Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Deny Salverra Yosy
Abstrak :
Latar belakang: Defek septum ventrikel DSV adalah salah satu penyakitjantung bawaan yang paling sering ditemukan. DSV dapat menutup secaraspontan atau harus dilakukan tindakan untuk penutupan defek. Penutupan DSVmelalui operasi masih menjadi baku emas, namun saat ini telah berkembangpenutupan DSV secara transkateter yang dinilai lebih efisien dan memilikiefektivitas yang hampir sama. Tujuan: Penelitian ini bertujuan membandingkan luaran jangka menengah ataupanjang pasca-penutupan DSV secara transkateter dengan pasca-penutupan DSVsecara operasi. Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan dari 1 Maret-31 Mei 2017terhadap 68 pasien DSV yang telah menjalani penutupan penutupan DSV secaratranskateter atau operasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dari 1 Januari 2010-30 April 2017. Subyek adalah pasien DSV perimembranosa outlet PMO atau doubly committed subarterial DCSA lesi tunggal, usia 2-18 tahun, beratbadan di atas 8 kg, dan tidak ada aritmia. Data dikumpulkan dari rekam medikpasien serta dari pemeriksaan elektrokardiografi dan ekokardiografi. Luaranjangka menengah atau panjang aritmia, regurgitasi katup, dan sisa pirau dianalisis dengan uji Chi square atau Fisher exact dan T independen denganinterval kepercayaan 95 dan nilai kemaknaan 0,05. Hasil: Rerata waktu prosedur penutupan DSV secara transkateter dan operasimasing-masing 108,2 37,8 menit dan 157,2 23 menit. Incomplete RBBB,complete RBBB, blok AV derajat I, serta junctional rhythm ditemukan pada10,3 , 2,9 , 2,9 , dan 1,5 pasien secara berurutan. Aritmia dijumpai pada14,7 pasien transkateter dan 20,6 pasien operasi, serta tidak ditemukanperbedaan bermakna antara kedua prosedur p>0,05. Proporsi peningkatanderajat regurgitasi katup lebih banyak pada prosedur transkateter dibandingkanoperasi 47,1 vs. 32,4 dan tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik p>0,05 . Sisa pirau trivial ditemukan pada 5,9 pasien pasca-penutupan secaratranskateter dan 8,8 secara operasi, dan tidak ditemukan perbedaan bermaknasecara statistik p>0,05. Simpulan: Luaran jangka menengah atau jangka panjang pasca-penutupan DSVsecara transkateter tidak berbeda dibandingkan secara operasi. ...... Background: Ventricle septal defect VSD is the most common congenital heartdisease VSD may close spontaneously or a procedure must be performed to closethe defect. Surgical closure of VSD has been the gold standard, but transcatheterclosure of VSD has been developed that seem to be more efficient with similareffectivity. Objective: To compare mid term or long term outcomes between transcatheterclosure and surgical closure of VSDs. Methods: A cross sectional study was performed from March 1st until May 31st 2017 to 68 patients with VSDs who underwent transcatheter or surgical closure ofVSD in Dr. Cipto Mangunkusumo hospital from January 1st 2010 until April 30th2017. Subject were patient with single lesion outlet perimembranous VSD ordoubly committed subarterial DCSA, aged 2 to18 years old, body weight morethan 8 kgs, without arrhythmia. Data was collected from patient medical record,electrocardiography and echocardiography examination. Mid term or long termoutcomes arrhythmia, valve regurgitation, and residual shunt was analyzed byChi square or Fisher's exact test and independent T test with 95 confidenceinterval and significance level of 0.05. Results: The procedure mean time for transcatheter closure and surgical closureof VSDs was 108.2 37,8 minutes and 157.2 23 minutes. Incomplete RBBB,complete RBBB, first degree AV block, and junctional rhythm occurred in 10.3 ,2.9 , 2.9 , and 1.5 patients, respectively. Arrhytmia occurred in 14.7 trancatheter closure patients and 20.6 in surgical closure patients p 0,05. Thedegree of regurgitation proportion in transcatheter closure is higher compared tothe degree of valve regurgitation proportion surgical closure, although there is nostatistical significant difference 47.1 vs. 32.4 , p 0.05 . Trivial residual shuntwas found in 5.9 patients after transcatheter closure and 8.8 surgical closure, also without statistical significant difference p 0,05. Conclusion: There are no mid term or long term difference outcomes betweenVSDs post transcatheter and surgery closure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hatta
