Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ambarini Hermawan
Abstrak :
ABSTRAK
Frekuensi karsinoma kolorektal tertinggi diantara karsinoma saluran pencernaan. Sebagian besar pasien datang pada stadium lanjut. Di Amerika Serikat (Siluerberg 1981) tercatat 120.000 kasus karsinoma kolorektal baru, 37.000 diantaranya adalah karsinoma rektum, dengan perkiraan kematian 8.700 kasus. Perbandingan pria dan wanita adalah 9:5. Golighsr mencatat bahwa karsinoma ini paling sering didapatkan pada usia di atas 60 tahun, dan pada usia kurang dari 30 tahun hanya dijumpai 2,1%.

Di Bagian Bedah RSCM antara Januari 1980 sampai dengan April 1982, didapatkan bahwa frekuensi karsinoma rektum tertinggi pada pasien berusia diantara 31-40 tahun, di bawah usia 30 tahun 17 persen, dan pria dan wanita berbanding sebagai 27:20.

Untuk lebih mengenal pola penyebaran karsinoma rektum, diperlukan pengetahuan anatomi daerah rektum dan sekitarnya. Karsinoma rektum akan menyebar melalui lima cara, yaitu secara perkontinuitatum, limfogen, hematogen, transperitoneal, dan implantasi (5, 20, 25).

Berbagai pendapat telah diajukan untuk mengobati karsinoma rektum ini. Pendekatan multidisipliner dikembangkan untuk memilih cara pengobatan, meliputi pengobatan: pembedahan, radiasi, dan kenoterapi, bahkan kombinasi cara-cara tersebut (7,8,19,21,22). Walaupun demikian sampai saat ini masih didapat adanya perbedaan pendapat.

Sejak tahun 1982 di RSCM telah dibuat suatu protokol penatalaksanaan karsinoma rektum, tetapi penerapan protokol ini masih jauh dari yang diharapkan.

Pada makalah ini akan dikemukakan pengobatan radiasi pada karsinoma rektum, dengan suatu laporan retrospektif pengobatan radiasi pada pasien yang dikirim ke Unit RaHiotarapi RSCH/FKUI selama periode Januari 1985 sampai dengan Desember 1986.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rhandyka Rafli
Abstrak :
Pendahuluan : Kemoradiasi pada kanker rektum menghasilkan radical oxygen species (ROS) yang dapat memicu kematian sel. ALDH1A1 merupakan antioksidan yang mampu mengurangi ROS dan merupakan marker sel punca kanker. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar ALDH1A1 dengan respon kemoradiasi berdasarkan metode RECIST 1.1 pada pasien kanker rektum stadium lanjut lokal. Metode : Penelitian ini merupakan studi retrospektif terhadap 14 pasien kanker rektum stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi dari januari 2012 sampai januari 2015. ALDH1A1 diperiksa menggunakan metode ELISA dari sampel blok parafin kanker rektum. Respon pengecilan tumor dari CT scan dan MRI dihitung berdasarkan metode RECIST 1.1. Hasil : Didapatkan rerata kadar ALDH1A1 sebesar 9,014 ± 3,3 pg/mL, rerata persentase respon radiasi 7,89 ± 35,7 % dan diklasifikasikan berdasarkan RECIST didapatkan proporsi respon parsial sebesar 28,6 % , respon stabil sebesar 50% dan respon progresif sebesar 21,4%. Terdapat korelasi negatif kuat yang bermakna (r = - 0,890 dan p < 0,001) antara kadar ALDH1A1 dengan respon kemoradiasi berdasarkan RECIST. Kesimpulan : pada penderita kanker rektum stadium lanjut lokal respon kemoradiasi dipengaruhi oleh kadar ALDH1A1 dalam jaringan tumor. Semakin tinggi kadar ALDH1A1 semakin buruk respon kemoradiasi. ...... Introduction : Chemoradiation in rectal cancer produce radical oxygen species (ROS) wich can cause cell death. ALDH1A1 is an antioxidant that can reduce ROS and known as cancer stem cell marker. The purpose of this study is to determine the correlation between ALDH1A1 level with tumor shrinkage using RECIST methode in locally advance rectal cancer. Methode : This is a retrospective study to 14 locally advance rectal cancer patients who meet the inclusion criteria from january 2012 to january 2015. ALDH1A1 level was measured by ELISA from paraffin embeded tissue. Tumor shrinkage was measured from CTscan