Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andriarto Nugroho
Abstrak :
ABSTRAK Pendahuluan : Perawat rumah sakit memiliki risiko mengalami gangguan kualitas tidur. Penelitian tahun 2012 di Salatiga dan Semarang menemukan 52,6% perawat mengalami gangguan kualitas tidur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pola kerja gilir dengan kualitas tidur dan prevalensi kejadian gangguan kualitas tidur pada perawat dua rumah sakit militer di Jakarta. Metode : Desain penelitian menggunakan comparative cross sectional melibatkan 183 perawat dua rumah sakit militer yaitu 83 perawat dari rumah sakit yang menerapkan pola 2 kerja gilir perhari dan 100 perawat dari rumah sakit yang menerapkan pola 3 kerja gilir perhari. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data karakteristik faktor pekerja dan pekerjaan. Penilaian kualitas tidur menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index yang telah divalidasi. Hasil : Prevalensi gangguan kualitas tidur pada perawat 52,5%, pada kelompok 2 kerja gilir perhari didapat prevalensi 63,9 % dan pada kelompok 3 kerja gilir perhari didapat prevalensi 43 %. Hasil analisis statistik menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara pola kerja gilir dengan kualitas tidur dengan ORsuaian=3,09 dan 95%CI = 1,44 - 6,62. Status pernikahan menunjukkan hubungan bermakna dengan kualitas tidur dengan ORsuaian= 5,58 dan 95%CI = 2,08 ? 14,93. Masa kerja juga menunjukkan hubungan bermakna dengan kualitas tidur dengan ORsuaian= 3,78 dan 95%CI = 1,73 ? 8,23. Kesimpulan dan Rekomendasi : Terdapat hubungan antara pola kerja gilir dengan gangguan kualitas tidur pada perawat di dua rumah sakit militer di Jakarta. Faktor lain yang berhubungan adalah status pernikahan serta masa kerja. Saran bagi manajemen rumah sakit yakni merubah pola kerja gilir menjadi 3 kerja gilir perhari. Edukasi berupa penyuluhan tentang kerja sehat dan sleep hygiene serta menyediakan ruangan khusus yang nyaman untuk perawat di setiap ruang perawatan untuk melepas lelah pada saat dinas.
ABSTRACT Introduction : Nurses at hospital are at risk getting sleep quality disorder. Previous study in 2012 in Salatiga and Semarang showed that 52,6 % nurses suffers sleep quality disorder. The aim of this research are to know the asscociation betwen workshift pattern and the prevalence of sleep quality disorder among nurses at two military hospitals in Jakarta. Method : The design of research is compartive cross sectional which involved 183 nurses from two military hospitals, consists of 83 responders from hospital which apply workshift pattern 2 shifts perday and 100 responders from hospital which apply workshift pattern 3 shifts perday. Interview was taken to seek the employee characteristic and job characteristic data. Assesment of sleep quality using quesioner from Pittsburg Sleep Quality Index which has been validated. Result : Prevalence of sleep quality disorder is 52,5%. In group with 2 workshift perday the prevalence is 63,9% and group with 3 workshift perday prevalence is 43%. From test of analitic statistic, it can be conclude that there is significant connection between workshift pattern with sleep quality ORadj= 3,09 and 95%CI = 1,44 - 6,62. Marital Status conclude that there is significant connection between marital status with sleep quality ORadj= 5,58 and 95%CI = 2,08 ? 14,93. Period of working conclude that there is significant connection between period of working with sleep quality ORadj= 3,78 and 95%CI = 1,73 ? 8,23. Conclusion and Recommendation : There is a asscociation between workshift pattern and sleep quality disorder. The other factors are marital status and period of working. Suggest to hospital is changes workshift pattern into 3 times perday. Education about work healthy and socialisation of sleep hygiene and also add special room for nurse to relax.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ketty Sjarifuddin
Abstrak :
