Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silmy Kaaffah
Abstrak :
Literasi kesehatan merupakan kemampuan seseorang dalam mengakses, memahami, menilai dan menerapkan informasi kesehatan untuk membuat keputusan kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi kesehatan memiliki hubungan terhadap bagaimana seseorang menerima informasi kesehatan sehingga berkaitan dengan status kesehatan seseorang. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran literasi kesehatan mahasiswa program sarjana reguler tingkat pertama Universitas Indonesia. Metode dalam penelitian ini adalah cross sectional. Sampel yang terkumpul adalah 373 mahasiswa Universitas Indonesia tingkat pertama pada 14 fakultas. Literasi kesehatan diukur menggunakan European Health Literacy Survey Question 16 HLS-EU Q16 secara online. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai literasi kesehatan mahasiswa UI tingkat pertama adalah 2.91 dari skala 0-4 yang jika di presentasekan mencapai 72.8 . Domain pencegahan penyakit memiliki nilai literasi terendah, sedangkan domain yang memiliki nilai literasi tinggi adalah domain pelayanan kesehatan. Fakultas dengan nilai literasi tertinggi adalah Fakultas Kesehatan Masyarakat sementara fakultas dengan nilai literasi terendah adalah Fakultas Ilmu Budaya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka diperlukan pembuatan program intervensi peningkatan literasi kesehatan pada mahasiswa UI terutama pada domain pencegahan penyakit dan lebih dimasifkkan di fakultas non rumpun ilmu kesehatan. ...... Health literacy is defined as an individual rsquo s ability to access, understand, assess, and apply health information to make healthy decisions in daily life. Health literacy has a correlation with how an individual receives health information, therefore it also correlates with the individuals health status. Thus, this research has a purpose of assessing the description of health literation in first year college students ofregular bachelor program in Universitas Indonesia. The method used in this research was cross sectional. The acquired samples were 373 first year students of Universitas Indonesia from 14 faculties. Health literation was measured using European Health Literacy Survey Questionnaire 16 HLS EU Q16 through an online survey. Results showed that the average value of health literacy in Universitas Indonesia first year students is 2.91 from a scale of 0 4, or 72,8. Disease prevention domain has the lowest health literacy value, while the health care domain has the highest health literacy value. The faculty with the highest health literacy value is the Faculty of Health Sciences, while the lowest value was obtained from the Faculty of Humanities. Based on those results, an intervention program to increase health literacy in students of Universitas Indonesia, especially in the disease prevention domain,is much needed especially in non health sciences faculties.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Relly Sofiar
Abstrak :
Latar belakang : Steal Syndrome, adalah salah satu komplikasi pembuatan akses vena untuk hemodialisis, Insidensi steal syndrome yang berat diperkirakan 0,5-5%.11Belum ada pemeriksaan secara baku emas, terdapat berbagai prediktor noninvasif yang dapat menilai derajat steal salah satunya dengan nilai Digital Brachial Indices (DBI). Pada penelitian ini, subjek dengan AVF brachiocephalic dinilai Hand Ischemic Questioner (HIQ) untuk melihat manifestasi yang dikeluhkan berupa rasa dingin nyeri. Berkurangnya sensasi dan kekuatan, serta keram yang dinilai derajat keparahan dan frekuensinya dikorelasikan dengan nilai DBI yang dianggap bermakna sebagai steal syndrome adalah nilai DBI <0,6. Korelasi dari kedua parameter tersebut diharapkan dapat menunjukkan hal yang bermakna dalam praktek dan dalam penanganan pasien-pasien steal syndrome. Subyek dan Metode: Subyek penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani hemodialisis dengan akses AVF lengan atas di RSUPN Cipto