Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eri Barlian
Abstrak :
Negara berkembang seperti Indonesia selalu mendambakan pembangunan industri, karena industri dianggap lebih mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga yangmenganggur dan mendorong pertumbuhan teknologi yang berguna bagi kehidupan manusia serta menumbuhkan berbagai kegiatan yang saling berkaitan dalam jaringan industri sehingga mampu berfungsi sebagai pendorong pembangunan (Salim, 1985 : 174). Pembangunan industri plywood (PT.Rimba Sunkyong) di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Madya Padang adalah salah satu dari sekian banyak pembangunan industri di Indonesia. Masyarakat Bungus Teluk Kabung mayoritas berpencaharian sebagai petani dan nelayan. Para nelayan dapat menangkap ikan lebih jauh ketengah dengan menggunakan perahu motor. Hal ini tentu dapat meningkatkan jumlah penangkapan atau pendapatan mereka. Keadaan seperti ini sudah mereka lakukan sebelum industri plywood berada di tengah-tengah mereka. Sedangkan petani Kecamatan Bungus Teluk Kabung masih menggunakan peralatan dan teknologi yang sederhana dalam mengolah tanah untuk menghasilkan pangan, karena itu mereka amat tergantung kepada tenaga kerja dan kemurahan alam. Sementara itu perkembangan industri menjanjikan lapangan kerja baru bagi petani. Hal ini dapat menimbulkan masalah social bagi petani karena pada hakekatnya mereka merupakan majikan bagi dirinya sendiri, tetapi jika ia pindah ke sektor perindustrian tentu ia tidak diperlakukan sesuai dengan latar belakang status social yang disandangnya dalam komuniti asalnya. Dengan kata lain perindustrian merupakan masalah bagi petani, karena ia harus menyesuaikan diri dengan kehidupan social yang berlaku dalam kehidupan industri. Penyesuain diri menyangkut pergeseran status dan peranan social mereka dalam masyarakat. Dalam perkembangan industri tentu ada yang dapat menyesuaikan diri dan memperoleh keuntungan dengan adanya industi plywood, tetapi ada pula yang tidak setuju atau tidak dapat memanfaatkan industri yang ada di daerah mereka. Disamping itu ada pula diantara masyarakat yang tidak peduli sama sekali dengan keberadaan industri plywood di daerah mereka. Masyarakat Kecamatan Bungus Teluk Kabung menyadari sepenuhnya bahwa keberadaan industri di sekitar tempat mereka, dapat meningkatkan taraf kehidupan mereka, tetapi perkembangan industri amat tergantung pada kesiapan mental dan peran serta masyarakat di sekitar tempat pembangunan industri berlangsung. Disamping itu pembangunan industri menuntut orang yang mempunyai ketrampilan atau keahlian khusus, tidak hanya untuk menanggani teknologi yang ada di industri, tetapi juga kemampuan untuk memanfaatkan peluang yang diakibatkan adanya industri tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memdapatkan informasi tentang pendapat, penilaian atau pandangan masyarakat tentang keberadaan industri plywood baik karena membuka peluang kerja maupun sebagai akibat penyebab timbulnya masalah sosial di tengah masyarakat. Sebagai jawababan sementara terhadap masalah penelitian ini diajukan hipotesis sebagai berikut: 1. Makin tinggi tingkat pendidikan makin setuju dengan keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 2. Makin tinggi tingkat ekonominya makin setuju dengan keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kotamadya Padang. 3. Pendatang lebih menerima dari pada penduduk asli terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 4. Wanita lebih setuju dari laki-laki terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 5. Semakin meningkat usianya semakin tidak setuju terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang, dengan populasi sebanyak 710 orang. Pengambilan sampel dilakukan terhadap 150 responden, yang diambil secara "Proportional Random Samling". Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara berstuktur, kuesioner dan pengamatan serta studi kepustakaan. Sedangkan tipe penelitian ini adalah deskriptif analisis. Untuk menguji hipotesis yang telah diajukan, data yang terkumpul dianalisis secara parsentil. Disamping itu juga diuji dengan "t tes" dan "Contingensi coefficient". Berdasarkan analisis yang dilakukan, penelitian ini menyimpulkan: 1. Tingkat pendidikan formal dan keterampilan kerja yang dimiliki masyarakat Kecamatan Bungus Teluk Kabung tergolong rendah, karena itu perlu dicarikan upaya untuk meningkatkan pendidikan dan ketrampilan masyarakat tersebut. 2. Masyarakat Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang selain bertani, mereka juga mempunyai mata pencaharian sampingan yaitu nelayan. 3. Masyarakat setuju dengan keberadaan industri plywood di daerah mereka karena membuka peluang kerja dan dapat meningkatkan pendapatan serta serta memberi manfaaat kepada masyarakat di sekitarnya. 4. Banyak penduduk yang berkeinginan untuk bekerja di industri plywood, karena upah di industri lebih besar dibandingkan dengan penghasilan bertani atau pekerjaan lain. Disamping itu status pekerja pabrik lebih tinggi dari petani. 