Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jorine Utari Soetjahjo
Abstrak :
Industri televisi mengalami perkembangan sejak dikeluarkannya ijin pendirian stasiun televisi oleh swasta pada tahun 1988, dengan dipelopori oleh PT Rajawali Citra Indonesia (RCTI), yang selanjutnya diikuti stasiun-stasiun lainnya, seperti Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Surya Citra Televisi (SCTV), Andalas Televisi (ANTV) dan Indosiar. Perkembangan televisi ini dimungkinkan karena kelonggaran-kelonggaran perijinan yang diberikan pemerintah, kecepatan antisipasi pihak swasta dan perkembangan teknologi pertelevisian itu sendiri. Situasi dan kondisi eksternal yang cepat berubah menjadikan suatu tantangan tersendiri bagi manajemen RCTI untuk mampu bersaing di Industri televisi nasional. Kejelian manajemen RCTI dalam melakukan positioning pasar dan perencanaan keputusan yang tepat akan sangat menentukan dalam mengantisipasi peluang yang ada. Tujuannya adalah untuk peningkatan kepuasan pelanggan dan citra terbaik perusahaan di masa yang akan datang. Hasil analisis SWOT dari posisi bersaing RCTI di industri televisi telah menunjukkan strategi agresif dapat dilakukan. Hasil analisis menunjukkan keunggulan relatif RCTI dalam hal kualitas siaran, inovasi program, inovasi teknologi, dan citra. Kelemahan relatif RCTI terletak pada faktor pelayanan dan ketersediaan faktor iklan. Keberhasilan RCTI di masa yang akan datang sangat tergantung dari upaya penyempurnaan kinerja dan sikap profesionalisme manajemen yang tinggi dalam meningkatkan mutu siaran dan pelayanan pelanggan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Sri Sarastuti Ariani
Abstrak :
Setiap orang dalam mengkonsumsikan media massa mempunyai harapan yang ingin dicapai sesuai dengan kebutuhan dan minat pada saat menggunakan media tersebut. Begitu pula yang terjadi p ada permirsa siaran televisi. Hadirnya Rajawali Citra Te levisi I ndonesia sebagaL salah satu televisi swasta membawa. era baru bagi dunia pertelevisian di Indonesia. Penelitian ini membahas masalah kesenjangan kepuasan ( c/ isc J~ep a ncy gra t :iJic ations) pada pemirsa RCTI dan faktor- faktor yang berkaitan dengannya. Pembahasan kesenjangan kepuasan mencakup kepuasan yang dicari sought) dan kepuasan yang diperoleh (gratificatio ns o b t a ined ). Sedangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan kesenjangan kepuasan dalam penelitian ini dibatasi delapan faktor yaitu jenis kelamin, pendidikan, status sosial orangtua, lama memonton RCTI, tingkat pengenaan media massa lain, komunikasi interpersonal dengan orangtua, komunikasi interpersonal dengan peer group serta aktivitas sosial. Hasil penelitian i ni menunjukkan bahwa k~puasan yang dicar i sangat beragam. Begitu p ula d e ngan dipero leh se t e lah menyaks ikan siaran RCTI. kepuasan Terdapat yang dua pernyataan yang sama dimana oleh sebagian b e sar responden ยท tidak di harapkan untuk diperoleh atas kepuasan pernyataan tersebut , tetapi juga pada dua pe rnyataan tadi RCTI d ianggap tidak dapat membantu member ikan ke puasan terhadap pemi rsanya. Sedangkan hasil kesenj angan kepuasan yang d idapatkan dengan membandingkan langs ung antar a GS dan GO membukt ikan sebaigan besar responden merasa tidak terjadi kesenjangan kepuasan. Demikian j uga dengan yang berkaitan dengan kesenjangan kepuasan. Berdas kan ana~i sa diskrim inan terlihat bahwa fakto r -faktor yan~ dimaks ud dalam penelitian ini t idak terlalu membedakan antara kelompok ada kesenjangan kepuasan dan tidak ada kesenjangan kepuasan. Dari delapan faktor . yang diteliti, status sosial ekonomi merupakan faktor yang kontribusinya terkecil terhadap 25 pernyataan kepuasan yang diajukan. Sebaliknya pendidikan tampil sebagai salah satu kontribusi pada 11 pernyataan
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S4021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerbitan Yogya (LP3Y) dan Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), 1994
R 778.53 SEM m
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Indra Haribakti Sukandar
Abstrak :
RINGKASAN EKSEKUTIF
Industri televisi di Indonesia dimulai sejak TVRI mulai mengudara pada tahun 1960 yaitu sejak Presiden Soekarno mengambil keputusan bahwa Republik Indonesia harus memiliki stasiun televisi sendiri. Pendirian stasiun televisi milik pemerintah itu sendiri dimaksudkan untuk meliput peristiwa-peristiwa penting antara lain Conefo Games di tahun 1960 dan Asian Games tahun 1962 di Jakarta. Selanjutnya selama kurang lebih 28 tahun TVRI merupakan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia.