Mangunkusumo dalam periode bulan Mei-Juni 2019. Pasien akan ditanyakan mengenai berbagai gejala mengenai steal syndrome sesuai dengan HIQ, dan dihitung skor nya, dilanjutkan dengan pengukuran Systolic Digital Pressure menggunakan alat phletysmograph, disisi lengan dengan AVF/AVG dan Systolic Brachial Pressure untuk menentukan DBI pada pasien tersebut. Hasil: Dari data demografik, profil pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis berdasarkan jenis kelamin laki-laki 37(46,2%) pasien dan perempuan 43(53,8%) dengan rata-rata usia pasien 53 tahun. Skor HIQ nilai minimum adalah 0 dan nilai maksimum adalah 70 dengan nilai median 3. Uji korelasi antara nilai total skor kuesioner HIQ dan nilai DBI didapatkan adanya korelasi dengan nilai p<0.001. uji diagnostik antara Skor HIQ menggunakan nilai cut-off ≥50 dengan nilai DBI <0.6. Dari hasil uji diagnostik antara skor HIQ dan DBI didapatkan nilai sensitivitas 15.3% dan nilai spesifisitas 100%, dengan akurasi diagnostik 58.75%. Kesimpulan: terdapat korelasi yang baik antara skor HIQ dengan DBI pada subyek penelitian ini, menunjukkan HIQ dan DBI ini dapat digunakan sebagai alat diagnostik yang cukup akurat sebagai salah satu metode awal untuk mendeteksi gejala-gejala awal dari Steal Syndrome sebelum dilakukan pemeriksaan tambahan lainnya untuk mengurangi pemeriksaan lanjutan yang tidak perlu. ......Background: Steal Syndrome is a complication after a native Arteriovenous Fistule(AVF), there were symtomps of cold sensations, pain, cramps, loss of strength and diminishes of sensibility. A severe steal syndrome incidences was 0.5 - 5%. And there are no gold standard non inavasive examination to predict a steal syndrome, there is Digital Brachial Indices (DBI). In this study all patients on Hemodialysis with brahiocepalic (BC) AVF were questioned and valued for Hand Ischemic Questionaire (HIQ) related symptomps. All those symptomps were valued for its severity and frequencies to correlate with DBI values, DBI <0.6 as a cut-off to consider a steal syndrome. Correlation between those parameter were expected to be significant in evaluate patients suspected steal syndrome in our daily practice. Methods: subjects in this study were all patients on hemodialysis with BC AVF at Cipto Mangunkusumo Hospital within May-June 2019 periods. They were questioned and valued for HIQ (no symptoms of ischemia, 0 points; maximal ischemia, 500 points), and then systolic digital pressure were measured with a phletysmograph, ipsilateral of AVF, continued to measure systolic brachial pressure, and we found DBI values. Results: a demographic profile data, male patients 37(46.2%), female patients 43(53.8%) with mean age 53y.o. Minimum HIQ score was 0 and maximum 70, mean score 3. Correlation between HIQ and DBI was good with p<0.001. Diagnostic test between HIQ and DBI were sensitivity 15.3% and specivity 100% with diagnostic accuracy 58.7%. Conclusions: there were a good correlation between HIQ score and DBI on hemodialysis patients with BC AVF to early detection of steal syndrome symptomps, as diagnostic tools HIQ and DBI shows a good accuracy, to avoid more invasive and expensive examinations.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58698
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simon Salim
Abstrak :
Latar Belakang : Implantasi pacu jantung permanen telah menjadi prosedur umum saat ini. Tujuan tindakan pemasangan pacu jantung permanen tidak lagi hanya sebatas morbiditas dan mortalitas, tetapi juga kualitas hidup. Dalam menilai kualitas hidup dibutuhkan kuesioner yang dapat merubah sesuatu yang kualitatif menjadi data kuantitatif. Kuesioner kualitas hidup yang ada saat ini belum ada yang berbahasa Indonesia. Untuk dapat digunakan dalam menilai kualitas hidup di Indonesia perlu adaptasi bahasa dan budaya. Selain itu, kuesioner terjemahan tersebut harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik. Metode : Studi ini adalah studi cross sectional yang terbagi dalam 2 tahap. Tahap awal berupa