Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maelissa, Sinthia Rosanti
"Lingkungan remaja saat ini semakin menawarkan banyak pilihan. Gaya berpacaran yang membuka peluang untuk terjadinya perilaku seksual pranikah dikalangan remaja seakan menjadi tawaran yang menarik terlebih untuk remaja yang tinggal di kost terpisah dengan orang tua. Tinggal tanpa pengawasan langsung dari orang tua dan pemilik kost membuat remaja bebas melakukan perilaku seksual pranikah dengan pacar di kost, sehingga memberikan pengaruh buruk bagi remaja lainnya. Remaja yang memilih untuk tidak terpengaruh memiliki pengalaman masing-masing untuk tetap bertahan dalam lingkungan yang berisiko tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan secara mendalam tentang pengalaman remaja beradaptasi dengan lingkungan yang berisiko terhadap perilaku seksual pranikah di Kota Ambon. Hasil penelitian didapatkan enam tema yaitu mengenali perilaku seksual pranikah, tempat tinggal berisiko, menggunakan strategi koping, hambatan beradaptasi, dukungan keluarga, dan harapan terhadap kebijakan. Hasil penelitian merekomendasikan perawat komunitas dapat meningkatkan koping remaja melalui program-program kesehatan remaja di masyarakat, salah satunya layanan UKS di sekolah dan PKPR untuk remaja yang tinggal di kost.

In this adolescents 39 enviroment now, there are many options. Style of dating which gives a chance for premarital sex as something interesting for teens who do not life with their parents. Adolescent who life alone at a boarding house without parent 39 s care have chance to premarital sex with their partner. So, it gives negative influence for others. They, who don 39 t get the influence have experience to stay in that environment. The purpose of this research is to explain about student 39 s experience for adabting to their environment that gives a risky for their premarital sex in Ambon. Mean while the result of this research, there are six themes consist of to know about the premarital sex, risky places, use coping strategies, the problem for adaptation, family support, and expectations of policy. The result of this research also resommendates the community of nurse could improve teen 39 s coping by their healthy programms in their environment such as UKS service at school and PKPR for teens who life in a boarding house.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Iqbal Ibrahim
"Matlin (1999) mendefinisikan pengambilan keputusan sebagai Proses memilih mengenai sesuatu yang disukai dari suatu kejadian. Individu membuat keputusan ketika memprediksi masa depan, memilih diantara dua pilihan atau lebih dan membuat perkiraan mengenai suatu situasi dengan bukti-bukti yang ada. Dalam melakukan pengambilan keputusan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memilih alternatif pilihan. Melalui elisitasi didapatkan bahwa dalam pengambilan keputusan untuk melakukan seks pranikah pada remaja, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah faktor rasa keingintahuan, faktor emosi, dan faktor peer. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pengaruh ketiga faktor tersebut dalam pengambilan keputusan untuk melakukan seks pranikah pada remaja. pengumpulan data dilakukan terhadap tiga remaja yang bertujuan untuk menggali bagaimana pengaruh dari setiap faktor pada diri ketiga remaja tersebut. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa ketiga faktor tersebut memberikan penghayatan yang berbeda pada setiap remaja.

