Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pacey, Arnold
London: Intermediate Technology , 1980
696.182 PAC r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salvato, Joseph A.
New York : John Wiley & Sons, 1982
628 SAL e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Nefawam
Abstrak :
Masalah dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor Community Led Total Sanitation (CLTS) mana yang berkontribusi dalam pencapaian masyarakat 100 persen tidak buang air besar di sembarang tempat di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan tujuan umumnya adalah diketahuinya penerapan pendekatan CLTS di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan tahun 2008, khususnya mengenai elemen pemicuan dalam CLTS yang paling berpengaruh terhadap motivasi masyarakat, kegiatan pendampingan dari Puskesmas untuk menjaga konsistensi proses pemicuan CLTS, peran kepemimpinan lokal dalam mendorong motivasi masyarakat untuk membangun fasilitas sanitasi, komitmen sosial di antara masyarakat untuk memelihara kesinambungan perilaku buang air besar pada fasilitas sanitasi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, mengamati penerapan tahapan CLTS yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kegagalannya dalam mencapai masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat. Tahapan CLTS menempati variabel independen, yakni faktor internal berupa elemen pemicuan CLTS, kepemimpinan lokal dan komitmen sosial serta faktor eksternal berupa pendampingan dari Puskesmas terhadap pencapaian masyarakat 100% tidak buang air besar sembarang tempat sebagai variabel dependen. Elemen pemicuan yang paling mempengaruhi tergugahnya responden di Kecamatan Lembak dan Kecamatan Talang Ubi adalah rasa malu. Kecamatan Lembak mengalami kenaikan status sanitasi sebesar 81,1%, sedangkan Kecamatan Talang Ubi sebesar 9,6%. Pendampingan oleh fasilitator pasca pemicuan sangat mempengaruhi keberhasilan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak adalah sebesar 77,0%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya sebesar 6,2%. Kepemimpinan lokal sangat berperan dalam meningkatkan status sanitasi, di Kecamatan Lembak mencapai 75,6%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 16,5%. Komitmen sosial di kalangan masyarakat sangat mempengaruhi peningkatan status sanitasi termasuk ke dalam tahap peningkatan, di Kecamatan Lembak yang diakui responden sebanyak 75,5%, sedangkan di Kecamatan Talang Ubi hanya mencapai 27,8% responden.
The issue in this study is not recognized Community Led Total Sanitation (CLTS) factors contributed in the attainment of 100 percent community to open defecation free in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub Dsitrict, District of Muara Enim, Province of South Sumatera. The general objective of this study is recognized the applying of CLTS approach, specifically in trigerring elements of CLTS which influence to community motivation, encourage and support from Public Health Centre facilitator to keep the change consistency, role of local leadership to support the community motivation on installing sanitation facility and social commitment among communities to keep the sustainability of behavior change of defecation in sanitation facility. Research method of this study is descriptive that observe the applying of CLTS steps that influence its success and failure rates in achieving community 100% to open defecation free. Steps of CLTS occupies independent variable, in the internal factor, there are trigerring elements, local leadership and social comitment, and in the external factor is encouraging and supporting from Public Health Centre facilitator to community in achieving community 100% open defecation free as dependent variable. Trigerring elements which most influence the responders awaking in Lembak Sub District and Talang Ubi Sub District is ashamed. Lembak Sub District has increased the sanitation status as high as 81,1%, whereas Talang Ubi Sub District as high as 9,6%. Encouraging and supporting by fasilitator at post- trigerring was very influence the successfullness in improving sanitation status, in Lembak Sub District is as high as 77,0%, whereas in Talang Ubi Sub District was only as high as 6,2%. Local Leadership have a role in improving sanitation status, in Lembak Sub District reaches 75,6%, whereas in Talang Ubi only reaches 16,5%. Social Commitment among society was very influence the improvement of sanitation status as in improvement phase, in Lembak Sub District that confessed responder of 75,5%, whereas in Talang Ubi Sub District was only reaches 27,8% responder.