Latar Belakang: Kualitas tidur seorang pekerja merupakan hal penting dalam menjaga status kesehatan juga produktivitas kerja karena melalui tidur terjadi proses pemulihan pada tubuh. Kualitas tidur yang tidak baik dapat berdampak buruk pada masalah kesehatan, menurunkan produktivitas kerja, meningkatkan resiko kecelakaan. Kualitas tidur dipengaruhi oleh faktor individu, pekerjaan dan lingkungan. Studi global meta analisis sebanyak 30% pekerja industri mengalami kualitas tidur buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas tidur pekerja teknisi alat berat di perusahaan X dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pekerja dimana belum adanya penelitian yang berfokus pada kualitas tidur teknisi alat berat.  Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Menggunakan data sekunder hasil MCU karyawan Perusahaan X. Total sampling sebanyak 105 teknisi alat berat, dianalisa multivariate dengan regresi logistik batas kemaknaan p<0.05 untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur. Instrumen terdiri dari kuesioner terbuka karakteristik responden, kuesioner PSQI untuk menilai kualitas tidur yang telah divalidasi dalam bahasa Indonesia (α Cronbach 0.79), dan kuesioner SOFI untuk menilai kelelahan yang telah divalidasi dalam bahasa Indonesia (α Cronbach  0.969).  Hasil: Prevalensi pekerja yang mengalami kualitas tidur buruk didapatkan sebesar 48.6%. Hanya faktor kelelahan kerja yang memiliki hubungan bermakna dengan kualitas tidur  (p=0.026, aOR 11.7, CI95% 1.333- 102.76)  Kesimpulan: Terdapat kualitas tidur yang buruk pada pekerja teknisi alat berat dengan kelelahan kerja menjadi faktor resiko yang bermakna secara statistik dengan kualitas tidur yang buruk.   ......Background: Sleep quality of a worker is important in maintaining health status as well as work productivity because the proccess of recovery is sleeping. Poor sleep quality can have a negative impact on health problems, reduce work productivity, increase the risk of accidents. Sleep quality is influenced by individual, occupational and environmental factors. A global meta-analysis study found that 30% of industrial workers experience poor sleep quality. This study aims to determine the sleep quality of heavy equipment technicians at company X and the factors related to the sleep quality of workers where there has been no research that focuses on the sleep quality of heavy equipment technicians. Methods: This study uses cross-sectional methods. Using secondary data from MCU result of workers at Company X. A total sample of 105 heavy equipment technicians was analyzed multivariat  using a regression logistic. The instruments consisted of an open questionnaire on respondent characteristics, a PSQI questionnaire to assess sleep quality which had been validated in Indonesian (Alpha Cronbach 0.79), and a SOFI questionnaire to assess fatigue which had been validated in Indonesian (Alpha Cronbach 0.969). Results: The prevalence of workers experiencing poor sleep quality was 48.6%. Only work fatigue had a significant relationship with sleep quality (p=0.026, aOR 11.7, 95% CI 1.333-102.76). Conclusion: There is poor sleep quality in heavy equipment technician workers with work fatigue being a statistically significant risk factor for poor sleep quality.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Satriyo Wiguno
Abstrak :
ABSTRAK
Rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan selama 24 jam. Perawat sebagai bagian terpenting dari pelayanan kesehatan perlu memenuhi pelayanan 24 jam tersebut melalui kerja shift. Namun, perawat kerja shift lebih memiliki risiko penurunan kualitas tidur dibanding non-shift, yang dapat berdampak pada penurunan performa/kinerja. Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara perawat kerja shift dan non-shift. Desain penelitian ini adalah deskriptif komparatif dengan pendekatan potong lintang yang melibatkan 162 perawat di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor, yang dipilih dengan proportional random sampling. Data demografi diambil melalui kuesioner A, kerja shift melalui kuesioner B dan kualitas tidur melalui kuesioner C The Pittsburgh Scale Quality Index. Hasil analisis statistik menunjukkan proporsi kualitas tidur buruk pada perawat yang bekerja shift 35.2 lebih tinggi dibandingkan pada perawat yang bekerja non-shift 10.5 . Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dalam kualitas tidur antara perawat yang bekerja shift dan non-shift x2 161 = 5.205; p = .023 Kesimpulan dalam penelitian ini terdapat perbedaan kualitas tidur antara perawat kerja shift dan non-shift di RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor. Saran bagi manajemen dan keperawatan rumah sakit, untuk membuat kebijakan pengaturan jadwal kerja yang meminimalkan penurunan kualitas tidur dan peningkatan kualitas tidur seperti kebijakan napping.