Abstrak :
Latar Belakang : Regurgitasi trikuspid (RT) merupakan kondisi yang seringkali ditemukan pada penyakit katup mitral. Selama ini kondisi ini seringkali diabaikan karena terdapat anggapan bahwa RT akan berkurang setelah pasien menjalani operasi katup mitral. Kondisi ini ternyata tidak selalu terjadi dan seringkali pasca operasi RT residual justru dapat berkembang seiring berjalannya waktu. Regurgitasi trikuspid residual selama pengamatan diprediksi dapat memberikan luaran yang buruk pasca operasi sehingga kondisi ini memerlukan tatalaksana yang sesuai. Tujuan : Mengetahui apakah RT residual pasca operasi katup mitral berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas jangka menengah pasca operasi. Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Subyek penelitian adalah pasien yang menjalani operasi katup mitral di RSJPDHK sejak Januari 2011 sampai dengan Desember 2013. Karakteristik dasar, data operasi, serta pemeriksaan ekokardiografi sebelum dan pasca operasi (pre-discharge) yang diperoleh dari rekam medis di catat. Data kemudian diolah dengan analisis bivariat dan multivariat untuk mengetahui hubungan antara RT residual dengan mortalitas dan morbiditas yaitu rehospitalisasi, klas fungsional NYHA III-IV atau re-operasi. Hasil Penelitian : Subyek yang diikutsertakan sebanyak 307 pasien dengan 255 pasien (83,06%) terdapat RT residual non signifikan dan 52 pasien (16,9%) RT signifikan. Pada kelompok RT signifikan mortalitas terjadi pada 6 pasien (11,5%) sedangkan pada RT non signifikan sebanyak 10 pasien (3,9%). Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat RT signifikan dengan mortalitas (OR 3,196; 95%IK 1,107-9,224; p=0,036). Sebaliknya, tidak terdapat hubungan bermakna antara RT residual dengan morbiditas (OR 1,091; 95%IK 0,536-2,221; p=0,810). Setelah pengamatan dengan durasi 18,7 ± 9,3 bulan terlihat 6% pasien yang pada saat pre-discharge dengan RT residual non-signifikan berubah menjadi RT signifikan dan fenomena ini disebut juga dengan late RT. Kesimpulan : Pada penelitian retrospektif ini membuktikan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara RT residual signifikan dengan mortalitas, namun tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara RT residual dengan morbiditas. Pada pengamatan jangka menengah tampak bahwa fenomena late RT sudah mulai terjadi meskipun dalam jumlah yang kecil. ...... Background : Tricuspid regurgitation (TR) is frequently present in patients with mitral valve disease. Tricuspid regurgitation has long been ignored because it was generally believed that TR can regress after succesfull mitral valve surgery. However later studies found that this is not always true, TR can progress post operatively. This residual can affected adversed outcome regarding mortality and morbidty and this condition need accurate and suitable management. Objective : The purpose of the present study was to know the outcome of residual tricuspid regurgitation post mitral valve surgery regarding mortality and morbidity at the mid term follow up. Methods : A retrospectively cohort study was conducted in National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). We analyzed records of patients who underwent mitral valve surgery in our hospital between January 2011 and December 2013. Baseline and surgical characteristic, echocardiographic pre and post operatively (pre-discharge) was evaluated. Statistycal analysis was done using bivariate and multivariate analysis to determine the association between residual TR regarding mortality and morbidity defined as the composite of rehospitalization, symptom of fungsional class NYHA III-IV, or reoperation. Results : The total 307 patients was analyzed. Of those subjects, 255 patients (83,06%) revealed non significant residual TR and 52 patients (16,9%) with significant TR post operatively. In patients with significant residual TR post operatively, mortality occured in 6 patients (11,5%) compared with 10 patients (3,9%) in non significant group. There was a significant