Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafitri Diniyah Andrayani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai dua hal, yang pertama adalah penggambaran konsep utilitarianisme yang mendasari tindakan tokoh protagonis, Uzumaki Naruto, dan tokoh antagonis, Uchiha Itachi dalam anime Naruto: Shipp?den (2007). Selain itu, penulis juga membahas mengenai respons penonton mengenai penggambaran konsep tersebut dalam anime Naruto: Shippuden. Analisis dilakukan dengan menggunakan konsep utilitarianisme tindakan yang dijelaskan oleh Ben Eggleston (2014), yaitu sebuah konsep yang memandang bahwa suatu tindakan dianggap benar jika tindakan tersebut menghasilkan kesejahteraan maksimal dibandingkan tindakan lain yang dapat dilakukan dalam situasi tersebut. Metode yang penulis gunakan untuk menganalisis data yaitu analisis teks dan metode sinematografi sebagai metode pendukung. Analisis yang dilakukan meliputi plot, penokohan, dan dialog dari tokoh yang diteliti serta adegan visual tindakan yang dilakukan, khususnya pada sorotan kamera, bidikan kamera, warna, dan pencahayaan dari adegan yang dianalisis. Berdasarkan analisis yang dilakukan, peneliti menemukan adanya konsep utilitarianisme tindakan yang mendasari tindakan tokoh Uzumaki Naruto dan Uchiha Itachi dalam anime Naruto: Shipp?den. Tindakan yang dilakukan oleh kedua tokoh ditunjukkan dengan penggambaran yang bertolak belakang, namun tetap dalam ranah konsep utilitarianisme. Sebagai kesimpulan, penulis berargumen bahwa konsep utilitarianisme yang mendasari tindakan kedua tokoh dapat berfungsi sebagai referensi terhadap pendidikan moral yang ditawarkan oleh sang pengarang untuk para penonton anime tersebut. ......This research discusses two research aspects: firstly, the depiction of the concept of utilitarianism underlying the actions of the protagonist character, Uzumaki Naruto, and the antagonist character, Uchiha Itachi, in the anime Naruto: Shipp?den (2007). The researcher also examines the audience's response to the portrayal of this concept in Naruto: Shippuden. The analysis is conducted using the concept of act utilitarianism, as described by Ben Eggleston (2014), which views an action as morally right if it maximizes overall well-being compared to alternative actions in a given situation. The methods employed to analyze the data include textual analysis and cinematography as a supporting method. The analysis encompasses the plot, characterization, and dialogue of both characters, as well as the visual depiction of their actions, particularly focusing on camera angles, shots, colors, and lighting in the analyzed scenes. Based on the conducted analysis, the researcher discovered the presence of the concept of act utilitarianism underlying the actions of both Uzumaki Naruto and Uchiha Itachi in the anime Naruto: Shipp?den. The actions of both characters are portrayed in contrasting manners, yet still within the realm of the utilitarianism concept. In conclusion, the researcher deduces that the concept of utilitarianism underlying the actions of both characters can serve as a reference for the moral education offered by the creator to the viewers of the anime.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Damanik, Alfared
Abstrak :
Tesis ini membahas perlindungan hukum hak cipta atas karya sinematografi dengan tinjauan khusus hak penyewaan karya sinematografi dalam bentuk VCD. Dengan pendekatan sosiolegal, dilihat bagaimana bekerjanya hukum di tengah masyarakat serta berinteraksi dengan lingkungan di mana hukum itu diberlakukan. Memakai analisa deskriptif kualitatif yaitu memaparkan dan menggambarkan realita atas permasalahan yang ada di lapangan untuk menunjang hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan penegakan hukum hak cipta atas hak penyewaan karya sinematografi dalam bentuk VCD belum dapat berjalan, disebabkan: perbedaan konsep kepemilikan pelaku usaha penyewaan dengan konsep rezim hak cipta, kurangnya pemahaman masyarakat dan penegak hukum terhadap hak penyewaan, penegak hukum belum serius, dan belum ada peraturan pelaksana dari ketentuan hak penyewaan. Juga bahwa pemegang hak cipta lebih fokus kepada pemberantasan pembajakan VCD. ...... This thesis to study about legal protection of copy right on cinematografi work with special review on rental right of cinematography in the form of VCD. Using the socio-legal approach, to see how the law works among society and how it interacts on the environment where it prevail. Qualitative descriptive analysis is used to describe and explain the reality of legal problems that has existed to support the result of field research. The research result show that the copyright law enforcement on rental right of cinematography in the form of VCD hasn?t been being realized yet, caused by: difference of the ownership concept between rental entrepreneurs and the copyright concept, the people's and the law enforcement apparatus?s knowledge about rental right are still weak, the apparatus have not worked seriously to enforce the copyright provision, and the rental right regulation has not been complemented by implementation regulations. Also found that the copyright holders are more focus to eliminate the copyright pirating of VCD.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27792