Depok: Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Supriyadi
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat sanitasi pada kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, Pangkalpinang, pada tahun 2005. Desain penelitian ini adalah potong lintang (Crossectional). Populasinya adalah semua kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, sedangkan sampel pada penelitian ini sebanyak 92 kapal kargo yang diambil secara acak. Rata-rata kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam, yang mempunyai tingkat sanitasi kapal baik sebesar 16,3 %, tingkat sanitasi kapal sedang sebanyak 18,5 %, sedangkan tingkat sanitasi kapal yang buruk sebesar 65,2%. Hasil ini memperlihatkan bahwa tingkat sanitasi pada kapal-kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam masih rendah. Standar prosedur operasional, (OR = 98,3), kepemimpinan nahkoda (OR = 22,7) dan waktu yang digunakan untuk peningkatan sanitasi kapal (OR = 24,1), secara signifikan berhubungan dengan tingkat sanitasi pada kapal yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam. Selanjutnya berdasarkan hasil analisis multi variabel yang paling berhubungan terhadap peningkatan sanitasi kapal adalah variabel standar prosedur operasional dengan nilai OR yang sudah dikontrol sebesar 21,01. Dengan hasil penelitian ini diharapkan setiap kapal kargo yang sandar di pelabuhan Pangkalbalam mempunyai standar prosedur operasional yang baik. Untuk mengontrol standar prosedur operasional tersebut perlu supervisi/pengawasan yang rutin dari petugas sanitasi kantor kesehatan pelabuhan Pangkalpinang.
Factor involved on vessel sanitation in Pangkalbalam harbor of Pangkalpinang 2005. The aim of this research was to assess the factor related to sanitation level at ship anchored in Pangkalbalam Harbor, Pangkalpinang. The design was crossectional study. The ship anchored in Pangkalbalam harbor in good sanitation level is 16,3 %, middle ship sanitation level is 18,5%, and bad ship sanitation level is almost 65.2%. This result showed that ship sanitation which anchor in Pangkalbalam harbor still low. Standard operating procedure (OR = 98,3), leadership of Captain (OR = 22,7) and time-used to improve ship sanitation (OR = 24,1) have great association to sanitation of ship anchored in Pangkalbalam Harbor. The most variable involved in improvement of ship sanitation is standard operating procedure variable with OR value is 21,01. From this result research is expected that every cargo ship anchored in Pangkalbalam port have a good standard operating procedure to guide crew how to manage ship sanitation. To control this standard operating procedure need supervising or routine observation from sanitation staff in port health office at Pangkalpinang.;Factor involved on vessel sanitation in Pangkalbalam harbor of Pangkalpinang 2005. The aim of this research was to assess the factor related to sanitation level at ship anchored in Pangkalbalam Harbor, Pangkalpinang. The design was crossectional study. The ship anchored in Pangkalbalam harbor in good sanitation level is 16,3 %, middle ship sanitation level is 18,5%, and bad ship sanitation level is almost 65.2%. This result showed that ship sanitation which anchor in Pangkalbalam harbor still low. Standard operating procedure (OR = 98,3), leadership of Captain (OR = 22,7) and time-used to improve ship sanitation (OR = 24,1) have great association to sanitation of ship anchored in Pangkalbalam Harbor. The most variable involved in improvement of ship sanitation is standard operating procedure variable with OR value is 21,01. From this result research is expected that every cargo ship anchored in Pangkalbalam port have a good standard operating procedure to guide crew how to manage ship sanitation. To control this standard operating procedure need supervising or routine observation from sanitation staff in port health office at Pangkalpinang.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ridarson
Abstrak :