ABSTRAK
Hospitals provide a 24 hour health services. Nurses as an integral part of health services at the hospital need to work in shifts in order to deliver uninterrupted nursing care. Nevertheless, shift work nurses have a higher risk of sleep deprivation than non shift, which may have an impact on performance degradation. This research aimed to identify the difference of sleep quality between shift and non shift work nurses. The design of this study was a comparative descriptive with cross sectional approach involving 162 nurses in RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Tanjung Selor, selected by proportional random sampling. Demographic data were collected through questionnaire A, shift work through questionnaire B and sleep quality through Questionnaire C The Pittsburgh Scale Quality Index. The result of statistical analysis showed that the proportion of poor sleep quality in shift nurses 35.2 was higher than in non shift nurses 10.5 . Further analysis showed that there were significant differences in sleep quality between shift and non shift nurses x2 161 5.205 p .023 . Our study concluded the significant difference of sleep quality between shift and non shift working nurses at RSUD Tanjung Selor. This study suggested hospital and nursing management to create policy work schedule arrangements that could improve sleep quality. This study also suggested the development of policy with respect to napping for shift nurses.
2017
S66788
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Nur Amalina
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Gangguan sendi temporomandibula dapat memengaruhi kualitas tidur. Penelitian mengenai hubungan gangguan sendi temporomandibula dan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit dengan menggunakan kuesioner ID-TMD dan PSQI belum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan: Menganalisis hubungan gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur, stres kerja, dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Menganalisis hubungan kualitas tidur dengan stres kerja dan faktor sosiodemografis jenis kelamin, usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Metode: Penelitian menggunakan desain cross sectional pada 92 subjek perawat di rumah sakit Hasanah Graha Afiah. Subjek mengisi tiga buah kuesioner yaitu; ID-TMD untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula, PSQI versi bahasa Indonesia untuk mengukur kualitas tidur, dan ENSS versi bahasa Indonesia untuk mengukur stres kerja. Hasil Penelitian: Uji chi-square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.02 antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Mann-Whitney dan Independen T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna yang signifikan p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan stres kerja pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara gangguan sendi temporomandibula dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji Indepeden T-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna p=0.035 antara kualitas tidur dengan komponen ENSS masalah dengan pasien dan keluarganya pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Uji chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna p>0.05 antara kualitas tidur dengan faktor sosiodemografi jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, status pernikahan pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. Kesimpulan: Terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan kualitas tidur pada perawat umum di rumah sakit swasta tipe C. "
" "ABSTRACT
" Backgroud Temporomandibular disorder can affect quality of sleep. The study analyzing the association between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital using ID TMD and PSQI Indonesian version questionnaire has never been conducted in Indonesia. Objectives Analyzing the relationship between temporomandibular disorder with quality of sleep, work stress, and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Analyzing the relationship between quality of sleep with work stress and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Methods This cross sectional study assessed the data of 92 nurses in Hasanah Graha Afiah Hospital. Three questionnaires were given to each hospital nurse. The ID TMD questionnaire was used to evaluate temporomandibular disorder, the PSQI Indonesian version was used to evaluate quality of sleep, and the ENSS Indonesian version was used to evaluate work stress. Results Chi square test showed significant differences p 0.02 between temporomandibular disorder and quality of sleep on nurses in type C private hospital. Mann Whitney and Independent T test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and work stress on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between temporomandibular disorder and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Independent T test showed significant differences p 0.035 between quality of sleep and one of the ENSS component patients and their families on nurses in type C private hospital. Chi square test showed that there are no significant differences p 0.05 between quality of sleep and sociodemographic factors gender, age, sosial economic status, education level, and marital status on nurses in type C private hospital. Conclusion Temporomandibular disorder was associated with quality of sleep on nurses in type C private hospital.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Laksmi Maharani
Abstrak :