5. Adanya hubungan signifikan yang positif antara tingkat pendidikan dengan persepsi seseorang terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 6. Adanya hubungan signifikan yang posistif antara tingkat ekonomi dengan persepsi seseorang terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 7. Adanya perbedaan persepsi antara penduduk asli dengan pendatang terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 8. Adanya perbedaan persepsi antara antara wanita dengan laki-laki terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. 9. Adanya hubungan signifikan yang positif antara tingkat umur dengan persepsi seseorang terhadap keberadaan industri plywood di Kecamatan Bungus Teluk Kabung.
The Public Perception On The Existence Of Plywood Industry Case study : The farmers in Kecamataa Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang Indonesia as a developing country is expected to develop industry, because it is considered to provide more work field foren employed and stimulate the technology growth which is useful for humanity lives and up grow many kinds of activity which is interrelated in industry net work, so it can be functioned as the development support. (Salim, 1985:174). The founding of plywood industry (PT Rimba Sunkyong) in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang is one of many industrial developments in Indonesia. The majority in habitants of Bungus Teluk Kabung are farmers and fishermen. The fishermen are able to catch fish farther off-shore by using boats. This certainly able to increase their income. This condition has been before plywood industry existed in their area. Farmers are still using the simple tool and technology, because they depent much on power and natural resources. Meanwhile the growth of industry provide net work field for farmers. This case can create a social problem for farmers because infact they are the master for them selves, but if they move from industrial sector, of course, they are not treated not in accordance with the back ground and social status in their communities where they come from. In other words industry . is a problem for farmers, because they have to adjust to the social life that happen in industrial life. The adaptation includes their status changing and social role in society. In the growth of industry, there are certainly some. people who could adjust them selves and get benefit because of the plywood industry, but there are some who disagree or-can not get benefit of the plywood industry on those who do not care with the existence of plywood industry in their own. Being fully aware of the existence of such an industry it can increase their life standard, but the growth of industry much depended on mental readiness and participation of the people around the industry area. Besides the development of industry requires people who have skill'.} or special qualification, not only to work in the industry but are also capable to make use the chance because of the industry. This research is aiming at having information on opinion, judgment or notion of the society on the existence of plywood industry both as a chance to have new works and as cause of creating social problems in their society. As temporary answers for research problems' the hypothesis are given bellow. 1. The higher the level of education is more agree-able the people are with existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 2. The higher the level of economy is the more agree-able the people are with the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota madya Padang. 3. Emigrants are more agreeable than local inhabitants to the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 4. The women are more agreeable than men to the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 5. The older the people are the more disagreeable they are with. the existence of :plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk 'Kabung' ,Kotamadya Padang. The research was conducted in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang,.with the population of 710. The sampling technique is done by proportional Random Sampling. By doing it, there are 150 respondents. The data are collected by observation technique, structured interview, questionnaire, observation and library study. The type of the research is descriptive analysis. To test this hypothesis, the data which are colleted are analyzed in percentile, by "T test" and tingensi coefficient. Based on the analysis this research concludes. 1. The formal education level and the work skill in the society in Kecamatan Bungus Teluk Kabung are low, so that it is necessary to improve education and skills of society. 2. People in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang are farmers and also fishermen. 3. People agree to the existence of plywood industry in their own area because it gibes the opportunity to work and increase their income. 