Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Tulisan ini berupaya menunjukkan fungsi intelejen kepolisian pada tingkat polres, untuk mengidentifikasi individu-individu atau organisasi-organisasi yang menyebabkan timbulnya gangguan kamtibmas, menganalisa dan menuangkan dalam produk tertulis yang dapat digunakan sebagai acuan atau dasar pertimbangan penentuan kebijakan pemolisian. Kegiatan intelejen kepolisian merupakan penanganan informasi yang berkaitan dengan gejala-gejala sosial beserta perubahannya yang diluangkan ke dalam produk intelejen. Yang bermanfaat untuk menciptakan maupun memelihara kamtibmas.
Jurnal Polisi Indonesia, Vol. 7 (2005) Juli : 99-110 , 2005
JPI-7-Jul2005-99
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benito Harleandra
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang analisis penerbitan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dalam penyelesaian perkara pidana melalui diversi di Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan (Polres Metro Jaksel) ditinjau dari ketentuan Pasal 109 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara informan primer, observasi dan telaahan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, Penerbitan SP3 sebagai surat ketetapan penghentian penyidikan dalam UUSPPA menjadi lembaga yang digunakan oleh penyidik Polrestro Jaksel untuk menghentikan penyidikan tindak pidana melalui proses diversi. Namun demikian penerbitan SP3 sebagai bentuk penyelesaian perkara AKH melalui diversi tetap merujuk pada ketentuan Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yang menjadi lembaga penghentian penyidikan yang dilatarbelakangi secara limitatif dalam ketentuan pasal tersebut. Kedua, Dampak yang dapat terjadi apabila pelaksanaan diversi dinyatakan selesai dengan diterbitkannya SP3 yang merujuk pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP sebagai surat ketetapan penghentian penyidikan tindak pidana sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 24 PP Diversi maka memberikan ruang untuk dibuka kembali penyidikan atas perkara tersebut sehingga AKH tidak memperoleh kepastian hukum dalam penyelesaian perkaranya. Sejatinya, penerbitan SP3 pada penyelesaian perkara AKH dimaksudkan untuk menyatakan bahwa perkara AKH telah selesai diperiksa dan diadili (memiliki kekuatan hukum tetap) serta telah dilaksanakan hukumannya sehingga tidak dapat dituntut kembali (nebis in idem) pada masa mendatang. ......This thesis is the result of research on the analysis of the issuance of Letters of Termination of Investigation (SP3) in the settlement of criminal cases through diversion at the South Jakarta Metro Police (Polres Metro Jaksel) in terms of the provisions of Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code. This research was conducted using a descriptive-qualitative method, which was sourced from primary and secondary data. The data collection method was carried out by interviewing primary informants, observing and reviewing documents. The results of the study show, first, the issuance of SP3 as a decree on termination of investigations in UUSPPA is an institution used by South Jakarta Police investigators to stop criminal investigations through the diversion process. However, the issuance of SP3 as a form of settlement of AKH cases through diversion still refers to the provisions of Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code, which is an institution for ending investigations with a limited background in the provisions of that article. Second, the impact that can occur if the implementation of diversion is declared complete with the issuance of SP3 which refers to Article 109 paragraph (2) of the Criminal Procedure Code as a decision letter to stop the investigation of criminal acts as mandated in Article 24 PP Diversion, thus providing space for the investigation of the case to be reopened so that AKH do not obtain legal certainty in the settlement of the case. In fact, the issuance of SP3 in the settlement of the AKH case is intended to state that the AKH case has been examined and tried (has permanent legal force) and the sentence has been carried out so that it cannot be prosecuted again (nebis in idem) in the future.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tono Listianto
Abstrak :
