Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agung Nugroho
Abstrak :
Pembentukan identitas merupakan hal terpenting dalam kehidupan remaja (Erikson, dalam Turner dan Helms, 1987). Hal ini berkaitan erat dengan perceived competence, yang juga berpengaruh terhadap pembentukan self-esteem. Perceived competence dipengaruhi oleh 2 faktor: tingkat kompetensi dan tingkat kepentingan ranah kehidupan spesifik (Harter, 1988). Dalam kehidupan remaja terdapat 8 ranah spesifik. Suatu ranah akan dianggap penting apabila ranah tersebut dianggap penting oleh significant other. Bagi remaja, teman sebaya adalah significant other dengan peranan terbesar. Karena itulah, kompetensi dalam kegiatan yang mengundang penilaian positif dari teman sebaya akan besar pengaruhnya terhadap pembentukan perceived competence. Kegiatan pemandu sorak adalah kegiatan yang memenuhi persyaratan tersebut, karena relatif baru dikenala di Indonesia dan banyak digemari kaum remaja. Penelitian ini ingin mengetahui korelasi antara keikutsertaan dalam kegiatan pemandu sorak dengan tingkat perceived competence pada remaja perempuan jakarta. Alat yang digunakan adalah Self Perception Profile dari Harker (1988) yang mengukur tingkat kompetensi dan kepenlingan ranah spesifik remaja. Subyek yang dituju adalah pemandu sorak remaja yang berjenis kelamin perempuan dan berdomisili di daerah jakarta dan sekitarnya. Teknik pengambilan sampel adalah incidental sampling. Hasil penelitian membuktikan adanya korelasi yang signifikan dan positif antara total waktu mengikuti pemandu sorak dengan tingkat perceived competence. Diketahui pula bahwa para pemandu sorak memiliki mean perceived competence dan self-esteem di atas mean teoritik. Lamanya mengikuti pemandu sorak juga berkorelasi secara signifikan dengan ranah Penerimaan Sosial, Kompetensi dalam Memiliki Teman Dekat, Kompetensi Atletik, dan Daya Tarik Romantik. Hasil tambahan rnenunjukkan bahwa subyek umumnya memiliki kompetensi di atas rata-rata teoritik pada ranah-ranah spesifiknya, kecuali untuk ranah Kompetensi Skolastik dan ranah Penampilan Diri. Dari segi keikutsertaannya dalam kegiatan pemandu sorak, diketahui pula bahwa hanya sebagian kecil dari subyek yang pernah non-aktif dari kegiatan ini. Selain itu, diketahui pula bahwa tingkat turnover relatif rendah. Adapun tujuan utama yang paling banyak dimiliki para subyek dalam mengikuti kegiatan pemandu sorak adalah untuk menyalurkan minat menari. Terdapat sejumlah saran yang dapat diajukan dari hasil penelitian ini. Pertama, perlunya penambahan jumlah sampel agar distribusi sampel semakin mendekati distribusi normal, serta memungkinkan unluk penghitungan data berdasarkan pembagian kelompok. Penelitian lanjutan yang bersifat eksperimental juga perlu dilakukan agar dapat diketahui pengaruh nyata kegiatan pemandu sorak terhadap pembentukan perceived competence dan self-esteem remaja. Perbedaan frekuensi dan jam latihan juga merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian lanjutan dalam topik yang sama. Berbagai kegiatan ekstra-kurikuler lain di luar pemandu sorak juga merupakan hal yang menarik untuk diteliti, berkaitan dengan pembentukan perceived competence dan self-esteem remaja. Berbagai dampak positif dari kegiatan pemandu sorak perlu diperhatikan oleh para significant other yang bersikap menentang terhadap kegiatan ini, agar dapat memberikan penilaian yang lebih obyektif. Penggunaan alat yang berdasarkan situasi dan kondisi di luar negeri patut diperhiiungkan, mengingat kemungkinan terjadi perbedaan makna bahasa, serta perbedaan ranah spesifik untuk remaja Indonesia.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1998
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maxwell, John C.