4. Most of people want to work in plywood industry because of wages in the industry are higher than working as a farmer or another job. Besides farmers and fishermen are considered to be low status. 5. There is a significant correlation between the level of education and the perception to the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 6. There is a significant correlation between the level ofeconomy and plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 7. There is a significantly different perception between the one of the local inhabitants and the emigrants to the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 8. There is a significantly different perception between men arid women toward the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang. 9. There is a significant correlation between the level. of age and the perception of people to the existence of plywood industry in Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kotamadya Padang.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meylina Puspitasari
Abstrak :
Angka kematian ibu (AKI) dan anak masing-masing di Indonesia masih cukup tinggi sesuai hasil SKRT 1995 yaitu 373 per 100.000 kelahiran hidup dan 60 per 1000 kelahiran hidup. Oleh karena itu perhatian terhadap kesehatan kehamilan sangat penting. Pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA) yang berkualitas mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi telah sejak lama diupayakan pemerintah. Ibu hamil membutuhkan asupan gizi yang optimal dalam program pemerintah 4 sehat 5 sempurna sehingga pentingnya mengkonsumsi susu bagi ibu hamil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor perhatian khalayak sasaran, factor personal khalayak sasaran dan faktor stimuli yang mempengaruhi persepsi khalayak sasaran di Puskesmas Bogor Timur terhadap iklan susu formula untuk ibu hamil di televisi tahun 2008. Desain penelitian ini merupakan studi kualitatif. Informan penelitian berjumlah lima orang informan yang terdiri dari dua kategori yaitu informan yang mengkonsumsi susu formula untuk ibu hamil dan informan yang tidak mengkonsumsi susu formula untuk ibu hamil. Teknik yang digunakan adalah wawancara mendalam terstruktur. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tayangan iklan susu formula untuk ibu hamil di televisi menarik perhatian sebagian besar informan sehingga ingin mencobanya. Sebagian besar informan mengetahui susu formula untuk ibu hamil dan iklannya sejak mereka menikah dari media televisi dan berharap setelah melihat iklan tersebut bermanfaat, menambah pengetahuan. Dan sebagian besar informan menyukai penampilan iklan secara keseluruhan, mengetahui tujuan dari penayangan iklan, jenis iklan, mengerti mengenai pesan yang ingin disampaikan oleh iklan tersebut. Saran yang diajukan peneliti adalah agar Puskesmas memperhatikan promosi kesehatan tentang asupan gizi bagi ibu hamil yang harus dipenuhi karena tidak semua ibu hamil mampu membeli susu formula untuk ibu hamil, kemudian penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan bahan kajian bagi peningkatan kualitas pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas. Selanjutnya, agar pengiklan lebih memperhatikan unsur komunikasi pendidikan perilaku sehat melalui pesan yang akan disampaikan kepada masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan dan pendidikan dari iklan tersebut. Selain itu, untuk peningkatan kualitas iklan susu formula untuk ibu hamil sebaiknya pengiklan melakukan peninjauan penelitian konsumen dalam membuktikan manfaat yang dapat diberikan kepada khalayak sasaran.
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Iqbal
Abstrak :
This paper aims to study the development the dynasty politics phenomenon in Solo, especially from the public perspective after the 2020 regional head election. Gibran, the son of the President of the Republic of Indonesia ran as a candidate for mayor of Solo. Gibran involvement during the regional head election raised pros and cons in Indonesia. The practice of kinship politics in Indonesia is increasingly worrying. The reason is that most of the regulations tend to preserve the oligarchy. The flourishing of kinship politics, especially in the regions, cannot be separated from the role of = political parties and regulations on regional head election. The study used quantitative approach with questionnaires and literature review. The results were processed using SmartPLS 3.0 software with four independent variable: network strength, position in the party, unequal democracy, and capital. The study showed that only two independent variables influenced the occurrence of kinship politics: network strength and capital. This led to talks about the community on political issues, President Jokowi, and changed his leadership image, from previously seen as a president that does not involve families in political matters.
