Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 161 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amelinda Indrawan
Abstrak :
Dalam perkembangan modernisasi, pemanfaatan energi nuklir kian berkembang pesat karena manfaat dan potensinya yang dilihat menjanjikan bagi kepentingan manusia. Meskipun demikian, pada penerapannya pemanfaatan energi nuklir dalam bentuk reaktor nuklir memiliki ancaman kecelakaan yang dapat membahayakan umat manusia. Melihat adanya ancaman tersebut, hukum ketenaganukliran kemudian diciptakan sebagai jawaban. Perangkat keselamatan dan keamanan memang merupakan salah satu upaya preventif sebelum terjadinya kecelakaan. Permasalahan kemudian muncul di saat kecelakaan terjadi perangkat hukum mana yang sekiranya dapat mewadahi. Pertanggungjawaban ketenaganukliran kemudian dirumuskan sebagai jawaban jika terjadi kecelakaan nuklir. Selain sebagai bentuk tanggung jawab operator dalam membangun instalasi nuklir, pertanggungjawaban ketenaganukliran juga memberikan insentif kehati-hatian bagi operator dalam membangun instalasi nuklir. Melihat adanya kompleksitas dalam perangkat hukum ketenaganukliran, pertanggungjawaban ketenaganukliran kemudian dibentuk dengan adanya aturan lebih lanjut mengenai standar dan batasan pertanggungjawaban. Standar dan batasan pertanggungjawaban tersebut dituang dalam konvensi pertanggungjawaban nuklir serta diterapkan oleh beberapa negara, seperti Indonesia dan Amerika Serikat. Meskipun menerapi standar dan batasan yang sama, tetapi dalam pengaturannya terdapat perbedaan, baik di Indonesia, Amerika Serikat, dan konvensi pertanggungjawaban nuklir. Perbedaan tersebut kemudian menjadi hal yang dapat dianalisis untuk melihat tingkat keketatan dalam masing-masing perangkat hukum pertanggungjawaban ketenaganukliran. ......In the development of modernization, the utilization of nuclear energy has been developed massively due to its promising potential for humankind. However, in the applicaiton, the utilization of nuclear energy as nuclear reactor has quite high risk of nuclear incident that could harm humankind. Seeing its risk, nuclear law has been brought as the answer to it. The framework of safety and security are surely made as a preventive way before the incident. Another problem occurs in the event of nuclear incident, which legal framework would cover it. Nuclear liability has been brought as the answer in the even of nuclear incident occurs. Other than as a form of liability of the operator, nuclear liability can also be a form of safety incentive that could promote higher safety and security for its development. With the complexity of nuclear legal framework itself, nuclear liability then is consisted of particular standards and limitation. The standards and limitations itself has been applied by the international convention of nuclear liability and some countries like Indonesia and the United States. Although they are based on the same standards and limitation, the legal framework both in Indonesia, United States, dan International Convention of Nuclear Liability are varied. With the differences within the legal framework then can be a thing to be further analyzed to see the strictness of each nuclear liability legal framework.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmah Balfas
Abstrak :
Pertanggungjawaban notaris pengaturannya terdapat dalam Pasal 65 UUJN yang dapat ditasirkan bahwa pertanggungjawaban notaris atas akta yang dibuatnya atau dibuat dihadapannya adalah seumur hidup notaris. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban notaris yang protokolnya diserahkan atau disimpan oleh penyimpan protokol notaris. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode analisis dan pengolahan data secara kualitatif. Sebagai suatu jabatan, notaris seharusnya memiliki jangka waktu pertanggungjawaban. Dari hasil penelitian ini, jangka waktu pertanggungjawaban notaris yaitu sepanjang notaris memiliki kewenangan dalam menjalankan jabatannya.