association between residual TR post operatively with mortality (OR 3,196; 95%IK 1,107-9,224; p=0,036), Conversely, there was no significant association between residual TR and morbidity (OR 1,091; 95%IK 0,536-2,221; p=0,810). After follow up with duration 18,7 ± 9,3 months, there was 6% patients who developed from non significant TR post operatively becoming significant TR and this phenomenon was known as a late TR. Conclusion : This retrospective study demonstrated that there was a significant association between residual TR postoperatively with mortality but not with the morbidity. During the follow up TR can progress post operatively, known as late TR altough in this study its only found in a small number of patients.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Laksmi Hidayati
Abstrak :
Regurgitasi atau gumoh merupakan manifestasi klinis tersering refluks gastro-esofagus (RGE) pada bayi. Regurgitasi pada bayi ini merupakan satu-satunya RGE bergejala yang dianggap fisiologis sehingga dapat timbul pada bayi sehat tanpa adanya masalah lain yang merupakan komplikasi RGE. RGE yang disertai komplikasi atau masalah seperti gagal tumbuh, esofagitis, hematemesis dan gejala saluran napas, dimasukkan dalam kelompok penyakit refluks gastro-esofagus (PRGEIGERD=gasiroesophageal refux disease). Komplikasi tersebut dapat timbul pada berbagai usia dan sulit untuk dibedakan antara RGE (fisiologis) dengan PRGE (patologis). Regurgitasi pada bayi adalah kondisi yang umum ditemukan, dengan proporsi mencapai lebih dari 50% bayi pernah mengalami gejala ini dalam tahun pertama kehidupannya. Regurgitasi timbul paling sering pada bayi saat berusia 1-6 bulan, yaitu pada 65-86,9% bayi, kemudian akan berkurang secara bermakna pada usia 6-9 bulan dan terjadi hanya 1-10,3% bahkan hilang lama sekali saat berusia 12 bulan. Yang menjadi masalah adalah belum ada batasan yang jelas antara regurgitasi yang merupakan RGE fisiologis dengan yang patologis, karena RGE sampai menjadi PRGE merupakan suatu spektrum yang berkesinambungan dengan manifestasi klinis yang saling tumpang tindih antara keduanya, terutama pada masa bayi.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Rahmat
Abstrak :
Operasi perbaikan regurgitasi mitral konvensional pasien anak dapat menyisakan regurgitasi residual. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan suatu teknik untuk mengurangi regurgitasi residual sehingga dirancang teknik elevasi anulus posterior. Tujuan penelitian ini untuk menilai efektivitas teknik tersebut dalam mengurangi regurgitasi residual pasca-operasi perbaikan katup mitral pada anak. Penelitian ini menggunakan desain randomized controlled trial dan dilakukan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan kita, Jakarta, pada bulan Juli 2020 hingga Juni 2022. Subjek adalah pasien anak dengan regurgitasi mitral berusia 1 hari hingga 18 tahun yang menjalani operasi perbaikan katup mitral dibagi dua kelompok yaitu perlakuan yang diberikan teknik elevasi anulus posterior setelah perbaikan katup konvensional dan kelompok kontrol, yang menjalani teknik perbaikan katup konvensional saja. Evaluasi dilakukan pada hari ke-0, ke-5, 2 minggu, dan 3 bulan pasca-operasi. Regurgitasi mitral residual, panjang dan indeks koaptasi diperiksa dengan ekokardiografi. Data luaran klinis diperoleh dari rekam medis berupa waktu ventilator, skor inotropik, lama rawat ICU, lama rawat inap, Major Adverse Cardiovascular Events (MACE), dan Low Cardiac Output Syndrome (LCOS). Metabolik gagal jantung diukur dengan pemeriksaan NTproBNP dan Laktat darah. Penanda hemolisis diukur dengan pemeriksaan Haptoglobin, Lactate Dehydrogenase (LDH) dan Fragmented Erytrocyte. Sebanyak 64 subjek dengan median usia 12,72 (1,31–18,90) tahun dibagi dua kelompok sama banyak. Kelompok perlakuan menunjukkan penurunan bermakna pada regurgitasi mitral residual dibandingkan kelompok kontrol secara konsisten. Analisis pada 3 bulan pasca-operasi, diperoleh RR= 0,31; CI:0,18–0,54; p < 0,001 menunjukkan teknik elevasi anulus posterior dapat menjadi faktor protektif yang menurunkan kemungkinan regurgitasi residual dibandingkan kontrol. Panjang dan indeks koaptasi juga lebih tinggi bermakna pada kelompok