Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ghina Rezki Putri
"Skripsi ini membahas mengenai skema piramida dalam pendistribusian barang sebagai tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Pada pasal tersebut melarang setiap pelaku usaha distribusi untuk menerapkan skema piramida pada kegiatan usahanya.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui tindak pidana pelaku usaha distribusi dalam pendistribusian barang menggunakan skema piramida serta penerapan, persamaan dan perbedaan antara Pasal 105 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
Pada skripsi ini penulis akan membandingkan tiga putusan yaitu satu putusan sebelum dikeluarkannya peraturan larangan penerapan skema piramida dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 dan dua putusan setelah peraturan larangan penerapan skema piramida dikeluarkan. Hadirnya Undang-Undang ini dapat menjadi suatu hal positif karena di Indonesia sudah terdapat berbagai kasus yang dimana pelaku usaha distribusi menerapkan skema piramida dalam proses kegiatan usahanya.

This thesis discusses pyramid scheme in the distribution of goods as a criminal act as regulated in Article 105 of Law No. 7 of 2014 on trade. The regulation forbids any business communities to implement the distribution system pyramid scheme in distributing goods.
The purposes of this thesis are to learn about criminal act done by business communities in distributing of goods with pyramid scheme and its practice, along with similarity and difference between Article 105 of Law No. 7 of 2014 on Trade and Article 378 of Indonesian Criminal Code.
On this thesis, the author compared three different court decisions the first is court decision before Law No. 7 of 2014 on Trade was assigned, the second and the third is after the Law No. 7 of 2014 on Trade was assigned. The presence of Law No. 7 of 2014 on Trade could be advantageous in Indonesia, given that there were so many cases where business communities implemented the pyramid scheme.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tifani Tasya Natawidjaja
"Pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehari-hari perlahan mulai bergantung pada kemajuan teknologi, salah satunya mulai dikenalnya investasi aset kripto oleh masyarakat. Perdagangan aset kripto dilaksanakan melalui pasar fisik aset kripto melalui Bappebti. Hal tersebut karena aset kripto sendiri dipandang sebagai suatu komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018. Namun, prinsip kehati-hatian dalam hal ini harus dikedepankan mengingat setiap aspek kehidupan tak luput dari potensi terjadinya tindak kejahatan, seperti potensi praktik skema piramida dan skema ponzi dalam ranah dalam ranah investasi aset kripto. Salah satu contohnya adalah kasus EDCCASH, sebuah investasi kripto yang mendasarkan kepada cryptocurrency E-Dinar Coin Cash. EDCCASH sendiri merupakan jual beli kripto dengan sistem perekrutan anggota baru. Pada tahun 2021 kemarin, terjadi system error pada aplikasi EDCCASH yang mengakibatkan perubahan nilai aset cryptocurrency yang bermuara pada kerugian. Kerugian ini menyebabkan investor melaporkan EDCCASH kepada pihak berwajib atas dugaan penipuan dan penggelapan hingga divonis 6 (enam) tahun penjara oleh Majelis Hakim dan EDCCASH diputus melanggar Pasal 105 jo. Pasal 9 Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang berarti EDCCASH telah melakukan aktivitas skema piramida. Namun, kasus ini tidak menggunakan ketentuan mengenai aset kripto sebagaimana yang diatur dalam SK Bappebti, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah kasus ini masuk ke dalam ketentuan skema piramida sebagaimana yang diatur dalam UU Perdagangan, ataukah sebenarnya harus dilihat sebagai kejahatan yang menggunakan skema ponzi. Belum ada peraturan perundang-undangan yang membedakan skema ponzi dari skema piramida, walaupun di beberapa putusan pengadilan Hakim menyatakan telah terjadi pelanggaran yang menggunakan skema ponzi, seperti pada putusan 163/Pid.B/2017/PN Mpw yang diadili di Pengadilan Negeri Mempawah. Sehingga timbul suatu permasalahan atas urgensi adanya peraturan yang membedakan pengaturan skema ponzi dan skema piramida dalam perdagangan barang ataupun jasa dengan melihat karakteristik kasus cryptocurrency yang dilakukan oleh EDCCASH.