Notary Accountability has regulated on article 65 UUJN, which could be interpreted that notary accountability of deed made before him or made by him is a lifelong. This study aims to know how notary accountability whose protocol submitted or transfered to the notary protocol conservator. This research constitute juridical normative which using qualitative methode as analisys and processing. As an occupation, notary should have a time period of his accountabillity. According to research result, time period of notary accountabillity is along the notary has the authority to perform his function.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28719
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Huda
Abstrak :
Kesalahan dan Penanggungiawaban Pidana masih menyisakan berbagai persoalan. Misalnya, dalam praktek hukum belum terdapat kesamaan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana. Antara putusan pengadilan yang satu dengan putusan pengadilan yang lain, kerapkali terdapat perbedaan dalam menentukan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana terdakwa. Hal ini dapat saja bersumber dari adanya kecenderungan melihat penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana semata-mata sebagai bagian dari tugas hakim daiam memeriksa, mengadili dan memutus perkara. Kecederungan demikian, juga terlihat dari minimnya ketentuan peraturan pemndang-undangan pidana mengenai hal itu. Undang-undang pidana umumnya hanya menentukan tentang perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana beserta ancaman pidana bagi pembuatnya. Pada sisi tain, hai ini membuka kemungkinan para akademisi memberi kontribusi teoretis mengenai hal ini. Pada tahun 1955 Prof. Moejatno, SH mengemukakan pandangannya mengenai tindak pidana dan pertanggungiawaban pidana. Dalam lirteratur teori ini dikena! dengan ajaran dualistis, yang dalam disertasi ini disebut dengan Teori Pemisanan Undak Pidana dan Peftanggungjawaban Pidana. Teori ini menempatkan masalah pertanggungjawaban pidana terpisah dari masalah tindak pidana, sehingga dapat dipandang sebagai koreksi atas ajaran monistis yang memandang kesalahan semata-mata sebagai unsur subyektif tindak pidana. Selain itu, teori ini telah menjadi fundamen dasar penyusunan Rancangan KUHP, sehingga sangat bemilai strategis dalam usaha pembaharuan hukum pidana Indonesia. Namun demikian, hasil penelitian dalam disertasi ini menunjukkan teori ini umumnya tidak diterapkan, sekalipun harus diakui terdapat beberapa putusan pengadilan yang dapat dipandang sejalan dengan teori tersebut. Hal ini menyebabkan elaborasi Iebih iauh tentang pola penentuan kesalahan dan penanggung-jawaban pidana berdasar pada teori dualistis, sangat diperlukan guna menunjang praktek peradilan ketika KUHP baru diberlakukan. Berdasarkan teori ini kesalahan dikeluarkan dari rumusan tindak pidana. Hal ini dapat menimbulkan berbagai persoalan dalam praktek. Misalnya, atas dasar apa penentuan kesalahan terdakwa, jika Penuntut Umum hanya berkewajiban membuktikan rumusan tindak pidana yang didalamnya tidak memuat unsur kesalahan. Apabila tidak mendapat pengaturan lebih Ianjut, balk dalam hukum pidana materil (KUHP) maupun hukum pidana formil (KUHAP), maka penentuan kesaiahan dan pertanggungjawaban pidana cenderung ke arah feit materiel. Hal ini terakhlr ini merupakan pola penentuan kesalahan dan pertanggungjawaban pidana yang telah ditinggalkan sejak Water en Melk Arrest Hoge-Raad 1916. Dengan kata lain, hal ini akan membuat pertanggungjawaban pidana cenderung dilakukan secara strict liability, yang oleh sementara kalangan dipandang sebagai pertanggungjawaban tanpa -kesalahan (liabiiity without fault). Dalam disertasi ini dikemukakan konsepsi tentang 'penentuan kesalahan dan pertangungjawaban pidana berdasar teori dualistis, tgnpa terjebak pada kecendengan menerapkannya sebagai fait material atau strict Bability. Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungiawaban Pidana yang menjadi fundamen penyusunan Rancangan' KUHP belum sepenuhnya terimplementasi dalam berbagai ketenluanhya. Sejauh mengenal perumusan tindak pidana hal ini hanya mempengaruhi dikeluarkannya kesengajaan dari rumusan tindak pidana. Sementara kealpaan tetap menjadi bagian rumusan tindak pidana. Hal ini pun akan menimbulkan persoalan dalam praktek. Tldak terbuktinya kealpaan yang menjadi bagian rumusan tindak pidana menyebabkan terdakwa dibabaskan. Sebaliknya, jika dipandang tidak terdapat kesengajaan ketika melakukan tindak pidana, maka terdakwa akan dilepaskan dari segala tuntutan hukum. Baik kesengajaan maupun kealpaan keduanya bentuk-bentuk