Tegal memiliki kondisi TPA yang sudah overcapacity dengan 80% dari total sampah yang berakhir di TPA. Toko kelontong turut berkontribusi dalam jumlah timbulan sampah di TPA walaupun hanya merupakan usaha mikro. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kondisi eksisting dan persepsi toko kelontong, kebijakan persampahan, dan model bisnis toko kelontong berdasarkan ekonomi sirkular. Pendekatan yang digunakan adalah kuantitatif dengan metode analisis statistika deskriptif, EPR, dan CEM. Hasil analisis menunjukkan karakteristik pengelolaan sampah masih linear dan berakhir di TPA (96%) karena tiga faktor yaitu fasilitas, waktu dan mitra pengolahan bank sampah. Persepsi pemilik toko kelontong masih rendah dengan nilai indeks hanya 66% terutama untuk aspek optimalisasi material sampah. Kebijakan juga belum sepenuhnya mendukung tanggung jawab produsen dalam pengelolaan sampah mandiri, dan hanya berfokus pada pemerintah sebagai aktor utama pengelolaan sampah. Model bisnis toko kelontong menggunakan ekonomi sirkular mampu mengurangi timbulan sampah di TPA karena sebanyak 85,78 ton/tahun sampah yang dapat terkelola.
"
Indonesia merupakan salah satu produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Setiap tahun produksi minyak kelapa sawit Indonesia terus meningkat dan menjadi salah satu komoditas andalan untuk ekspor. Namun, industri ini menghadapi tekanan khususnya dari masalah lingkungan dan sosial karena peningkatan produksi akan berjalan beriringan dengan peningkatan produksi limbah. Ekonomi sirkular menawarkan solusi potensial untuk masalah ini, karena mempromosikan penggunaan sumber daya yang efisien dan pengurangan limbah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pendorong dan penghambat penerapan ekonomi sirkular pada industri kelapa sawit di Indonesia. Penelitian ini mengkaji faktor pendorong dan faktor penghambat dengan menggunakan metode CVI dan modified kappa dengan mewawancarai beberapa ahli. Dari 32 faktor pendorong dan 38 faktor penghambat ditanyakan kepada para ahli dan hasilnya menunjukkan bahwa 27 faktor pendorong dan 3 faktor penghambat dinyatakan valid. Hasil kajian menunjukkan bahwa faktor pendorong yang paling relevan adalah pengurangan biaya, regulasi dan kebijakan pemerintah, serta tekanan sosial. Faktor penghambat yang relevan yang teridentifikasi adalah kurangnya pemahaman tentang ekonomi sirkular, kurangnya manfaat ekonomi, dan kendala keuangan. Selain itu, penelitian ini juga melakukan pembobotan terhadap faktor pendorong dan penghambat, dimana kehadiran industri pengelola limbah dan peningkatan isu ekonomi sirkular di masyarakat merupakan bobot tertinggi pada faktor pendorong dan kurangnya keuntungan ekonomi merupakan bobot tertinggi faktor penghambat. Hasil penelitian ini memberikan wawasan tentang faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk berhasil menerapkan ekonomi sirkular di industri kelapa sawit di Indonesia.