perlakuan (p < 0,001). Luaran klinis, metabolik gagal jantung, dan penanda hemolisis tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara kedua kelompok. Disimpulkan teknik elevasi anulus posterior efektif mengurangi regurgitasi mitral residual dan memperbaiki area koaptasi serta berpotensi meningkatkan hasil bedah jangka panjang pada anak dengan regurgitasi mitral. ...... The current technique used in severe mitral regurgitation in children can occasionally lead to residual regurgitation. To address this issue, the posterior annulus elevation technique was developed to enhance coaptation and reduce residual lesions. This study aims to evaluate the effectiveness of the posterior annulus elevation technique in reducing residual regurgitation during mitral valve repair in children. A randomized controlled trial was conducted in National Cardiovascular Centre Harapan Kita, Indonesia, from July 2020 to June 2022. Subject was Pediatric mitral regurgitation patients aged 1 day to 18 years undergoing mitral valve repair surgery were included. The patients were divided into two groups: the intervention group, which received the posterior annulus elevation technique after conventional repair, and the control group, which underwent conventional repair techniques only. Various parameters, including residual mitral regurgitation, coaptation length and index, clinical outcomes, and metabolik markers, were measured on day 0, 5, 2 weeks and 3 months after surgery. The study included 64 subjects with median of age of 12,72 (1,31–18,90) years. They were divided into two groups equally. On each time of evaluation, the intervention group showed significant reduction in residual mitral regurgitation compared to the control group consistently. At 3 months after surgery, we found that the use of this technique could be protective factor that reduce the chance of residual regurgitation compared to control (RR = 0,31; CI: 0,18–0,54; p < 0.001). Coaptation length and index were also found to be significantly higher in the intervention group (p < 0.001). Clinical outcomes, metabolik markers, and hemolysis marker did not show any significant differences between the two groups. The posterior annulus elevation technique demonstrated effectiveness in reducing residual mitral regurgitation and improving coaptation area in pediatric mitral valve repair. This technique shows potential for improving the long-term surgical outcomes in children with mitral regurgitation.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gerald Aldian Wijaya
Abstrak :
Regurgitasi merupakan gejala saluran cerna fungsional yang paling sering ditemukan pada bayi di bawah 12 bulan. Prevalensi regurgitasi paling tinggi pada bulan pertama kehidupan dan mengalami penurunan seiring bertambah usianya bayi. Diagnosis regurgitasi menggunakan kriteria Rome IV berdasarkan gejala klinis. Tata laksana utama adalah parental reassurance untuk meyakinkan orang tua bahwa regurgitasi merupakan proses fisiologis. Hingga saat ini, belum ditemukan penelitian yang mencari tahu pengetahuan dan perilaku ibu mengenai regurgitasi pada bayi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini berusaha untuk mencari tahu lebih lanjut. Kuesioner pengetahuan dan perilaku ibu terhadap regurgitasi pada bayi dibagikan kepada ibu-ibu dengan bayi di bawah 12 bulan. Hasil kuesioner dianalisis dengan SPSS 20.0 untuk mencari hubungan kedua skor dengan faktor ibu, yaitu usia ibu, tingkat pendidikan, status sosioekonomi, dan jumlah anak. Prevalensi regurgitasi pada bayi berusia 0-12 bulan berdasarkan kriteria Rome IV adalah 15% dan berkurang seiring bertambahnya usia bayi. Median skor pengetahuan adalah 12 dari total 12 poin dan perilaku adalah 8 dari total 12 poin. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara faktor ibu yang diuji dalam penelitian ini dengan pengetahuan dan perilaku ibu mengentai regurgitasi pada bayi. Edukasi penanganan regurgitasi perlu diberikan kepada masyarakat mengingat tingkat perilaku masih memerlukan pemahaman tambahan. ......Regurgitation is the most frequently found functional gastrointestinal disorder on infants under 12 months old. It is most prevalent on the first months of life and declines as infant gets older. Diagnosis is made by using the Rome IV criteria. Main treatment for regurgitation is reassuring the parents that regurgitation is a physiological process. Until now, there is no study on the knowledge and behavior of mothers regarding infantile regurgitation and its related factors. This study attempts to find out more around this topic. Questionnaire about the knowledge and behaviour of mothers regarding infantile regurgitation is distributed to mothers with infants under 12 months old. Both scores are analyzed using SPSS 20.0 to find the relationship with maternal factors, such as age, education level, socioeconomic status, and number of children. The prevalence of infantile regurgitation according to Rome IV criteria is 15% and decreases as infant gets older. The median of the knowledge score is 12 out of 12 points and the behavios score is 8 out of 12 points. No significant relationship is found between maternal factors and both the knowledge and behavior score. Further education on treatment for regurgitation is still needed.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amin Tjubandi
Abstrak :
Angka re-operasi setelah reparasi katup mitral dapat mencapai 10% dan pada penyakit katup degeneratif sebagian besar (70%) re-operasi disebabkan prosedur yang dilakukan. Island flap rotation technique merupakan teknik reparasi katup mitral baru yang pertama kali dilakukan untuk mengakomodasi ketidaktersediaan artifisial korda dan menghindari tegangan jaringan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode baru operasi jantung reparasi regurgitasi katup mitral yang fungsional dan aman tanpa membuang sebagian jaringan katup. Penelitian dilakukan terhadap 29 pasien regurgitasi mitral berat dengan lesi P2 yang memenuhi kriteria inklusi di RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, pada tahun 2022 hingga 2023. Desain penelitian adalah double blind randomized controlled trial. Subjek dirandomisasi menjadi 2 grup. Grup perlakuan menjalani prosedur island flap rotation dan grup kontrol menjalani prosedur selain island flap rotation. Semua subjek menjalani pemeriksaan transesophageal echocardiography (TEE) pasca–tindakan sebelum pasien dipulangkan dari rumah sakit. Pengukuran meliputi coaptation length index (CLI), trans mitral mean gradient, dan vena contracta area (VCA3D). Mortalitas dan kejadian trombo-emboli dievaluasi pada bulan ke-3 pasca-operasi. Karakteristik dasar kedua kelompok berimbang kecuali pada kelompok perlakuan yang mempunyai rerata usia lebih muda, dimensi LA sebelum operasi lebih kecil, durasi CPB lebih singkat dan LVESD yang lebih kecil secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada evaluasi TEE pasca-tindakan didapatkan tidak ada perbedaan bermakna secara statistik antara nilai CLI pada kedua kelompok (p = 0,727) dengan nilai median kedua kelompok sama (37,7% vs. 35,6%). Tidak ada perbedaan bermakna antara nilai VCA3D pada kedua kelompok (p = 0,413), namun nilai median kelompok perlakuan lebih kecil dibanding dengan kelompok kontrol (0,03 cm2 vs. 0,06 cm2). Terdapat perbedaan bermakna antara nilai trans mitral mean gradient pada kedua kelompok (p = 0,017) dengan nilai median yang lebih rendah pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol (2,00 mmHg vs. 3,00 mmHg). Selain itu, tidak ditemukan adanya kejadian trombo-emboli dan mortalitas pada kedua kelompok. Simpulan: Penggunaan metode baru island flap rotation technique pada kasus regurgitasi mitral berat lesi P2 terbukti memiliki efektivitas yang tidak berbeda dengan tehnik perbaikan katup mitral yang selama ini diterapkan dengan nilai trans mitral mean gradient yang secara bermakna lebih kecil dibanding kelompok kontrol dan nilai VCA3D yang lebih kecil separuh dibandingkan kelompok kontrol. ......The re-operation rate after mitral valve repair reach up to 10% and 70% of degenerative valve disease because of procedure related. Island flap rotation technique is a novel mitral valve repair technique first performed by myself to accommodate the challenges of the unavailability of artificial chordae and to avoid tension in the tissue. A total of 29 patients with severe