Matlin (1999) defines decision making as a process where an individual choose their preferences for something they want from an event. A person make a decision when they are about to predict future, to choose between two choices or making an assumption about a situation with a given evidence. In decision making there are many factors that affect a person to choose among the alternatives of choices. Researcher found at least three factors that influence decision making for doing premarital sex in adolescent, they are curiosity, emotion, and peer pressure. The purpose of this study is to know how this three factors influence adolescent decision making to engage in premarital sex. Data were collected from three adolescent to gain information about the influences of this three factors on each individuals. The results show that the three factors has an influence on each participant, but the it varies on each participant."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Al Rosyid
"Remaja merupakan fase lanjutan dari fase kanak-kanak sebelum menuju dewasa dengan pertumbuhan dan perkembangan pada aspek biologis, kognitif, psikososial, dan emosional. Pada fase tersebut, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencoba hal-hal baru termasuk terkait perilaku seksual berisiko pada remaja. Berdasarkan laporan SDKI Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) tahun 2017 bahwa remaja pria maupun wanita mencoba melakukan hubungan seksual pranikah pertama kali di usia 15-19 tahun dengan proporsi sebesar 8 persen untuk pria dan 2 persen untuk wanita. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara pendidikan kesehatan reproduksi yang diterima pertama kali di sekolah terhadap perilaku seksual pranikah para remaja pria 15-19 tahun di Indonesia. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data SDKI KRR tahun 2017 dengan jumlah total sampel sebanyak 7.345 remaja yang sudah disesuaikan berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Hasil dari penelitian ini adalah tercatat sebanyak 6.966 (94.8%) remaja laki-laki usia 15-19 tahun yang sudah pernah melakukan hubungan seksual pranikah sedangkan remaja yang tidak pernah melakukan hanya sebanyak 379 (5.2%) remaja. Berdasarkan hasil bivariat didapatkan bahwa variabel pendidikan kesehatan reproduksi tentang sistem reproduksi manusia (p = 0.000), keluarga berencana (p = 0.000) dan HIV/AIDS (p = 0.002) memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku seksual pranikah remaja. Selain itu, variabel yang berhubungan dengan perilaku seksual pranikah remaja adalah komunikasi dengan guru (p = 0.004) dan tingkat pendidikan (p = 0.000 dan 0.008). Sedangkan variabel tempat tinggal tidak memiliki hubungan yang signifikan (p = 0.095).

Adolescence is an advanced phase from childhood before heading to adulthood with growth and development in biological, cognitive, psychosocial, and emotional aspects. Within the phase, adolescents have a high curiosity to try or explore new things, including risky sexual behavior in adolescents. Therefore, based on the IDHS report of 2017 on Adolescent Reproductive Health (KRR) that male and female adolescents tried to have premarital sex for the first time at the age of 15-19 years with a percentage of 8 percent for men and 2 percent for women. This study aims to determine the relationship between reproductive health education that received for the first time at school to the premarital sexual behavior of male adolescents aged 15-19 years in Indonesia. The data used in this study is IDHS data for the 2017 KRR with a total sample of 7.345 adolescents who have been adjusted by both of the inclusion and exclusion criteria of the study. This study used a cross sectional study design. The results of this study are there were 6,966 (94.8%) teenage boys aged 15-19 years who had premarital sexual intercourse, while only 379 (5.2%) teenagers who had not. Based on bivariate analysis, It was found that the variables of reproductive health education about the human reproductive system (p=0.000), family planning (p=0.000) and HIV/AIDS (p=0.002) had a significant relationship with adolescent premarital sexual behavior. In addition, variables related to adolescent premarital sexual behavior are communication with teachers (p = 0.004) and education level (p = 0.000 and 0.008). While the variable of residence did not have a significant correlation (p = 0.095)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putricaya Windiarti
"Kehamilan yang tidak diinginkan sebagai akibat dari seks pranikah yang dilakukan oleh remaja wanita umumnya berakhir pada aborsi. Kehamilan tersebut merupakan stresor yang mengancam kesejahteraan mereka dan menjadikan aborsi satu-satunya solusi untuk menghindari risiko dan tanggung jawab sosial, finansial, dan psikologis yang ada apabila kehamilan tersebut dilanjutkan. Akan tetapi, aborsi sendiri merupakan stresor besar bagi mereka, disebabkan adanya risiko komplikasi medis dan penghujatan sosial karena stigma sosial dan ilegalitas aborsi di Indonesia.