Jakarta: Bestuurskunde, 2021
324 BES 1:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Djazuli
Abstrak :
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah satu lembaga negara yang anggotanya merupakan wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan rakyat. Oleh karena itulah DPR sebagai sebuah institusi berusaha meyakinkan masyarakat bahwa DPR telah melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam mewakili rakyat serta meyakinkan bahwa DPR merupakan salah satu tempat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. Untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR mempunyai Sekretariat Jenderal yang bertugas memberian bentuan teknis, administrasi dan keahlian kepada DPR. Hubungan Masyarakat DPR merupakan salah satu unit dari organisasi Sekretariat Jenderal DPR yang bertugas memberikan penerangan kepada masyarakat tentang mekanisme kerja DPR dan kegiatan DPR serta bertugas menerima dan mengatur penerimaan delegasi masyarakat. DPR dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak cukup hanya dengan legalitas yuridis formal tetapi membutuhkan dukungan masyarakat yang tercermin dalam penilaian masyarakat yang datang ke Gedung DPR terhadap citra DPR baik sebagai lembaga maupun orang per orang sebagai Anggota DPR. Oleh karena itulah diperlukan penelitian yang dapat menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi citra DPR di kalangan masyarakat yang datang ke DPR. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah berusaha menjelaskan Hubungan dan pengaruh masing-masing faktor terhadap citra DPR. Dasar dalam penelitian adalah teori yang yang mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi citra suatu company/organisasi antara lain Product, Communication, Service dan Support. Produk yang dihasilkan Dewan Perwakilan Rakyat pada dasarnya adalah pelaksanaan tugas DPR yang berupa : Undang Undang, APBN, hasil pengawasan dan sebagai tempat / wahana untuk menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Proses komunikasi yang dilakukan DPR mencakup kegiatan menginformasikan, menyebarluaskan dan mensosialisasikan kepada masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Sekretariat Jenderal DPR, sedangkan Support menggambarkan dukungan masyarakat terhadap para wakilnya yang duduk di DPR. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Citra DPR tidak dapat dikatakan baik karena aspek kogtitif yang diukur dengan pengetahuan masyarakat datang ke Gedung DPR tentang DPR masih sangat kurang dengan nilai rata-rata 3,3 untuk skala pengukuran 1 sampai dengan 7. Aspek. afektif yang diukur dengan tingkat kesukaan masyarakat terhadap DPR mempunyai nilai 4,3 sedangkan aspek behavior yang diukur dengan penerimaan masyarakat terhadap DPR mempunyai nilai 4,1. Faktor pelaksanaan tugas-tugas DPR yang mempunyai hubungan kuat secara langsung dan signifikan terhadap citra DPR di kalangan masyarakat yang datang ke DPR RI. Pengaruh pelaksanaan tugas-tugas DPR terhadap citra DPR RI adalah sebesar 49,8 %. Faktor penyebarluasan atau sosialisasi DPR RI kepada masyarakat mempunyai hubungan cukup kuat secara langsung dan signifikan terhadap citra DPR. Pengaruh Sosialisasi DPR terhadap Citra DPR adalah sebesar 46,4 %. Faktor dukungan masyarakat kepada DPR mempunyai hubungan cukup kuat secara langsung dan signifikan terhadap citra DPR. Pengaruh Dukungan Masyarakat terhadap citra DPR adalah sebesar 30,9 %. Faktor pelayanan setjen DPR tidak mempunyai hubungan langsung yang signifikan terhadap citra DPR. Akan tetapi apabila pelayanan Setjen DPR dikorelasikan dengan dukungan yang diberikan masyarakat kepada DPR, maka korelasi menjadi signifikan. Sehingga pelayanan Setjen mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap citra DPR RI sebesar 7,2 %. Secara keseluruhan pengaruh semua faktor Pelaksanaan Tugas DPR, Sosialisasi DPR, Pelayanan Setjen DPR dan Dukungan Masyarakat secara bersama-sama terhadap Citra DPR adalah sebesar 63,5 %. Dengan Dengan demikian, selain