Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reni Hirda
Abstrak :
Latar Belakang: Teknik blok saraf femoralis dengan menggunakan stimulator saraf merupakan teknik yang sering digunakan di Indonesia. Teknik ini memerlukan pemahaman tentang landmark anatomi yang baik. Terdapat perbedaan anatomi antara ras Melayu dengan ras Kaukasoid dan ras Mongoloid sehingga menyebabkan perbedaan jarak saraf femoralis ke arteri femoralis yang menjadi landmark untuk blok saraf femoralis. Penelitian ini secara umum ingin mengetahui pengaruh eksorotasi tungkai bawah terhadap jarak saraf femoralis dan arteri femoralis pada lipatan inguinalis dengan menggunakan panduan ultrasonografi pada ras Melayu di Indonesia. Metode: Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan potong lintang pada pasien yang akan menjalani operasi bedah terencana di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent sebanyak 30 subjek didapatkan dengan consecutive sampling pada bulan Februari 2016. Ultrasonografi dua dimensi digunakan untuk mendapatkan gambaran saraf femoralis pada empat posisi dari kedua tungkai bawah yaitu: eksorotasi tungkai bawah 0o, 15o, 30o dan 45o . Data yang diperoleh adalah jarak saraf ke arteri dan jarak saraf ke kulit. Dengan menggunakan SPSS 20 dilakukan uji Anova untuk melihat perbedaan jarak saraf femolis ke arteri femoralis pada keadaan berbagai sudut eksorotasi tungkai bawah 0o, 15o, 30o dan 45o dan uji t melihat perbedaan jarak saraf femolis ke arteri femoralis antara kaki kanan dan kaki kiri. Analisis post hoc dengan uji Bonferroni juga dilakukan untuk melihat perbedaan jarak saraf femoralis ke arteri femoralis yang signifikan antar derajat eksorotasi tungkai bawah pada kaki kanan dan kaki kiri. Hasil: Terdapat perbedaan bermakna jarak saraf femoralis dan arteri femoralis pada ras Melayu di Indonesia antara berbagai derajat eksorotasi 0o, 15o, 30o dan 45o pada kaki kanan maupun kaki kiri dengan nilai p < 0,001. Tidak ada perbedaan jarak saraf femoralis ke arteri femoralis pada kaki kanan maupun kaki kiri antara semua derajat eksorotasi. Tidak ada perbedaan bermakna jarak saraf femoralis ke kulit antara eksorotasi tungkai bawah 0o, 15o, 30o dan 45o. Simpulan: Terdapat pengaruh eksorotasi tungkai bawah terhadap jarak saraf femoralis dan arteri femoralis di lipatan inguinalis pada ras Melayu di Indonesia yaitu semakin besar sudut eksorotasi tungkai bawah semakin jauh jarak saraf femoralis ke arteri femoralis.
Background: Femoral nerve block with nerve stimulation guidance technique is a technique that has been widely practiced in Indonesia. A good anatomical landmark is a requirement to have a succesfull femoral nerve block. There are anatomical differences between the Malay race with Caucasian and Mongoloid race, causing a different position of the femoral nerve from the femoral artery which is the landmarks for femoral nerve block. The objective of this study is to know the effect of the lower extremity exorotation to the distance between the femoral nerve and the femoral artery on the inguinal crease using ultrasound guidance in Indonesia Malay race. Methods: This study was an observational with cross sectional design in patients undergoing elective surgery at Surgical Center Installation Cipto Mangunkusumo. This study has been approved by FKUI-RSCM Research Ethical Committee Jakarta. A total of 30 obtained by consecutive sampling in February 2016. Two-dimensional ultrasonographic images of the femoral nerve were obtained using an ultrasound unit in the inguinal crease, for four positions of the bilateral lower extremities: 0°, 15°, 30°and 45° exorotation of each extremity. The following assessments were made in each position: nerve to artery distance and nerve to skin distance . By using SPSS 20 do Anova test to see the difference between the nerve femoralis into the femoral artery in the exorotation state of various angles below 0 °, 15 °, 30 ° and 45o .T test see the difference within nerve femoralis into the femoral artery of the right side and left side. Results: There are significant differences within the femoral nerve and femoral artery between various degrees exorotation 0o, 15o, 30o and 45o on the right and the left with p <0.001. There is no difference within the femoral nerve into the femoral artery on the right and left in all degrees of exorotation. There is no significant difference in the distance between the femoral nerve to the skin of the lower extremity exorotation 0o, 15o, 30o and 45o. Conclusion: There is effect of the lower extremity exorotation to the distance between the femoral nerve and the femoral artery on the inguinal crease in Indonesia Malay Race. The greater degrees of lower extremity exorotation make the futher distance the femoral nerve into the femoral artery.