Industri televisi mengalami perkembangan pesat sejak dikeluarkaqnnya ijin pendirian stasun televisi oleh swasta pada tahun 1988, dengan dipelopori oleh PT. Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), yang selanjutnya diikuti oleh stasiun-stasiun lainnya seperti Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Surya Cipta Televisi Indonesia (SCTV), Andalas Televisi (ANTV) dan Indosiar. Perkembangan televisi swasta demikian pesatnya sehingga dalam waktu kurang dari 5 tahun, jangkauan siaran sudah dapat mencakup hampir seluruh wilayah Indonesia dan negara-negara tetangga. Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan TVRI yang memerlukan lebih dari 20 tahun untuk mencapai kondisi yang sama. Hal ini dimungkinkan karena kelonggaran-kelonggaran perizinan yang diberikan pemerintah, kecepatan antisipasi pihak swasta dan perkembangan teknologi pertelevisian itu snediri. Selain itu juga peluang bisnis dalam industri tlevisi untuk melengkapi media-media lainnya snagat terbuka lebar. Total anggaran iklan di Indonesia sejak diperbolehkannya televisi swasta mengudara mengalami kenaikan ytang sangat pesat, apalagi dengan kebijaksanaan pemerintah yang tetap melarang TVRI untuk menayangkan iklan.

Dengan perkembangan di atas yang demikian pesat dan dalam lingkungan eksternal perusahaan yang dapat dikatakan bergejolak, RCTI sebagai salah satu perusahaan jasa siaran televisi berusaha untuk memainkan peranannya dalam industri televisi. Posisinya sebagai pelopor televisi swasta dalam usianya yang relatif masih sangat muda kini mulai menghadapi persaingan ketat dari pesaing-pesaing barunya. Keadaan ini memaksa RCTI untuk menyusun strtegi agar dapat memenangkan persaingan. Posisi sebagai pelopor tidak akan dapat dipertahankan jika RCTI tidak menyusun strateginya secara formal. Namun di tengah lingkungan yang bergejolak inipun juga dapat merupakan peluang baik yang dapat dimanfaatkan oleh RCTI.

Dengan latar belakang pendidikan yang diperoleh di program Magister Manajemen Universitas Indonesia dan salah satu topik mata kuliah mengenai manajemen strategis, kami mencoba menyusun sebuah karya akhir yang mengacu pada topik tersebut dan sekaligus mencoba untuk menganalisis kebijaksanaan strategis di RCTI.

Karya akhir ini dimaksudkan untuk membantu para pengambil keputusan RCTI dalam menyusun strategi perusahaan di masa mendatang. Penyusunan strategu perusahaan ini mengikuti langkah-langkah proses manajemen strategis yang didasari pada misi organisasi.

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan infomrasi melalui metode pengisian kuesioner dan interview pada para direksi RCTI dan beberapa manajer tingkat menengah, guna memperoleh gambaran operasi dari setiap fungsi organisasi dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki masing-masing fungsi organisasi.