faktor Pelaksanaan Tugas, Sosialisasi, Pelayanan dan Dukungan masyarakat masih banyak faktor-faktor lain yang mempunyai pengaruh sebesar 36,5 % terhadap citra DPR di kalangan masyarakat yang datang ke DPR RI. Penelitian ini memberikan bukti bahwa dalam menggunakan dasar suatu teori yang digunakan belum tentu semua faktor akan cocok di lapangan. Bukan berarti landasan teori yang digunakan tidak tepat, tetapi yang diperlukan adalah penggunaan berbagai macam analisa secara detail, sehingga diperoleh masukan baru yang akan memperkaya teori. Berdasarkan hasil penelitian, Humas Setjen DPR diharapan dapat meningkatkan perannya dalam mensosialisasikan hasil-hasil dan kinerja DPR, sehingga pengetahuan masyarakat tentang DPR dapat meningkat dan akhirnya akan meningkatkan citra DPR di kalangan masyarakat yang datang ke DPR.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarissa Fadhilah Hermawan
Abstrak :
Latar belakang : Kehilangan gigi merupakan salah satu keadaan yang sering ditemukan pada kesehatan gigi dan mulut. Meskipun memiliki efek yang signifikan terhadap kesehatan secara menyeluruh, masih banyak masyarakat yang tidak mengatasi permasalahan kehilangan gigi dengan gigi tiruan. Contoh faktor yang menimbulkan kurangnya perawatan gigi tiruan, yaitu persepsi masyarakat terhadap perawatan gigi tiruan dan alasan finansial. Persepsi individu terhadap pemilihan rencana perawatan gigi merupakan keputusan yang sangat penting berdasarkan pengetahuan, kesadaran, dan motivasi. Persepsi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, finansial, dan faktor sosiodemografis. Keadaan finansial merupakan salah satu faktor utama di negara berkembang untuk mencari perawatan. Hal ini dikarenakan biaya perawatan gigi tiruan yang cukup mahal sehingga banyak yang memilih perawatan gigi tiruan lepasan dikarenakan biayanya relative murah dibandingkan dengan perawatan gigi tiruan lainnya. Faktor finansial berhubungan erat dengan kesediaan untuk membayar perawatan (willingness to pay/WTP). Tujuan : Mengetahui hubungan persepsi masyarakat dengan kesediaan membayar perawatan gigi tiruan lepasan. Selain itu, dilakukan juga analisis deskriptif keadaan sosiodemografis dan keadaan ekonomi masyarakat. Metode : Penelitian ini dilakukan dengan desain potong lintang pada 274 orang yang berusia 18 tahun ke atas yang mengalami kehilangan gigi (bukan karena pencabutan molar 3 ataupun alasan perawatan ortodonti). Kuesioner yang digunakan adalah persepsi masyarakat terhadap perawatan gigi tiruan dan untuk menentukan kesediaan membayar, menggunakan pertanyaan hipotetika, discrete choice, dan open-ended question. Analisis statistik yang digunakan adalah Uji Chi-Square, Uji Kruskal Wallis, dan Uji Mann Whitney. Hasil Penelitan : Karakteristik demografis pada responden penelitian yang kehilangan gigi adalah perempuan (63,1%), berusia 35-54 tahun (42,7%), berpendidikan terakhir di perguruan tinggi (83,2%), dan memiliki jarak terdekat ke fasilitas kesehatan gigi terdekat dengan jarak 1-5 km (56,6%). Berdasarkan uji Chi-Square, tidak terdapat hubungan persepsi masyarakat dengan keputusan pemakaian gigi tiruan (domain tujuan (p=0,331), domain manfaat (p=0,579), dan domain prosedur (p=0,654), terdapat hubungan pendapatan dengan kesediaan membayar (p=0,014), terdapat hubungan pendidikan dengan kesediaan membayar (p=0,002), dan terdapat hubungan kesediaan membayar dengan keputusan pemakaian gigi tiruan (p=0,000). Kesimpulan : Terdapat hubungan kesediaan membayar dengan perawatan gigi tiruan namun tidak terdapat hubungan persepsi masyarakat dengan perawatan gigi tiruan. ......Background: Tooth loss is a condition that is often found in dental and oral health. Even though it has a significant effect on overall health, there are still many people who do not overcome the problem of tooth loss with dentures. Examples of factors that lead to a lack of use of dentures are people's perceptions of denture treatment and financial reasons. Individual