New York: Center Stre, 2015
658.409 2 MAX j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
May, Rollo, 1909-
New York: Dell Publishing Co., Inc., 1953
150.192 MAY m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Metha Bhalkis Irianti
Abstrak :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi diri terhadap proses penuaan dan persepsi terhadap kepuasan hidup pada individu lanjut usia di Depok. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat ukur Attitudes Toward Own Aging (ATOA) yang dikembangkan oleh Liang dan Bollen (1983) berdasarkan lima item dari Philadephia Geriatric Center Morale Scale (Lawton, 1975) untuk mengukur persepsi diri terhadap proses penuaan dan Life Satisfaction Index A dari Indriani (2012) digunakan untuk mengukur persepsi terhadap kepuasan hidup. Penelitian ini melibatkan 100 partisipan lanjut usia terdiri dari 51 orang laki-laki (51%) dan 49 orang perempuan (49%). Berdasarkan pengolahan data menggunakan teknik statistik Pearson Product Moment, ditemukan bahwa persepsi diri terhadap penuaan berkorelasi positif dan signifikan dengan kepuasan hidup (r = 0.594; n=100; p < 0.01, one-tailed). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi diri terhadap penuaan berhubungan secara positif dan signifikan dengan kepuasan hidup. Artinya, semakin positif persepsi diri terhadap penuaan maka semakin tinggi pula kepuasan hidup pada individu lanjut usia. ......The objective of the present study is to investigate the correlation between self-perception of aging process and perception of life satisfaction on Elders in Depok. Self-perception of aging process is measured with the Attitude Toward Own Aging (ATOA) (Liang & Bollen, 1983) based on 5-item of Philadelphia Geriatric Center Morale Scale (Lawton, 1975) and Perception of Life Satisfaction is measured with Life Satisfaction Index A (Indriani, 2012). 100 older adults which consists of 51 (51%) male older adults and 49 (49%) female older adults are participated in this study. The result of this study shows that self-perception of aging is significantly correlated with life satisfaction of the older adults. This result means that the older adults who have positive self-perception of aging will have higher life satisfaction.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62943
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Anindya Miranda Dewi
Abstrak :
[ABSTRAKbr Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara self perception of aging dan death anxiety pada lansia dengan penyakit kronis. Studi ini memiliki hipotesis bahwa terdapat hubungan yang negatif dan signifikan antara self perception of aging dan death anxiety. Alat ukur Attitudes Toward Own Aging (ATOA) digunakan untuk mengukur self perception of aging dan alat ukur Fear of Personal Death Scale (FPDS) digunakan untuk mengukur death anxiety. Penelitian ini dilakukan pada 123 lansia dengan penyakit kronis di Jabodetabek. Melalui penghitungan statistik dengan teknik korelasi Pearson, ditemukan bahwa death anxiety berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan self perception of aging (r= -0,274, p<0.01), artinya semakin positif self perception of aging lansia maka semakin rendah tingkat death anxiety yang dimilikinya. ;The purpose of this study was to find out if there is a correlation between self perception of aging and death anxiety among older adults with chronic illness. This study hypothesized that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging. Self perception of aging is measured with Attitudes Toward Own Aging (ATOA) and death anxiety is measured with Fear of Personal Death Scale (FPDS). There are 123 older adults with chronic illness in Jabodetabek involved in this study. The Pearson Correlation indicates that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging (r= -0,274, p<0.01), meaning the more positive older adults? self perception of aging, the lower the death anxiety.;The purpose of this study was to find out if there is a correlation between self perception of aging and death anxiety among older adults with chronic illness. This study hypothesized that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging. Self perception of aging is measured with Attitudes Toward Own Aging (ATOA) and death anxiety is measured with Fear of Personal Death Scale (FPDS). There are 123 older adults with chronic illness in Jabodetabek involved in this study. The Pearson Correlation indicates that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging (r= -0,274, p<0.01), meaning the more positive older adults? self perception of aging, the lower the death anxiety., The purpose of this study was to find out if there is a correlation between self perception of aging and death anxiety among older adults with chronic illness. This study hypothesized that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging. Self perception of aging is measured with Attitudes Toward Own Aging (ATOA) and death anxiety is measured with Fear of Personal Death Scale (FPDS). There are 123 older adults with chronic illness in Jabodetabek involved in this study. The Pearson Correlation indicates that death anxiety correlates negatively and significantly with self perception of aging (r= -0,274, p<0.01), meaning the more positive older adults’ self perception of aging, the lower the death anxiety.]
