Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ignatius Ridwan Widyadharma
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponogoro, 2001
340.112 IGN e
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Loekman Wiriadinata
Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1989
347.01 LOE k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Binziad Kadafi
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2001
347.016 ADV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nik Ketut Mendri
Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2022
610.73 NIK e
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kadafi, Binziad
Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, 2002
347.016 ADV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Oktavia Sastray Anggriani
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang perbandingan pengaturan konsep Contempt of Court dalam perundang-undangan di kedua negara. Hal ini dikaitkan dengan perilaku profesi hukum dalam menjalankan profesinya yang dibatasi oleh suatu kode etik profesi. Secara tidak langsung, kode etik profesi ini bertujuan untuk melindungi martabat peradilan dari adanya gangguan dari pihak dalam perkara di pengadilan maupun pihak luar. Dalam praktek, advokat merupakan profesi hukum yang sering melakukan tindakan melanggar tata tertib pengadilan, seperti meninggalkan ruang sidang atau menginterupsi keputusan hakim. Perilaku tersebut dapat dikategorikan sebagai Contempt of Court. Konsep Contempt of Court dalam KUHP Indonesia tidak diatur secara khusus melainkan tersebar dalam beberapa pasal. Sedangkan di Inggris, konsep Contempt of Court diatur dalam undang-undang tersendiri, yakni Contempt of Court Act 1981. Penulisan skripsi ini menitikberatkan pada data sekunder dengan metode pendekatan komparatif, dan data primer berupa wawancara dengan penegak hukum yang terlibat dalam studi kasus sebagai data penunjang dan pelengkap. ......This research explains about comparison of regulation contempt of court concept in legislation of both countries. That issue is connected with conduct of law profession which is limited by a code of ethics of the profession. Indirectly, an existence of this code of ethics aimed at protecting dignity of the court from any obstruction of a party in proceeding therein or even outside party. In practically, advocate is a law profession who often break the rule of court, such as walk out from court room or interrupt judge decision. That conduct could be categorized as a contempt of court. Contempt of court concept in Indonesian Book of Penal Code isn‟t regulated in a special chapter, but it dispersed in few articles. On the contrary, contempt of court concept in England is regulated in special act, Contempt of Court Act 1981. This research is more focus in secondary sources with comparative approach methods, and primary sources in form of interview with law‟s instrument who involved in study case for supporting and complement sources of this research.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1564
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chika Fadlunissa Kastari
Abstrak :
Sebagai sebuah profesi, seorang dokter memiliki norma hukum dan etika yang harus dijalani. Dalam etika kedokteran diatur bahwa seorang dokter harus menolong dan memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik kepada seluruh pasien. Namun, apabila pasien tersebut berstatus tersangka, tindakan menolong ini dapat diartikan sebagai tindakan negatif, karena dalam KUHPidana Indonesia dapat dianggap sebagai salah satu tindak pidana, yang dikenal dengan sebutan obstruction of justice. Untuk mendapat jawaban terhadap dugaan ini, maka perlu diteliti mengenai batasan pelayanan seorang dokter kepada pasien yang berstatus tersangka. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan data sekunder. Dalam akhir penelitian disimpulkan bahwa obstruction of justice diatur dalam Hukum Pidana dan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Sedangkan batasan tindakan obstruction of justice berupa niatan, pengetahuan, motif, dan perbuatan aktif, tindak pencegahan, dan memberikan keterangan yang valid.
As a profession, a doctor has legal and ethical norms to be dealt. In medical ethics it is stipulated that a doctor should help and provide the best health service to all patients. However, if the patient is a suspect, this act of help can be interpreted as a negative action, because in the Indonesian Criminal Code it can be regarded as one of a crime, known as obstruction of justice. To get an answer to this suspicion, it is necessary to examine the limitations of a doctor 39 s service to a suspected patient. The research method is using juridical normative with secondary data. After conducting the research, the authors found that obstruction of justice is regulated in the Criminal Law and the Indonesian Medical Code of Ethics. While the boundaries of the act of obstruction of justice is acted in the form of intentions, knowledge, motives, active acts, precautions, and providing the valid information.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, [Date of publication not identified]
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gatot Adiatma
Abstrak :
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ketentuan Pasal 34 ayat (1) mengatur mengenai Negara mengakui hak ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik dari fakir miskin. Selian itu dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan pasal 3 ayat 7 Kode Etik Notaris Indonesia merupakan jaminan terhadap hak-hak konstitusional orang atau kelompok orang miskin untuk mendapatkan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma. Dalam tulisan ini yang menjadi pokok permasalahan yang akan diteliti adalah bagaimanakah pemberian jasa hukum secara cuma-cuma oleh Notaris dibandingkan dengan profesi hukum lainnya dan bagaimana penerapan ketentuan mengenai pemberian jasa hukum secara cuma-cuma oleh Notaris kepada masyarakat yang tidak mampu di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian jasa cuma-cuma oleh Notaris masih memerlukan penambahan pengaturan lebih lanjut karena masih banyak peraturan yang belum diatur baik dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Kode Etik Notaris Indonesia. Penerapan ketentuan mengenai pemberian jasa hukum kentotariatan secara cumacuma oleh Notaris untuk masyarakat tidak mampu di Kota Depok Provinsi Jawa Barat masih belum berjalan dengan efektif.