or MRI using RECIST 1.1 methode. Result : The mean ALDH1A1 level is 9,014 ± 3,3 pg/mL, the mean of tumor shrinkage is 7,89 ± 35,7 %, Partial respond proportion is 28,6 % , Stable dissease proportion is 50% and progressive dissease proportion is 21,4%. There was a significant strong negative correlation (r = -0,890, p < 0,001) between ALDH1A1 with tumor shrinkage. Conclusion : This study showed that tumor shrinkage in locally advanced rectal cancer after chemoradiation is influenced by ALDH1A1 level. The increase od ALDH1A1 level will decrease tumor shrinkage after chemoradiation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suksmagita Pratidina
Abstrak :
Chlamydia trachomatis (CT) merupakan bakteri penyebab infeksi menular seksual (IMS) yang paling sering terjadi, dengan perkiraan angka kejadian 50 juta kasus per tahun di seluruh dunia. Lebih dari 3 juta kasus baru dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1995. Hal ini membuat infeksi CT tidak hanya sebagai penyakit infeksi menular seksual (IMS) terbanyak, tetapi juga penyakit infeksi tersering di Amerika Serikat. Penelitian meta-analisis di tahun 2005 melaporkan bahwa prevalensi infeksi CT berkisar antara 3,3% hingga 21,5%. Terdapat 2 Cara transmisi infeksi CT yaitu secara horizontal dan vertikal. Infeksi horizontal umumnya terjadi melalui hubungan seksual lewat vagina dan anus tanpa pelindung, sedangkan infeksi vertikal terjadi saat proses kelahiran. Meskipun infeksi Iebih sering terjadi pada genital dan konjungtiva, temyata permukaan mukosa faring, uretra dan rektum juga merupakan lokasi kolonisasi CT. Hubungan orogenital awalnya tidak dipikirkan sebagai jalur transmisi CT, sehingga pemeriksaan skrining rutin untilk infeksi CT faring belum dianjurkan pada pedoman di Amerika Serikat dan Inggris. Namun dengan semakin banyaknya praktek fellatio dan jarangnya penggunaan kondom, kemungkinan transmisi CT pada orofaring dapat terjadi. Chlamydia trachomatis sering merupakan penyebab infeksi anorektum (proktitis akut) yang ditularkan secara seksual, khususnya pada populasi men who have sex with men (MSM) yang melakukan hubungan seksual lewat rektum tanpa perlindungan kondom. Selain MSM, waria juga merupakan kelompok risiko tinggi yang rentan terhadap infeksi tersebut. Waria memiliki jumlah pasangan seksual Iebih banyak dibandingkan dengan kelompok risiko tinggi lain (penjaja seks wanita dan MSM), Iebih banyak bekerja menjajakan seks demi uang, memiliki pendapatan paling rendah, banyak yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Waria adalah istilah yang hanya digunakan di Indonesia, yaitu singkatan dari wanita-pria. Walaupun hingga saat ini belum ada data yang akurat mengenai jumlah populasi waria di Jakarta, namun menurut data yang didapat diperkirakan sekitar 8000 orang yang bermukim di Jakarta dan sekitarnya. Pasangan seksual waria adalah laki-laki heteroseksual, waria tidak pernah berhubungan seksual dengan sesama waria atau dengan laki-laki homoseksual. Waria melakukan hubungan seksual secara orogenital dan anogenital reseptif dan memiliki perilaku seksual yang sangat berisiko." Banyak waria di Jakarta terlibat dalam hubungan seks komersial lewat oral dan anal reseptif tanpa pelindung/kondom. Masalah perilaku seksual tersebut merupakan pintu masuk bagi penularan IMS pada kelompok waria. Meskipun perilaku ini meningkatkan risiko untuk terkena IMS dan HIV, sangat sedikit data yang ada mengenai prevalensi infeksi ini berikut perilaku seksualnya. Pada kelompok ini angka prevalensi panting untuk diketahui karena prevalensi 1MS merupakan salah satu indikator yang memberi gambaran prevalensi infeksi HIV/AIDS. Sebagian besar individu yang terinfeksi CT bersifat asimtomatik, sehingga merupakan sumber penyebaran infeksi yang potensial. Guna mencegah penyebaran infeksi, perlu diperhatikan diagnosis