adaptasi bahasa dan budaya untuk dapat menghasilkan kuesioner SF-36 dan Aquarel berbahasa Indonesia. Tahap akhir berupa uji validitas dan reliabilitas kuesioner SF-36 dan Kuesioner Aquarel. Subjek berjumlah 30 orang pada tahap awal, dan 20 orang pada tahap akhir. Subjek merupakan pasien dengan pacu jantung permanen, yang kemudian akan dilakukan Tes Jalan 6 Menit (6MWT) dan pemeriksaan NT pro-BNP. Validitas SF-36 dinilai berdasarkan nilai korelasi Kuesioner dengan pemeriksaan penunjang, dan validitas Aquarel dinilai berdasarkan nilai korelasi kuesioner Aquarel dengan Kuesioner SF-36, dan korelasi kuesioner dengan pemeriksaan penunjang. Reliabilitas kuesioner dinilai berdasarkan konsistensi internal dan repeatabilitas. Hasil : Kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia memiliki korelasi positif antara 6MWT dengan domain PF (Physical Functioning) (r= 0,363; p=0,001), dan memiliki korelasi negatif antara NT Pro-BNP dengan domain GH (General Health) (r= 0,269; p = 0,020) dan MH (Mental Health) (r= -0,271; p = 0,019). Kuesioner Aquarel berbahasa Indonesia memiliki korelasi positif antara 6MWT dengan domain dyspneu (r=0,228; p=0,048), dan memiliki korelasi negatif antara NT proBNP dengan Domain Chest Discomfort (r = -0.231; p = 0.043) dan Dyspneu (r = 0.268; p = 0.020). Kedua kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia (Cronbach α = 0.789) dan Aquarel berbahasa Indonesia (Cronbach α = 0.728) memiliki reliabilitas dan repeatabilitas yang baik. Kesimpulan : Pada proses adaptasi bahasa dan budaya tidak terdapat modifikasi yang berarti pada kedua kuesioner dan dapat diterima baik oleh pasien. Kuesioner SF-36 berbahasa Indonesia dan Kuesioner Aquarel berbahasa Indonesia bersifat valid dan reliable. ...... acemaker implantation has became common procedure in the last decades. The goal of our therapy was no longer about morbidity and mortality, but quality of life. In assessing the quality of life, we need a questionnaire that can change qualitative value to quantitative value. There is no quality of life questionnaires in Bahasa Indonesia, therefore we need language and cultural adaptation before we can use it in Indonesia. Moreover the translation questionnaire must has good validity and good reliability. We choose SF-36 as generic health related quality of life (HRQoL), as it is the most popular HRQoL questionnaire. Specifically for pacemaker patients, we choose Aquarel Questionnaire. Methods : This cross sectional study was divided into 2 steps. The first step was language and cultural adaptation to create SF-36 and Aquarel questionnaire in Bahasa Indonesia. The final step was validation and reliability test of the translated questionnaire. The subjects were 30 people for the first step , and 20 people for the final step. All the subject were patient with permanent pacemaker. We also conduct two diagnostic tests (6 Minutes Walk Test (6MWT) and NT pro-BNP). SF-36 validity was assessed by its correlation with diagnostic tests, and Aquarel validity was assessed by its correlation with SF-36 and with The diagnostic tests. Both questionnaire reliability assessed by its Internal consistency and repeatability. Results : Our indonesian version of SF-36 shows positive correlation between 6MWT and PF (Physical Functioning) ( r = 0.363 ; p = 0.001) and negative correlation between NT Pro-BNP value with GH (General Health) (r = -0.269; p = 0.020) and MH (Mental Health) (r = -0.271; p = 0.019). Our Indonesian version of Aquarel shows positive correlation between 6MWT with Dyspneu domain ( r = 0.228 ; p = 0.048 ) and shows negative correlation between NT Pro-BNP with Chest Discomfort (r = -0.231; p = 0.043) and Dyspneu (r = -0.268; p = 0.020). Both the Indonesian SF-36 (Cronbach ? = 0.789) and the Indonesian Aquarel (Cronbach ? = 0.728) shows good reliability and repeatability. Conclusions : We succed doing language and cultural adaptation of SF-36 and Aquarel questionnaire. Both Indonesian version questionnaire are valid and reliable .