Program klinik sanitasi bertujuan untuk meningkatkan derajad kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang dilakukan secara terpadu, terarah dan terus menerus dengan sasarannya adalah para pasienlpenderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan yang datang berobat ke Puskesmas serta masyarakat umum (klien) yang datang berkonsultasi mengenai masalah kesehatan lingkungan. Di Propinsi Sumatera Barat pelaksanaan kegiatan telah dimulai sejak tahun 1997, secara kuantitatif sebanyak 65 Puskesmas telah melaksanakan kegiatan ini, dengan rata-rata jumlah kunjungan pasien yang dirujuk ke klinik sanitasi di Puskesmas setiap bulan berkisar 20 sampai 25 pasien, sementara klien/masyarakat yang berkunjung khusus untuk berkonsultasi tidak ada sama seka]i. Petugas klinik sanitasi ke lapangan dalam rangka menindak lanjuti kasus, rata-rata baru terlaksana 4 kasus sampai 6 kasus dari 20 kasus per bulannya atau sekitar 20 %, hal ini sangat rendah kalau dibandingkan dengan beberapa daerah lain yang melaksanakan kegiatan ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kinerja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja petugas dalam pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi pada Puskesmas di Propinsi Sumatera Barat, dengan menggunakan rancangan cross sectional. Sampel yang diambil adalah total populasi, dengan jumlah sampel sebanyak 65 orang petugas klinik sanitasi di Puskesmas. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan instrument berupa kuesioner. Hasil penelitian temyata kinerja petugas yaitu 55,4 % baik dan 44, 6 % kinerja petugas kurang. Pada tingkat kepercayaan 95 % terdapat hubungan yang signifikan antara variabel motivasi, sarana, buku pedoman kerja dan supervisi terhadap kinerja petugas klinik sanitasi. Dari hasil analisis multivariat didapat bahwa variabel yang paling berperan dalam menentukan kinerja petugas klinik sanitasi adalah supervisi, buku pedornan dan sarana. Diantara tiga variabel ini yang paling besar pengaruhnya didalam menentukan kinerja adalah supervisi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi, terutama didalam meningkatkan kinerja petugas adalah dengan meningkatkan kegiatan supervisi secara berkesinambungan oleh pimpinan puskesmas terhadap petugas, Dinas kesehatan Kabupaten/Kota ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan Propinsi ke Kabupaten/Kota serta menyiapkan sarana penunjang program dengan melakukan perencanaan yang tepat dengan didukung dana dari Pemerintahan Daerah.
Factors Analyze related to Official Clinic Sanitation Performance towards Implementation of Clinic Activities Sanitation in Society Healthy Center Province Of West Sumatra 2003Sanitation Clinic Program purpose to increasing society's healthy standard through preventive and curative attempts that could be done with integrated, directed and continuously with subjects is patient 1 medical patient related to environmental healthy issues who come to Healthy Center and general people (clients) who came to assist about environmental healthy problems. In province of West Sumatra, its implementation has been started since 1997, quantitatively in 65 Society Healthy Center, average patient's pay a visit referred to clinic sanitation is 20 - 25 patients each month, while general people 1 clients especially who come to assist (consultation) is zero. Clinic sanitation officials sent to field in order to taking measure this case, then average 4 - 6 done of 20 cases each month or about 20%. It is very low rate than other regions where to do these activities. This research purpose to know drawn of performance and factors related to official performance within implementation of clinic sanitation activities in Healthy Center at province of West Sumatra, used a cross sectional program. Sample whose take is population rate with 65 samples of sanitation clinic officials in Health Center. To collect data by interview with questioners instrument uses. Research's outcome, obviously a large part is 55.4% of