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hadli Rokyama
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan kateter vena sentral yang semakin banyak seiring meningkatnya mutu pelayanan kesehatan di kamar operasi dan ruang rawat intensif membuat risiko komplikasi juga semakin meningkat. Ultrasonografi direkomendasikan untuk menurunkan insiden komplikasi kanulasi vena jugularis interna. Namun, keterbatasan akses dan ketersedian ultrasonografi membuat metode penanda anatomi masih diminati walaupun insiden komplikasi mencapai 19 Merrer, 2011 , sehingga posisi yang tepat diharapkan dapat mengurangi insiden komplikasi. Rotasi kepala pada sudut tertentu mempengaruhi posisi vena jugularis interna dan arteri karotis. Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui pengaruh rotasi kepala kontra lateral terhadap jarak dan overlapping vena jugularis interna terhadap arteri karotis setinggi kartilago krikoid dengan bantuan ultrasonografi pada ras Melayu di Indonesia.Metode: Penelitian ini bersifat analitik observasional denga rancangan potong lintang pada pasien yang menjalani operasi bedah terencana di Instalasi Bedah Pusat RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. Setelah mendapatkan izin komite etik dan informed consent sebanyak 34 subyek diambil dengan metode consecutive sampling pada bulan Oktober 2016. Jarak dan rasio overlapping vena jugularis interna terhadap arteri karotis setinggi kartilago krikoid diukur dengan menggunakan ultrasonografi dua dimensi pada sudut rotasi kontra lateral 0o, 30o, 45o, 60o. Data diolah menggunakan program SPSS 21. Uji Anova digunakan untuk melihat hubungan jarak vena dan rasio overlapping jugularis interna terhadap arteri karotis dilanjutkan dengan uji post hoc Tukey.Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis setinggi kartilago krikoid pada ras Melayu di Indonesia pada sudut rotasi kepala kontra lateral 0o, 30o, 45o, 60o p < 0,001 . Terdapat hubungan antara berat badan dan tinggi badan terhadap rasio overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis. Tidak Terdapat hubungan antara jenis kelamin, usia dan Indeks Massa Tubuh IMT terhadap rasio overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis.Simpulan: Terdapat pengaruh rotasi kepala kontra lateral terhadap jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis setinggi kartilago krikoid dengan bantuan ultrasonografi pada ras Melayu di Indonesia.Kata kunci: rotasi kepala kontra lateral, jarak dan overlapping vena jugularis interna dan arteri karotis, ras Melayu ABSTRACT Background The use of central venous catheters are widely increasing as well as improvement of health care quality in the operating theather and the intensive care unit. Complication incidences also increasing too. Ultrasound is recommended to decrease complication of internal jugular vein cannulation. However, limited access and availability to ultrasound makes anatomical landmark methods still in demand even though the incidence of complications was 19 Merrer, 2011 , exact position is expected to reduce the incidence of complications. Certain head rotation the position of the internal jugular vein and carotid artery. This study aims the effect of contra lateral head rotation to distance and overlapping of internal jugular vein and carotid artery at cricoid cartilage level by ultrasound guidance on the Malay race in Indonesia. Methods This study was analytical observational with cross sectional design in patients undergone elective surgery at Central Surgery Unit RSUPN Ciptomangunkusumo Jakarta. After getting approval from