Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jordibec Essa Bala
"Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah mengantarkan pada realitas adanya akselerasi revolusi industri yang sangatlah dinamis, yang juga berdampak pada lingkup aktivitas bisnis yang semakin masif dilaksanakan secara lintas batas negara, yang kemudian didukung dengan adanya regulasi-regulasi yang mengarah pada integrasi ekonomi global. Realitas demikian tentunya akan membawa dampak positif dalam perkembangan perekonomian bangsa, termasuk namun tidak terbatas dalam hal menciptakan iklim persaingan usaha yang kompetitif, efektif dan efisien. Namun di sisi lain, hal demikian juga akan berdampak pada semakin terbukanya potensi anti persaingan yang dapat dilaksanakan secara lintas batas negara. Oleh karenanya, untuk mencegah dan mengakomodir potensi negatif demikian, diperlukan regulasi yang menerapkan prinsip ekstrateritorial dan doktrin single economic entity dalam penegakan hukum persaingan usaha Indonesia. Hukum persaingan usaha Indonesia saat ini, sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, menunjukkan bahwa tidak adanya penerapan prinsip dan doktrin tersebut. Berlandaskan hal tersebut, dalam penulisan Tesis ini, penulis akan mengkaji bagaimanakah korelasi, urgensi, dan sebaiknya penerapan pengaturan prinsip ekstrateritorial dan doktrin single economic entity dalam penegakan hukum persaingan usaha secara ekstrateritorial di yurisdiksi Indonesia. Selain itu juga, penulis akan mengkaji historis, filosofis, dan yuridis mengenai penerapan prinsip dan doktrin tersebut di yurisdiksi Uni Eropa dan Amerika Serikat dalam kaitannya dengan penegakan hukum persaingan usaha secara ekstrateritorial.

The rapid development of information technology has led to the reality of a very dynamic acceleration of the industrial revolution, which also has an impact on the scope of increasingly massive business activities carried out across national borders, which are then supported by regulations that lead to global economic integration. This reality will certainly have a positive impact on the development of the nation's economy, including but not limited to creating a competitive, effective and efficient business climate. But on the other hand, it will also have an impact on the opening of anti-competitive potential that can be implemented across national borders. Therefore, to prevent and accommodate such negative potentials, regulations that apply the extraterritorial principle and single economic entity doctrine are required in the enforcement of Indonesian competition law. Indonesia's current competition law, as contained in Law Number 5 Year 1999, shows that there is no application of this principle and doctrine. Based on those, in writing this thesis, the author will examine the correlation, urgency, and best application of the extraterritorial principle and single economic entity doctrine in the enforcement of competition law extraterritorially in the Indonesian jurisdiction. In addition, the author will also examine the historical, philosophical, and juridical aspects of the application of this principle and doctrine in the jurisdictions of the European Union and the United States in relation to extraterritorial enforcement of competition law and antitrust law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ainun Ringe Angelina
"Skripsi ini membahas mengenai urgensi pengaturan Single Economic Entity Doctrine dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dengan mengaitkannya dengan Mayarakat Ekonomi ASEAN. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif. Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimanakah urgensi pengaturan doktrin tersebut dalam hukum persaingan usaha di Indonesia dihubungkan dengan dengan kasus-kasus terkait serta bagaimanakah dampak pengaturan doktrin tersebut dihubungkan dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perlunya pengaturan mengenai Single Economic Entity Doctrine untuk dimasukkan dalam revisi UU No. 5 Tahun 1999 agar menimbulkan kepastian dalam menerapkan doktrin tersebut dan pengaturan tersebut juga dibutuhkan untuk mengahadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN.