Latar Belakang Pandemi COVID-19 telah membawa dampak signifikan di seluruh dunia, termasuk sistem pendidikan di Indonesia yang mengadopsi sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Mahasiswa kedokteran tingkat preklinik, kelompok yang rentan mengalami masalah kesehatan mental, juga terdampak. Meskipun terdapat perubahan akibat pandemi COVID-19, institusi pendidikan perlahan mulai kembali ke pembelajaran tatap muka. Hal ini menciptakan kemungkinan alterasi kualitas tidur mahasiswa kedokteran tingkat preklinik pada dua fase tersebut. Dengan demikian, kualitas tidur mahasiswa kedokteran tingkat preklinik di fase puncak dan pascapuncak pandemi COVID-19 perlu diselidiki. Metode Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Kuesioner PSQI yang sudah diterjemahkan dan divalidasi disebarkan pada dua periode, yaitu bulan Juli—Oktober 2021 untuk data puncak dan April 2022—Maret 2023 untuk data pascapuncak. Sebanyak 246 mahasiswa kedokteran diikutsertakan dalam penelitian ini yang kemudian akan diuji menggunakan Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur saat puncak dengan pascapuncak pandemi. Faktor yang dianalisis antara lain jenis kelamin, usia, dan tingkat preklinik. Hasil Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan kualitas tidur yang signifikan antara fase puncak dengan pascapuncak pandemi (p > 0,05). Dalam aspek komponen PSQI, ada perbedaan yang signifikan antara durasi tidur dan gangguan tidur saat puncak dengan pascapuncak (p < 0,05). Rata-rata durasi tidur adalah 6—7 jam. Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan kualitas tidur yang signifikan antara saat puncak dengan pascapuncak pandemi pada mahasiswa kedokteran tingkat preklinik. ......Introduction The COVID-19 pandemic has had a significant impact worldwide, including on the educational system in Indonesia, which adopted remote learning (PJJ). Pre-clinical medical students, a group vulnerable to mental health issues, were also affected. Despite the changes brought about by the COVID-19 pandemic, educational institutions are gradually returning to in-person learning. This presents the risk of alterations in the quality of sleep of pre-clinical medical students during these two phases. Therefore, the sleep quality of pre-clinical medical students during the peak and post-peak phases of the COVID-19 pandemic needs to be examined. Method The research design used was cross-sectional. The PSQI questionnaire, which had been translated and validated, was administered during two periods: July to October 2021 for peak data and April 2022 to March 2023 for post-peak data. A total of 246 medical students participated in this study and were tested using the Mann-Whitney test to determine differences in sleep quality during the peak and post-peak phases of the pandemic. Factors analysed included gender, age, and pre-clinical level. Results Mann-Whitney test revealed no significant difference in sleep quality between the peak and post-peak phases of the pandemic (p > 0,05). In terms of PSQI componentes, there were significant differences in sleep duration and sleep disturbances between the peak and post-peak phases (p < 0,05). The average sleep duration was 6—7 hours. Conclusion There was no significant difference in sleep quality between the peak and post-peak phases of the pandemic among pre-clinical medical students.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siwi Setya Utami
Abstrak :
Lansia mengalami penuaan pada tubuhnya, salah satunya pada kebutuhan dasar manusia yaitu tidur. Lansia cenderung mengalami insomnia dengan karakteristik sulit memulai tidur, sulit mempertahankan tidur yang nyenyak, dan bangun terlalu awal. Tujuan penulisan ini yaitu menganalisis asuhan keperawatan pada Nenek S dengan masalah insomnia terapi guided imagery dan musik di STW Budi Mulia 01 Ciracas. Hasil yang didapatkan yaitu terdapat peningkatan kualitas tidur yang ditunjukkan dengan pernyataan subjektif lansia dan penurunan skor PSQI dari 17 (buruk) ke 12 (buruk) setelah diberikan intervensi selama 4 minggu dengan frekuensi 3-5 kali setiap minggu dengan durasi 15-30 menit. Untuk mencapai kualitas tidur yang lebih baik direkomendasikan untuk memberikan intervensi setiap hari dengan durasi 40-45 menit dengan kombinasi intervensi insomnia lainnya. ...... Older adult must undergoes aging so that it changes sleep pattern. Older adult tends to have insomnia characterized by difficulty in falling asleep, difficulty in mantaining deep sleep, and early awakening. This aim of study is to analyse nursing care plan for Mrs. S with insomnia using guided imagery and music therapy in “STW Budi Mulia 01 Ciracas”. The result showed that there is an increasing sleep quality showed by client’s subjective report and reduction of PSQI score (17 to 12) after given interventions for 4 weeks, 3-5 times a week, and 15-30 minutes in duration. It is recommended that better sleep quality can be achieved if done everyday for 40-45 minutes in duration and combined with other insomnia interventions.;;;
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Marinda Navy Septiana
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan pola tidur dapat dialami oleh lanjut usia. Akibat dari gangguan pola tidur ini kuantitas maupun kualitas tidur lansia menjadi terganggu. Lansia yang memiliki kualitas tidur yang buruk akan mempengaruhi aktivitas sehari-harinya seperti penurunan produktivitas, kurang bersemangat, hingga penurunan kualitas hidup. Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan yang diberikan pada lansia yang memiliki masalah keperawatan gangguan pola tidur di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Ciracas. Salah satu metode yang digunakan untuk meningkatkan kualitas tidur lansia dengan menggunakan asuhan keperawatan aromaterapi. Intervensi unggulan yang dilakukan adalah inhalasi aromaterapi lavender pada waktu lansia tidur di malam hari. Evaluasi hasil implementasi inhalasi aromaterapi lavender ini menggunakan instrumen Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI . Hasil implementasi menunjukkan bahwa terjadi penurunan skor PSQI dari skor 16-12 kualitas tidur buruk menjadi 4-5 kualitas tidur baik . Karya ilmiah akhir ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan yang diberikan pihak panti untuk masalah gangguan pola tidur pada lansia dalam meningkatkan kualitas tidur lansia.