Human's basic needs gradually become dependent on technological advances, one of which is the public’s awareness regarding investment in crypto assets. Crypto asset trading is carried out through the physical market for crypto assets through Bappebti. The crypto asset itself is seen as a commodity that sells on futures exchanges and is regulated in the Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indonesia Number 99 of 2018. However, the precautionary principle in this case must be put forward bearing in mind that every aspect of life does not escape the potential for crime, such as potential pyramid schemes and ponzi schemes within the scope of crypto asset investment. For instance, there is a case that involves EDCCASH in Indonesia, a crypto investment based on the cryptocurrency E-Dinar Coin Cash. EDCCASH itself is buying and selling crypto with a new member rehabilitation system. In 2021, a system error occurred in the EDCCASH application, which resulted in a change in the value of cryptocurrency assets which led to losses. This loss caused the investor to report EDCCASH to the authorities on suspicion of accusation and embezzlement and was sentenced to 6 (six) years in prison by the Council of Judges and EDCCASH was sentenced to violate Article 105 jo. Article 9 Law no. 7 of 2014 concerning Trade, which means that EDCCASH has carried out a sketch scheme activity. However, this case does not use the provisions regarding crypto assets as stipulated in the SK Bappebti, raising the question whether this case falls under the provisions of the scheme as stipulated in the Trade Law, or does it have to be seen as a crime using a ponzi scheme. There are no laws and regulations that distinguish ponzi schemes from pyramid schemes, although in several court decisions the Council of Judges stated that there had been violations using ponzi schemes, such as in decision 163/Pid.B/2017/PN Mpw. Hence, a problem arises from a need for regulations that distinguish the arrangement of ponzi schemes and schemes in trading goods or services by looking at the characteristics of cryptocurrency cases carried out by EDCCASH."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahima Shifa Febriasih
"Pemanfaatan agama dalam promosi kegiatan bisnis bukan merupakan fenomena yang asing. Dalam praktiknya, hal ini semakin ditunjang apabila aktor yang melakukan adalah tokoh agama dan dihormati masyarakat. Namun, seringkali kepercayaan umat dan kekuasaan yang dimiliki oleh tokoh agama ini digunakan untuk melakukan penipuan yang disebut sebagai affinity fraud. Sosok tokoh agama dapat memanipulasi kegiatan bisnis yang merugikan seperti skema piramida menjadi bisnis yang diminati. Hal inilah yang membuat affinity fraud khususnya dalam promosi skema piramida memiliki urgensi tinggi untuk diberi perhatian. Metode penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif kritis yang membahas isu tersebut dengan menggunakan perspektif kriminologi kritis. Dalam penyusunannya, peneliti melakukan studi kasus terhadap viktimisasi enam orang korban affinity fraud dalam kegiatan perekrutan mitra bisnis PayLay. Penelitian menunjukkan bahwa status tokoh agama dan narasi keagamaan kerap digunakan untuk melakukan penipuan melalui eksploitasi kepercayaan umat terhadap agama mereka.