officials performance categorized good, and 44.6% is less. In confident shape 95% there is significance related between motivation variable, facilities, working handbook and supervision towards clinic sanitation official performance. From a multivariate analysis that dominance variable to determine clinic sanitation official performance is supervision, working handbook and facilities. From these variables that had greatest influence to determine the performance is supervision. Attempts that can do to support the implementation clinic sanitation activities, mainly to increase official performance is by increase supervision activities constantly and continuously by the leaders or head of Health Center, Department of Healthy in district to sub-district, Department of Healthy in Province to its district, also to prepare facilities which support the program with carry as fund from local government.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12881
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofyan Anwar Mufid
Abstrak :
Dalam Islam, ulama adalah pemimpin umat. Keberadaan mereka dibutuhkan oleh masyarakat Kotamadya Banda Aceh yang 95% penduduknya memeluk Agama Islam. Islam mempunyai konsep bersih yang luas untuk kepentingan ibadah dan kepentingan kebersihan lingkungan. Namun potensi seperti di atas belum banyak menunjang program kebersihan di Kotamadya Banda Aceh untuk mewujudkan kota bersih sesuai dengan peraturan yang berlaku. Masalah yang diteliti berkisar pada sejauh mana peranan ulama yang berfungsi sebagai motivator dalam sistem pengelolaan kebersihan, pengetahuannya dalam makna konteks tentang bersih yang mendukung pengetahuan bersih dari konsep Islam. Kemudian bentuk-bentuk aktivitasnya, kondisi kebersihan, dan partisipasi masyarakat. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui tingkat peranan ulama dalam pelaksanaan program kebersihan, khususnya fungsi mereka sebagai motivator dengan menerapkan konsep agama tentang bersih. Pada bagian bahasan teoritis memuat beberapa konsep yang mendasari standar penerapannya: (1) Rumusan pengertian bersih dan kebersihan sebagai standar yang dianut; (2) Konsep bersih menurut Islam untuk kepentingan ibadah dan lingkungan; (3) Teori tentang-peranan untuk menetapkan keberadaan peranan ulama dalam sistem pengelolaan kebersihan yang berfungsi sebagai motivator; (4) Pengertian ulama dan konsep kepemimpinannya di Aceh; (5) Rujukan ulama yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadis; (6) Kerangka konseptual yang membentuk variabel-variabel sebab, akibat dan permasalahan yang diteliti; (7) Penjelasan variabel-variabel dan hipotesis kerja (Tan 1980 dan baca Moleong 1989) untuk mengarahkan penelitian, penulisan dan pembahasannya. Selanjutnya dalam metodologi, setelah memilih Kotamadya Banda Aceh sebagai lokasi penelitian, lalu menetapkan jenis sampei utama yaitu ulama secara random sebanyak 28 responder yang akan diteliti peranannya. Sampel unsur pemerintah dan masyarakat sebagai sampel pendukung, masing-masing berjumlah 23 dan 70 responden. Pertimbangannya, pemerintah sebagai pihak penyelenggara program kebersihan, sedangkan masyarakat sebagai sasaran motivasi ulama dan yang berhubungan langsung dengan kebersihan secara operasional. Data dikumpulkan dengan kuesioner, wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Data diolah dengan tabulasi distribusi persentase relatif, kemudian dianalisis secara kualitatif dengan analisis deskriptif berdasarkan data kuantitatif. Adapun hasil penelitian: (1) Penduduk Kotamadya Banda Aceh 95% memeluk Agama Islam dari jumlah penduduk 168.789 jiwa; (2) Kotamadya Banda Aceh belum mencerminkan kota bersih sesuai dengan standar yang dianut karena masih rendahnya partisipasi masyarakat. Hambatannya antara lain masih sulitnya merubah budaya membuang sampah di sembarang tempat yang dilatarbelakangi kurangnya pemahaman pengertian kebersihan lingkungan dan kurangnya motivasi. Pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih masih terbatas