dini berdasarkan tes laboratorik yang akurat dan pengobatan yang efektif. Hingga tahun 80-an, diagnosis infeksi CT hanya berdasarkan pada isolasi organisme dengan kultur jaringan. Meskipun kultur masih merupakan baku emas untuk pemeriksaan CT, teknik ini membutuhkan pengambilan spesimen yang teliti dan kondisi transpor yang ketat. Selain itu pemeriksaan kultur belum distandarisasi dan dapat terjadi variasi hasil antar laboratorium. Uji nonkultur untuk deteksi CT pertama kali diperkenalkan sekitar tahun 80-an dan perkembangannya sangat baik karena tidak membutuhkan organisme hidup, sehingga mengatasi masalah pengambilan dan transportasi spesimen yang berhubungan dengan metode kultur.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marisa Diah Lestari
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker rektum merupakan salah satu masalah keganasan yang lebih banyak terjadi pada masyarakat perkotaan. Penatalaksanaan kanker rektum salah satunya yang dapat dilakukan dengan pembedahan abdominoperineal resection. Penelitian menyatakan bahwa pasien yang akan menjalani pembedahan memiliki risiko tinggi mengalami kecemasan. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami kecemasan saat pre operasi adalah teknik relaksasi, yaitu terapi musik. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan terapi musik pada pasien kanker rektum yang mengalami kecemasan dalam menjalani pembedahan abdominiperineal resection. Penulisan ini menggunakan pendekatan studi kasus klinik. Intervensi yang dilakukan selama 3 hari pada pasien menunjukkan bahwa terapi musik efektif dalam menurunkan kecemasan pasien. Hal tersebut terlihat dari respons pasien menjadi lebih tenang dan rileks. Rekomendasi dari studi kasus ini dalam meningkatkan keefektifan terapi musik untuk menurunkan kecemasan pasien pre operasi abdominoperineal resection adalah dengan pemberian edukasi dari tenaga kesehatan dan support sistem.
ABSTRACT
Rectal cancer is one of the most common malignant problems in urban community. One of the surgery choices is abdominoperineal resection. Recent research stated that, patients who will to be surgery have high risk of anxiety preoperative. One of the alternative interventions is techniques relaxation, namely music therapy. The aim of this paper was analyze the nursing care of applying music therapy in rectal cancer patients who have an anxiety before preoperative abdominoperineal resection. This paper used a clinical study approach. The result of this study showed that music therapy during 3 days intervention were tranquility and relax patient. This study recommended that to imrpove music therapy in reducing patient rsquo;s anxiety are education from health care professional and support system from family.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Vito Filbert Jayalie
Abstrak :
Tujuan: Menghitung Tingkat Utilisasi Radioterapi aktual (TURa) dan optimal (TURo) untuk kanker kolon dan rektum di Indonesia. Metodologi: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang terhadap data sekunder registrasi/rekam medis kanker di rumah sakit (RS) dengan pusat radioterapi di Indonesia tahun 2019. Data dikumpulkan secara total sampling untuk menghitung TURo, TURa, dan persentase yang tidak terpenuhi. Hasil: Terdapat 32 RS yang datanya dapat diolah (1.211 dan 1.762 pasien kanker kolon dan rektum). Rata-rata pasien berusia sekitar 52-54 tahun (10-94 tahun), jenis kelamin laki-laki (51,1%) dan berasal dari Sumatera Utara atau Jawa Tengah. Sebagian besar datang dengan stadium lokal lanjut dan lanjut (III dan IV), tidak diradiasi (76,9%). TURa kolon 14 RS adalah 5,3% (0-33,3%), sedangkan TURo kolon 3,3 (3-3,7%) dengan persentase yang tidak terpenuhi -60,6% (-76,7 sampai -43,2%). Untuk TURa dan TURo rektum adalah 22,8% (0-100%) dan 41% (28-66%). Persentase yang tidak terpenuhi