Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Farah Salsabila
"Secara umum, psikoanalisis memegang peranan penting dalam pengkajian film karena komposisi narasi dan tokoh dalam sebuah film tidak dapat terlepas dari aspek psikologis. Maka dari itu, psikoanalisis menjadi salah satu cara untuk memahami lebih dalam kompleksitas dari kepribadian tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam film. Hal ini dapat ditemukan dalam film C’est pas moi, je le jure ! (2008) karya Philippe Falardeau yang menggambarkan bagaimana lingkungan keluarga dapat memengaruhi kepribadian anak, khususnya melalui tokoh utamanya, Leon Dore. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh dari id, ego, dan superego, serta kaitannya dengan prinsip kenikmatan dan prinsip kematian terhadap kebebasan bertindak tokoh Leon sebagaimana ditunjukkan dalam film. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi kualitatif yang berlandaskan studi kajian sinema menurut Joseph M. Boggs dan Dennis W. Petrie (2018), didukung dengan kerangka teori psikoanalisis Sigmund Freud, yaitu struktur kepribadian (2018) serta dorongan Eros dan Thanatos (2014). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebebasan bertindak Leon dapat dimaknai sebagai ketidakseimbangan ego akibat adanya pertentangan antara id dan tekanan superego dari struktur kepribadiannya yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Selain itu, kebebasan bertindak yang juga berakar dari prinsip kenikmatan dan prinsip kematian menjadi cara bagi Leon untuk menyalurkan dorongan id yang mendominasi kepribadiannya.

In general, psychoanalysis takes a significant role in film studies because the composition of narrative and characters in a film cannot be separated from psychological aspects. Therefore, psychoanalysis is a way to understand more deeply the complexities of characters’ personalities presented in films. This can be found in the film C’est pas moi, je le jure ! (2008) by Philippe Falardeau which describes how family environment can influence a child's personality, especially through its main character, Leon Dore. This research aims to reveal the influence of the id, ego, and superego, and their relation to the pleasure principle and the death principle on Leon's freedom of action as shown in the film. The method used in this research is qualitative methodology based on film studies according to Joseph M. Boggs and Dennis W. Petrie (2018), supported by Sigmund Freud's psychoanalytic theoretical framework, which consists of the personality structure (2018) and the drive theory of Eros and Thanatos (2014). The results of this study indicate that Leon's freedom of action can be interpreted as an imbalanced ego due to the conflict between the id and the superego from his personality structure that was strongly influenced by his family environment. In addition, freedom of action, which is also rooted in the pleasure principle and the death principle, is a way for Leon to channel the drives of the id that dominate his personality."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maftuh Ihsan
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat representasi sejarah holocaust dalam film The Reader. Representasi ini dapat dilihat dengan menganalisis tiga tokoh utama dalam film tersebut, yaitu Ilana, Hanna, dan Michael, dalam mengangkat kembali ingatan kolektif mereka tentang peristiwa holocaust. Tokoh Ilana merepresentasikan wacana dari para korban yang selamat. Tokoh Hanna merepresentasikan wacana dari para pelaku, sedangkan Michael merepresentasikan wacana dari generasi pasca holocaust. Wacana ini dilihat melalui ingatan kolektif mereka. Ingatan kolektif masing-masing tokoh dianalisis dengan menggunakan teori struktur dan dinamika kepribadian Sigmund Freud.
Berdasarkan analisis tersebut, terlihat bahwa dalam mengingat masa lalu yang kelam, individu cenderung merepresi ingatannya, apalagi ingatan yang menyangkut aib diri. Dalam proses mencapai represi ini terjadi pertentangan kepentingan antara Id berupa ingatan masa lalu dan superego berupa nilai-nilai dalam masyarakat saat ini. Tiap-tiap tokoh mengalami pertentangan dengan pola yang sama namun dengan definisi nilai-nilai yang berbeda.
Pada akhirnya penyampaian wacana tersebut dilakukan secara netral oleh tokoh Michael, yaitu wacana bahwa sejarah masa lalu yang kelam sebaiknya diceritakan apa adanya agar tidak terjadi kebohongan, konflik, dan kebencian antargenerasi yang berbeda. Wacana netral ini menyampaikan pesan bahwa ketiga tokoh telah berdamai dengan masa lalu mereka.