mitral valve regurgitation (P2 lesions) who met the inclusion criteria in National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta, Indonesia were randomly assigned into 2 groups. Intervention group underwent island flap rotation technique procedure while the control group underwent procedures other than island flap rotation technique. Subjects were evaluated using transesophageal echocardiography (TEE) before discharged. Measurements taken include Coaptation Length Index (CLI), Trans Mitral Mean Gradient, and Vena Contracta Area 3D (VCA3D). Thromboembolic adverse event and mortality were evaluated up until three months postoperatively. Baseline characteristics in both groups were similar except significantly lower subjects’ age, smaller pre-operative LA dimension, shorter CPB time and smaller LVESD in the intervention group compared to the control group. Postoperative TEE showed no significant difference in CLI between both groups (p = 0,727) with similar median values in both groups (37,7% vs. 35,6%), no significant difference in VCA3D between both groups (p = 0,413) with lower median value in the intervention group compared to the control group (0,03 cm2 vs. 0,06 cm2), and a significant lower trans mitral mean gradient in the intervention group (p = 0,017). There were no thromboembolic adverse event and mortality observed in both groups. Conclusion: The use of island flap rotation technique as a novel method for severe mitral regurgitation with P2 lesions has been proven to be as effective as the current available mitral valve regurgitation repair technique with statistically significant lower trans mitral mean gradient value in the intervention group compared to the control group and VCA3D value being two-fold lower in the intervention group.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ishmah
Abstrak :
Suplementasi nutrisi melalui Nasogastric Tube NGT sebaiknya dilakukan pada anak atresia bilier yang mengalami malnutrisi. Keberhasilan pemberian nutrisi melalui NGT ditunjukkan dengan berkurangnya regurgitasi dan muntah selama proses pemberian nutrisi melalui NGT. Karya Ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak dengan atresia bilier dan mengidentifikasi pengaruh optimalisasi pemberian nutrisi melalui NGT terhadap pencegahan regurgitasi dan muntah. Intervensi berupa optimalisasi pemberian nutrisi melalui NGT diharapkan dapat mencegah kejadian regurgitasi dan muntah selama/setelah pemberian nutrisi. Metode yang digunakan yaitu berupa edukasi, evaluasi dan pendampingan, serta memantau regurgitasi dan muntah selama perawatan pasien. Hasil menunjukkan bahwa kejadian regurgitasi dan muntah berkurang setelah dilakukan intervensi dengan metode tersebut. Karya ilmiah ini diharapkan menjadi pertimbangan bagi institusi rumah sakit untuk memaksimalkan peran perawat dalam optimalisasi pemberian nutrisi melalui NGT dengan melakukan edukasi, evaluasi, dan pendampingan. ......Nutritional suplementation with nasogastric tube feeding should be given to biliary atresia children with malnutrition. The succsessful of nasogastric tube feeding showed by reducement of regurgitation and vomit in the process of nasogastric tube feeding. This paper aims to provide the description of nursing process in biliary atresia chidren and to identificate the effect of optimalization in nasogastric tube feeding toward the prevention of regurgitation and vomit. Nursing intervention such an optimalization of nasogastric tube feeding expected to prevent regurgitation and vomit while or after nasogastrice tube feeding. Methods which apply to optimize nasogastric tube feeding are education, evaluation, and assistance of nasogastric tube feeding to parents/caregivers and monitoring of regurgitation and vomit as long as the patient care is given. The result found that regurgitation and vomit could be reduced by doing the intervention with those methods. This paper is expected to be the hospital rsquo;s consideration in maximazing nurse rsquo;s role in optimizing nasogastric tube feeding with education, evaluation, and teaching.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan, 2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library