kanker rektum adalah 44,4% (18,6-65,5%). Kesimpulan: TURa kanker kolon terkesan sudah memenuhi TURo, tetapi ketika disesuaikan dengan data dalam lingkup yang lebih besar, masih terdapat celah yang belum terpenuhi. Untuk kanker rektum, masih diperlukan peningkatan utilisasi. Diperlukan penelitian lebih lanjut pada indikasi radiasi yang belum terlalu jelas. Selain itu, peningkatan TUR perlu mempertimbangkan faktor pasien, klinisi ataupun birokrasi. ......Aims: To calculate the actual and optimal Radiotherapy Utilization Rate (RTUa and RTUo) of colon and rectal cancer in Indonesia. Methodology: This cross-sectional study used secondary cancer registry/medical records from hospitals with radiotherapy centers in Indonesia in 2019. Total sampling was used for data collection to calculate RTUa, RTUo and percentage of unmet needs. Results: Out of 32 hospitals (1,211 and 1,762 colon and rectal cancer patients), the mean age was 52-54 years old (10-94), male (51.1%), from North Sumatra or Central Java province. Most patients came with locally advanced and advanced stages (III and IV), not irradiated (76.9%). RTUa of colon in 14 hospitals was 5.3% (0-33.3%), whereas RTUo was 3.3 (3-3.7%). The unmet needs was -60.6% (-76.7 to -43.2%). For rectal, the RTUa and RTUo were 22.8% (0-100%) and 41% (28-66%). The unmet needs for rectal was 44.4% (18.6-65.5%). Conclusion: Despite the impression of fulfilling the RTUo of colon cancer, gaps are to be filled when adjusted with a broader scope of data. Moreover, for rectal cancer, there was still an unmet need for utilization. Further research is needed, especially in cancer with obscure radiotherapy indications. The increase in RTU should also consider patient, clinician and bureaucratic factors.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Ayu Wulandari
Abstrak :
Pendahuluan: Di Indonesia, kanker rektum menempati urutan kedua kanker gastrointestinal dengan jumlah kasus baru 14.122 (4,65 %) dari semua kasus kanker, dengan jumlah kematian sebanyak 6.827 jiwa. Hal ini menunjukkan perlunya suatu terapi terstandar dalam tatalaksana kanker rektum. KPKN pada tahun 2016 telah mengeluarkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker kolorektal sebagai panduan dalam terapi, yang diterapkan di RSCM sebagai Pedoman Praktis Klinis (PPK) Kanker kolorektal. Penelitian ini bertujuan menilai kepatuhan terapi dalam tatalaksana Kanker rektum dan hubungannya dengan kesintasan pasien. Metode: Studi kohort retrospektif ini menilai pasien kanker rektum yang menjalani radioterapi di RSCM periode Januari 2017-Juni 2018, dengan kriteria inklusi pasien non metastasis, menjalani terapi radiasi neoajuvan di RSCM, dan menggunakan BPJS. Kepatuhan terapi dinilai dengan menggunakan PPK kolorektal 2016 sebagai acuan dengan variabel kepatuhan sequence/urutan terapi, kepatuhan interval waktu terapi, dan kepatuhan kesesuaian terapi dari masing masing modalitas Hasil: Terdapat 30 pasien yang masuk kriteria inklusi, dengan usia rerata 48 ± 12 tahun. Mayoritas pasien terdiagnosa stadium IIIC. Kesintasan hidup keseluruhan pasien dalam 2 tahun adalah 43,3 %. Proporsi kesintasan 2 tahun pada kelompok yang mendapatkan kepatuhan terapi adalah 50% sedangkan Kelompok yang tidak mendapat kepatuhan terapi adalah 42,3 % (p=1), Kepatuhan keseluruhan adalah 13,3%, terdapat tren kesintasan yang terlihat lebih baik untuk kelompok yang patuh dibandingkan kelompok yang tidak patuh, meskipun secara statistik tidak bermakna (p=0.317). ......Aims: Rectal cancer cases are the second highest gastrointestinal cancer with a total of 14,122 and new cases (4.65%) of all cancer cases, with 6,827 fatalities in Indonesia. A standardized treatment in the management of rectal cancer in Indonesia is needed. In 2016, The National cancer control committee (KPKN) issued the National Guidelines