ethics committee and informed consent, 34 subjects were taken with consecutive sampling method in October 2016. Distance and overlapping ratio the internal jugular vein to carotid artery at cricoid level was measured using two dimensional ultrasound in contra lateral head rotation angle of 0o, 30o, 45o, 60o. The data were processed using SPSS 21. Anova test used to view the relationships within the vein and internal jugular overlapping ratio of the carotid artery followed by post hoc Tukey test. Results There were significant differences on distance and overlapping of the internal jugular vein and carotid artery at cricoid level on the Malay race in Indonesia at contra lateral head rotation angle 0o, 30o, 45o, 60o p
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55670
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ananto Wiji Wicaksono
Abstrak :
Latar Belakang: Intubasi nasotrakeal adalah manajemen jalan napas yang banyak digunakan, terutama pada operasi di daerah oral. Beragam perangkat ditemukan untuk melakukan teknik intubasi, seperti video laringoskop. Penggunaan Video Laringoskop C-MAC® (CMAC) memungkinkan visualisasi glottis yang lebih baik bila dibandingkan dengan laringoskop Machintosh. Pada kasus jalan napas sulit, CMAC meningkatkan angka kesuksesan intubasi orotrakeal. Namun perangkat ini tidak umum digunakan pada intubasi nasotrakeal. Metode: Uji klinis acak tersamar tunggal terhadap 86 subjek penelitian untuk membandingkan keberhasilan intubasi dan durasi waktu intubasi nasotrakeal pada pasien dewasa ras Melayu antara penggunaan laringoskop video C-MAC® dengan penggunaan laringoskop konvensional Macintosh. Kriteria penolakan adalah sulit jalan napas, kehamilan, penyakit jantung iskemik akut, gagal jantung, blok derajat 2 atau 3, hipertensi tak terkontrol, Sindrom Guillen Barre, Myasthenia Gravis, dan kontraindikasi intubasi nasotrakeal. Hasil: Penggunaan CMAC meningkatkan angka keberhasilan upaya pertama kali intubasi (RR 1,265, CI 95% (1.084-1.475)) dan membutuhkan durasi waktu intubasi yang lebih singkat (nilai p<0,001) dibandingkan penggunaan laringoskop konvensional Macintosh pada populasi dewasa ras Melayu. Simpulan: Pada pasien dewasa ras Melayu, intubasi nasotrakeal lebih mudah dengan menggunakan video laringoskop CMAC dibandingkan dengan menggunakan laringoskop konvensional Macintosh. Kemudahan intubasi didefiniskan sebagai keberhasilan upaya pertama kali yang lebih sering dan waktu prosedur intubasi yang lebih singkat. ......Background: Nasotracheal intubation is a widely used airway management, especially in oral surgery. Various devices were found to perform intubation techniques, such as video laryngoscopes. The use of the C-MAC® Video Laryngoscope (CMAC) enables better glottis visualization compared to the Machintosh laryngoscope. In the case of a difficult airway, CMAC increases the success rate of orotracheal intubation. However, this device is not commonly used in nasotracheal intubation. Methods: A single blinded randomized clinical trial study of 86 subjects has been done to compare the success of intubation and duration of nasotracheal intubation in adult Malay patients between the use of C-MAC® video laryngoscopes and the use of a conventional Macintosh laryngoscope. Exclution criteria are difficult airway, pregnancy, acute ischemic heart disease, heart failure, second or third degree block, uncontrolled hypertension, Guillen Barre syndrome, Myasthenia Gravis, and contraindications to nasotracheal intubation. Results: The use of CMAC increased the success rate of the first attempt at intubation (RR 1,265, 95% CI (1,084-1,475)) and required a shorter duration of intubation (p value <0.001) than the use of conventional Macintosh laryngoscopes in the adult Malay race population. Conclusion: In adult Malay patients, nasotracheal intubation is easier using the CMAC video laryngoscope compared to using a conventional Macintosh laryngoscope. The ease of intubation is defined as the high rate of successful first attempt and the shorter time of the intubation procedure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T59142
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library