Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Adevita Tania
Abstrak :

Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) merupakan gangguan pada sistem reproduksi wanita yang menjadi penyebab umum terjadinya infertilitas pada usia reproduktif. Etiologi dari SOPK belum diketahui dengan pasti, namun lebih dari 50% wanita SOPK mengalami obesitas. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 gen Fat Mass and Obesity Associated (FTO) merupakan kandidat genetik yang dapat memengaruhi perkembangan obesitas dan kerentanan terhadap SOPK. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui asosiasi SNP rs9939609 gen FTO dengan SOPK. Penelitian ini menggunakan 120 sampel darah dengan masing-masing 30 sampel untuk setiap kelompok, yaitu kelompok wanita normal obesitas, normal non-obesitas, SOPK obesitas, dan SOPK non-obesitas. Metode yang digunakan yaitu amplifikasi sekuens target dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), validasi dengan elektroforesis, dan sekuensing dengan menggunakan Automated Sanger. Hasil sekuensing dianalisis menggunakan perangkat lunak Bioedit dan FinchTV. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya frekuensi minor alel A sebesar 29,6% serta frekuensi genotipe AA, AT, dan TT secara berurutan sebesar 10%, 39,20%, dan 50,80%. Studi ini juga menunjukkan hasil tidak adanya asosiasi (p>0,05) antara SNP rs9939609 gen FTO dengan sindrom ovarium polikistik.


Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a female reproductive disorder which is a common cause of infertility at reproductive age. The etiology of PCOS is still unclear, however more than 50% of PCOS women are obese. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) rs9939609 Fat Mass and Obesity Associated (FTO) gene is a genetic candidate that can affect the development of obesity and susceptibility to PCOS. This study aims to determine the association of FTO gene SNP rs9939609 with PCOS. Samples in this study was 120 blood samples divided into 30 samples for each group, normal with obesity, normal lean, PCOS with obesity, and PCOS lean. Amplification of target sequences using the PCR method, validation with electrophoresis, and sequencing was carried out using an Automated Sanger. Sequencing results were analyzed with Bioedit and FinchTV software. The results of this study showed that a minor allele A frequency was 29.6% and the genotype frequencies of AA, AT, and TT were 10%, 39.20%, and 50.80%, respectively. This study also showed no association (p>0.05) between SNP rs9939609 with polycystic ovarian syndrome.

 