for Colorectal Cancer Medicine Services as a guide in therapy, which was implemented in A National health center (RSCM) as a Clinical Practical Guide (PPK) for Colorectal Cancer. This study objected to assess adherence in the management of rectal cancer and its relationship with patient survival. Method: This retrospective cohort study assessed the rectum cancer patients undergoing radiotherapy in the RSCM period January 2017-June 2018, with the criteria of non-metastatic patient inclusion, undergoing Neoadjuvant radiation therapy in RSCM, and using government insurance. Adherence to guidelines is assessed using PPK Colorectal 2016 as a reference to compliance therapeutic sequence, compliance interval therapy time, and compliance with therapeutic conformity of each modality. Results: There are 30 patients include this study, with an average age of 48 ± 12 years. The majority of patients diagnosed with stage IIIC. The overall survival of the patient in 2 years is 43.3%. The proportion of 2 years in the group receiving therapeutic adherence is 50% while the group who did not get therapeutic adherence was 42.3% (P = 1), overall compliance was 13.3%, there is a trend of survival that looks better for the adherence group than the disobedient group, although statistically not significant (P = 0.317).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Gunawan Victoria
Abstrak :
Komplikasi dan mortalitas pada pasien karsinoma rektum yang menjalani operasi masih cukup tinggi. Analisa faktor-faktor risiko dan klasifikasi komplikasi paska operasi yang terjadi diharapkan dapat menurunkan angka komplikasi yang dapat terjadi. Pada penelitian ini kami menggunakan suatu sistem klasifikasi komplikasi Clavien-Dindo, menstrafikasi komplikasi menjadi lima grade dan melakukan analisa faktor-faktor resiko yang mempengaruhi timbulnya komplikasi paska operasi secara signifikan. Penelitian ini merupakan suatu studi kohort retrospektif yang melibatkan 65 pasien yang menjalani operasi karsinoma rektum di RSCM selama periode Januari 2012 dan Desember 2015. Review rekam medis pasien karsinoma rektum pada semua stadium yang menjalani pembedahan dan variabel lainnya termasuk jenis kelamin, body mass index BMI , riwayat tranfusi preoperatif, jenis pembedahan, setting operasi dan tujuan operasi. Hasil penelitian menunjukkan 55,4 grade I, 15.4 grade II, 3,1 grade IIIA, 6,2 grade IIIB, 13,8 grade IV, dan grade V sebesar 6,2 . Transfusi darah preoperatif menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap risiko komplikasi pascabedah karsinoma rektum P = 0,04 . Studi ini menunjukkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh pada komplikasi pascaoperasi kanker rektum adalah transfusi preoperasi. ......Postoperative morbidity and mortality is a burden in patients with rectal cancer. Analyzing as well as classifying postoperative complication into a universal and standardized method could minimize this burden. Using Clavien Dindo postoperative complication grading system, we stratify complications into five grades and analyze the contributed risk factors in order to identify significant risk factors in reducing patient morbidity and mortality. This retrospective cohort study involved 65 patients which surgery was done between January 2012 and December 2015. It reviewed the medical records of patients diagnosed with rectal carcinoma at any stage and obtain another variable including sex, age, body mass index BMI , preoperative transfusion history, procedure, intention, and approach of the surgery. The result shows 55,4 of the patient was grade I, 15.4 grade II, 3,1 grade IIIA, 6,2 grade IIIB, 13,8 grade IV, and grade V was 6,2 of all patients. Among all of the risks, preoperative transfusion history was the only one statistically significant risk that affect severity of grade P 0,04 .