Sistem Teknologi informasi yang semakin maju ditambah dengan keberadaan internet yang kini menjadi sistem komunikasi global, yang membuat semua orang di seluruh dunia dapat bertemu dan berbicara tentang hampir semua hal. Sayangnya, tidak semua orang menggunakan internet untuk tujuan yang baik. Ada banyak orang yang menggunakan jejaring sosial untuk melakukan aksi kejahatan, seperti kejahatan cyber crime dalam bentuk rekayasa sosial (social engineering). social engineering memungkinkan peretas jahat untuk mendapatkan akses tidak sah ke jaringan organisasi, akun pengguna dan email, database, perangkat pintar, dan elektronik, seperti laptop, webcam pribadi, dan sensor, termasuk konektivitas jaringan yang memungkinkan semua objek ini bertukar data. Peretas ini menggunakan berbagai metode untuk melakukan serangan social engineering. kompleksitas teknis sistem informasi yang digunakan dalam mencari, memeriksa, dan menganalisis data transaksi yang relevan membutuhkan waktu dan keahlian teknis yang memadai dalam pengumpulan bukti yang kuat untuk mendukung Pengungkapan kasus social engineering, yang melibatkan analisis mendalam terhadap data transaksi bank yang terkait dengan serangan tersebut. Proses ini dapat memakan waktu, terutama jika ada banyak transaksi yang perlu ditelusuri dan dianalisis. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Jenis data dikelompokan menjadi dua kategori, primer dan sekunder. Tehnik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, terhadap Persoalan yang meliputi upaya yang dilakukan oleh Polri dalam membangun kerjasama dengan sektor perbankan guna meningkatkan pengungkapan kasus social engineering di wilayah hukum Polres Cimahi. Belum adanya kerjasama antara Polri dan perbankan membuat penanganan kasus social engineering yang terjadi di Polres Cimahi menjadi sangat kompleks. sehingga penting bagi Polri melakukan kerjasama tertulis dan mengikat dengan sektor perbankan guna meningkatkan pengungkapan kasus social engineering di wilayah hukum Polres cimahi. ......The increasingly advanced information technology system coupled with the existence of the internet has now become a global communication system, which allows everyone throughout the world to meet and talk about almost anything. Unfortunately, not everyone uses the internet for good purposes. There are many people who use social networks to commit crimes, such as cyber crimes in the form of social engineering. social engineering allows malicious hackers to gain unauthorized access to organizational networks, user and email accounts, databases, smart devices, and electronics, such as laptops, personal webcams, and sensors, including the network connectivity that allows these objects to exchange data. These hackers use various methods to carry out social engineering attacks. The technical complexity of the information systems used in searching, examining and analyzing relevant transaction data requires sufficient time and technical expertise in gathering strong evidence to support the disclosure of social engineering cases, which involves in-depth analysis of bank transaction data related to the attack. This process can take time, especially if there are many transactions that need to be tracked and analyzed. This research was conducted using a qualitative approach with descriptive methods. Data types are grouped into two categories, primary and secondary. Data collection techniques were carried out by means of observation, interviews, documentation, on issues which included efforts made by the National Police to build cooperation with the banking sector to increase disclosure of social engineering cases in the jurisdiction of the Cimahi Police. The lack of cooperation between the National Police and banks has made handling social engineering cases that occurred at the Cimahi Police very complex. So it is important for the National Police to carry out written and binding cooperation with the banking sector to increase disclosure of social engineering cases in the Cimahi Police jurisdiction.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Andika Putra