Based on the Law of the Republic of Indonesia Year 1945 the provisions of Article 34 paragraph (1) states that the Country acknowledges the economic, social, cultural, civil and political rights of the poor. In addition in Article 37 of Law No. 2 of 2014 concerning amendments to the Notary Act No. 30 of 2004 and article 3, paragraph 7 Indonesia Notary Code of Ethics is a guarantee of the constitutional rights of a person or group of poor people to obtain legal services in the field of notary freely. Issues in this thesis are how the provision of free of charge legal aid by Notary compared with other independent legal professionals and how the application of the provisions regarding the provision of free of charge legal aid for disadvantaged people by the Notary in Depok City, West Java Province. The method used in this research is normative juridical using secondary data. The results of this study concluded that the provision of free of charge legal aid by the Notary still requires the addition of further regulation because there are many regulations that have not set well in Notary Act and Indonesia Notary Code of Ethics. The regulation application of the provisions regarding the provision of free of charge legal aid for disadvantaged people by Notary in Depok, West Java Province is still not operating effectively.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginting, Emiya Alemina Karina
Abstrak :
Pasien sebagai pihak yang membutuhkan perawatan atau asuhan dari tenaga kesehatan, rentan terhadap pelanggaran hak-haknya oleh tenaga kesehatan. Perawat yang mendampingi pasien selama 24 jam untuk memberikan asuhan keperawatan dalam rangka upaya pelayanan kesehatan di rumah sakit, memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan dan kelalaian, salah satunya pelecehan seksual. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif untuk menjawab permasalahan yang berkaitan dengan hubungan hukum perawat dengan pasien, pengaturan mengenai pelecehan seksual oleh perawat menurut hukum dan etika, dan perlindungan hukum pasien korban pelecehan seksual oleh perawat. Hubungan hukum antara perawat dengan pasien yaitu sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan kewajiban ketika berinteraksi dalam proses asuhan keperawatan, pemenuhan hak dan kewajiban ini saling berkitan. Hal ini diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan salah satunya UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan. Berbagai peraturan perundang-undangan mengatur mengenai pelecehan seksual salah satunya KUHP yaitu Pasal 289 KUHP hingga Pasal 296 KUHP mengenai pencabulan. Secara etik, pelecehan seksual tidak secara ekpslisit diatur dalam Kode Etik Keperawatan Indonesia, tetapi dapat dianggap melanggar ketentuan Angka 4 Poin b dan Angka 2 Poin A Kode Etik Keperawatan Indonesia. Pasien dapat menuntut perawat melalui proses peradilan dan mengadukan perawat tersebut kepada organisasi profesi perawat (PPNI). Walaupun hak dan kewajiban terebut diatur dalam peraturan perundang-undangan tetapi peraturan perundang- undangan tersebut tidak memuat sanksi yang dapat diberikan apabila terjadi pelanggaran atas hak-hak pasien. Sehingga diperlukan adanya pengaturan khusus yang dapat secara tegas melindungi dan bukan hanya mengatur saja tapi juga memberikan sanksi. ......Patients as parties who need care from health workers, are vulnerable to violations of their rights by health workers. Nurses who accompany patients for 24 hours to provide nursing care in the context of health care efforts in hospitals, have the possibility to make mistakes and omissions, one of which is sexual harassment. The research was conducted using normative juridical methods to answer problems related to the legal relationship between nurses and patients, regulations regarding sexual harassment by nurses according to law and ethics, and legal protection for patients who are victims of sexual harassment by nurses. The legal relationship between nurses and patients is that as legal subjects who have rights and obligations when interacting in the nursing care process, the fulfillment of these rights and obligations are interrelated. This is regulated in various laws and regulations, one of which is Law number 38 of 2014. Various laws and regulations regulate sexual harassment, one of which is the Criminal Code, namely Article 289 of the Criminal Code to Article 296 of the Criminal Code regarding obscenity. Ethically, sexual harassment is not explicitly regulated in the Indonesian Nursing Code of Ethics, but it can be considered a violation of the provisions of Number 4 Point b and Number 2 Point A of the Indonesian Nursing Code of Ethics. Patients can sue nurses through the judicial process and complain to the professional Nursing Organization (PPNI). Although these rights and obligations are regulated in laws and regulations, these laws and regulations do not contain sanctions that can be given in the event of a violation of the patient's rights. So it is necessary to have special arrangements that can firmly protect and not only regulate but also provide sanctions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library