Studi literatur dan pengumpulan data baik dari media cetak, bahan seminar, Peraturan Pemerintah maupun sumber data sekunder lainnya dilakukan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang terdapat didalam industri penyiaran televisi ini.

Setelah komponen-komponen lingkungan internal maupun lingkungan eksternal diidentifikasi, dilakukan pembobotan terhadap komponen-komponen tersebut berdasrkan kepentingannya masing-masing dalam mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan metode proses hirarki analitik (PHA). Metode ini akan menggambarkan posisi RCTI di dalam diagram SWOT, yang selanjutnya digunakan sebagai bahan analisis penentuan strategi utama dan strategi fungsi yang harus dilakukan RCTI di kemudian hari.
1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titin Yuwani
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk memasarkan produk baru, diperlukan strategi periklanan yang cukup untuk dapat menggerakkan konsumen agar bertindak sesuai dengan apa yang menjadi tujuan pemasaran produk tersebut. Dalam suatu kampanye iklan produk baru, hal yang harus mendapat perhatian adalah bagaimana agar khalayak dapat menerima pesan iklan yang dilancarkan, sehingga produk itu dapat dikenal dan diketahui oleh khalayak. Produk permen Kayane merupakan salah satu produk baru yang melakukan kampanye iklan melalui media televisi. Setiap kampanye iklan diharapkan mendapatkan respon positif dari khalayaknya. Iklan Kayane di RCTI ditayangkan melalui program acara musik Panggung Libels. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai khalayak sasaran produk permen Kayane yaitu remaja. Iklan televisi merupakan jenis iklan audio visual sedang berkembang pesat di Indonesia. Hal ini disebabkan karena munculnya stasiun televisi swasta yang memperbolehkan adanya siaran komersial. Iklan televisi dikatakan media efektif untuk dalam yang menyalurkan pesan karena kemampuannya mengkombinasikan citra visual, gerakan maupun sekaligus, sehingga kesempatan untuk mengembangkan pesan kreatif dan imajinatif lebih memungkinkan. Selain suara yang itu salah satu keuntungan iklan televisi adalah kemampuannya menjangkau khalayak yang besar. Untuk memperkenalkan adanya produk baru, pengiklan berusaha menyampaikan pesan agar produknya dikenal oleh khalayaknya, dan melalui pesan tersebut khalayak dapat mengetahui keistimewaan produk yang diiklankan tersebut. Iklan Kayane berusaha memperkenalkan produk permen baru yang mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh produk lain. Agar iklannya mendapatkan perhatian dari khalayaknya, Kayane memakai presenter dari kalangan celebrities. Dengan pemakaian jingle untuk menyampaikan ide penjualan, diharapkan khalayak dapat menerima pesan yang dilancarkan. Pengetahuan khalayak terhadap suatu pesan iklan merupakan suatu proses komunikasi. Dimana harus ada kesamaan pemikiran antara komunikator dan komunikan, agar pesan itu diterima komunikan sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh komunikan. Dalam suatu kampanye iklan, perlu diketahui respon khalayak pada tahap kognitif, yang mencakup awareness (kesadaran) dan knowledge (pengetahuan). Dengan mengetahui tiap tahap respon khalayak dilakukan perbaikan-perbaikan apabila kampanye yang dilakukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat membuat strategi baru untuk tahap selanjutnya. Dari hasil penelitian ini, diperoleh adanya akan dapat pengetahuan sadar tahu (awareness knowledge) yang tinggi terhadap iklan Kayane. Disini khalayak telah mengetahui adanya iklan Kayane dan mengetahui jenis produk yang diiklankan. Pengetahuan khalayak pada tahap how to knowledge (pengetahuan teknis) terhadap iklan Kayane masih dalam taraf sedang. Pengetahuan khalayak pada tahap principle knowledge (pengetahuan prinsip) masih rendah. Pengetahuan prinsip adalah tahap paling tinggi dalam tingkat pengetahuan, karena disini bisa dilihat apakah khalayak telah mengetahui bagaimana fungsi produk yang diiklankan. Secara umum pengetahuan khalayak terhadap iklan Kayane di RCTI belum mencapai hasil maksimal, karena banyak yang tidak mampu mengungkap inti pesan yang ingin disampaikan komunikator.
1992
S3955
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Ariane
Abstrak :
