Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rumaishatul Ulya
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam keseharian kota, terdapat ruang formal dan informal. Struktur kota, termasuk elemen-elemen ruang di dalamnya, memberikan peran dalam mengidentifikasi hadirnya ruang informal. Ruang informal digambarkan melalui ruang sisa kota yang timbul dari interaksi elemen dan pengguna ruang kota dalam keseharian. Aktivitas keseharian ?ngetem? atau ?mangkal? yang dilakukan oleh komunitas supir bajaj, sebagai salah satu pengguna ruang kota, mempertegas dua sisi representasi ruang kota, yaitu planner dan users. Upaya mengisi atau memanfaatkan ruang dilakukan melalui interaksi dan negosiasi ruang sisa di sekitar stasiun Manggarai. Sehingga, penting untuk memahami hubungan antara elemen ruang sisa kota dan bagaimana komunitas supir bajaj stasiun Manggarai memanfaatkan ruang tersebut dengan taktik dan strategi keseharian yang mereka lakukan. Salah satu penggambaran proses memahami hal ini melalui analogi ?dapur? kota.
ABSTRACT
In everyday life of the city, both formal and informal spaces exist. The structure of the city, including its physical elements, contributes in identifying informal space in urban life. Informal space is shown through leftover urban space that emerges from the interaction of elements and users of urban space in everyday lifes. 'Ngetem' or 'mangkal' done by the community of bajaj drivers, as one of the user of urban space, highlights the two sides of urban space representations, which are planners and users. Their efforts to occupy or utilize space are done through interaction and negotiation of leftover space around the Manggarai Station area. Therefore, it is important to understand the connection between the elements of leftover urban space around Manggarai Station and how the community of bajaj drivers occupy those spaces using their own tactics and daily strategies. One of the ways to understand the process of this urban informality's phenomena is by using the analogy 'kitchen' of the city.
2016
S63291
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganishtasya Endhys Saputri
Abstrak :
Tulisan ini membahas proses sebuah in-between space yang awalnya dianggap sebagai ruang sisa dapat beralih sebagai sebuah place yang memiliki nilai di dalamnya. Tujuan dari penulisan ini untuk memahami bahwa hadirnya manusia dan kualitas ruang fisik memengaruhi transformasi tersebut. In-between space sebagai ruang sisa sendiri merupakan ruang yang terbentuk secara tidak terencana dan berada diantara elemen urban lain. Uniknya, ruang tersebut tetap memungkinkan beragam aktivitas hadir. Kehadiran makna dan sense of place lah yang memicu proses place-making. Dalam memahami konsep transformasi in-between space, skripsi ini menggunakan kasus Kolong Jembatan Slipi yang dianalisis berdasarkan tiga aspek: 1) identifikasi kualitas fisik dan ruang in-between space sebagai ruang sisa; 2) proses kehadiran aktivitas manusia di dalam in-between space; 3) sense of place yang hadir melalui beragam aktivitas. Melalui analisis tersebut menunjukkan bahwa kualitas ruang in-between space dan hadirnya aktivitas manusia memicu perubahan in-between space dari ruang sisa menjadi sebuah place. ......This paper discusses about an in-between space that was originally considered as a lost space can turn into a place that has meaning and value in it. The purpose of this paper is to understand that the presence of humans and the quality of physical space influence the transformation. In-between space as lost space is a space that is formed unplanned and is located between other urban elements. These activities are influenced by the characteristics of the physical space between spaces as lost space and also by different human perceptions. In understanding the concept of transformation of the in-between space, this paper uses the case of Kolong Jembatan Slipi, which determines based on three aspects: 1) identification of the physical quality of the in-between space as lost space; 2) the process of the presence of human activities in the in-between space; 3) the emergence of meaning and a sense of place from the connection between human activity and the physical space between spaces. So, it can be said that this paper wants to show that the quality of the in-between space and the presence of human activity triggers the change in the in-between space from as lost space to a place.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzan Hadi Yassin