ABSTRACT
Disturbed sleep pattern can be experienced on elderly. As a result, the quantity and the quality of sleep on elderly becomes poor. Elderly with disturbed sleep pattern can effect the daily activities such as productivity decreased, lackluster, and also the quality of life decreased. The purpose of this study is to analyze the nursing care of disturbed sleep pattern on elderly at Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 1 Ciracas. One of the nursing care method that used to increase the quality of sleep is using aromatheraphy. The main nursing intervention is inhalation lavender aromatheraphy during sleep time. The quality of sleep evaluated with Pittsburgh Sleep Quality Index PSQI . The results showed that there was a decreased score of PSQI from a score 16-12 poor quality of sleep to 4-5 good quality of sleep . This study expected to improve the services for elderly with disturbed sleep pattern to increase the quality of sleep at Panti Sosial Tresna Werdha in Jakarta.
2018
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutia Annisa
Abstrak :
Lansia merupakan kelompok umur yang berisiko tinggi mengalami masalah tidur. Salah satu masalah tidur yaitu insomnia yang dapat mengarah pada kemunculan berbagai faktor risiko penyakit. Kasus insomnia ini lebih sering dijumpai pada penduduk di area urban dibandingkan rural. Penulisan ini bertujuan untuk menganalisis penerapan evidence-based practices berupa intervensi unggulan dalam mengatasi insomnia pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 01 Cipayung. Intervensi tersebut merupakan kombinasi dari aromatherapy, hand massage, dan music therapy yang dilakukan selama 30 menit, frekuensi lima kali seminggu pada waktu yang sama selama lima minggu. Hasil karya ilmiah ini menunjukkan bahwa skor Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) menurun pada lansia setelah dilakukan intervensi pada tiga lansia. Panti sosial sebagai bentuk pelayanan lansia dapat mendorong perawat atau praktikan untuk menerapkan intervensi unggulan ini sebagai upaya dalam mengatasi masalah insomnia pada lansia. Rekomendasi penulis perlu diadakannya pemutaran musik pasif pada jam malam sebagai pengantar tidur lansia yang dapat dilakukan setiap hari secara rutin. Manfaatnya untuk memperpendek durasi yang dibutuhkan sebelum terlelap dan meningkatkan kualitas tidur sehingga lansia lebih segar dan produktif di siang hari.