The utilization of religion in promoting business activities is not an unfamiliar phenomenon. In practice, this is further supported when the actors involved are religious figures who are respected by the community. However, often the faith of the followers and the power held by these religious figures are used to engage in fraud, known as affinity fraud. Religious figures can manipulate detrimental business activities such as pyramid schemes into popular businesses. This is what makes affinity fraud, especially in promoting pyramid schemes, an issue that requires significant attention. The research method conducted is a critical qualitative study that discusses this issue from the perspective of critical criminology. In its development, the researcher conducted a case study on the affinity fraud victimization experienced by six individuals who were recruited as business partners by PayLay. The research indicates that the status of religious figures and religious narratives are often used to deceive people by exploiting their faith in their religion."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emi Anggreani Masjur
"Konsep sistem penjualan skema piramida hampir menyerupai konsep sistem penjualan multi level marketing (MLM), sehingga dapat menjadi celah bagi perusahaan untuk menjalankan prakrek skema piramida dengan menamakan dirinya sebagai perusahaan multi level marketing agar terkesan legal. Skema piramida dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan adalah kegiatan usaha yang bukan dari hasil penjualan barang. Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk senantiasa beriktikad baik dalam menjalankan kegiatan usahanya. Ketentuan dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen ini bermaksud mengarahkan pelaku usaha menyukseskan pembangunan ekonomi nasional, khususnya dibidang usaha. Pelaku usaha PT. Wandermind dalam konsep distribusi telah menerapkan sistem skema piramida karena telah melakukan kegiatan usaha yang bukan dari hasil kegiatan barang dan kegiatan penjualan account tersebut memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha/member untuk memperoleh imbalan atau pendapatan terutama biaya pertisipasi orang lain/member baru yang bergabung. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat normatif. Diterapkannya product libility dalam UUPK terhadap para pelaku usaha yang memproduksi barang dan kemudian ternyata barang tersebut menimbulkan kerusakan, pemcemaran, dan/atau kerugian pada badan, jiwa dan barang milik konsumen, maka konsekuensi diterapkannya product libility pelaku usaha dapat dikenakan sanksi perdata berdasarkan Pasal 19 UUPK, pelaku usaha (hal ini produsen) yang produknya merugikan konsumen, harus memberikan ganti rugi, ganti rugi berupa pengembalian uang, penggantian barang yang sejenis atau yang setara nilainya, perawatan kesehatan, pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

The concept of a pyramid scheme sales system almost resembles the concept of a multi-level marketing (MLM) sales system, therefore, it can be a gap for companies to run a pyramid pre-manufacturing scheme by considering themselves as a multi-level marketing company to be impressed legally. According to the constitution article 9, No 7 of 2014 concerning the trade is that the trade is a business activity that is not about selling the goods. The businessmen have an obligation to always have good intentions in carrying out their business activities. Moreover, the consumer protection provisions are intended directly the businessmen to succeed in national economic development particularly in the field of business. Thus, PT. Wandermind in terms of the distribution concept has implemented a pyramid scheme system because it has carried out business activities that are not from the results of goods activities. Furthermore, the account sales activities take advantage of opportunities for the participation of business partners or members to get compensation or income particularly the participation of both other and new members who join the business. This current research is a normative study. By applying the product libility in UUPK to the businessmen who are producing goods and if it turns out that the item causes damage, pollution, and or get lost of the consumers property, as the consequence of the application of product libility, the businessmen can be the subjects to civil sanctions referring to the law in article 19 of UUPK, the businessmen (as the producers) whose products harm consumers, must provide the compensation. It is in the form of refunds, replacement of similar or equivalent goods, health care, compensation in accordance with the provisions of applicable laws and regulations. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53486
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elita
"Skema piramida yang berkedok Multi-Level Marketing (MLM) telah menjadi isu yang signifikan seiring dengan berkembangnya teknologi dan inovasi bentuk usaha dalam industri penjualan langsung dan pemasaran jaringan. Dalam hal mengatur terkait direct selling, pemerintah Indonesia dengan kedaulatannya memiliki limitasi dalam mengeluarkan regulasi. Batasan-batasan tersebut salah satunya bersumber dari perjanjian multilateral ataupun bilateral yang mengikat Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk mengeksplorasi titik temu antara pengaturan direct selling di Indonesia dan perjanjian perdagangan internasional yang mengikatnya mengenai praktik pemasaran berjenjang (MLM) dan skema piramida. Fokusnya adalah pada bagaimana Indonesia mengatur MLM, dan sejauh mana peraturan tersebut sejalan atau berpotensi bertentangan dengan perjanjian perdagangan Free Trade Agreement (FTA) dan WTO. Penelitian ini menggali kerangka hukum dan regulasi yang ada yang melindungi konsumen dari potensi penipuan dalam skema piramida dan prevalensi skema piramida di MLM, serta menganalisis bagaimana perjanjian-perjanjian perdagangan internasional mempengaruhi dan berdampak pada kebijakan MLM di Indonesia. Skripsi ini juga membandingkan pendekatan Indonesia dengan negara-negara seperti Tiongkok, yang telah mengadopsi kebijakan berbeda terkait penjualan langsung dan MLM di bawah kerangka WTO. Penelitian ini memberikan pemahaman lebih dalam tentang upaya perlindungan konsumen dalam menghadapi skema piramida berkedok MLM dan menyoroti perlunya peningkatan kerja sama antara pihak berwenang, perusahaan MLM, dan konsumen dalam memitigasi risiko yang terkait dengan skema piramida.