Abstrak :
Perkembangan kota saat ini mengarah pada terbentuknya ruang sisa, karena proses pembangunan yang memperlakukan bangunan sebagai entitas terisolasi tanpa keterhubungan dengan jalanan dan lingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman perancang kota dalam mengaitkan hubungan antara bangunan, ruang, dan perilaku manusia dalam desain kota. Akibatnya, kota cenderung mengalami pembangunan yang tidak berkelanjutan, dengan penurunan performa lingkungan, keterasingan sosial, dan peningkatan kejahatan. Istilah ruang sisa dapat menggambarkan ruang kota yang tidak memberikan dampak positif pada masyarakat dan lingkungannya, terbentuk secara tidak sengaja selama tahap perencanaan, terisolasi dari jaringan jalan utama, dan tidak diinginkan oleh pengguna dan lingkungan sekitar. Ruang sisa ini banyak ditemui di perkotaan terutama di area bawah jembatan layang. Meskipun telah dilakukan upaya revitalisasi di area bawah jembatan layang, masih saja ditemukan ruang yang tidak digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itu, penulisan ini akan membahas mengenai pemahaman lebih lanjut tentang aspek yang dapat menunjang keberhasilan suatu ruang sisa yang sudah direvitalisasi menjadi ruang publik. ......The development of cities today leads to the formation of lost spaces, due to the development process that treats buildings as isolated entities with no connection to the streets and the surrounding environment. This is due to the lack of understanding of urban designers in linking the relationship between buildings, spaces, and human behavior in urban design. As a result, cities tend to experience unsustainable development, with reduced environmental performance, social alienation, and increased crime. The term lost space can be described as urban spaces that do not have a positive impact on the community and its environment, formed unintentionally during the planning stage, isolated from the main road network, and undesirable to users and the surrounding environment. The existence of these lost space can be found under bridges. Although revitalization has been done to this under bridge, there are still under bridge that have been revitalized with little visitors that can be found. Therefore, this paper will discuss further understanding of the aspects that can support the success of a lost space that has been revitalized into a public space.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Dara Fitriani
Abstrak :
Pesatnya pembangunan kota membuat penggunaan media tanah semakin terbatas, ada baiknya untuk mengoptimalkan seluruh ruang yang dimiliki termasuk ruang sisa. Hal ini agar ruang sisa dapat bermanfaat dan membantu memenuhi kebutuhan masyarakat. Pendekatan yang dilakukan terhadap fenomena ini adalah dengan mengkaji teori ruang sisa oleh Trancik (1986) dan Loukaitou-Sideris (1996), serta teori dari Gehl (2010) dan Gehl (2011) mengenai ruang publik. Dalam mengumpulkan data, metode yang dilakukan adalah analisis studi kasus dengan mengamati langsung ruang dan aktivitas yang ada. Temuan dari hasil analisis pengamatan disampaikan secara naratif yang menjelaskan kondisi ruang. Pengamatan menunjukan ruang sisa bisa berubah menjadi ruang aktif apabila ada pemasukan program dan penambahan elemen ruang. Sementara faktor dan elemen yang mempengaruhinya adalah lokasi, ciri fisik, pengguna, aksesibilitas, dan pemeliharaan ruang. ......The rapid development of the city makes land-use become more limited, it is better to optimize all the space owned including lost space. Thus, lost space can be useful and help meet the needs of the community. The approach taken to this phenomenon is by examining the theory of lost space by Trancik (1986) and Loukaitou-Sideris (1996), also with theory by Gehl (2010) and Gehl (2011) about public space. In collecting data, the method used is study case analysis by directly observing the space and activities. The findings from the observation analysis are presented in a narrative manner that explains the condition of the space. The observations reveal that lost space can be transformed into active space if there is program insertion and space elements addition. While the factors and elements that affect it are locations, physical characteristics, users, accessibility, and space maintenance.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library