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58932
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Primadhani
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Gangguan fungsi defeksi, yang diketahui sebagai sindrom Low Anterior Resection (LARS) menjadi masalah utama paska pembedahan kanker rektum yang akan berpengaruh pada kualitas hidup. Studi ini bertujuan untuk menngetahu insidens LARS pada pasien paska prosedur preservasi sfingter ani dan faktor- faktor yang mempengaruhi LARS. Metode : Pasien kanker rektum yang menjalani eksisi total mesorektal dan anastomosis colorectal selama periode 2017-2018 berpartisipasi dalam pengisian kuesioner LARS. Parameter klinis yang dianalisis dan untuk perbandingan fisiologi anorektal antara mayor LARS dan no LARS atau minor LARS menggunakan pengukuran biofeedback. Hasil: Studi ini melibatkan 40 pasien, mayor LARS didapatkan pada 42,5% pada pasien yang menjalani low anterior resection (LAR). Radioterapi preoperatif dan level anastomosis berhubungan dengan major LARS dengan odd ratio 0,1 (95% CI : 0,02- 0,49) and 0,07 (95% CI 0,01- 0,39). Dilakukan penghitungan luasan dibawah kurva (AUC) dengan cara receiver operating characteristic (ROC) sebesar 0,77 dan didapatkan titik potong level anastomosis di 5 cm dengan nilai ramal negative 88,23%. Pengukuran biofeedback menunjukkan perbedaan signifikan pada tekanan anal istirahat (resting anal pressure) dan tekanan kontraksi maksimal (maximal squeeze pressure) diperkirakan terjadi gangguan pada fungsi sfingter dan terapi preoperatif berperan untuk terjadinya LARS. Kesimpulan: LARS merupakan masalah signifikan yang diteukan pada hampir sepertiga pasien kanker rektum paska pembedahan. Resiko terkena mayor LARS meningkat dengan adanya terapi preoperatif dan rendahnya level anastomosis.
ABSTRACT
Background : Defective defecation n function, also known as low anterior resection syndrome (LARS), is common problem after surgical treatment of rectal cancer that has a detrimental effect on quality of life. This study aimed to look for the incidence of LARS in patients whose native rectum could not be kept and determine factors influencing major LARS. Methods : Retal cancer patients who underwent tumor removal with mesorectal excision and colorectal anastomosis during the years 2017-2018 were asked to participate a structured interview using the verified version of the LARS questionnaire. Clinical parameters were analyzed and anorectal physiology was compared between those with major LARS and those without LARS by biofeedback measurement. Results : This study included 40 patients ,major LARS was found at 42,5% in those who underwent low anterior resection , which incidence 22% than other group. Preoperative radiotherapy and level of the anastomosis associated with major LARS at an odd ratio 0,1 (95% CI : 0,02- 0,49) and 0,07 (95% CI 0,01- 0,39). The receiver operating characteristic curve showed an area under the curve of 0,77. The cut-off anastomotic level was at 5 cm, which gave a negative predictive value of 88,23%. Biofeedback measurement showed a significant difference in the resting anal pressure and maximal squeeze pressure, which suggests that dearrangement in sphincteric function and preoperative therapy may contribute to the LARS. Conclusion : LARS is significant problem found in about one third of rectal patients after surgery. Risk of having major LARS increases with preoperative treatment and lower anastomotic level.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Aini Djunet
Abstrak :
