Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Jogjakarta : Yayasan Bentang Budaya , 2001
401 MER
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Nur Rahmah Amania
"Kayu merupakan salah satu material dalam teknologi bangunan rumah. Dalam Serat Titika Wisma, KR.35-A 9.06, masing-masing kayu memiliki nama-nama yang mengidentifikasikan jenis, ciri-ciri, maupun ketepat-gunaannya sebagai bahan untuk membangun rumah. Setiap jenis kayu memiliki baik dari sisi kekuatan kontruksi maupun angsar, yakni pengaruh daya keberuntungan terhadap penghuni bangunan rumah itu. Sumber data penelitian ini adalah naskah Serat Titika Wisma koleksi perpustakaan FSUI. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori semiotik pragmatik C.S. Peirce tentang proses semiosis. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak dan catat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dengan tahapan: 1) analisis representamen terhadap makna nama-nama kayu berdasarkan teks yang mengandungi kata/nama kayu; 2) deskripsi karakteristik kayu; 3) interpretasi semiotis terhadap penggunaan jenis-jenis kayu pada konstruksi bangunan. Hasil pemaknaan dalam proses semiosis menunjukkan bahwa nama-nama jenis kayu bangunan, selain menandai karakteristik kayu juga menandai kedaya-gunaan jenis-jenis kayu sebagai bagian dari konstruksi bangunan rumah. Ketepatan penggunaan dan penempatan jenis-jenis kayu pada bagian-bagian konstruksi bangunan rumah diyakini dapat menimbulkan sebuah manfaat berupa angsar sae.
Wood is one of the materials in home building technology. In Serat Titika Wisma, KR.35- A 9.06, each wood has a name that identifies its type, characteristics, and usage as a material for building a house. Each type of wood has both the strength of construction and angsar, namely the effect of the power of luck on the occupants of the house building. The data source of this research is the Fiber Titika Wisma manuscript, a collection of the FSUI library. The theory used in this research is the pragmatic semiotic theory of C.S. Peirce on the process of semiosis. The method used is a qualitative research method with data collection techniques using the observation and note technique. Data analysis was performed using descriptive methods with the following stages: 1) analysis of representations of the meaning of wooden names based on the text containing the word / name of wood; 2) description of wood characteristics; 3) semiotic interpretation of the use of wood types in building construction. The results of the meaning in the semiosis process show that the names of building wood types, besides marking the characteristics of the wood, also mark the usefulness of the types of wood as part of the construction of the house building. It is believed that the accuracy of using and placing the types of wood in parts of the construction of a house building can give rise to a benefit in the form of angsar sae."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Dina Nurmalisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan identitas ketegalan yang terlihat sebagai strategi budaya dalam memposisikan puisi tegalan yang berkontestasi dengan budaya dominan. Korpus penelitian berupa tiga antologi puisi tegalan yaitu Ruwat Desa (1998), Ngranggeh Katuranggan (2009), dan Ganti Lakon Sintren dadi Ratu (2014). Melalui pendekatan strukturalisme dan analisis stilistika, diketahui bahwa puisi tegalan ditulis dengan menggunakan bahasa tegalan, yang dipengaruhi oleh gaya puisi Indonesia modern, dan menjadi media untuk merepresentasikan identitas ketegalan. Kajian semiotik pada struktur teks puisi tegalan memperlihatkan adanya objek yang dibaca sebagai penanda semiosis dalam setiap antologi yang mengkonstruksi identitas ketegalan, yaitu identitas bahasa, identitas budaya, dan identitas wong cilik. Sebagai subbahasa Jawa, bahasa tegalan diposisikan marginal dan dilekati stigma negatif sebagai bahasa kelas rendah yang kasar, tidak santun, dan apa adanya. Di sisi lain, stigma ini dimanfaatkan untuk merepresentasikan identitas budaya Tegal dalam teks puisi dan pemosisian orang Tegal sebagai wong cilik yang terdominasi. Antologi puisi tegalan tidak hanya menyajikan simbol-simbol yang bermakna konotasi, tetapi juga menjadi cara menyajikan mitos. Mitos-mitos yang ada di dalam teks memperlihatkan ideologi perlawanan terhadap budaya dominan. Dengan demikian, puisi tegalan merupakan salah satu wujud budaya yang memperlihatkan resistensi, kontestasi, dan eksistensi sastrawan tegalan dalam mengkonstruksi identitas budayanya, sekaligus memosisikan sastra tegalan dalam khazanah kesusastraan Indonesia dan daerah.