Pyramid schemes under the guise of Multi-Level Marketing (MLM) have become a significant issue along with the development of technology and innovation in business forms in the direct sales and network marketing industries. In terms of regulating direct selling, the Indonesian government with its sovereignty has limitations in issuing regulations. One of these limitations comes from multilateral or bilateral agreements that bind Indonesia. This thesis aims to explore the intersection between direct selling regulations in Indonesia and the international trade agreements that bind them regarding multi-level marketing (MLM) practices and pyramid schemes. The focus is on how Indonesia regulates MLM, and the extent to which these regulations are in line with or potentially conflict with the Free Trade Agreement (FTA) and WTO trade agreements. This research explores the existing legal and regulatory framework that protects consumers from potential fraud in pyramid schemes and the prevalence of pyramid schemes in MLM, as well as analyzing how international trade agreements influence and impact MLM policy in Indonesia. This thesis also compares Indonesia's approach with countries such as China, which have adopted different policies regarding direct sales and MLM under the WTO framework. This research provides a deeper understanding of consumer protection efforts in dealing with pyramid schemes under the guise of MLM and highlights the need for increased cooperation between authorities, MLM companies and consumers in mitigating the risks associated with pyramid schemes."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Indah Chairunnisa
"Penelitian ini membahas tentang pengaturan hukum pidana terhadap kasus-kasus investasi ilegal dengan skema money game seperti Skema Ponzi, Skema Piramida, dan skema lainnya, mengingat hukum pidana di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai tindakan tersebut dan investasi berskema money game belum dilihat sebagai suatu kejahatan yang berdiri sendiri dan hanya dipandang sebagai isu temporer belaka. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini membahas permasalahan yang dituangkan dalam 3 (tiga) pertanyaan penelitian: Pertama, apa itu money game dalam bentuk investasi ilegal; Kedua, bagaimana pengaturan money game di Indonesia dan perbandingannya dengan negara-negara lain; Ketiga, bagaimana penegakan hukum terhadap money game di Indonesia dan perbandingannya dengan negara-negara lain. Penelitian ini membandingkan pengaturan dan penegakan hukum terhadap money game di Indonesia dengan 3 (tiga) negara lain yaitu Malaysia, Persemakmuran Australia, dan Amerika Serikat. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa money game belum diatur secara khusus di Indonesia, begitu pula di tiga negara yang menjadi pembanding. Pengaturan yang ada di Indonesia juga dinilai belum dapat mengakomodasi kejahatan skema money game secara keseluruhan. Oleh karena itu, terdapat urgensi untuk regulator untuk mengatur skema money game sebagai suatu kejahatan berdiri sendiri, atau setidak-tidaknya melakukan perubahan terhadap rumusan pasal-pasal yang dapat menghukum pelaku money game. Rumusan pasal-pasal tersebut harus mencakup karakteristik dari sebuah skema money game pada praktik.

This study discusses the criminal law regulation against cases of illegal investment with money game schemes such as Ponzi Scheme, Pyramid Scheme, and other schemes, considering that Indonesian criminal law has not specifically regulated money game and an investment using money game scheme is not seen as a stand-alone crime, yet is only seen as a temporary issue. By using normative research methods, this study discusses the problems outlined in 3 (three) research questions: First, what is a money game as an illegal investment; Second, how money game is regulated in Indonesia and its comparison with other countries; Third, how is the law enforcement against money game in Indonesia and its comparison with other countries. This study compared the regulation and law enforcement against money game in Indonesia with 3 (three) other countries, which comprised of Malaysia, Commonwealth of Australia, and United States. The findings of the study show that money game has not been specifically regulated in Indonesia, as well as in the three comparison countries. The existing regulation in Indonesia are considered not to be able to accommodate the crime of money game entirely. Therefore, there is an urgency for the regulators to stipulate the money game scheme as a stand-alone crime, or at least amend the elements of the regulation that could punish the actors of money game. The elements amendment must cover the characteristics of a money game scheme in practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library