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang analisis penerapan diversi dalam tahap penyidikan tindak pidana kekerasan fisik yang dilakukan oleh penyidik Satreskrim pada Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan (Polres Metro Jaksel) terhadap anak yang berkonflik dengan hukum (AKH) pada tahap penyidikan yang belum memberikan hasil maksimal dalam melindungi anak secara hukum. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif-kualitatif yang bersumber dari data primer dan sekunder dengan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara wawancara informan primer, observasi dan telaahan dokumen. Hasil penelitian menunjukkan, pertama, pelaksanaan diversi di Satreskrim Polres Metro Jaksel belum sejalan dengan semangat diversi sebagaimana diatur dalam UU SPPA. Kedua, terdapat beberapa faktor yang mendorong terwujudnya pelaksanaan diversi di Satreskrim Polres Metro Jaksel yaitu: (1) adanya keinginan dari pelaku maupun korban untuk menyelesaikan perselisihan melalui musyawarah mufakat; (2) adanya kesediaan dari korban maupun keluarganya untuk bertemu dan bermusyawarah dengan pelaku dan atau keluarganya; dan (3) adanya kesepakatan yang dicapai antara pelaku dan korban dalam penyelesaian perselisihan melalui musyawarah. Ketiga, pada masa mendatang, penyidik Satreskrim Polres Metro Jaksel dapat menerapkan model diversi musyawarah masyarakat yang melibatkan polisi, pelaku dan/atau orangtua/ walinya, korban dan/atau orangtua/walinya, pembimbing kemasyarakatan dan masyarakat (tokoh masyarakat atau dari pihak sekolah) sebagaimana diamanatkan oleh UU SPPA. Model musyawarah mufakat memberikan kesempatan bagi seluruh pihak untuk memberikan pandangan mengenai pentingnya penyelesaian perselisihan melalui pendekatan keadilan restoratif bagi pelaku dan korban beserta keluarga maupun masyarakat agar hubungan kedua belah pihak dapat dipulihkan kembali seperti sedia kala. ......The thesis is a result of research on the analysis of the implementation of diversion in the investigation stage of a criminal act of physical violence carried out by investigators of the South Jakarta Metro Police (Polres Metro Jaksel) especially Satreskrim Branch against a child in conflict with the law (AKH) at the investigation stage which has not provided maximum results in protecting child legally. This research was conducted by descriptive-qualitative method sourced from primary and secondary data with data collection methods carried out by primary informant interviews, observation and document review. The results of the study show, first, that the implementation of diversion at the Satreskrim South Jakarta Metro Police is not in line with the spirit of diversion as regulated in the SPPA Law. Second, there are several factors that encourage the realization of the implementation of diversion at the Satreskrim South Jakarta Metro Police, namely: (1) the desire of the perpetrators and victims to resolve disputes through deliberation and consensus; (2) the willingness of the victim and his family to meet and discuss with the perpetrator and or his family; and (3) an agreement was reached between the perpetrator and the victim in the settlement of disputes through deliberation. Third, in the future, Satreskrim of South Jakarta Metro Police investigators can apply a community consultation diversion model involving the police, perpetrators and/or their parents/guardians, victims and/or their parents/guardians, community advisors and the community (community leaders or from the school) as mandated by the SPPA Act. The consensus deliberation model provides an opportunity for all parties to provide their views on the importance of resolving disputes through a restorative justice approach for perpetrators and victims and their families and communities so that the relationship between the two parties can be restored to stage previously.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Suharyadi
Abstrak :
Penelitian tentang Penerapan Hak Tersangka Dalam Pemeriksaan Tersangka di Pores Bekasi bertujuan untuk menunjukkan tentang penerapan hak tersangka dan proses pemeriksaan tersangka oleh penyidik/penyidik pembantu Polri selaku alat negara penegak hukum. Permasalahan yang diteliti adalah penerapan hak tersangka dalam pelaksanaan pemeriksaan tersangka oleh penyidik/penyidik pembantu Polri. Selain dari pada itu juga diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan hak tersangka dalam pemeriksaan tersangka serta bentuk-bentuk penyimpangan yang muncul dalam proses penerapan hak tersangka tersebut dalam pemeriksaan tersangka.

Hak-hak tersangka telah tertulis dalam KUHAP dari pasal 50 s/d 68 KUHAP dan tata cara-cara pemerikasaan tersangka juga telah tertulis di KUHAP dan dijabarkan oleh Mabes Polri dalam bentuk Petunjuk Teknis untuk dijadikan pedoman bagi penyidik dalam pemeriksaan tersangka. Walaupun telah diatur dalam perundang-undangan maupun peraturan yang lain namun pelaksanaan pemeriksaan tersangka yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu masih mengabaikan hak tersangka yang menjurus kepada pelanggaran maupun penyimpangan di dalam mendapatkan keterangan tersangka untuk mengungkap sebuah kasus.

