Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmat Kurniawan
Abstrak :
ABSTRAK
Sampai saat ini Kawasan Segitiga Emas Jakarta masih tetap mempertahankan eksistensinya sebagai lokasi utama gedung perkantoran. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya gedung perkantoran baru di Jakarta, dimana 45 dari 85 gedung perkantoran baru terdapat di Kawasan Segitiga Emas Jakarta yang tersebar di sepanjang koridor jalan utama maupun kawasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik lokasi gedung perkantoran baru berdasarkan site dan situation dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi gedung perkantoran baru di Kawasan Segitiga Emas Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan analisis spasial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar gedung perkantoran baru memiliki karakteristik lokasi yaitu site dengan gedung perkantoran baru grade A dan memiliki harga sewa maupun jual ruang kantor dari sedang sampai tinggi. Sedangkan situation dengan kombinasi penggunaan tanah di sekitar gedung perkantoran baru yang seragam, tersebar di jalan arteri dengan tingkat kemacetan yang tinggi, memiliki beberapa akses jalan alternatif menuju gedung perkantoran baru, serta memiliki nilai tanah (NJOP) tinggi. Adapun faktor utama yang mempengaruhi keputusan lokasi gedung perkantoran baru adalah karena memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi dan image Kawasan Segitiga Emas Jakarta sebagai lokasi yang prestige.
ABSTRACT
Until now Jakarta's Golden Triangle District still retains its existence as a prime location office buildings. It can be seen from the number of new office buildings in Jakarta, where 45 of the 85 new office buildings located in Jakarta's Golden Triangle District scattered along the main road corridor or region. This study aims to investigate the characteristics of the location of the new office building based on the site and the situation and the factors that influence the location decisions of new office buildings in Jakarta's Golden Triangle District. The method used is descriptive method with spatial analysis. The results of this study indicate that the majority of new office buildings have characteristic locations is the site with the new office building grade A and has a rental price and the selling price of office space from moderate to high. While the situation with a combination of land use around the new office building uniform, dispersed on arterial roads with high levels of congestion, has several alternative road access to the new office building and has a land value (NJOP) high. The main factors influencing the location decisions of new office buildings is because it has a high level of accessibility and image of Jakarta's Golden Triangle District as a prestige location.
2016
S63720
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raphaella Fauzia Nurdin
Abstrak :
Perdagangan narkotika di Asia Tenggara merupakan salah satu ancaman keamanan regional yang mempengaruhi aspek kesehatan, ekonomi, dan politik. Kehadiran produk narkotika di Asia Tenggara berawal dari perdagangan, kemudian dikembangkan menjadi pertanian dan sampai pada produksi secara mandiri. Aktivitas perdagangan narkotika di Asia Tenggara terpusat pada kawasan Segitiga Emas yang meliputi Myanmar, Thailand, dan Laos. Meskipun perdagangan narkotika di Asia Tenggara telah berlangsung sejak abad ke-16, peraturan larangan baru hadir di akhir tahun 1870. Menandai awal mulanya dinamika narkotika sebagai masalah keamanan baik secara nasional, regional, maupun internasional. Tulisan ini bertujuan untuk meninjau sejauh mana literatur hubungan internasional membahas problematika perdagangan narkotika di kawasan Asia Tenggara. Dengan melakukan peninjauan pada 29 literatur yang membahas narkotika di Asia Tenggara, ditemukan empat tema besar sebagai kerangka berpikir yaitu (1) fondasi relevan perdagangan narkotika, (2) jaringan dan distribusi narkotika di Asia Tenggara, (3) kebijakan narkotika di Asia Tenggara, dan (4) kerja sama internasional dalam perdagangan narkotika di Asia Tenggara. Berdasarkan empat tema tersebut ditemukan konsensus yaitu (1) fenomena narkotika di Asia Tenggara dilatarbelakangi kolonialisme, kapitalisme, dan konflik; (2) distribusi jaringan narkotika secara umum tersebar di Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, Tiongkok; (3) kebijakan narkotika di Asia Tenggara masih bersifat koersif. Serta ditemukan perdebatan bahwa kerja sama internasional Asia Tenggara tidak merefleksikan kesepakatan internasional. Tulisan ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kajian narkotika dalam hubungan internasional dibahas. ......The drug trafficking in Southeast Asia is a regional security threat that affects health, economic and political aspects. The presence of narcotics in Southeast Asia started from trade, then developed into cultivation until become drugs producer. Drug trafficking activities in Southeast Asia are concentrated in the Golden Triangle area which includes Myanmar, Thailand and Laos. Although the drug trafficking in Southeast Asia has been going on since the 16th century, drug prohibition regulations were introduced at the end of 1870. This marked the beginning of the dynamics of narcotics as a security problem nationally, regionally, and internationally. This paper aims to review the extent of the international relations literature discusses the problems of drug trafficking in the Southeast Asian region. The drug trafficking is a new phenomenon that needs to be further developed in line with the progress of international relations theory. By reviewing 29 literatures discussing drug in Southeast Asia, four major themes were found as frameworks of thought, namely (1) the relevant foundations of drug trafficking, (2) the network and distribution of drugs in Southeast Asia, (3) drug policy in Southeast Asia, and (4) ASEAN cooperation on drug trafficking in Southeast Asia. Based on these four themes, consensus was found, namely (1) the narcotics phenomenon in Southeast Asia was motivated by colonialism, capitalism, and conflict; (2) distribution of narcotics networks in general spread across Myanmar, Thailand, Vietnam, Indonesia, China; (3) drug policy in Southeast Asia is still coercive. It was also found that there was a debate that Southeast Asia's international cooperation did not reflect international agreements. This paper aims to see how far the study of narcotics in international relations is discussed.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library