pada kepentingan ibadah yang disebabkan antara lain oleh kurangnya keterlibatan ulama dalam memberikan motivasi tentang kebersihan lingkungan; (3) Sebagai upaya untuk mengatasinya, diperlukan sistem pengelolaan yang terpadu meliputi Perda, pengadaan sarana, partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama bersama unsur lain; (4) Ulama Kotamadya Banda Aceh secara kognitif mempunyai pengetahuan konsep Islam tentang bersih. Namun secara kuantitatif sebagian besar mereka belum banyak mengembangkan makna bersih secara kontekstual dalam memberikan motivasi. Atau: secara kualitatif pengembangan makna konstekstual sudah diterapkan, akan tetapi hanya oleh sebagian kecil ulama. Motivasi pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih pada umumnya masih berkisar pada kepentingan ibadah ritual; (5) Tingkat keterlibatan ulama ternyata masih kurang (6l%) seperti terlihat pada bentuk aktivitasnya. Padahal pilihan terbesar responden masyarakat (43%) mengharapkan kehadiran ulama sebagai motivator bahkan mendapat dukungah dari responden pemerintah. Ada kecenderungan hubungan antara tingkat kurangnya peranan ulama dalam melaksanakan fungsinya sebagai motivator, dengan kurangnya pengetahuan mereka secara kualitatif (tebel 7) ; (6) Motivasi tentang kebersihan dengan pendekatan agama merupakan materi pendekatan yang tepat. Selanjutnya media mimbar dan teknik ceramah masih dominan dipergunakan. Padahal masyarakat sudah mendambakan media dan teknik yang lebih luas dan bervariasi; (7) Responden masyarakat 98,5% menyatakan partisipasi masyarakat tergantung motivasi ulama dengan alasan masih tingginya kredibilitas masyarakat terhadap ulama, dan ulama diakui sebagai pemimpin terdekat dengan umat (tabel 17); (8) Responden masyarakat 61% menyatakan bersih sudah merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, namun 53 menjawab masih terbatas pada keperluan ibadah. Alasan di atas merupakan faktor lain yang menyebabkan masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan pengertian bersih yang hanya mereka terima dari praktek bimbingan ibadah melalui pengajian (54, 5%). Pembahasan berkisar tentang sejauh mana pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih yang dimiliki ulama itu didukung oleh pengetahuaan bersih dalam pengertian umum. Selain tuntutan dakwah, tanggung jawab peranannya dalam sistem pengelolaan kebersihan yang fungsinya sebagai motivator, juga karena tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Di sini ulama diperlukan kesadaran tanggung jawabnya dalam pembangunan berlanjut untuk meningkatkan kualitas umat. Karena tingkat partisipasi masyarakat berkaitan dengan pengetahuan dan penerapan bersih secara luas serta partisipasinya tergantung dari motivasi ulama, maka dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual. Lingkungan bersih,.partisipasi masyarakat, dan motivasi ulama menjadi satu sistem operasional yang mempunyai hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya. Akhirnya sampai kepada kesimpulan bahwa peranan ulama telah ada dan diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan, akan tetapi masih pada tingkat rendah. Rendahnya peranan ulama disebabkan oleh faktor-faktor seperti kurangnya pengetahuan dan penerapan konsep Islam tentang bersih dalam makna kontekstual, bentuk dan frekuensi kegiatan, penggunaan media dan teknik kegiatan. Kurangnya peranan ulama mempengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat. Rendahnya partisipasi masyarakat bersama faktor lain juga dipengaruhi oleh faktor mendasar yaitu terbatasnya pengertian dan penerapan konsep Islam tentang bersih hanya pada keperluan ibadah ritual yang mereka terima dari pengajian dan bimbingan praktek ibadah. Mengingat ulama sebagai pemimpin umat yang memiliki kredibilitas tinggi di mata masyarakat Kotamadya Banda Aceh, maka peranan mereka diperlukan dalam sistem pengelolaan kebersihan. Ulama juga sebagai guru umat sehingga dituntut menguasai pengetahuan konsep Islam tentang bersih dalam arti luas.
