural Equation Model through AMOS 26 program. The results of this study indicate that there is a significance between neuroticism, membership, and immersion on AR face filter addiction in the entire test group. In addition, AR face filter addiction also has a significant effect on online social anxiety. The findings are expected to be able to contribute to application service providers and AR creators in improving their services. Face filter users are also expected to increase self-awareness in using face filters to avoid negative impacts.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>