Older person is an age group who are at high risk of experiencing sleep problems. One of them is called insomnia which can lead to the various risk factors of disease. This case of insomnia is more common for residents in urban areas than in rural areas. This writing aims to analyze the application of evidence-based practices in the form as main intervention in dealing for older persons with insomnia at Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budi Mulia 01 Cipayung. The intervention is a combination of aromatherapy, hand massage, and music therapy which is carried out for 30 minutes, five times a week at the same time for five weeks. The results of this case study show that the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)s score declined in three older person women after intervention. Social institutions as a form of service for older persons can encourage nurses or nursing students to apply this main intervention as an effort to overcome the problem of insomnia in older persons. The author's recommendation needs to be held passive music playback at night as a bedtime ritual that can be done on a regular basis every day. The benefit is to shorten the duration needed before sleeping (sleep latency) and improve sleep quality so that older persons are better and productive during the day.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Marsha Fredy
Abstrak :
Pendahuluan: Insomnia merupakan gangguan tidur yang ditandai dengan kesulitan dalam memulai atau mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk. Tenaga kesehatan bekerja dalam kondisi pandemi sebagai lini terdepan dapat menyebabkan kecemasan, stres, depresi sehingga mempengaruhi perubahan pola tidur, seperti insomnia, yang berakibat pada kesehatan fisik dan mental. Terapi farmakologis mempunyai beberapa efek samping. Akupunktur bisa menjadi salah satu pilihan terapi nonfarmakologis dalam mengobati insomnia. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan efektivitas dan efek samping antara manual akupunktur dengan modalitas press needle dengan jarum filiformis dalam mengatasi gejala insomnia. Metode: Desain penelitian ini adalah uji klinis acak terkontrol tersamar tunggal dengan kontrol jarum filiformis. Penelitian ini diikuti oleh 34 orang tenaga kesehatan dengan gejala insomnia. Subjek penelitian dialokasikan secara acak ke dalam kelompok perlakuan (n=17) dan kontrol (n=17). Pada kelompok perlakuan dilakukan pemasangan press needle pada titik PC6 Neiguan, HT7 Shenmen, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao dan dilakukan akupresur 3 kali sehari selama 20 detik selama 2 minggu, sementara pada kelompok kontrol mendapatkan jarum filiformis diretensi 20 menit selama 3 kali seminggu selama 2 minggu pada titik yang sama. Penilaian dengan skor PSQI diambil sebelum, paska terapi, follow up 2 dan 4 minggu paska terapi dan hormon melatonin serum sebelum dan paska terapi. Hasil: Terdapat penurunan skor PSQI paska terapi baik pada kelompok press needle maupun jarum filiformis (p<0,001) dan efek terapi akupunktur pada kedua kelompok masih bertahan setelah 4 minggu paska terapi. Tidak terdapat perbedaan signifikan hormon melatonin paska terapi pada masing-masing kelompok (p=0,381 dan p=0,136). Tidak terdapat perbedaan rerata antara kelompok press needle dibandingkan jarum filiformis pada skor PSQI paska terapi, follow up 2 dan 4 minggu paska terapi dan hormon melatonin paska terapi dengan masing-masing (p>0,05). Analisa komponen PSQI antara kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna pada durasi tidur (p=0,045) dan komponen PSQI-3 faktor pada efisiensi tidur (p=0,038). Berdasarkan frekuensi terapi, durasi terapi dan efek samping press needle lebih unggul dibandingkan jarum filiformis. Kesimpulan: Press needle sama baiknya dengan jarum filiformis dalam mengatasi gejala insomnia. Press needle bisa menjadi pilihan terapi nonfarmakologis yang efektif untuk gejala insomnia pada tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19. ...... Introduction: Insomnia is a sleep disorder characterized by difficulty initiating or maintaining sleep or poor sleep quality. Health workers working in pandemic conditions as the front line can cause anxiety, stress, depression so that it affects changes in sleep patterns, such as insomnia, which results in physical and mental health. Pharmacological therapy has several side effects. Acupuncture can be a non-pharmacological therapy option in treating insomnia. The purpose of this study was to compare the effectiveness and side effects of manual acupuncture with press needle and filiform needle modalities in treating insomnia symptoms. Methods: The study design was a single-blind randomized controlled trial with filiform needle as a control. A total of 34 subjects health workers with symptoms of insomnia were randomly allocated into treatment (n=17) and control (n=17) groups. Subjects in treatment group will received press needle at PC6 Neiguan, HT7 Shenmen, ST36 Zusanli, SP6 Sanyinjiao and followed by acupressure stimulation 3 times a day for 20 seconds for 2 weeks, while in the control group the filiform needle was retained for 20 minutes for 3 times a week for 2 weeks at the same