The Role Of Ulama In The Implementation Of Cleanliness Program: A Case Study in Banda Aceh MunicipalityAccording to Islamic teaching, ulama are leaders of mankind. They are needed by the community members of Banda Aceh Municipality where 95 percent of the population-are Moslems. Is-lam has a broad and comprehensive concept of cleanliness for worship (as ritual washing) and environmental purposes. However, the above-mentioned concept has not been fully adopted to support the cleanliness program in Banda Aceh Municipality to make the clean city program a complete success, in accordance with the existing regulations. This study deals with the extent of the function of the role of ulama as motivators in the management system of cleanliness, the know-ledge of cleanliness within the contextual sense which sup-ports the knowledge derived from Islamic concept, the types of activities, the condition of the city and the people's participation. The general objective of this study is to assess the potential role of ulama in the implementation of the cleanliness program, especially to identify the extent of the role of ulama as motivators in environmental cleanliness. In the chapter on the theoretical framework, several concepts supporting the implementation, of cleanliness programs are presented, including: (1) The definitions of clean and cleanliness as standard references; (2) The concept of cleanliness according to Islamic teaching for worship and environmental purposes; (3) Theory of role; in order to specify the position of ulama in their role and their function as motivators; The definition of ulama and the concept of leader in Aceh; The ulama's references which are mostly based on Al Qur'an and Hadits; (6) The conceptual framework which comprises the causality variables and working hypothesis (Tan 1980, and Moleong 1989) directing the study, its writing up and analysis. Methodology. Banda Aceh Municipality was chosen as the research location because a cleanliness program has been implemented in this city. Using the random sampling method, 28 ulama whose role would be studied, were selected as the main sample, followed by a supporting sample consisting of 23 respondents from the local government officials and community members. The selection of the supporting simple was based on the fact that the government is the implementation of the cleanliness program, while the community members are the target group of the ulama's role as motivators, and at the same time are also directly and operationally involved in the program. Data were collected using questionnaires, interviews, observations, as well as reviewing the literature related to the study. Later, the data were processed by tabulating the relative percentage distribution, and then qualitatively analyzed by using descriptive analysis, which was based on quantitative data. Result of the study: (1) The research was conducted in Banda Aceh Municipality, with a total population of 168.7 89, of which 95 per cent are Moslems; (2) The research results indicated that due to people's low participation, so far the Banda Aceh Municipality has. not presented the condition and image of a clean city in accordance with the expected standard. Findings showed that the constraints rest among others on the fact that it is still difficult to change the cultural behavior of these people in disposing of their waste. This stems from lack of understanding and awareness of environmental cleanliness as well as lack of motivation. The under-standing and application of cleanliness based on Islamic concepts so far is still limited to worship purposes (as impurities) indicating that the ulama have not been fully participating in motivating the people to carry out the program; (3) Within the endeavors to implement the cleanliness program, an integrated management system is highly necessary, involving the local Government Regulation, facilities, public participation, and motivation geared by the ulama and other relevant agencies; (4) The ulama of Banda Aceh Municipality possess cognitive knowledge of cleanliness based on their religious concept. However, quantitatively most of these ulama have not developed the contextual meaning of cleanliness when motivating the people. In other words, qualitatively the con-textual notion of cleanliness has only been developed by a very limited number of ulama. In general, the knowledge and application of the concept of cleanliness in Islamic teaching is still mainly focused on fulfilling the call for worship purposes; (5) The extent of the involvement of ulama in their motivating role is still considered low (61 percent), whereas the responses from community members (43 per cent) and government officials (61 percent) expect that the ulama should play a role as motivators. There is high correlation between a weak role for the ulama as motivators and a lack of qualitative knowledge on their part {Table 7);(6) Religious approach is connected with cleanliness, or the other way around, that cleanliness can be used as a standard for motivating the people. Furthermore conventional media and techniques, such as pulpit and talks (ceramah) are still predominantly used. It should be noted that the people now expect wider varieties of media and techniques; (7) Responses from community members (95,5 per cent) indicated that public participation depends on the ulama's role as motivators, due to the ulama's high credibility and the ulama are still regarded