This thesis discusses the urgency to regulate Single Economic Entity Doctrine on Indonesian Competiton Law in relations to the ASEAN Economic Community. In conducting this research, the writer uses juridicial-normative library research methods. The problem arise in this thesis is how to determine the urgency to regulate such doctrine on Indonesian Competition Law considering the related cases and its effect of such regulation considering the ASEAN Economic Community.
The conclusion is that it is important to include the regulation of Single Economic Entity Doctrine to the soon-to-be revised Law Number 5/1999 to ensure the same perspectives in interpreting and applying the Single Economic Entity Doctrine and to face the challenges in relations to the ASEAN Economic Community.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S61312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Roro Titisari Hasti Wulandari
"Kelompok Perusahaan Multinasional (MNE) merupakan badan usaha yang terdiri dari perusahaan-perusahaan yang didirikan di berbagai negara melalui jalur PMA. Pendirian tersebut memberi efek sampingan bagi Kelompok Perusahaan Multinasional tumbuh menjadi organisasi yang kompleks dengan ratusan atau ribuan anak perusahaan, di bawah pengendalian suatu induk perusahaan. Kompleksnya bentuk organisasi Kelompok Perusahaan Multinasional salah satunya mengakibatkan, ketika anggota kelompok perusahaan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH), induk perusahaan akan terlindung oleh lapisan-lapisan anak perusahaan dan prinsip separate legal entity. Hal tersebut menyebabkan digunakannya Doktrin Entitas Ekonomi Tunggal (EET) yang memperlakukan Kelompok Perusahaan Multinasional sebagai satu kesatuan ekonomi, untuk mengenakan pertanggungjawaban PMH terhadap induk perusahaan.
Menggunakan studi literatur, peneliti bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai peran Doktrin EET yang digunakan untuk menyeret induk perusahaan agar turut bertanggung jawab dalam PMH yang dilakukan oleh anak perusahaannya, dalam persoalan penentuan hukum yang berlaku dan pengaruhnya terhadap status personal badan hukum dalam Kelompok Perusahaan Multinasional.
Kesimpulannya adalah, Doktrin EET berfungsi sebagai Titik Pertalian Lebih Lanjut (TPL) Tambahan terhadap induk perusahaan, karena merupakan faktor tambahan terhadap titik taut locus delicti commissi, yang dalam konteks Hukum Perdata Internasional merupakan Titik Pertalian Sekunder dalam PMH. Oleh karena Doktrin EET menerapkan kompetensi relatif pengadilan terhadap induk perusahaan Kelompok Perusahaan Multinasional yang berada di luar yurisdiksinya, berdasarkan prinsip domisili (teritorialitas). Namun demikian, meskipun berdasarkan Doktrin EET diperlakukan sebagai entitas ekonomi tunggal, Kelompok Perusahaan Multinasional tetap merupakan badan usaha yang terdiri dari badan hukum-badan hukum mandiri dengan status personalnya sendiri-sendiri.

Multinational Enterprise Group (MNE) is a business entity consisting of many companies which established in various countries through its foreign investment. This attempt has a side effect for the Multinational Enterprise Group to expand considerably into a complex organization with hundreds or thousands of subsidiaries, under the control of a parent company. As the result of the complexity of the organization therefore when members of a MNE commited an act of tort, the parent company will be protected by layers of subsidiaries and the principle of a separate legal entity. This has led to the exertion of the Doctrine of the Single Economic Entity (SEE) to treat MNE as an economic entity to impose the tort liability on the parent company.
Using literature study, researcher aim to get an overview of the role or influnce of the SEE Doctrine which has been used to drag the parent company to take responsibility on the behalf of its subsidiaries act of tort, to the applicable of the law and on the personal status of the legal entities of the Multinational Enterprise Group.
The conclusion is that the SEE Doctrine performs as an Additional Further Linking Point (AFL) to the parent company, due to additional factor to the locus delicti commissi link point as Secondary Linking Point in the purview of the Private International Law. The SEE Doctrine applies the relative competence of the court to the parent company of a Multinational Enterprise Group which seated outside its jurisdiction based on the principle of territoriality. Although Multinational Enterprise Group is treated as a single economic entity based on the SEE Doctrine perspective, it remains as a business entity consisting of independent legal entities with their own personal status.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pamela Kresna
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan pasal 50 huruf B Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengecualikan perjanjian yang berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) khususnya paten. Bahwa dalam prakteknya tidak semua dari perjanjian yang berkaitan dengan HKI dapat diberlakukan pengecualian. Terdapat perjanjian yang berkaitan dengan HKI yang merupakan pelanggaran hukum persaingan usaha, khususnya mengenai kartel. Sedangkan Peraturan KPPU No.2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengecualian Penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 `tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat terhadap Perjanjian yang Berkaitan dengan HKI dianggap belum dapat memberikan pedoman yang jelas mengenai kriteria suatu perjanjian yang berkaitan dengan HKI yang merupakan pelanggaran hukum persaingan usaha. Selain itu, dalam tulisan ini akan mengkaitkan penggunaan doktrin single economic entity dalam hal pertanggung jawaban holding company yang mempunyai HKI dengan anak perusahaannya di Indonesia. Penulisan skripsi ini menitikkan beratkan pada data sekunder, sedangkan data primer berupa wawancara hanya digunakan sebagai pelengkap dan penunjang.

This research explains the application of article 50 point B of Indonesian anti trust act 5/1999 which excludes the agreement related to intellectual property right (IPR) in which its application not all can be excluded. There are agreements related to IPR which violate anti trust law especially cartel. On the other hand, KPPU regulation no. 2/2009 about the application of Indonesian anti trust act towards guidance on the exception of agreement related to intellectual property right is not clear enough to provide this guidance about the criteria of agreement related to IPR which violate Indonesian anti trust act. Moreover, this research will convey the usage of single economic entity doctrine that the responsibility of holding company which own IPR against its subsidiary company in Indonesia. This research is more focused in secondary sources and primary sources in form of interviews with law enforcement officer are used supporting and complement this research."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S43623
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library