Di dalam proses pemeriksaan tersangka terjadi interaksi antara pemeriksa dengan tersangka dalam bentuk tindakan-tindakan sosial yang dipengaruhi oleh pengalaman, kemampuan dan pengetahuan penyidik serta lingkungan penyidik dalam memeriksa dan menerapkan hak tersangka yang dilakukan secara terus menerus dan cenderung dipertahankan diyakini kebenarannya oleh lingkungannya baik yang sesuai aturan maupun yang tidak.

Untuk menjadikan Polri yang dicintai dan disegani oleh masyarakat maka Polri perlu membenahi dan mengintrospeksi diri serta meningkatkan kemampuan,pengetahuan dan ketrampilannya dalam pemeriksaan tersangka dengan memperhatikan serta menegak hormati hak-hak tersangka dan hak asasi manusia.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T7627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, M. H.
Abstrak :
Penyidikan kecelakaan lalu lintas di Polres Metro Jakarta Timur merupakan suatu permasalahan yang menimbulkan penyimpangan. Tesis ini bertujuan untuk menunjukkan penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu. Metode penelitian kualitatif dipilih dalam penelitian ini untuk mempermudah dilakukannya pengumpulan data dengan cara pengamatan, pengamatan terlibat, wawancara, studi kasus dan kajian kepustakaan. Penelitian dilakukan di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Timur. Tesis ini menunjukkan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu belum sesuai dengan teori penyidikan kecelakaan lalu lintas. Hal itu menyebabkan terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh penyidik dan penyidik pembantu pada setiap tahap penyidikan. Penyimpangan ini didasari oleh beberapa faktor : kurangnya pengetahuan penyidik pembantu terhadap teori penyidikan, kurangnya pemahaman tentang kelalaian dalam tindak pidana, tidak adanya dana penyidikan yang disediakan oleh negara, adanya kemauan para pihak yang terlibat dalam kecelakaan, dan lemahnya sistem kontrol dari pihak luar.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T11081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lapalonga, Jackson A.
Abstrak :
Tesis ini tentang penanganan demonstrasi oleh pasukan pengendali massa (Dalmas) Polres Metro Jakarta Pusat. Dengan perhatian utama strategi tindakan penertiban demonstrasi oleh Pasukan Dalmas dan kecenderungan penggunaan kekerasan dalam menangani demonstrasi mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode etnografi dengan tehnik pengumpulan data secara pengamatan terlibat, pengamatan dan wawancara dengan pedoman untuk mengungkapkan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pasukan Dalmas dalam menertibkan dan mengendalikan demonstrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pengamanan demonstrasi oleh pasukan Dalmas adalah hasil dari strategi kepemimpinan yang dilakukan Kapolres berdasarkan situasi yang dihadapi dan informasi mengenai ciri dan karakter demonstran. Tindakan massa demonstran yang sudah mengarah pada sikap agresif dan destruktif serta tidak terkendali membuat pasukan Dalmas mengambil sikap dan tindakan keras untuk menertibkannya. Tindakan penertiban ini cenderung menimbulkan bentrokan antara polisi dan demonstran. Tindakan pemaksaan kehendak dengan dorong mendorong, melakukan pelanggaran hukum dan tindakan yang memancing emosi pasukan Dalmas merupakan upaya untuk memancing polisi bertindak. Faktor internal kepolisian adalah kurangnya latihan dan pengendalian diri pasukan Dalmas dan faktor eksternal dari demonstran adalah tindakan atau aksi yang melanggar hukum. Demonstrasi yang berlangsung tidak murni karena merupakan suatu bentuk ekspresi dari pemaksaan kehendak oleh massa hanya untuk menarik perhatian publik dan mendapatkan pengakuan terhadap gerakannya. Daftar Kepustakaan : 26 buku