Penelitian kualitatif ini mengungkapkan bahwa derajat stress yang dialami oleh partisipan remaja wanita yang melakukan aborsi adalah moderate stress dan cara mereka menghadapi stres akibat aborsi adalah emotion-focused coping yang merupakan cara terbaik dalam menghadapi stresor yang tidak dapat dimodifikasi. Lain halnya dalam menghadapi stres akibat kehamilan, segala tindakan mereka mengarah kepada problem-focused coping yang pada dasarnya berusaha mengubah atau mengeliminasi stresor, dalam kasus ini, kehamilan. Kesimpulannya, partisipan penelitian ini menunjukkan penyesuaian diri yang baik terhadap aborsi dan juga dalam hidup setelahnya.

Unwanted pregnancies resulted from premarital sex amongst female adolescence generally ended in abortion. Since the pregnancies became a stressor to them that threatens their well-beings, it makes abortion an only solution to avoid social, financial, and psychological risks and responsibilities they will have to endure by sustaining their pregnancies. However, abortion itself is a great stressor to them, owing to the fact that it has risks of medical complications and social condemnation to them, since abortion is illegal and also a social stigma in Indonesia.
This qualitative research shows that the stress level experienced by the participants that had abortions is somewhat moderate and the way they cope with the stress caused by abortion is emotion-focused coping which is the best way to cope with unalterable stressors. On the contrary, in dealing with the stress caused by unwanted pregnancies, all their actions lead to problem-focused coping, which essentially tries to modify or in this case, eliminate stressor, the pregnancy itself. In conclusion, the participants of this research showed good adjustments to the abortion, and to their lives after it."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laily Hanifah
"Penundaan usia menikah pada remaja mengakibatkan tertundanya pula hubungan seks dalam periode yang cukup panjang, padahal stimulasi media massa sedemikian gencarnya terhadap perkembangan seksual seorang remaja sehingga banyak remaja menjadi aktif seksual pra nikah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang mendasari hubungan seks pra nikah remaja di youth center Lentera-Sahabat Remaja (Lensa) PKEZ Yogyakarta pada tahun 2000.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi kualitatif dengan teknik wawancara mendalam terhadap remaja yang datang berkunjung ke Sahaja Yogyakarta selama bulan April 2000. Informan yang didapat seluruhnya berjumlah 30 orang, terdiri dari 3 kelompok. Kelompok pertama berjumlah 8 orang informan yang belum pernah melakukan hubungan seks (HUS) pra nikah. Kelompok kedua sejumlah 10 orang informan yang sudah pernah melakukan HUS pra nikah, tetapi tidak sampai hamil. Kelompok ketiga adalah informan yang sudah berhubungan seks pra nikah dan mereka atau pacar mereka mengalami kehamilan berjumlah 12 orang.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi masih rendah dan terbatas hanya pada arti pokoknya raja. Sebagian besar remaja mempersepsikan bahwa hubungan seks pra nikah cara tidak baik dilakukan dan sangat berbahaya bagi remaja serta mereka tidak siap menanggung akibat melakukan HUS berupa kehamilan dan penyakit menular seksual.
Sebagian besar remaja yang belum pemah melakukan HUS serta remaja yang sudah hamil menyatakan bahwa HUS pra nikah tidak boleh dilakukan karena melanggar norma agama.
Informan dalam penelitian ini menyatakan bahwa HUS terjadi karena adanya dorongan pacar, teman, dan paparan media massa, suasana rumah yang sepi, serta waktu khusus seperti hari valentine dan ulang tahun pacar. Kehidupan perkawinan orangtua tidak terlihat perannya dalam penelitian ini karena sebagian besar informan menganggap bahwa perkawinan orangtua mereka harmonis.
Beberapa hal yang dapat disarankan untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai kesehatan reproduksi antara lain dalam bentuk dukungan kuat untuk pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional untuk mengadakan pendidikan seksualitas atau pendidikan reproduksi remaja (PRR) baik di jalur pendidikan formal maupun informal di sekolah dengan bantuan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang kesehatan reproduksi remaja. Sebaiknya, pendidikan seksualitas seharusnya sudah dimulai oleh orangtuanya. Selain itu, masih dibutuhkannya penelitian lanjutan untuk mengetahui faktor manakah dari faktor yang telah diteliti dalam penelitian ini yang mempunyai pengaruh terbesar secara statistik terhadap perilaku seks pra nikah remaja.