The Objective of this study is to find the representation of holocaust history in The Reader movie. This representation can be viewed by analyzing three main characters in the film, who are Ilana, Hanna, and Michael, and tracing their collective memory of the holocaust. Ilana represents the discourse of the survivors. Hanna represents the discourse of the perpetrators. Michael represents the discourse of the after-holocaust generation. The discourses are viewed by tracing their collective memory. The collective memory of each character is analyzed using the theory of personality structure and the dynamics of personality of Sigmund Freud.
The analysis shows that in considering a dark past, individuals tend to repress their memory, especially memory which involves their own shame. In the process of this repression there is a conflict of interest between the Id in the form of past memories and the superego as values in today's society. Each character has the same model of conflict but in the context of different values.
Finally, the discourse of holocaust history, which is the dark past, must be told of what it is to avoid fraud, conflict, and hatred among different generations, which is represented neutrally by Michael. This neutral discourse told that the three characters in the movie had made peace with their past memory.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S14025
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Murywantobroto
"ABSTRAK
Sebagai cerpenis, Aryanti mulai mempublikasikan karyanya pada tahun 1976 melalui majalah Femina. Karyanya mempunyai ciri tersendiri. Dari sejumlah karyanya beberapa di antaranya merupakan cerita yang di dalamnya terdapat kebimbangan yang dialami oleh tokoh protagonisnya, dan pencerita tidak lebih tahu dari protagonisnya, sesuatu benar-benar terjadi atau sekadar ilusi. Peristiwa yang dialami tokohnya kadang-kadang terasa aneh atau tidak wajar, bahkan ia juga banyak mengungkapkan cerita hantu.
Tesis ini meneliti cerpen-cerpen Aryanti dalam Kaca Rias Antik (selanjutnya disingkat KRA). Dari lima belas cerpen dalam KRA, tujuh cerpen yang mengandung unsur das Unheimliche. Selanjutnya dari tujuh buah cerpen yang menimbulkan kecemasan itu dipilih lima buah cerpen yang dapat mewakili tema-tema Unheimliche yang dibuat Aryanti untuk diteliti.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Dalam tema-tema apakah Unheimliche pada KRA karya Aryanti diungkapkan? (2) Apa makna Unheimliche dalam KRA karya Aryanti?
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Memerikan tema-tema yang mengungkapkan Unheimliche dalam KRA karya Aryanti; dan (2) Mengungkapkan makna Unheimliche dalam KRA karya Aryanti.
Objek penelitian ini adalah Das Unheimliche dengan sumber data (1) "Kaca Rias Antik" (KRA), (2) "Jemputan Khusus" (JK), (3) "Si Selop Wanita" (SSW), (4) "Di Tepi Sungai, Di Pinggir Hutan'' (DTS), dan (5) "Irama" (Ir).
Teori psikoanalisis Sigmund Freud, terutama yang berhubungan dengan kecemasan digunakan dalam penelitian ini. Untuk menganalisisnya, digunakan pendekatan yang bersifat intrinsik, yang berfokus pada teks cerpen sebagai adanya ( objektif).
Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut. Lima cerpen Aryanti yang menjadi objek penelitian ini mengungkapkan perasaan Das Unheiml'lche. Tema orang mati hidup kembali mendorninasi penyebab kecemasan. Dalam "KRA" medium yang digunakan cermin. Kecemasan muncul karena munculnya tangan dari cermin dan adanya riasan yang tidak seperti biasa; "JK" orang mati hidup kembali menjadi hantu penolong dan kecemasan muncul dengan cara surprise ending; "SSG" orang mati yang hidup kembali muncul melalui bunga anggrek. Kecemasan terjadi karena bentuk bunga anggrek yang aneh; "DTS" menampilkan hantu yang menakutkan dan menganggu. Kecemasan muncul dari peristiwa yang dialami tokoh sejak awal perkawinan yang tidak disetujui kerabatnya.
Tema Das Unheimliche lain adalah kemahakuasan fikiran yang terdapat dalam "Ir" kecemasan disebabkan oleh adanya perilaku aneh tokoh yang suka menyendiri berdiri di pinggir jembatan seperti hendak bunuh diri.
Dari kelima cerpen dalam KRA, Das Unheimliche bermakna sebagai pengungkap mekanisme pertahanan diri. Kecemasan merupakan tanda peringatan adanya sesuatu yang tidak heres. Mekanisme pertahanan yang ditemukan adalah represi penokohan, pengalihan, proyeksi, fantasi, rasionalisasi, regresi, dan formasi reaksi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T39163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library