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Hariani
Abstrak :
Penegakan hukum Hak atas Kekayaan Intelektual ("HKI")di negara-negara berkembang, bukan hanya mengalami ketertinggalan dari sudut peraturan perundang-undangan. Ketertinggalan yang lebih jauh adalah pemahaman terhadap prinsip perlindungan HKI. Ketertinggalan dimaksud terjadi karena terdapat permasalahan utama bahwa di negara-negara berkembang asumsi yang mengatasnamakan kepentingan publik di semua bidang masih amatlah kental. Ini mengakibatkan bahwa ketentuan-ketentuan HKI yang ada dalam peraturan perundang-undangan menjadi berbenturan dengan pemahaman seperti itu yang masih melekat dalam peraturan perundangundangan lain. Hal demikianlah yang terjadi pada karya cipta sinematografi yang dilindungi oleh Hak Cipta. Perlindungan hak cipta yang terdiri dani hak ekonomi dan hak moral bagi pencipta yang menciptakan karya Sinematografi adalah terlahir dengan sendirinya. Namun ternyata perlindungan tersebut secara riil tidak dapat diberikan karena berbenturan dengan peraturan perundangundangan di bidang perfilman khususnya yang mewajibkan setiap karya film harus disensor dengan mengatasnamakan kepentingan kebudayaan. Dasar-dasar perlindungan Hak Cipta telah dikesampingkan dalam hal sensor film terhadap sebuah karya cipta sinematografi. Henturan ketentuan sensor film dengan prinsip perlindungan hak cipta yang utama merupakan benturan dengan hak moral yang melarang adanya perubahan dalam bentuk apapun terhadap ciptaan; sedangkan penolakan secara utuh sebuah karya sinematografi oleh Lembaga Sensor film telah mengakibatkan matinya hak-hak ekonomi pencipta.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Myrita Parameswara
Abstrak :
Nouvelle vague merupakan istilah yang dipopulerkan oleh sekelompok kritikus film dari majalah Cahiers du cinéma yang merujuk kepada sebuah fenomena kultural yang muncul akibat perkembangan tren politik, sosial, ekonomi, dan estetika pada tahun 1950-an di Prancis. Dalam penelitian ini, akan dibahas film Pierrot le fou (1965) garapan Jean-Luc Godard, seorang sutradara nouvelle vague yang terkenal dengan kekhasan artistiknya seperti teknik jump cuts. Dengan fokus pada tokoh utama film, Ferdinand, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana Pierrot le fou yang merupakan produk nouvelle vague menggunakan absurditas sebagai perangkat naratif dan tematik, serta bagaimana pengaluran serta penokohan dalam Pierrot le fou menantang tema konvensional dan norma-norma masyarakat yang ada melalui eksplorasi absurditas. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan pendekatan visual pada film sebagai korpus penelitian. Teori yang digunakan adalah teori analisis struktur dramatik oleh Gustav Freytag, analisis sinematografi berdasarkan The Art of Watching Film oleh Boggs dan Petrie, serta teori absurditas Albert Camus dari bukunya yang berjudul The Myth of Sisyphus. Analisis skema naratif memperlihatkan keberadaan manusia dalam kacamata absurditas melalui tokoh Ferdinand. Masalah utama dalam kehidupan Ferdinand adalah rasa terjebak dalam kehidupan monoton dan dangkal. Pierrot le Fou mempertanyakan konsep absurditas dalam kehidupan manusia, memperlihatkan repetisi yang tidak bisa dihindari dan berakhir dengan repetisi lainnya. Memperlihatkan kenyataan yang tidak nyata dan serangkaian ilusi melalui kehidupan tokoh Ferdinand dan gambar-gambar yang ditampilkan. ......Nouvelle vague is a term popularized by a group of film critics from the magazine Cahiers du cinéma which refers to a cultural phenomenon that arose as a result of developments in political, social, economic and aesthetic trends in the 1950s in France. In this research, we will discuss the film Pierrot le fou (1965) directed by Jean-Luc Godard, a nouvelle vague director who is famous for his artistic peculiarities such as the jump cuts technique. With a focus on the main character of the film, Ferdinand, this research was conducted to find out how Pierrot le fou, a product of nouvelle vague, uses absurdity as a narrative and thematic device, and how the plot and characterizations in Pierrot le fou challenges conventional themes and existing societal norms through an exploration of the absurdity. This research is conducted using qualitative method with a visual approach to film as a research corpus. The theory used is the theory of dramatic structure analysis by Gustav Freytag, cinematographic analysis based on The Art of Watching Film by Boggs and Petrie, and Albert Camus's theory of absurdity from his book titled The Myth of Sisyphus. The analysis of the narrative scheme shows human existence through the lens of absurdity from the main character’s point of view, Ferdinand. The main problem in Ferdinand's life is the feeling of being trapped in a monotonous and shallow life. Pierrot le fou questions the concept of absurdity in human life, showing repetition that is inevitable and ends with another repetition. Showing an unreal reality and a series of illusions through the life of the character Ferdinand and the images shown.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Nursalam