perception of the choice of treatment plan is a very important decision based on knowledge, awareness, and motivation. Perceptions can be influenced by educational level, financial, and sociodemographic factors. Financial situation is one of the main factors in developing countries to seek treatment. This is because the cost of denture treatment is quite expensive. This is because the cost of denture care is quite expensive, so many choose removable denture treatment because the cost is relatively cheap compared to other denture treatments. The financial factor is closely related to the willingness to pay for treatment (willingness to pay/WTP). Objective: To study the relationship between public perception and willingness to pay (WTP) for removable denture treatment. In addition, an analysis of the sociodemographic and economic conditions of the community was also carried out. Methods : This study was conducted with a cross-sectional design on 274 people aged 18 years and over and had missing teeth (not due to third molar extraction or reasons for orthodontic treatment). The questionnaire used is public perception of denture treatment and to determine willingness to pay, using hypothetical questions, discrete choice, and open-ended questions. The statistical analysis used was the Chi-Square Test, the Kruskal Wallis Test, and the Mann Whitney Test. Result: Demographic characteristics of the research respondents who lost their teeth were women (63.1%), aged 35-54 years (42.7%), graduated from university (83.2%), and had the closest distance to the nearest dental health facility with a distance of 1-5 km (56.6%). Based on the Chi-Square test, there is no relationship between public perception and the decision to use dentures (objective domain (p=0.331), benefits domain (p=0.579), and procedure domain (p=0.654), there is a relationship between income and willingness to pay (p =0.014), there is a relationship between education and willingness to pay (p=0.002), and there is a relationship between willingness to pay and the decision to use dentures (p=0.000). Conclusion: There is a relationship between willingness to pay and removable denture treatment but there is no relationship between public perception and denture treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avrini Tesianti
Abstrak :
Coffeehouse merupakan sejenis cafe yang menyediakan kopi dan teh berkualitas superior dan memiliki berbagai rasa dan campuran. Selain, jenis makanan yang ditawarkan di coffeehouse antara lain yaitu jenis makanan yang dipanggang, soup ,sandwiches hingga makanan penutup (dessert). Coffeehouse memiliki fungsi sosial di mana dapat digunakan sebagai tempat bagi orang-orang yang ingin berkumpul, mengobrol, menulis, membaca dan bemain games baik secara individu maupun dalam kelompok kecil. Sama halnya dengan sebuah produk, coffeehouse juga memiliki merek yang berfungsi untuk membedakan coffeehouse tersebut dengan pesaingnya. Merek akan semakin memberikan arti apabila produk tersebut ditawarkan kepada konsumen. untuk itu, perlu dibangun ekuitas merek yang kuat sehingga merek tersebut dapat membenkan keuntungan kepada perusahaan. Ekuitas merek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Customer Based Brand Equity (CBBEE) yang mempunyai dasar pemikiran bahwa kekuatan merek terletak pada apa yang telah dipelajari, dirasakan, dilihat dan didengar pelanggan tentang merek untuk jangka waktu tertentu. Dalam penelitian ini, coffeehouse yang akan diukur ekuitas mereknya adalah coffeehouse Brew&Co. Atribut yang membentuk ekuitas merek dari coffeehouse Brew&Co ini yaitu: brand awareness, brand loyalty, perceived quality dan brand association. Kemudian, responden merupakan pelanggan yang sedang berkunjung ke coffeehouse Brew&Co sehingga responden dianggap sudah memiliki pengalaman terhadap produk, service dan atmosphere yang ditawarkan oleh coffeehouse tersebut. Responden berjumlah 100 orang. Penelitian ini dimaksudkan untuk 1) mengetahui tingkat signifkansi pengaruh masing-masing atribut dari variabel brand equity dalam membentuk persepsi public terhadap merek Brcw&Co dan 2) mengetahui upaya yang dilakukan Well coffeehouse Brew&Co dalam membentuk persepsi publik melalui masing-masing atribut dari variabel brand equity. Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa brand awareness tidak berpengaruh secara signifikan dalam penelitian ini karena responden merupakan pengunjung coffeehouse Brew&Co. Penyebutan merek Brew&Co oleh responden lebih didorong atas pengalaman yang dirasakan terhadap produk, service dan atmosfir yang ditawarkan oleh coffeehouse Brew&Co seat itu. Kemudian, pelanggan Brew&Co belum memiliki loyalitas yang tinggi terhadap coffeehouse Brew&Co karena banyaknya merek coffeehouse di industri ini. Atribut yang dinilai memberikan pengaruh besar dalam pembentukan brand equity untuk merek Brew&Co yaitu perceived quality dan brand image. Penilaian terhadap perceived quality dapat menjelaskan bahwa produk, service dan atmosphere yang ditawarkan oleh coffeehouse Brew&Co dapat dirasakan sesuai dengan harapan pelanggan. Penilaian terhadap atribut brand image menjelaskan bahwa image atau citra yang ingin dibentuk oleh coffeehouse Brew&Co yaitu memberikan kepuasan kepada pelanggan baik dari produk yang berkualitas, harga dan atmosphere coffeehouse yang nyaman telah tercapai.
Coffeehouse is a place with provide coffee and tea with a superior quality and have variety of flavor. Beside that, coffeehouses also provide some foods such as; baked, soup, sandwiches and dessert. Coffeehouse have a social functional, which provide place to socialize, chat, write, read or play games by them self or in small group. Same as a product, coffeehouses also has a brand which function is to differentiate the coffeehouse with the competitor. Brand will have a value if the product supply to the customer. Because of that, it is need to develop the brand equity that can give advantage to the company. The brand equity in this research is the Customer Based Brand Equity (CBBE) which value of the brand equity based on what customer have learn, feel, see and hear about the brand in period of time. In this research, brand equity of Brew&Co coffeehouse is an object to be value. The attributes of brand equity in build the brand equity for Brew&Co coffeehouse are: brand awareness, brand loyalty, perceived quality and brand association. Respondents of this research is the customer of Brew&Co coffeehouse it?s self, which assumed that the customers had an experience with the product, service and atmosphere of the coffeehouse. The objectives of this research are: 1) to identify the significance of each attribute in influence the brand equity of Brew&Co coffeehouse and 2) to identify the effort of Brew&Co coffeehouse in develops the public perception by using each attribute of brand equity variable. The result of this research is that brand equity does not influence in build the brand equity because the respondents of the research are Brew&Co coffeehouse customer. Respondents thought Brew&Co as one of the coffeehouse brands is because the experience of what they feel about the product, service and atmosphere in Brew&Co coffeehouse at that time. Beside that, the result shows that the customers of Brew&Co coffeehouse do not in the highest position of loyalty. It caused by there are a lot of coffeehouses in the industry. The attributes which give higher value in build the brand equity of Brew&Co coffeehouse is perceived quality and brand image. The value of perceived quality shows that product, service and atmosphere of Brew&Co coffeehouse is equal with the customer expectation. The value of brand image shows that image can give a satisfaction to the customer by provide product in good quality, price and atmosphere of the coffeehouse.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18431
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library