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S59025
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Jeremia Tiga
Abstrak :
Persaingan pasar produk fashion yang semakin ketat pada platform e-commerce membuat peran promosi penjualan menjadi semakin penting untuk menarik minat konsumen, salah satunya dengan diskon. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi pembeli produk fashion terhadap diskon memengaruhi intensi perilaku mereka. Sampel penelitian ini berjumlah 249 orang yang berusia 18-35 tahun dan pernah membeli produk fashion dengan promo diskon melalui platform e-commerce. Data penelitian ini dikumpulkan melalui kuesioner yang disebarkan secara online dan dianalisis dengan metode Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Penelitian yang dilakukan menemukan bahwaprice-quality perception dan smart shopper self-perception memberikan pengaruh langsung terhadap attitude towards discount dan behavioral intention. Kemudian, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa attitude towards discount mampu memberikan pengaruh mediasi dalam hubungan antara price-quality perception dengan behavioral intention serta smart shopper self-perception dengan behavioral intention ......The market for fashion products on e-commerce platforms is becoming more competitive. Therefore, the role of sales promotion, such as discount, is even more important to attract consumers. This study aims to find out how the perceptions of fashion product buyers towards discounts influence their behavioral intentions. The sample of this study was 249 people who aged 18-35 years and had purchased fashion products with discount promotions through e-commerce platforms. The research data was collected through online questionnaires and analyzed using the Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) method. This research finds that price-quality perception and smart shopper self-perception has a direct influence on attitude towards discount and behavioral intention. The result of this study also shows that attitude towards discount has a mediating effect on the relationship between price-quality perception and behavioral intention, also on the relationship between smart shopper self-perception and behavioral intention.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardi Dwi Oktiani
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang gambaran individu mengenai konsep dirinya sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan paradigma konstruktivis. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah wawancara mendalam dengan metode analisis naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan dan orang lain di sekitarnya memberikan peran bagi mahasiswa dalam menggambarkan konsep dirinya. Selain itu, media seperti jejaring sosial juga dimanfaatkan mahasiswa untuk mencitrakan dirinya sebagai pengurus BEM.
ABSTRAK
This research focus on how individual describe his/her self concept as member of Student Body Council in University of Indonesia. This research is a qualitative study with constructivist paradigm. Meanwhile, the research methode use is in-depth interview and use narrative analysis. The researcher found that the environment and other people play role on student?s self concept as member of Student Body Council. Beside that, the media such as social network is also used by students to make a good image as a member of Student Body Council.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Gumgum Gumelar Fajar Rakhman
Abstrak :
Bekerja memiliki pengaruh yang besar pada identitas dan persepsi diri serta harga diri individu (Feldman,1989, Perlmutter dan Hall,1985). Tidak adanya pekerjaan yang dilakukan membuat seseorang kehilangan identitas diri dan aspek lain dalam hidupnya akan terpengaruh secara negatif. Selain itu, konsekuensi terpenting dari situasi menganggur adalah hilangnya harga diri. Melihat pentingnya harga diri dalam proses mencari pekerjaan dan dampak psikologis yang terjadi pada pengangguran terutama kemampuan protektif yang rendah terhadap stres, peneliti ingin melihat gambaran harga diri dan juga hubungannya dengan kemampuan mengatasi keadaan yang menekan (stres) dari kondisi dirinya yang menganggur.Besarnya dampak keadaan tidak memiliki pekerjaan atau menganggur membuat individu atau penganggur akan berada dalam keadaan stres atau tertekan. Salah satu karakteristik individu yang diasumsikan memiliki kaitan yang kuat dengan kondisi stres adalah pola pengendaiian atau disebut locus of control (Parkes, 1994). Perbedaan penghayatan stres antara individu yang memiliki locus of control internal dan individu yang memiliki locus of control eksternal selanjutnya juga mempengaruhi coping atau usaha untuk menghadapi stress. Folkman dan Lazarus (1984) mereka memberikan batasan coping yang lebih luas meliputi strategi kognitif dan tingkah laku mengatasi suatu situasi yang dapat menimbulkan stres (problem-focused coping) dan yang disertai emosi-emosi negatif (emotion-focused coping) (Aldwin & Revenson,1987). Atwater (1983) menyatakan bahwa semakin individu memahami dan mendekatkan situasi stres pada dasar-dasar pemecahan masalah maka semakin besar kesempatannya untuk berhasil pada coping terhadap masalahnya. Dari paparan di atas, peneliti ingin melihat gambaran locus of control yang dimiliki oleh pengangguran tamatan Sekolah Menengah Kejuruan dan hubungannya dengan kemampuan coping yang dimiliki oleh pengangguran Tamatan Sekolah Menengah Kejuruan. Peneliti juga ingin melihat sumbangan harga diri dan locus of control pada strategi coping pada pengangguran Sekolah Menengah Kejuruan. Untuk menjawab hal tersebut, penulis menyebarkan 200 kuesioner yang terdiri dari alat ukur harga diri dari Rosenberg, alat ukur Locus of Control dari IPC Leverson dan Ways of Coping Scale dari Folkman dan Lazarus dengan menggunakan skala yang memiliki beberapa alternatif pilihan. Dengan menggunakan teknik korelasi diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan yang negatif antara harga diri dan locus of control dengan emotion focused coping (r = -0,227 dan ?0,267). Hal ini berarti bahwa semakin tinggi harga diri dan locus of control yang internal maka subyek semakin rendah menggunakan strategi emotion focused coping. Sumbangan variabel harga diri dan locus of control signifikan terhadap strategi coping.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T17943