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wenny Kurniawan
Abstrak :
Sindrom ovarium polikistik (SOPK) merupakan suatu kondisi umum endokrinopati yang ditandai dengan adanya oligoovulasi atau anovulasi, produksi androgen berlebih, dan adanya kista ovarium kecil multipel yang diidentifikasi secara sonografis (kriteria Rotterdam, 2004). SOPK ditemukan pada 10% populasi wanita usia reproduksi dan berhubungan erat dengan disfungsi ovulasi sehingga menurunkan angka fertilitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi kombinasi elektroakupunktur dan medikamentosa terhadap SOPK. Uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol dilakukan terhadap 44 subjek dengan SOPK yang dialokasikan secara acak ke dalam kelompok elektroakupunktur sejati dan medikamentosa (n=22), serta kelompok elektroakupunktur sham dan medikamentosa (n=22). Penilaian menggunakan pencitraan USG transvaginal dan perhitungan panjang siklus menstruasi sebelum dan sesudah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan bermakna rerata volume ovarium antara kedua kelompok sebelum dan sesudah perlakuan (p=0,002); penurunan jumlah folikel antral (p=0,005); angka kejadian menstruasi (p=0,001); dan pemendekan siklus menstruasi (p=0,003). Kesimpulan penelitian ini elektroakupunktur dan medikamentosa memberikan perbaikan terhadap keluhan dan gambaran ovarium pada pasien SOPK. ......Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) is a general endocrinopathy condition that signed with oligoovulation or anovulation cycle, excess androgen production, and an image of multiple small cysts identified by transvaginal ultrasound (Rotterdam criteria, 2004). PCOS found in 10% of reproductive women and highly corresponded with ovulation dysfunction and finally decrease the fertility rate. The goal of this study is to know the effect of electroacupuncture combined with medical treatment in PCOS. A double blind randomized controlled trial is performed in 44 subjects with PCOS and divided into true electroacupuncture combined with medical treatment group (n=22) and sham electroacupuncture combined with medical treatment group (n=22). Ovarian volume and antral follicle are evaluated with transvaginal ultrasound and the length of menstrual cycle is counted before and after the treatment. The results show there are significant mean differences between ovarian volume in two groups before and after treatment (p=0,002); antral follicle count (p=0,005); menstrual incidence during the treatment (p=0,001); and shortened menstrual cycle (p=0,003). The conclusion of this study is electroacupuncture combined with medical treatment could improve PCOS patients’ compaint and ovarian image.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deniswari Rahayu
Abstrak :
Latar belakang: Hiperandrogen merupakan fenotip yang seingkali ditemukan pada SOPK memiliki peran terhadap perubahan tampilan fisik (hirsutisme dan obesitas) juga infertilitas. Kondisi ini dilaporkan dapat menyebabkan gangguan citra tubuh, kecemasan hingga depresi sehingga juga dapat berkontribusi terhadap kejadian disfungsi seksual. Gangguan fungsi seksual pada wanita seringkali tidak dilaporkan. Sebagai langkah awal, dengan mengetahui hubungan perubahan fisik akibat hiperandrogen dan obesitas terhadap disfungsi seksual, maka diharapkan penatalaksanaan infertilitas pada kasus SOPK dapat dilakukan lebih komprehensif. Tujuan: Mengetahui hubungan antara hiperandrogenisme, profil antropometri (IMT dan rasio pinggang-pinggul), dan disfungsi seksual pada wanita infertil Indonesia dengan SOPK. Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang (cross sectional). Subjek merupakan 71 wanita infertil dengan SOPK di Klinik Yasmin, Rumah Sakit Umum Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia yang berobat pada Desember 2021 – Desember 2022. Hiperandrogenisme biokimiawi dinilai dengan kadar androgen bebas dan rasio LH/FSH sedangkan hiperandrogenisme klinis dinilai menggunakan skor Ferriman-Gallwey dimodifikasi. Profil antropometri dinilai menggunakan IMT dan rasio pinggang-pinggul. Kami menggunakan kuesioner FSFI untuk mengevaluasi disfungsi seksual dan kuesioner HAM-A untuk menilai kecemasan. Hasil: Sebanyak 53,3% subjek mengalami disfungsi seksual, namun tidak ditemukan hubungan yang signifikan secara statistik antara hirsutisme, profil antropometri, dan skor disfungsi seksual pada wanita infertil dengan SOPK (p >0,05). Analisis skor keseluruhan domain FSFI menunjukkan bahwa lubrikasi dan kepuasan lebih rendah pada pasien obesitas (p=0,02 dan p=0,03), tetapi ini tidak berkontribusi pada skor disfungsi seksual secara keseluruhan. Selain itu, subjek yang mengalami disfungsi seksual memiliki skor kecemasan yang lebih tinggi (p<0,005), dengan analisis korelasi menunjukkan bahwa skor FG memiliki korelasi positif yang signifikan terhadap kecemasan. Kesimpulan: Hirsutisme dan profil antropometri tidak terkait dengan disfungsi seksual pada wanita infertil Indonesia dengan SOPK. Namun, hirsutisme dapat berperan dalam menyebabkan kecemasan pada wanita Indonesia dengan SOPK. Penelitian kolaboratif dan kualitatif diperlukan selanjutnya karena fungsi seksual wanita adalah subjek yang kompleks. ......Background: Hyperandrogenism, a phenotype often found in PCOS, plays a role in physical changes (hirsutism and obesity) as well as infertility. This condition is reported to contribute to body image disturbances, anxiety, and even depression, thereby potentially contributing to the occurrence of sexual dysfunction and impacting infertility conditions. Sexual dysfunction in women is often underreported, leading to a lack of in-depth evaluation by clinicians. As a preliminary step, by understanding the relationship between physical changes due to hyperandrogenism and obesity with sexual dysfunction, it is hoped that the management of infertility in PCOS cases in Indonesia can be more comprehensive. Objective: To evaluate the relationship between hiperandrogenism, anthropometric profile (BMI and waist to hip ratio), and sexual dysfunction in infertile Indonesian women with PCOS. Methods: A cross-sectional study was conducted from December 2021 to December 2022 on 71 infertile women with PCOS at Yasmin Clinic, Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital, Jakarta, Indonesia. Biochemical hyperandrogenism was assessed through free androgen levels and the LH/FSH ratio, while clinical hyperandrogenism was evaluated using the modified Ferriman-Gallwey score. The anthropometric profile was assessed using BMI and waist-to-hip ratio. We utilized the FSFI questionnaire to evaluate sexual dysfunction and the HAM-A questionnaire to assess anxiety. Results: In this study, it was discovered that 53.3% of subjects experienced sexual dysfunction. However, there was no statistically significant relationship between hirsutism, anthropometric profile, and sexual dysfunction score in infertile women with PCOS (p >0.05). Analysis of the overall FSFI domain score revealed that lubrication and satisfaction were lower in patients with obesity (p=0.02 and p=0.03), but this did not contribute to an overall sexual dysfunction score. Also, we found that subjects who experienced sexual dysfunction had a higher anxiety score (p<0.005), with correlation analysis showing that FG scores have a significant positive correlation with anxiety. Conclusions: Hirsutism and anthropometric profile are not associated with sexual dysfunction in infertile Indonnesian women with PCOS. However, hirsutism could play a role in causing anxiety in Indonesian PCOS women. Additional qualitative and collaborative investigation is required as female sexual function is a intricate subject.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library