Abstrak :
Penetapan sementara oleh Pengadilan Niaga merupakan suatu upaya pencegahan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, termasuk hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (?Undang-Undang Hak Cipta?), namun penetapan sementara baru dapat diterapkan setelah dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2012 (?PERMA 5/2012?). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan metode kualitatif dalam menganalisis data. Karya sinematografi Soekarno yang dimohonkan oleh Rachmawati Soekarno Putri merupakan kasus pertama yang memohonkan penetapan sementara. Penelitian ini menyarankan perlu adanya suatu pengaturan pedoman penentuan jumlah uang jaminan sehingga terdapat suatu kepastian hukum bagi pemohon dalam mengajukan permohonan penetapan dan perlu adanya sinkronisasi ketentuan mengenai penetapan sementara dalam Undang-Undang Hak Cipta dan PERMA 5/2012. ...... A provisional decision by the Commercial Court is a prevention action of the violation in intellectual property right, including copyright, which is regulated in Law No.19 of 2002 on Copyrights ("Copyrights Law"). However, the provisional decision could only be implemented after the issuance of PERMA No. 5 of 2012 on the Provisional Decision by the Supreme Court. The method used in this study was a normative juridical approach using qualitative methods in analyzing the data. The case involving the motion picture Soekarno that was filed by Rachmawati Sukarno Putri, the daughter of the film's subject, against the film's producer and director, was the first to ask for a provisional decision from a commercial court. The author suggests that guidelines be developed to determine the appropriate amount of monetary compensation for settlements in such cases to give plaintiffs legal certainty when petitioning for a provisional decision, also it is needed to synchronize the provisions on provisional decision under Copyrights Law and PERMA 5/2012.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Michael Kanta Germansa
Abstrak :
Dalam pengaturan pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengatur mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai hak cipta yaitu karya sinematografi. Dalam menciptakan suatu karya sinematografi, dapat dilakukan dengan cara proses penggandaan atau reproduksi suatu karya sinematografi yang ada lebih dahulu menjadi karya yang baru berdasarkan film aslinya atau yang terdahulu. Dalam Pasal 1 ayat 12,Penggandaan adalah proses, perbuatan, atau cara menggandakan satu salinan Ciptaan dan/atau fonogram atau lebih dengan cara dan dalam bentuk apapun, secara permanen atau sementara.Suatu karya Sinematografi merupakan suatu karya seni yang menampilkan suatu Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual oleh pihak-pihak yang ahli dibidang sinematografi berdasarkan pengembangan ide dan kreativitas yang bersifat pribadi dan khas/original. Perwujudan ide yang menghasilkan suatu karya Sinematografi secara nyata mendapatkan perlindungan hak cipta sebagaimana diatur pasal 40 huruf m, Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hasil nyata karya sinematografi melekat suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh UUHC 2014. Pencipta dan atau pemegang hak cipta karya Sinematografi tersebut, memiliki hak ekslusive terhadap karya sinematogafi baik itu hak ekonomi, moral, dan hak terkait. Dalam pengaturan perlindungan hak cipta karya Sinematogarfi yang telah diwujudkan secara nyata tersebut, tidak hanya mendapat perlindungan hukum terhadap UUHC 2014 namun juga mendapatkan perlindungan berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional Di Indonesia baru-baru ini telah terjadi suatu masalah yang hangat mengenai dugaan pelanggaran hak cipta karya sinematografi terhadap penggandaan atau reproduksi (film ke film ) serial Korea You Who Came From The Stars menjadi sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang. Terhadap dugaan pelanggaran penggandaan/reproduksi yang dilakukan pihak Production House Sinemart sebagai pemegang Hak Cipta sinetron Kau Yang Berasal Dari Bintang perlu dilakukan analisa dan pembuktian yang akurat terhadap perwujudan Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving images) secara nyata baik secara visual dan audiovisual yang mengambil ide dan ekspresi ide dari serial KoreaYou Who Came From The Stars.
In Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights on the works that are protected as copyrights, among others is cinematography works. In creating one cinematography work, one of the methods is reproduction of a previous cinematography works that had been around into a new one. In Article 1 verse 12, Reproduction is a process, an act, or a method of reproducing a copy of a work and/or phonogram or more with whatever means or forms, either permanently or temporarily. A work of cinematograph is a work of art that shows a creation in the form of moving images in actual, either visually or with audio conducted by professionals in cinematography based on idea and creativity expansion which are personal and original. The form of ideas that creates a work of cinematography actually gained copyright protection as stated in Article 40 letter m, Acts No. 28 Year of 2014 about Copyrights. In an actual cinematography work, attached protection from the law given by UUHC 2014. The creator or the owner of that Cinematography Copyright, gets the exclusive rights to such work, either economic rights, moral rights, and other rights attached to it. In such actual Cinematography Copyright Protection, it gets not only the law protection from UUHC 2014, but also protection based on International Convention. In Indonesia today, there is an emerging problem regarding allegation on Cinematography Copyright violation in regards to the reproduction (movie to movie ) of Korean series titled You Who Came From The Stars being retitled as Kau Yang Berasal Dari Bintang. To this allegation conducted by Production House Sinemart as the copyright owner of series Kau Yang Berasal Dari Bintang needs to be analyzed and an accurate evidence regarding the actual works on moving images, visually and with audio that grabs the idea and expression featured in Korean series Who Came From The Stars.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Mega Maulina Putri
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang konstruksi adegan perundungan melalui teknik sinematografi dalam serial drama 13 Reasons Why. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan berfokus pada analisis deskriptif. Proses penelitian dilakukan dengan analisis dokumen serta wawancara. Hasil penelitian menemukan bahwa setiap elemen mise-en-sc ne yang digunakan dalam menyajikan adegan perundungan memiliki makna dan fungsinya masing-masing yang secara tidak langsung dapat menstimulasi khalayak untuk merasakan apa yang dirasakan masing-masing karakter di dalam serial drama. Pengemasan adegan demi adegan seolah menggiring penonton untuk mengalami sendiri suasana, perasaan, kejadian, dan segala yang terjadi di dalam serial drama tersebut.
ABSTRACT
This study discusses the construction of bullying scenes through cinematographic techniques in the drama series 13 Reasons Why. This research is a qualitative research and focused on descriptive analysis. This research conduct by document analysis and depth interview. This research find that every element of mise en sc ne used in presenting bullying scenes has their respective meanings and functions that indirectly stimulate audiences to perceive what each character feels in the drama series. The presentation of scene after scene seems to lead the audience to experience the atmosphere, feelings, events, and everything that happens in the drama series.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fiorenza Dalia Maheshvari
Abstrak :
Alienasi adalah suatu keadaan ketika seseorang merasa terisolasi dari lingkungan sekitarnya, yang dapat berupa komunitas, hubungan terdekat, lembaga keagamaan, hingga segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Dalam animasi, alienasi ditampilkan dalam salah satu anime Jepang dengan judul Natsume Yuujinchou karya Midorikawa Yuki. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis wujud alienasi yang digambarkan pada tokoh utama dari anime Natsume Yuujinchou. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis teks dengan sinematografi Bordwell dan Thompson (2008) bersama dengan teori alienasi dari McClinton-Temple (2011). Melalui penelitian ini, ditemukan sebelas buah data yang membuktikan bahwa Natsume terasingkan dari komunitas dan hubungan terdekat yang dia miliki. Hasil temuan lain juga menunjukkan bahwa Natsume sebagai tokoh utama juga turut mengalienasi dirinya sendiri akibat sifat pasifnya dalam menghadapi alienasi yang dilakukan oleh orang di sekitar terhadap dirinya. ......Alienation is a state when a person feels isolated from their surroundings, which can be in the form of communities, close relationships, religious institutions, and everything related to them. In animation, alienation is shown in one of the Japanese anime titled Natsume Yuujinchou by Midorikawa Yuki. This research aims to analyze the form of alienation depicted in the main character of the anime Natsume Yuujinchou. The research method used is text analysis with Bordwell and Thompson's cinematography (2008) along with McClinton-Temple's theory of alienation (2011). Through this research, eleven pieces of data were found to prove that Natsume is alienated from his community and closest relationships. Other findings also show that Natsume as the main character also alienates himself due to his passivity in the face of alienation by the people around him.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Ketut Alit Wedhantara