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11104
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuli Cahyanti
Abstrak :
Kejahatan uang palsu adalah kejahatan yang mengalami peningkatan secara kuantitas semenjak krisis melanda negara. Kejahatan uang palsu ini memang tidak tergolong dalam kekerasan (violence), melainkan lebih mengarah pada kejahatan tanpa kekerasan (non-violence) yaitu kejahatan yang tidak mengakibatkan derita kekerasan fisik secara langsung kepada korbannya. Meskipun demikian, akibat dari kejahatan uang palsu, yang termasuk dalam kategori Professional Crinimal Behavior ini sangat merugikan masyarakat dan negara. Untuk itulah maka pengetahuan mengenai modus operandi dari kejahatan uang palsu ini sangat dibutuhkan, tujuannya adalah agar masyarakat bisa sadar dan tidak menjadi korban dari kejahatan ini. Penelitian mengenai modus operandi kejahatan uang palsu ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk mendeskripsikan semua modus operandi kejahatan uang palsu yang ada di wilayah hukum Polres Metro Jakarta Selatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modus operandi kejahatan uang palsu ini dibedakan antara modus operandi pembuatan uang palsu dengan modus operandi pengedaran uang paisu. Modus operandi pembuatan uang palsu yang digunakan oleh pelaku adalah dengan menggunakan gabungan beberapa teknik cetak yang ada, yaitu teknik cetak offset digabungkan dengan teknik sablon dan teknik cetak sablon digabungkan dengan teknik komputer. Sedangkan modus operandi pengedaran uang palsu adalah dengan melakukan pembayaran secara langsung, menukarkan ke dolar Amerika dan memperjualbelikan dengan menggunakan perbandingan tertentu. Tempat-tempat yang digunakan untuk mengedarkan uang palsu adalah tempat-tempat yang telah disepakati bersama, misalnya rumah pelaku, area pakir, plaza, atau restauran. Pelaku mengedarkan uang palsu ini pada jam-jam yang telah disepakati bersama, bisa pagi hari, slang hari, sore hari atau bahkan malam hari.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Ghafur
Abstrak :
[ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai perilaku menyimpang anggota Polri dan permasalahannya dengan menganalisis pelanggaran kode etik profesi Polri pada Polres Aceh Utara dari tahun 2010 hingga 2012. Secara kualitatif penelitian ini akan menerangkan penyebab terjadinya perilaku menyimpang, proses pembinaan personil, dan peran pimpinan dalam menanggulangi perilaku menyimpang. Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh anggota polisi pada Polres Aceh Utara disebabkan oleh lemahnya inner containment dan outer containment. Lemahnya Inner containment disebabkan oleh kurangnya pemahaman mengenai kepolisian, menurunnya kesadaran moral dan etika, adanya gaya hidup hedonisme, berasosiasi dengan orang yang lebih dulu menyimpang. Sedangkan lemahnya outer containment disebabkan oleh kurangnya peran organisasi Polres Aceh Utara dalam hal kurang efektifnya manajemen pembinaan personil, dan kurang efektifnya peran pemimpin, dan disebabkan juga karena adanya pengaruh lingkungan komunitas.