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allen Widysanto
Abstrak :
Parameter yang menilai derajat asma dan asma kontrol saling tumpang tindih secara bermakna. Walaupun terjadi korelasi antar parameter namun tidak ada satu komponen tunggal yang dapat secara akurat mengklasifikasikan setiap individu penyandang asma. Beberapa alat ukur berupa kuesioner yang telah divalidasi, seperti Asthma Control Test ( ACT ), Asthma Control Scoring System ( ACS ) dan Asthma Control Questionnaire (ACQ ) telah dipublikasi saat ini, namun belum dilakukan perbandingan antar kuesioner tersebut. Asthma Control Test adalah suatu kuesioner yang berisi 5 pertanyaan dan dapat diisi sendiri oleh penyandang asma. Lima pertanyaan tadi mencakup frekuensi gejala, pembatasan aktiviti, penggunaan obat pelega, dan persepsi sendiri mengenai kontrol asma. Asthma Control Scoring System adalah suatu kuesioner yang sifatnya kuantitatif dan berisi 3 parameter yaitu gejala klinis, fungsi paru ( VEP1 ) dan persen eosinofil pada sputum induksi. Khusus parameter eosinofil disebut sebagai parameter opsi pada kuesioner ini. Kantrol asma dihitung berdasarkan skor 0-100% untuk tiap pertanyaan. Tujuan penelitian adalah untuk menilai hubungan antara ACT dan ACS pada penderita asma persisten baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi. Disain penelitian yang digunakan adalah kohort dan pengumpulan sampel dilakukan secara quota di poli paru RSUD Dr Moewardi, Surakarta. Jumlah sampel yang diteliti sebesar 32 orang yang seluruhnya tergolong dalam asma persisten. Janis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (34%) dan perempuan 21 orang (66% ). Sampel yang termasuk derajat asma persisten ringan sebesar 17 orang ( 53% ), asma persisten sedang 14 orang ( 44%) dan asma persisten berat 1 orang (3% ). Tidak ada korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sebelum pemberian kortikosteroid inhalasi dengan koefisien kesepakatan (x) : 0, 06, p : 0, 86. Sebaliknya, korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi menunjukkan korelasi sedang yang bermakna (K: 0,56; p : 0,001 ). Perbedaan rata-rata skor ACT balk sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi adalah bermakna ( p : 0,001 ), sedangkan hasil yang sama juga diperlihatkan pada perbedaan rata-rata skor ACS baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi ( p : 0,001 ). Cut off point ACS sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi sebesar 60%. Kesimpulan : Hasil menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang dan bermakna pada penilaian skor ACS dan skor ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi pada cut off point ACS sebesar 60%.
The individual parameters to define asthma severity and asthma control overlap significantly. Although correlation exists between the various parameters, no single component can accurately classify the entire individual. Validated measures, such as ACT, ACS, ACQ, for assessing asthma control are now available, but no comparison between the existing measures has been performed. Asthma Control Test is a five item self administered survey, scored from 0-5 points and only assessed asthma control from symptom frequency, activity limitation, rescue medication and self-perception of control. Asthma Control Scoring System is a quantitative measure of asthma control incorporating 3 parameters (respiratory symptoms, FEV, and percentage eosinophit in induced sputum as an option parameter). Asthma score is quantified based on 0-100% for each component. The purposes of this study were to assess the correlation between ACT and ACS in persistent asthmatic patients either before of after inhaled corticosteroid (ICS) treatment. The study design was cohort study and the sample was collected by quota sampling. A total of 32 patients (male 11 persons (34%) and female 21 persons (66%)) which was diagnosed as persistent asthma fulfilled the criteria of this study. Samples were categorized as mild persistent asthma (53%), moderate persistent asthma (44%) and severe persistent asthma (3%). The correlation of ACS score based on ACT category score before ICS showed no agreement (agreement coefficient (K: 0,06) ; p : 0,86 ). In contrary, the correlation of ACS score based on ACT category score after ICS showed significantly moderate agreement ( K : 0,56 ; p : 0,001 ). The mean difference of ACT score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Likewise, the mean difference of ACS score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Cut off point of ACS score after inhaled corticosteroid was 60%. Conclusion: The result showed that there was a moderate correlation statistically significant agreement between ACS and ACT assessment when ACS score of 60% was used as the cut off point.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library