Segmen anak menempati posisi nomor dua setelah ibu-ibu. Tetapi sayangnya kualitas tayangan anak sangatlah tidak memadai. Sebagian besar tayangan anak bahkan sebenarnya tidak cocok ditonton oleh anak-anak. Ini merupakan masalah besar dalam industri televisi. Sebenarnya pihak pengelola televisi memiliki peranan besar dalam hal ini, khususnya kebijakan penayangan. Hal ini terkait bagaimana pengelola televisi melihat segmen anak. Kini, sebagian besar pengelola televisi melihat anak sebagai peluang mendapatkan keuntungan. Padahal, anak merupakan segmen yang khusus karena mereka memiliki kebutuhan yang khusus. Penelitian ini menggambarkan bahwa pengelola televisi masih kurang kepeduliannya terhadap hak anak untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas. Anak harus mendapatkan tayangan yang berkualitas yang ditayangkan pada waktu yang tepat tanpa diselingi iklan-iklan yang membuat mereka konsumtif. Unsur-unsur tersebut seharusnya tercantum pada kebijakan tayang di setiap stasiun televisi. Dalam kebijakannya, pengelola televisi tidak memikirkan bahwa kualitas tayangan adalah diatas segalanya dalam hal pemilihan suatu program. Mereka lebih menggunakan rating sebagai penentu kualitas suatu tayangan. Padahal seharusnya untuk tayangan anak, rating tidak dapat digunakan sebagai satu-satunya alat ukur kualitas suatu program. Hal ini karena anak merupakan pemirsa yang khusus. Kondisi tayangan anak seperti sejalan dengan apa yang diungkapkan Oliver Boyd-Barret yang menyatakan bahwa media komersial harus memenuhi kebutuhan pengiklannya serta sebagai audience-maximizing product (seperti seks dan kekerasan). Fairclough juga mengatakan bahwa media komersial merupakan profit making organization, dimana mereka menjual pemirsanya kepada pengiklan. Pengelola televisi cenderung menayangkan tayangan yang menguntungkan. Mereka memilih tayangan dengan rating tinggi walaupun secara kualitas isi buruk. Rating bagaikan dewa dalam dunia pertelevisian. Kebijakan televisi swasta tidak mencerminkan kepedulian mereka terhadap anak. Dalam prakteknya pun banyak tayangan yang secara isi tidak sesuai untuk anak serta ditayangkan pada waktu yang tidak tepat untuk anak menonton. Banyaknya iklan yang menyisipi setiap tayangan juga merupakan hal yang memprihatinkan.
The segment of children is placed in the second after the women. But, unfortunately, the quality of the television programs for children is bad. Most of the television programs for children actually are not suitable for them. This is a big problem in television industry. Broadcasters' policy have big role. It is depend on, how they take the segment of children. Now, all broadcasters think that children are money. Actually, broadcaster should think that children are different from other segments. They have special need. This research tells us that broadcasters do not care about children right. Children have right to get good quality of program in the right time and without any commercials that make them consumptive. That is a must. Broadcasters should provide children good quality of program. In their policy, broadcasters do not think that the quality of the program is the most important than anything. They always use ratings as a tool to decide the quality of the program. It should not like that, because children are different. The children's television program condition likes what Oliver Boyd-Barret in Media, Power and Knowledge said that commercial media organizations must cater to the needs of advertisers and produce audience-maximizing product (hence the heavy doses of sex and violence content). Fairclough said that the commercial broadcasting are pre-eminently profit making' organization, they make their profits by selling audiences to advertisers. Broadcasters make only profitable program. They choose only high ratings program, although the quality is bad. Rating is a god in television industry. Broadcasters' policies tell us that they do not care that the quality is bad or the program is in a wrong time. Broadcaster should think that the programs have to be displayed in the right time and the commercials too.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Bassar
Abstrak :
Media televisi di Indonesia bukan lagi sebagai barang yang mewah, tidak seperti ketika penama kali televisi ada di Indonesia. Saat ini, televisi sudah menjadi suatu kebutuhan bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Pertama kali televisi hadir di Indonesia, yaitu pada tahun 1962, bertepatan dengan peristiwa olahraga Asia keempat di Jakarta. Peresmian The 4th Asian Games tersebut bersamaan dengan peresmian penyiaran Televisi Republik Indonesia (TVRI) oleh Presiden Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1962. Kemudian setelah kurang lebih 27 tahun TVRI siaran `sendiri' di Indonesia, di akhir tahun l 990 -an pemerintah memberikan deregulasi dalam bidang pertelevisian, dimana pemerintah mengijinkan televisi swasta untuk siaran. Hal ini membuat dunia televisi berkembang pesat, yaitu dengan munculnya RCTI sebagai televisi swasta pertama di