location. Assessments with PSQI scores were taken before, after treatment, follow-up 2 and 4 weeks after therapy and serum melatonin before and after therapy. Results: There was a decrease in PSQI scores after treatment in press needle and filiform needle groups (p<0.001) and the effect of acupuncture therapy in both groups persisted after 4 weeks post-therapy. There was no significant difference in post-therapy melatonin in each group (p=0,381 and p=0,136). There was no significant difference between the press needle group and the filiform needle group in the mean score of PSQI post-therapy, 2 and 4 weeks follow-up after therapy and melatonin hormone serum post-therapy in all measurement (p>0.05). Analysis of the PSQI component between the two groups showed a significant difference in sleep duration (p=0.045) and the PSQI-3 factor component on sleep efficiency (p=0.038). Based on the frequency of therapy, duration of therapy and side effects, the press needle is superior to the filiform needle. Conclusion: The press needle has the same effectiveness compared to filiform needle in treating insomnia patients. Press needles can be an effective non-pharmacological treatment option for insomnia symptoms for frontline health workers during the COVID-19 pandemic.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Chairunnisa
Abstrak :
Latar Belakang. Multipel sklerosis merupakan penyakit kronik progresif dimana selain dari berbagai gejala neurologis yang ada, gangguan tidur merupakan masalah yang juga memiliki dampak terhadap penyandang penyakit multipel skeloris. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur ditemukan lebih tinggi pada penyandang penyakit multipel skeloris dibandingkan populasi normal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi serta pola gangguan tidur pada penyandang penyakit multipel sklerosis di Indonesia. Metode. Penelitian ini merupakan studi deskritptif potong lintang. Populasi penelitian merupakan pasien dengan penyakit multiple sklerosis yang berobat di RSCM Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi, dan dilakukan pengambilan data klinis dan pengambilan sampel dengan mengisi kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Assessment (PSQI) dan STOP-BANG Sleep Apnea Questionnaire, serta The Mini International Neuropsychiatric Interview ICD-10 (MINI ICD-10). Data yang didapat kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data. Hasil. Dari empat puluh dua subjek MS yang diikutsertakan pada penelitian ini, 32 (76,2%) subjek berusia kurang dari 35 tahun, 34 (81,0%) berjenis kelamin perempuan, 23 (54,8%) subjek tidak bekerja, 9 (21,4%) mengalami depresi, dan 9 (21,4%) memiliki EDSS 6 ke atas. Insomnia ditemukan pada 32 (76,2%) subjek, dengan proporsi yang lebih besar ditemukan pada subjek berusia 35 tahun ke atas (80% vs 75%, p=0,556), berjenis kelamin laki-laki (87,5% vs 73,5%, p=0,374), kelompok yang tidak bekerja (78,3% vs 73,7%, p=0,504), kelompok dengan depresi (77,8% vs 75,8%, p=0,638), dan kelompok dengan EDSS lebih dari sama dengan 6 (77,8% vs 75,8%, p=0,638). Seluruh subjek memiliki risiko OSA dengan 39 (92,9%) subjek memiliki risiko ringan-sedang dan 3 (7,1%) subjek memiliki risiko berat. Hanya laki-laki yang memiliki risiko terhadap kejadian OSA (37,5% vs 0%, p=0,005), tetapi tidak berkaitan terhadap kejadian insomnia. Kesimpulan. Prevalensi gangguan tidur pada penyandang penyakit multipel skeloris di Indonesia sangat tingi. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan lebih lanjut guna menunjang diagnosis.
Background. Multiple sclerosis (MS) is a chronic progressive disease in which sleep disorder, besides various neurologic manifestations, highly impacts the patients but is often neglected in clinical settings. Several studies had discovered that sleep disorder was more prevalent in MS than general population. This study aimed to investigate the prevalence and characteristics of sleep disorder in MS patients in Indonesia. Methods. A descriptive cross-sectional study involving MS patients was conducted at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital Jakarta. In addition to clinicodemographic data collection, data regarding sleep quality, obstructive sleep apnea (OSA), and depression state were assessed using Indonesian previously-validated Pittsburgh Sleep Quality Index, STOP-BANG Sleep Apnea Questionnaire, and The Mini International Neuropsychiatric Interview ICD-10, respectively. Results. Of forty MS participants included in this study, 29 (72.5%) aged less than 35 years, 32 (80.0%) were women, 20 (50.0%) were unemployed, 10 (25.0%) had depression, and 10 (25.0%) had Expanded Disability Scoring Scale (EDSS) of ≥6. Insomnia was found in 33 (82.5%) participants, of which larger proportion were male (100.0% vs 78.1%, p=0.309. Three (7,1%) participants had moderate risk of OSA. Only male had significant risk of OSA (moderate risk 25.0% vs 0%, p=0.036), but it did not associate with insomnia. Conclusion. Sleep disorder in MS patients in Indonesia is prevalent. There was potencies of the risk of OSA in MS, especially in male. Detection of insomnia and risk OSA is important in MS comprehensive care.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>