as the people's closest leaders; (8) Responses from community members (61 per cent) declared that cleanliness had become part of their community life, however 53 per cent acknowledged that it was only limited to worship. The above reasons are the factors which influence the low public participation which is related to people's perception of the cleanliness concept acquired from worship and religious doctrines (54,5 percent, see Table 27). The chapter of theoretical discussion deals with extent of the ulama's knowledge of their religion and the application of Islamic concepts, which is also supported by their general interpretation of cleanliness. The responsibility of the ulama according to their role as motivators in the management of the cleanliness program is not only because of their responsibility to preach (dakwah), but also be issued of the need to implement sustainable development. Therefore, in-order to enhance the quality of life for mankind; awareness of sustainable development on the part of ulama is imperative. Since the level of public participation is significantly related to people's knowledge and under-standing of cleanliness in a broad sense, and their participation depends on the motivation geared by the ulama, hence the ulama should have sufficient knowledge of the Islamic concept of cleanliness within its contextual meaning. Cleanliness, public participation and motivation generated by the ulama have become an operational system in interaction with one another. The role of the ulama is needed in the management system of cleanliness, but is still at a low level. This low level is caused by several factors such as minimum knowledge and application of the Islamic concept of cleanliness in the contextual manner, kind and frequency of activities, utilization of media and technique of these activities and forth. If the role of the ulama is decreased, the public participation is lower as well. The level of people's participation together with other factors are affected by several basic factors, such as limited understanding and application of-the Islamic concept of cleanliness merely for religious matters which they get through doctrines (pengajian-pengajian), and worship guidance. Ulama as leaders of mankind have the highest credibility in their society. Therefore an active role in the cleanliness management system on the part of ulama is a must. Ulama as well as teachers are in demand for their knowledge of the Islamic concept of cleanliness in a broad sense.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T4175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jovanni Enralin
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang permasalahan akses terkait air bersih dan sanitasi pada permukiman kumuh perkotaan dengan contoh RW 3 Kelurahan Jembatan Besi Jakarta Barat. Upaya upaya warga dalam menghadapi permasalahan juga digambarkan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan permasalahan terhadap akses air bersih dan sanitasi juga menimpa masyarakat yang ada di perkotaan Upaya yang dilakukan warga dilakukan semata mata untuk tetap dapat memenuhi kebutuhannya akan air dan sanitasi. Tata kelola pembangunan serta pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor dominan dari munculnya permasalahan akses air bersih dan sanitasi di permukiman kumuh perkotaan.
This research discusses about water and sanitation access problems at slum area which is shown at RW 3 Kelurahan Jembatan Besi Jakarta Barat. Citizens efforts in dealing with access problems were also described in this research. The results of this research showed that the water and sanitation access are also happened to the urban communities. These coping efforts were done solely to fulfill their needs for water and sanitation. Governance of development and population growth are the dominant factors from the emergence of water and sanitation access problems.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S52400
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Geneva: World Health Organization, 1994
363.61 OPE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Recent years have shown an increase in interest in the study of cleanliness from a historical and sociological perspective. Many of such studies on bathing and washing, on keeping the body and the streets clean, and on filth and the combat of dirt, focus on Europe.In Cleanliness and culture attention shifts to the tropics, to Indonesia, in colonial times as well as in the present. Subjects range from the use of soap and the washing of clothes as a pretext to claim superiority of race and class to how references to being clean played a role in a campaign against European homosexuals in the Netherlands Indies at the end of the 1930s. Other topics are eerie skin diseases and the sanitary measures to eliminate them, and how misconceptions about lack of hygiene as the cause of illness hampered the finding of a cure. Attention is also drawn to differences in attitude towards performing personal body functions outdoors and retreating to the privacy of the bathroom, to traditional bathing ritual and to the modern tropical Spa culture as a manifestation of a New Asian lifestyle.With contributions by Bart Barendregt, Marieke Bloembergen, Kees van Dijk, Mary Somers Heidhues, David Henley, George Quinn, and Jean Gelman Taylor"--Publisher's description.
Leiden: KITLV Press, 2011
613.095 98 CLE
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>