ABSTRACT
This study aims to explain the deviant behaviour of members of the national police and the problem with analyzing the violation of code of ethics of the national police in northern Aceh police from 2010 to 2012. This qualitative study will explain the causes of deviant behaviour, process guidance to police officers deviating behaviour, and the role of leadership in dealing with deviant behaviour. Deviant behaviour committed by members of the police at the police station north Aceh caused by weak inner and outer containment. Weak Inner containment is caused by a lack of understanding of the police, declining moral and ethical awareness, their hedonistic lifestyle, associated with the person who first deviated. While the outer containment weakness caused by lack organizational roles northern Aceh Police in terms of the lack of effective management of personnel development, and the lack of effective leadership role, and due also because of the influence of the community environment, This study aims to explain the deviant behaviour of members of the national police and the problem with analyzing the violation of code of ethics of the national police in northern Aceh police from 2010 to 2012. This qualitative study will explain the causes of deviant behaviour, process guidance to police officers deviating behaviour, and the role of leadership in dealing with deviant behaviour. Deviant behaviour committed by members of the police at the police station north Aceh caused by weak inner and outer containment. Weak Inner containment is caused by a lack of understanding of the police, declining moral and ethical awareness, their hedonistic lifestyle, associated with the person who first deviated. While the outer containment weakness caused by lack organizational roles northern Aceh Police in terms of the lack of effective management of personnel development, and the lack of effective leadership role, and due also because of the influence of the community environment]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronny Iswara
Abstrak :
ABSTRAK
Setiap negara membutuhkan suatu lembaga yang dapat menciptakan kehidupan masyarakat yang tertib dan tentram. Di Indonesia, tugas ini diserahkan kepada lembaga kepolisian (Polri). Dalam mencapai tujuannya polisi seringkali melakukan tindakan yang bersifat represif atau penindakan, dan preventif atau pencegahan terhadap pelanggaran hukum (Kunarto, 1997). Masalah yang timbul adalah adanya perbedaan persepsi mengenai perlu atau tidaknya tindakan kekerasan seperti yang sering dilakukan oleh polisi dalam menjalankan tugasnya. Perbedaan persepsi tersebut misalnya sering terjadi antara pihak masyarakat dengan pihak polisi itu sendiri. Dengan kata lain, suatu bentuk kekerasan dalam pelaksanaan tugas yang oleh pihak polisi dianggap masih dalam batas wajar, tetapi masyarakat umum belum tentu berpendapat sama. Masyarakat melihat penggunaan kekerasan oleh polisi sebagai suatu kasus yang istimewa, yang tidak boleh menjadi sesuatu yang rutin. (Lubis, 1998). Di lain pihak di dalam kepolisian Indonesia dikenal suatu konsep yang disebut sebagai diskresi kepolisian, yakni suatu konsep legalitas yang mengijinkan polisi untuk menggunakan kekerasan sebatas tidak bertentangan dengan hukum (Faal, 1995). Perbedaan dasar pemikiran ini dapat menyebabkan suatu tindakan kekerasan yang dilakukan polisi dipersepsikan secara berbeda oleh kedua kelompok: tindakan kekerasan berlebihan (police brutality) atau tindakan yang bukan tergolong police brutality.

Atas dasar uraian di atas, peneliti kemudian tertarik untuk melihat perbedaan persepsi tentang police brutality antara polisi dan masyarakat. Peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara persepsi polisi dan persepsi masyarakat mengenai police brutality. Untuk tujuan itu dipilih 46 orang petugas polisi dari kesatuan reserse dan 47 orang mahasiswa sebagai subyek penelitian. Subyek dipilih dengan teknik accidental sampling. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur persepsi tentang police brutality. Alai ukur ini terdiri dari delapan item yang menggambarkan situasi yang biasa dihadapi oleh polisi reserse, dan tindakan yang mereka lakukan untuk menghadapi situasi tersebut. Dalam tiap item tersebut terdapat alternatif yang berupa lima skala kepantasan atau kewajaran tindakan yang timbul tersebut. Rentang skala tersebut mulai dari wajar sampai dengan tidak wajar. Wajar di sini diartikan sebagai tindakan tersebut memang seharusnya dilakukan oleh polise reserse tersebut. Sedangkan tidak wajar dapat diartikan bahwa tindakan tersebut sudah tergolong sebagai police brutality.

Hasil penelitian dengan menggunakan metode t-test for independent samples menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dalam persepsi tentang police brutality antara polisi dan mahasiswa.
2000
S2972
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>