Daftar Bacaan: 42 (1986-2000).

Factors Influencing Premarital Sex Among Youth (Qualitative Study in PKBI Yogyakarta 2000).The postponement of a marriage phenomenon among youth has consequences in delaying the beginning of first sexual intercourse for a long period. However, various media exposure contained sexual pleasure, stimulate youth to became sexually active before marriage. The objective of this study is to explore factors influencing premarital sex among youth who seek counseling to Lentera-Sahaja (Lensa) Youth Center in PKBI Yogyakarta.
The design of the study is qualitative and using an in-depth interview as a technique for collecting data. The subject of this study are youth (15-24 years old) who came to Lensa during April 2000. There are 30 youth have been gathered which can he classified into three groups. The first group consist of 8 youth who never had premarital sex The second group consist of 10 youth who have ever had premarital sex but never pregnant. And the third group consist of 12 youth who became pregnant.
This study shows that youth from all groups, has low knowledge on reproductive health. They also perceived that premarital sex is not good and very dangerous to youth, and they admitted that they were not ready to have the consequences from sexual intercourse, such as pregnancy and sexually transmitted diseases. Furthermore, most of the subjects said that premarital sex is prohibited because it is against the religious norms.
Besides partner's influence and media exposure, their peer groups also play a significant role in driving them to have premarital sex. The other factors were the absence of their parents or other family members and special occasions like Valentine's day and partner's birthday which has enabled youth to have sex in their house with their partners. Parent's marriage were not play a significant role in their premarital sex behavior, because most of their parents were living in harmony.
There are some recommendations to increase youth's knowledge on reproductive health such as a form of strong support and willingness to government, i.e. Department of National Education with assistance from NGOs, especially those which focused on youth reproductive health, like PKBI to involve some of reproductive health curricula at school. However, sexuality education should start from their parent first. This study also recommend a follow-up study to know the most influential factors in premarital sex among youth.
References: 42 (1986 -2000)"
2000
T2648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Riana
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resiliensi pada perempuan yang putus hubungan setelah melakukan hubungan seksual premarital. Isaacson (2002) mengatakan bahwa implikasi dari resiliensi adalah kemampuan individu tidak hanya dalam mengatasi kesulitan yang traumatis namun juga merespon secara fleksibel tekanan dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat tujuh domain dari resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002), yaitu regulasi emosi, impuls kontrol, optimisme, analisa kausal, empati, self efficacy, dan reaching out. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pada 3 orang subjek. Ketiganya adalah remaja akhir berjenis kelamin perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual premarital dan sudah putus hubungan dengan pria yang menjadi partner pertamanya tersebut. Subjek yang dipilih juga memiliki kriteria belum menikah, tidak pernah hamil dan melakukan aborsi.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa jeda putus hubungan dengan saat wawancara mempengaruhi resiliensi subjek, dimana subjek yang sudah lebih lama putus dapat lebih mengembangkan resiliensinya daripada yang baru saja putus hubungan. Ketiga subjek memiliki kesamaan yaitu memiliki reaching out yang tinggi. Perbedaan ketiga subjek terlihat dari domain yang paling menonjol pada masing-masing subjek. Kehadiran faktor resiko dan faktor protektif juga mempengaruhi perkembangan resiliensi pada masing-masing subjek. Subjek yang memiliki faktor protektif lebih banyak akan lebih terbantu dalam proses perkembangan resiliensinya.

The purpose of this study is to portray resilience in women whom break up atfer doing premarital sex. Isaacson (2002) said that resiliency implies an ability not only to cope with traumatic difficulties but also to respond with flexibility under the pressures of everyday life. According to Reivich & Shatte (2002), there are seven domains of resiliency. They are emotion regulation, impuls control, optimism, causal analysis, empathy, self efficacy, and reaching out. This study uses qualitative method with three respondents. The requirement of the respondents are late adolesence girls who had premarital sexual experiences and already broke up with their first partner. They also had not get married, never got pregnant nor did abortion.