Indonesia, diikuti Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), Andalas Televisi (ANTV), dan Indosiar Visual Mandiri (IVM). Dengan berdirinya 5 (lima) stasiun swasta tersebut, semakin maraklah media televisi di Indonesia. Faktor daya saing, antara lain sumber daya manusia, fasilitas, teknologi, keuangan, dan strategi, harus menjadi perhatian pengelola televisi. Untuk itu, diperlukan adanya strategi yang tepat, khususnya strategi komunikasi pemasaran yang mempunyai peran dalam menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan/atau mengingatkan khalayak (pemirsa dan klien) akan perusahaan dan produk (program) perusahaan, agar dapat menerima dan loyal terhadap program yang ditawarkan perusahaan. Analisis hasil penelitian ini memberikan kesimpulan bahwa strategi komunikasi pemasaran RCTI cukup baik. Hal ini dapat dilihat. antara lain dengan adanya strategi pemasaran yang dirumuskan oleh tim Marketing, kemudian dikoordinasikan dan dikomunikasikan dengan bagian-bagian terkait; program acara yang mendapat rating tinggi berkat adanya Programming Team yang menganalisa program RCTI secara terus-menerus; pelayanan prima kepada klien; dan membuka diri terhadap tanggapan dan saran pemirsa yang diterima oleh Public Relations Department, yang semuanya itu ditujukan guna mencapai tujuan perusahaan secara menyeluruh.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T1149
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winarto
Abstrak :
Tesis ini mengkaji pemberitaan RCTI pada menjelang kejatuhan Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998. Krisis ekonomi sejak awal tahun 1997 memicu gelombang aksi mahasiswa yang kemudian diikuti oleh berbagai unsur dari kalangan kelas menengah serta massa akar rumput di perkotaan. Aksi-aksi protes yang dimotori mahasiswa sendiri menjadi semakin besar, sebagian karena pemberitaan media baik di dalam maupun di luar negeri yang memblow-up aksi-aksi tersebut, sehingga mampu menekan institusi-institusi politik formal seperti DPR/MPR untuk menuntut Soeharto mundur dari jabatan Presiden. Selain itu, pemberitaan media tentang krisis ekonomi dan kerusuhan massal dengan berbagai dampaknya terhadap kehidupan masyarakat mampu membangun image tentang situasi chaos dan ketidak-berdayaan negara mengendalikan situasi yang ada, dengan demikian mendelegitimasi penguasa negara. RCTI sebagai media yang sebagian besar sahamnya dimiliki Bambang Trihatmojo yang tidak lain dari anak Presiden Soeharto ternyata juga menunjukkan resistensinya terhadap kekuasaan negara. Fakta tersebut membuktikan bahwa media sebenarnya tidak pernah bersifat monolit menampilkan ideologi tunggal. Sebaliknya, media sebenarnya senantiasa menampakkan pluralitas ideologi dan kepentingan. Bahkan di negara-negara totalitarian, wajah media tidak semata-mata mewakili kepentingan negara, melainkan juga kepentingan berbagai pihak yang tidak selalu sejalan dengan kepentingan negara. Selama pemerintahan Orde Baru di bawah Jenderal Soeharto, media diposisikan sebagai aparat ideologi negara, sebagai bagian dari instrumen politik hegemoni negara. Namun negara sebenarnya tidak pernah mampu sepenuhnya mengontrol media. Sekecil apapun selalu ada ruang yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan resistensi. Realitas masyarakat dan negara Orde Baru sebenarnya sangat kompleks. Struktur ekonomi-politik Orde Baru tidak bersifat kaku, monolit dan tidak tergoyahkan. Sebaliknya struktur ekonomi-politik Orde Baru mengandung kontradiksi-kontradiksi, baik yang bersifat internal maupun yang berasal dari faktor-faktor eksternal seperti kondisi ekonomi-politik global. Berbagai kontradiksi itulah yang memungkinkan lahirnya peluang bagi resistensi terhadap negara. Studi yang dilakukan dalam tesis ini menunjukkan bahwa media sebenarnya lebih sebagai "the battle ground for competing ideologies" daripada sebagai apparatus ideologi yang senantiasa tunduk dan takluk kepada negara.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11468
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Triana Dewi
Abstrak :
Kompetisi dalam industri media massa di Indonesia, khususnya televisi semakin ketat. Hal ini disebabkan karena munculnya semakin banyak stasiun televisi baru. Khalayak yang merupakan sumber pemasukan yang sangat berarti bagi media massa, tentu semakin diperebutkan. Dan semua stasiun televisi yang ada saat ini, berdasarkan data dari Media Scene, ada tiga stasiun yang lebih menonjol dibanding yang lainnya yaitu RCTI, SCTV, dan Indosiar. Ketiganya juga memiliki segmen pemirsa dan jenis program acara yang hampir sama. Kemampuan ketiganya dalam memenuhi kebutuhan pemirsa akan menentukan stasiun mana yang lebih unggul.

Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat pola penggunaan media oleh pemirsa, jenis kepuasan yang dicari pemirsa, serta kepuasan yang mereka peroleh, juga tingkat persaingan diantara ketiga stasiun televisi tersebut dalam memenuhi kebutuhan pemirsanya. Kepuasan yang diperoleh pemirsa diibaratkan sebagai "niche" atau celung yang menjadi keunggulan satu stasiun televisi dibanding yang lainnya.

Ada dua landasan teori yang digunakan yaitu Uses And Gratification dan Niche Theory. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sahid angkatan 1998, 1999, dan 2000 yang berjumlah 78 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah single cross sectional survey. Untuk melihat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa, digunakan metode analisa varians satu jalan (Oneway Anova).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga stasiun televisi lebih banyak ditonton oleh pemirsa dari kategori light viewer. RCTI lebih mendapat perhatian untuk acara musik, drama, film sari lepas, program kebudayaan dan berita dalam negeri. Indosiar lebih menarik penonton pada program komedi, kuis, dan olah raga. Sedang SCTV hanya mendapat perhatian pada program berita luar negeri. Dua kebutuhan yang sangat dicari oleh khalayak dalam menggunakan media adalah terhibur dan relaks-santai.

Hasil analisa oneway anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kepuasan yang diperoleh dari masing-masing kelas penonton. Juga tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa pada ketiga stasiun televisi. Pemirsa menganggap ketiganya memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa tingkat persaingan diantara RCTI, SCTV, dan Indosiar sangat tinggi karena ketiganya memperebutkan satu celung yang sama. Tidak ada celung khusus yang membuat satu stasiun lebih unggul dari yang lainnya.
Competition in mass media industry in Indonesia, specially, for television is more tightly. It is caused by the more emerging new television stations. Significantly, of courses the audiences (television watchers) as inputs more he cared with. Currently, for all existing television stations based on data from Media Scene, there are three remarkable stations than others, those are RCTI, SCTV, and Indosiar. Three those are having almost similar market segment and programs. The capability of them to satisfy their audiences will determine which station brand is leader.