This study aims to reveal the identity of Tegalness, which is seen as a cultural strategy in positioning Tegalan poetry that contests the dominant culture. The corpus of this research is taken from three tegalan poetry anthologies titled Ruwat Desa (1998), Ngranggeh Katuranggan (2009), and Ganti Lakon Sintren Dadi Ratu (2014). Through structuralism and stylistics approach, it is clear that tegalan poetry, which is written in tegalan language, influenced by modern Indonesian poetry, is a medium to represent tegalness identity. The semiotic study on the structure of Tegalan poetry shows the existence of the object that is read as semiosis markers in each anthology that constructs tegalness identity; language identity, cultural identity, and poor people identity. As a sub-language of Java, Tegal language has been positioned marginally with many negative stigmas. This language is known as a low-class language which is rude, disrespectful, and as it is. On the other hand, this stigma is also used to represent the cultural identity of Tegal people through the text of poetry. It also relates to the positioning of the people as the dominant underprivileged community. The anthology of tegalan poetry not only presents symbols with connotations but also becomes a way of presenting myths. The myths inside the text show the ideology of resistance to the dominant culture. Thus, tegalan poetry is a culture that shows resistance, contestation, and the existence of tegalan writers in constructing their cultural identity, as well as positioning tegalan literature in the Indonesian literature and local languages."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library
Dina Nurmalisa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan identitas ketegalan yang terlihat sebagai strategi budaya dalam memposisikan puisi tegalan yang berkontestasi dengan budaya dominan. Korpus penelitian berupa tiga antologi puisi tegalan yaitu Ruwat Desa (1998), Ngranggeh Katuranggan (2009), dan Ganti Lakon Sintren dadi Ratu (2014). Melalui pendekatan strukturalisme dan analisis stilistika, diketahui bahwa puisi tegalan ditulis dengan menggunakan bahasa tegalan, yang dipengaruhi oleh gaya puisi Indonesia modern, dan menjadi media untuk merepresentasikan identitas ketegalan. Kajian semiotik pada struktur teks puisi tegalan memperlihatkan adanya objek yang dibaca sebagai penanda semiosis dalam setiap antologi yang mengkonstruksi identitas ketegalan, yaitu identitas bahasa, identitas budaya, dan identitas wong cilik. Sebagai subbahasa Jawa, bahasa tegalan diposisikan marginal dan dilekati stigma negatif sebagai bahasa kelas rendah yang kasar, tidak santun, dan apa adanya. Di sisi lain, stigma ini dimanfaatkan untuk merepresentasikan identitas budaya Tegal dalam teks puisi dan pemosisian orang Tegal sebagai wong cilik yang terdominasi. Antologi puisi tegalan tidak hanya menyajikan simbol-simbol yang bermakna konotasi, tetapi juga menjadi cara menyajikan mitos. Mitos-mitos yang ada di dalam teks memperlihatkan ideologi perlawanan terhadap budaya dominan. Dengan demikian, puisi tegalan merupakan salah satu wujud budaya yang memperlihatkan resistensi, kontestasi, dan eksistensi sastrawan tegalan dalam mengkonstruksi identitas budayanya, sekaligus memosisikan sastra tegalan dalam khazanah kesusastraan Indonesia dan daerah.
This study aims to reveal the identity of Tegalness, which is seen as a cultural strategy in positioning Tegalan poetry that contests the dominant culture. The corpus of this research is taken from three tegalan poetry anthologies titled Ruwat Desa (1998), Ngranggeh Katuranggan (2009), and Ganti Lakon Sintren Dadi Ratu (2014). Through structuralism and stylistics approach, it is clear that tegalan poetry, which is written in tegalan language, influenced by modern Indonesian poetry, is a medium to represent tegalness identity. The semiotic study on the structure of Tegalan poetry shows the existence of the object that is read as semiosis markers in each anthology that constructs tegalness identity; language identity, cultural identity, and poor people identity. As a sub-language of Java, Tegal language has been positioned marginally with many negative stigmas. This language is known as a low-class language which is rude, disrespectful, and as it is. On the other hand, this stigma is also used to represent the cultural identity of Tegal people through the text of poetry. It also relates to the positioning of the people as the dominant underprivileged community. The anthology of tegalan poetry not only presents symbols with connotations but also becomes a way of presenting myths. The myths inside the text show the ideology of resistance to the dominant culture. Thus, tegalan poetry is a culture that shows resistance, contestation, and the existence of tegalan writers in constructing their cultural identity, as well as positioning tegalan literature in the Indonesian literature and local languages."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership Universitas Indonesia Library