This study also found that duration of break up effected the resiliency of these respondents where as respondents who break up earlier more resilient than the other whom break up later on. These three respondents has similarity in reaching out. The different shown by the major domain of each respondents. The absence of risk and protective factor also effected resiliency. Respondent who has more protective factor is more resilient than others."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.533 RIA g
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lita Rosalia
"Melakukan hubungan seksual pranikah dapat dilakukan dengan teman lawan jenis. Dalam konteks hubungan pertemanan orang dewasa, faktor attachment memegang peranan yang cukup besar. Walaupun adult attachment style tidak selalu berhubungan dengan perilaku seksual, tetapi gaya attachment pada orang dewasa turut mewarnai perbedaaan perilaku seksual mereka. Ada empat model adult attachment yang dikemukakan oleh Bartholomew dan Horowitz (1991) yaitu secure attachment style, preoccupied attachment style, dismissing attachment style, dan yang terakhir adalah fearful attachment style. Diantara keempat gaya adult attachment tersebut terdapat perbedaan karakteristik perilaku seksual dalam berhubungan dengan pasangan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat gambaran adult attachment style dalam hubungan seksual pranikah dengan teman lawan jenis.
Peneliti menggunakan desain kualitatif dengan wawancara sebagai metode pengumpulan data utama untuk menggali gambaran attachment style. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa muda yang melakukan hubungan seksual pranikah dengan teman lawan jenisnya. Dari hasil wawancara didapatkan bahwa subjek dan pasangan seksualnya terlibat dalam casual relationship yaitu hubungan secara fisik dan emosional antara dua orang yang tidak menikah yang melakukan hubungan seksual tanpa adanya tuntutan atau mengharapkan hubungan formal. Wanita yang terlibat dalam hubungan ini adalah individu dengan secure attachment style. Hal ini dapat terjadi karena individu dengan secure attachment style sehingga mereka terbuka terhadap eksplorasi seksual, tapi biasanya dengan satu pasangan yang telah lama berhubungan dan ditandai dengan adanya aktivitas seksual dan kesenangan kontak fisik (Davis, Follette & Lesbo, 2001).

Premarital sex can be done with opposite sex friend. In adult friendship, attachment holds a big role. Although adult attachment style is not always related to sexual behavior, this aspect also contributes the variety of human?s sexual behavior. There are four model of adult attachment style from Bartholomew (1997), they are secure attachment style, preoccupied attachment style, dismissing attachment style, and the last one is fearful attachment style. Every adult attachment style has different characteristic related to their sexual behavior in a relationship with their spouse. Therefore, researcher is interested in finding the adult attachment style in young adulthood women who practice premarital sex with her opposite sex friend.
Researcher uses qualitative design with interview as the main method to collect data about attachment style. The subjects in this research is young adulthood women who practice premarital sex with her opposite sex friend. The interview shows that subjects and their spouses are involved in a casual relationship, a physical and emotional relationship between two unmarried couple who have sex outside a formal relationship. The women in this relationship is those with secure attachment style. This could happen because people with secure attachment style is open with sexual exploration but usually with one long term couple and this relationship is marked with the existance of sexual activity and the pleasure of pshysical contact (Davis, Follette & Lesbo, 2001)."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Augustina
"This study focuses on single young Indonesian's attitude and behavior regarding virginity and premarital sex. The transition from a traditional to a modem society has raised concern about changes in Indonesian young people's lives and values. in particular regarding premarital sex. Data used in this paper are based on the survey among 875 single young people age 15-24. in-depth interviews and focus group discussions conducted over a period of seven months (July l997-January l99S) in Medan, North Sumatra, Indonesia. Results suggest that young people in Medan are increasingly tolerant of premarital sex. Although for most of them a woman's virginity is a great concern. it is no longer seen as the most important factor in choosing a future spouse. The demise of parental arrangement of marriage and the growing opportunity to know the future spouse long before marriage mean that the potential wife?s personality is now of more significance than her virginity. Losing virginity does not necessarily losing respectability. Ol' 875 unmarried young people being studied. nine percent of women and 2? percent of men reported having had sex; these figures doubled for those who approved of premarital sex."