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T55664
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ana Hulliyyatul Jannah
Abstrak :
Penggunaan Obat Anti-Epilepsi (OAE) jangka panjang merupakan strategi terapi yang optimal setelah diagnosis epilepsi. Kepatuhan terhadap pengobatan merupakan salah satu masalah utama dalam keberhasilan terapi jangka panjang pada pasien epilepsi. Salah satu faktor yang berpotensi kuat mempengaruhi kepatuhan adalah adanya Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD). Epilepsi Lobus Temporal (ELT) merupakan tipe epilepsi fokal yang paling banyak; lebih dari 80% pasien ELT berpotensi resisten obat. Penelitian ini bertujuan untuk melihat ROTD OAE pada pasien ELT dan hubungannya dengan kepatuhan pengobatan. Metode penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yang membandingkan ada/tidaknya ROTD menggunakan kuisioner Liverpool Advesre Event Profile (LAEP) dengan tingkat kepatuhan menggunakan kuisioner Morisky Adherence Questionaire (MAQ). Subyek penelitian adalah pasien ELT di Unit Rawat Jalan Departemen Neurologi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Agustus-Oktober 2019. Hasil penelitian menunjukkan dari 88 pasien, 78.40% mengalami kejadian ROTD dan sebanyak 47.73% pasien memiliki tingkat kepatuhan sedang-rendah. Terdapat hubungan yang signifikan antara kejadian ROTD dan tingkat kepatuhan (p=0.039;OR 4.313). Hasil ini menunjukan pasien ELT yang mengalami kejadian ROTD memiliki kecenderungan untuk tidak patuh terhadap pengobatannya. Faktor lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap kepatuhan pengobatan pasien yaitu jenis OAE (p=0,011; OR 0,249)). Jenis OAE yang memperlihatkan hubungan yang signifikan terhadap tingkat kepatuhan pengobatan adalah jenis OAE kombinasi (generasi lama dan generasi baru). Perlu dilakukan intervensi konseling secara berkala oleh farmasis untuk meningkatkan pemahaman mengenai ROTD yang terjadi selama penggunaan OAE dan edukasi terkait pentingnya kepatuhan pengobatan pasien. ......The long-term use of Anti-Epileptic Drugs (AED) is an optimal therapeutic strategy after the diagnosis of epilepsy. Adherence to treatment is one of the main problems in the long-term success of therapy in epilepsy patients. One factor that has the potential to strongly influence adherence is the presence of Adverse Drug Reaction (ADR). Temporal Lobe Epilepsy (TLE) is the most common type of focal epilepsy; more than 80% of TLE patients are potentially drug resistant. This study aimed to explore the ADR of AED in TLE patients and its correlation with medication adherence. The research method used was a cross sectional study comparing the presence of ADR using the Liverpool Adverse Event Profile (LAEP) questionnaire with the level of compliance using the Morisky Adherence Questionaire (MAQ). The research subjects were TLE patients in the Outpatient Unit of the Department of Neurology, Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital, August-October 2019. The results showed that of 88 patients, 78.40% experienced ADR and 47.73% of patients had moderate-low adherence. There is a significant correlation between the incidence of ADR and the level of compliance (p = 0.031;OR = 4.35). Another factor that significantly affected patient adherence was type of AED (p = 0.011; OR 0.249). The type of AED that shows a significant relationship to the level of medication adherence is combination of old and new generation AED. These findings indicate that patients who experience ADR have a tendency to disobey their treatment. Interventions programmed by pharmacists need to be done to increase the understanding of ADR that occurs during AED use and education related to the importance of medication adherence.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
T55347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library