Latar belakang. Bedah kanker kolorektal (KKR) adalah kasus terbany1k di Divisi Bedah Digestif RSUPNCM, di mana 46% di antaranya adalah karena kanker rektum I (K.R). Trauma pembedahan menimbulkan inflamasi, respon fase akut (RFA), dan stres metabolik. C- reactive protein (CRP) adalah protein fuse akut (PFA) dengan peningkatan tertinggi di antara PFA lainnya dan telah digunakan secara luas sebagai penanda inflamasi. Stres metabolik menyebabkan perubahan metabolisme zat gizi yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah sewaktu (GDS) plasma. Secara tidak langsung, pemberian terapi gizi adekuat dapat menekan laju inflamasi dan mempercepat proses penyembuhan pasca bedah. Tujuan. Untuk mengetahui peran terapi gizi adekuat selama tujuh hari terhadap perubahan kadar CRP serum dan GDS plasma pasien pasca bedah KR pada hari ke satu dan ke tujuh pengamatan. Metode. Penelitian ini adalah studi eksperimental dengan desain paralel, acak, dan tidak tersamar. Penelitian dilaksanakan di ruang rawat bedah kelas Ill RSUPNCM, pengumpulan data dilaksanakan pada bulan April- Agustus 2009. .9erdasarkan kriteria penelitian didapatkan 24 subyek yang dibagi menjadi dua, kelompok perlakuan (P) dan kontrol (K). Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, pengukuran antropometri, dan pemeriksaan laboratorium. Hasil. Karakteristik awal kedua kelompok adalah sebanding pada HI. Rerata asupan energi kelompok P adalah 1 211 ,23 ± 161 ,95 kkallh ari (82,86 ± 9,91 % kebutuhan energi total atau KET), adekuat, dan lebih tinggi bermakna (p< 0,001) dibandingkan kelompok K yaitu 831,93 ± 129,58 kkal/hari (55,75 ± 9,48% KET). Rerata asupan protein subyek tidak adekuat meskipun asupan protein kelompok P lebih tinggi bennakna (p< 0,001). Kelompok P mengalami peningkatan berat badan (BB) 0,71 ± 0,79 kg sedangkan kelompok K mengalami penurunan BB 0,85 ± 1,06 kg. Penurunan kadar CRP serum kelompok P (7,13 ± 1,43 mg/L) berbeda bermakna (p=0,005) dengan kelompok K (5,20 ± 1,58 mg/L). Peningkatan kadar GDS plasma kelompok P (26,00 ± 29,67 mg/dL) cenderung lebih tinggi dari kelompok K (10,00 ± 24,40 mg/dL), sejalan dengan peningkatan asupan energi yang lebih tinggi. Kadar CRP serum memiliki korelasi positif derajat rendah (r-0,266) dan tidak bennakna (p=0,358) dengan kadar ODS plasma. Kesimpulan. Pemberian terapi gizi adekuat selama tujuh hari berperan untuk mempercepat penurunan kadar CRP serum pasien pasca bedah KR.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T20988
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ihda Fakhriyana Istikarini
Abstrak :
ABSTRAK
Kanker rektum merupakan salah satu penyakit keganasan saluran gastrointestinal yang banyak dialami masyarakat perkotaan. Salah satu tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah operasi metode ultra low anterior resection. Berdasarkan jurnal terkait, pasien paksa operasi metode ultra low anterior resection memiliki risiko sebesar 10-20% terkena sindrom anterior resection dengan gejala kelemahan sfingter anal sehingga mengakibatkan inkontinensia fekal. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan kepada pasien untuk mencegah masalah tersebut adalah dengan latihan kegel. Latihan kegel yang dilakukan secara rutin dapat membantu meningkatkan kontrol anus dan menguatkan sfingter anus. Latihan dilakukan secara bertahap sebanyak 4x10 set dalam sehari. Evaluasi latihan kegel dilakukan menggunakan colok dubur untuk mengevaluasi kekuatan kontraksi anus. Sebelum latihan kegel dilakukan, penanganan manajemen nyeri pada pasien paska operasi harus dilaksanakan dengan baik terlebih dahulu agar toleransi latihan kegel tinggi dan latihan dapat dilakukan segera setelah operasi.
ABSTRAK
Rectal cancer is a malignancy of the gastrointestinal tract that is experienced by the urban community. One of the surgery choices is ultra low anterior resection method. Based on the relevant journal, patients were treated with this method have 10-20% higher risk of anterior resection syndrome, which symptoms is weakness of the anal sphincter, resulting in fecal incontinence. One of the interventions that can prevent patients from the fecal incontinence is Kegel exercises. Regular exercises can help improve and strengthen control of the anal sphincter. Exercises done gradually as 4x10 sets in a day. The evaluation of exercises using a rectal tusche to evaluate the strength of anus contraction. Before Kegel exercises is started, handling the management of pain post-surgery must be performed well so that patients have a higher tolerance of Kegel exercises and the exercises can be done soon after surgery.;
2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>