Journal of Population, 2003
JOPO-9-2-2003-27
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Awalia Ahsana Sabila
"Perilaku seks pranikah remaja berdampak terhadap masalah kesehatan salah satunya penularan infeksi menular seksual. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui determinan perilaku seks pada remaja di Kota Depok berdasarkan Theory of Planned Behavior. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional. Sampel berjumlah 165 responden remaja 15-19 tahun di Kota Depok dan belum/tidak menikah. Sampel terbatas pada remaja yang memiliki akses pada media sosial. Instrumen berupa kuesioner YSI-Q dan Perilaku Seksual Remaja dan Pengukurannya. Kuesioner disebar secara online pada komunitas online remaja di Kota Depok. Hasil penelitian diketahui bahwa sebanyak 13,3% responden memiliki perilaku seks berisiko, meliputi berhubungan seksual dengan lebih dari satu orang (0,6%), berhubungan seksual dengan/tanpa kontrasepsi (1,8%), petting (4,2%), seks oral (3,6%) dan berciuman (13,3%). Diketahui sikap memiliki hubungan dengan perilaku seks pranikah (p=0,003) dengan OR=5,1 (1,6-15,8). Remaja yang memiliki sikap positif terhadap seks pranikah memiliki risiko 5,1 kali lebih mungkin melakukan seks pranikah berisiko dibanding remaja yang memiliki sikap negatif. Norma subjektif juga memiliki hubungan dengan perilaku seks pranikah remaja (p=0,010) dengan OR=3,9 (1,3-11,3). Remaja yang memiliki norma subjektif mendukung memiliki risiko 3,9 kali lebih mungkin melakukan perilaku seks pranikah berisiko dibanding norma subjektif yang tidak mendukung. Persepsi kontrol perilaku dan intensi seksual tidak ada hubungan dengan perilaku seks pranikah (p value > 0,05). Hasil dari penelitian ini diharap menjadi pertimbangan bagi pihak-pihak terkait dalam menyikapi masalah perilaku seks pranikah remaja.

Adolescent premarital sexual behavior has an impact on health problems, one of which Sexual Transmitted Infections. The purpose of this study was to determine the determinants of sexual behavior in adolescents in Depok City based on the Theory of Planned Behavior. The research design used was cross-sectional. The sample was 165 adolescent respondents 15-19 years old in Depok City and not married. The sample was limited to adolescents who had access to social media. Instruments in the form of a YSI-Q  (Azimah, 2016) and Adolescent Sexual Behavior and Measurements (Muflih & Syafitri, 2018). Questionnaires were distributed online to the youth online communities in Depok City. The results showed that as many as 13,3% of respondents had risky sexual behavior, including having sex with more than one person (0,6%), having sex with and without contraception (each 1,8%), petting (4,2%), oral sex (3,6%) and kissing (13,3%). It is known that attitude signifcantly related with premarital sex behavior (p = 0.003) with OR = 5.1 (1.6-15.8). Adolescents who have a positive attitude towards premarital sex have a risk of 5,1 times more likely to have risky premarital sex than adolescents who have a negative attitude. Subjective norms also related with adolescent premarital sexual behavior (p=0,010) with OR=3.9 (1,3-11,3). Adolescents who have a supportive subjective norm have a risk of 3,9 times more likely to engage in risky premarital sex behavior than a not supportive subjective norm. Perceived control behavior and sexual intention have no significant relation with premarital sex behavior (p-value > 0,05). The results of this study are to be a consideration for related parties who handling the problems of adolescent premarital sexual behavior."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Lukita Wati
Depok: Universitas Indonesia, 2003
S3210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>