The objective of this study is to see the pattern of mass media usage by audiences, the gratification sought by the audiences, and the gratification they obtained, as well as competition degree among those three stations in satisfying its audiences needs. The satisfaction they need is resembled as `niche' to be one leading television station than others. There are two theories being used : Uses and Gratification and Niche Theory.

Sample of this research is students in major Communication Science of Sahid University from generation 1998, 1999 and 2000. The total sample is 78 students. The used research method is single cross sectional survey. To see the differences on satisfaction level of audiences had been applied one way analysis of variance (One Way Anova).

This research result had indicated that more numerously, all three stations had been watched by the audiences from light viewer category. RCTI more having attention from programs of music, drama, non serial film, culture and domestic news. Indosiar that of comedy program, quiz, and sport. Whereas, SCTV that of foreign news. Two necessities being wanted by audiences in using mass media is feeling enjoy and relax.

Significantly, analysis result of one way Anova had indicated there is no difference on satisfaction being obtained by each audience category. Neither found the difference of satisfaction level obtained by audiences of all three television stations. The audiences had supposed that those three television stations having same capability in satisfying their needs. Hence, we may say that competition degree among RCTI, SCTV and 1ndosiar is very high because they should win one similar niche. There is no special niche making one station is leader than others.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Pradoto
Abstrak :
Kompetisi dalam industri media masa di Indonesia khususnya televisi semakin ketat. Hal ini disebabkan karena munculnya semakin banyak stasiun televisi baru. Khalayak yang merupakan sumber pemasukan yang sangat berarti bagi media massa, tentu semakin diperebutkan. Kejelian sebuah stasiun televisi memilih program yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan penontonnya merupakan suatu upaya yang harus dilakukan. Tetapi jika program acara tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik, bisa jadi program tersebut luput dari perhatian penonton televisi. Untuk itulah strategi komunikasi promosi sebuah program acara televisi perlu disusun. Pokok bahasan dalam tesis ini adalah bagaimana memadukan berbagai elemen bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix), lebih luas dari bauran promosi (promotion mix) tetapi terkait dengan bauran pemasaran (marketing mix), agar isi pesan dirancang secara konsisten dan saling terpaut serta ada keterkaitan antara beberapa media komunikasi promosi yang digunakan. Tujuannya untuk mengetahui strategi promosi acara the Academy Awards 2001 di RCTI, serta untuk mengetahui apakah ada hubungannya antara strategi promosi acara televisi Academy Awards 2001 di RCTI dengan keputusan individu menonton acara tersebut. Penulis melakukan analisa dengan model promotion mix yang merupakan bagian dari marketing mix yang dikembangkan Jerome McCarhty dalam buku Marketing Communications, PR. Smith (1996) dan model komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communications strategy model) dari George E. Belch & Michael A. Belch. Sampel penelitian ini adalah khalayak penonton televisi yang tinggal di kompleks wartawan SPS Puri Indah Jakarta barat. Metode penelitian ini adalah Diskriptif evaluatif untuk menjelaskan kecenderungan dan prosentase khalayak penonton televisi terhadap strategi promosi program acara the Academy Awards 2001 pengaruhnya terhadap keputusan individu menonton program acara the Academy Awards 2001 di RCTI. Serta untuk mengetaahui efektifitas emplementasi strategi komunikasi promosinya. Hasil analisa penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan program promosi model dari Belch diterapkan meskipun belum secara menyeluruh. Sistematika perencanaan kampanye promosi program acara the Academy Awards 2001 bertolak dari analisa program promosi, Tujuan strategi promosi, Budget dan kampanye promosi program acara the Academy Awards 2001 dengan menggunakan bauran promosi, yaitu : iklan, publicity, exhibition, corporate identity, packaging acara, merchandising. Elemen bauran promosi tersebut dilaksanakan secara terpadu dan konsisten. Kecenderungan dan prosentase responder memanfaatkan strategi promosi program acara the Academy Awards 2001 sangat besar dalam menentukan keputusan untuk menonton acara tersebut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>