Abstrak :
ABSTRAK
Gerakan feminisme gelombang kedua yang muncul di Belanda sekitar awal tahun 1960-an merupakan salah satu gerakan wanita termahsyur di daratan Eropa. Namun, penyampaian pesan-pesan dan gagasan feminisme tak hanya melalui untaian kata-kata yang dituangkan dalam poster, demo besar-besaran yang dilakukan di jalanan, namun pula dapat berbentuk media lain, yaitu melalui film. Sebagai salah satu media propaganda paling efektif, film tak luput pula menjadi salah satu media penyampaian gagasan feminisme di Belanda. De Stilte Rond Christine M. merupakan contohnya. Film yang digarap oleh sutradara Marleen Gorris ini menyimpan banyak gagasan dan ide-ide feminisme yang disampaikan baik melalui bangunan cerita, dialog antar tokoh, hingga unsur sinematografi yang dibungkus secara apik sehingga menjadi salah satu ihwal yang influensial dalam pergerakan feminisme gelombang kedua di Belanda, melalui media film. Tulisan ini membahas tentang unsur-unsur feminisme yang terdapat dalam film De Stile Rond Christine M. karya Marleen Gorris, dan juga kaitan feminisme dengan penggambaran perempuan dalam film.
ABSTRACT
Dutch's second wave feminist movement is one of the most renowned women's movement in mainland Europe. However, conveying the messages and ideas of feminism were engaged not only by peaceful demonstration and words of mouth, but also through another form of media, namely film. As one of the most effective media for propaganda, film is shaped as one of the key components to deliver ideas of feminism in the Netherlands. One of the example is De Stilte Rond Christine M. Directed by Marleen Gorris, the film holds feminist ideas and messages that is delivered through the build up of the story, dialogues between characters, as well as elements of cinematography that wrapped up nicely so it became one of the most influential in the women's movement. This final thesis examines feminist elements contained in De Stilte Rond Christine M. and also the relation between feminism and the portrayal of women in the film.;
2016
S65423
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Okto David
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang bagaimana tokoh utama Rachel Stein dikonstruksi sebagai femme fatale dalam film Zwartboek 2006 . Penelusuran konstruksi femme fatale dilakukan melalui pembahasan struktur naratif yaitu tokoh, latar, dan alur. Dengan pembahasan ketiga unsur naratif tersebut, diharapkan akan terungkap konstruksi femme fatale pada Rachel Stein. Dengan naratologi film, bukan saja perspektif penceritaan dan apa yang menjadi fokus utama dalam film dapat diungkap, tetapi juga dapat diperlihatkan bagaimana strategi sinematografis dapat memperlihatkan hal itu. Hasil analisis menunjukkan bahwa kaitan antara ketiga unsur naratif di atas sangat berperan dalam menjadikan Rachel Stein sebagai femme fatale. Dengan hadirnya tokoh bawahan, peran Rachel Stein lebih menonjol. Pengambilan latar perang dan masa sesudah perang di Israel memperlihatkan kekontrasan pribadi Rachel Stein. Pemakaian sorot balik sebagai alur utama menonjolkan peran Rachel Stein sebagai tokoh yang mempengaruhi jalan cerita. Pemanfaatan strategi sinematografi juga mempunyai peran yang besar dalam menjadikan tokoh Rachel Stein sebagai femme fatale, terutama keberpihakan kamera dalam mengangkat tokoh utama. ......This thesis discusses how the main character Rachel Stein was constructed as a femme fatale in the film Zwartboek 2006. The search for femme fatale construction is done through the discussion of narrative structure of characters, setting, and plot. With the discussion of the three elements of the narrative, it is expected to reveal femme fatale construction on Rachel Stein. With film naratology, not only the storytelling perspective and what the main focus in the film can be revealed, but it can also be shown through cinematographic strategy. The results of the analysis show that the relationship between the three elements of the above narrative is instrumental in making Rachel Stein as a femme fatale. With the presence of subordinate characters, Rachel Stein 39 s role is more prominent. War and postwar warfare in Israel demonstrates Rachel Stein 39 s personal contrast. The use of flashback as the main plot accentuates the role of Rachel Stein as a character that influences the storyline. Utilization of cinematographic strategy also has a big role in making Rachel Stein figures as femme fatale, especially partial cameras in lifting the main character.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67233
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>