kesalahan, sehingga kurang tepat jika tidak terdapatnya hal ini menimbulkan konsekuensi yang berbeda. Disertasi ini mengemukakan konsepsi yang clengan itu perbedaan sebagaimana tersebut di atas dapat dihindari. ......Fault and criminal liability still leaving some problems. For example, in practical law there is no similarity pattern of deciding the criminal fault and criminal liability yet. We often find that a verdict of a court is different with another court even they handled the same cases, it is usually often causes by the diherences in determined the defendant fault and criminal liability. lt could be caused by the inclination of some opinions said that the determination of the fault and criminal liability is part of the judges job in diagnose, judging and deciding a case. We can also say that the inclination caused bythe minimum regulations of the crime legislations. In generai the criminal legislations are only deciding the crime that is Stated as a crimutal act and the punishment for the doer. ln the other hand it opens the possibility for the academician to contribute their theoretical knowledge for this case. In 1955, Prof. Moejatno, SH made an opinion about criminal act and criminal liability. ln a literature, this theory is known as the dualistic theory and it is called as the separation theory of criminal act and criminal liabihty in this dissertation. This theory placed the criminal liability problem (mens rea) separate from the criminal act problem (actus reus), so that we can see it as the correction of the monistrc theory that say that fault is part of the physiological element of criminal act. Beside that, this theory has become the basic concept of the Bill of Criminal Code for it would become strategic value in the Indonesian law development. However; result of the research this dissertation shows that this theory isn't always used, even though there are some court decisions used it. lt causes a further elaboration ofthe pattern of criminal act and criminal liability based on the dualistic theory that is very important to support the practical law when it is issued to the public. Based on this theory, fault is not a part of criminal act. And it can causes problems in the law practice. For example, there will be a question about the basic determination of defendants fault, if the General Prosecutor only has an obligation to proof an criminal act concept that isn't consist of fault. lf there isn't any further regulation, neither in the substantive criminal law (Criminal Code) or procedure criminal law (Criminal Code Procedure), then the determination between fault and criminal liability will disposed to the feit materiel doctrine. And this is the pattern of the determination of fault and criminal liability that had been left since Water en Melk Arrest Hoge Read 1916. ln the other word, it can be said that the pattern can make the criminal liability disposed done by strict liability. The last one by some authors as a pattem the determination of criminal liability without fault. This dissertation tells a conception ofthe determination of fault and criminal liability based on dualistic theory without trapped on the leaning on using it as feit materiel doctrine or strict liability. The separation theory of criminal act and criminal liability that is used as the basic concept Bill of Criminal Code isn't fully implemented on some stipulations. As far as we know, this theoiyis only affected to the issued of the intention out a part of criminal act concept. In the mean time, faults still become a part ofthe criminal-ect concept, and it is become a- problem in the real practice. The unproven of intention that is a part of criminal act will release (ontslaag van -alle rechtvenrolging) 'the defendant. On the other hand, if a defendant seems to be had negligence in done the cnrninal act the law will let him free (vrijspraak). Both of intention and negligence are faults, so that it wouldn?t be appropriate if the unexcitable of them make different consequences. This dissertation tells about a conception that will show us if we can avoid the differences mentioned.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
D1022
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: UI-Press, 2019
PGB 0630
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Eva Shofwatul Uyun
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang pertanggungjawaban Notaris terhadap akta autentik yang dibuatnya berdasarkan suatu kuasa lisan yang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Permasalahan yang dibahas yaitu Akta Nomor 20 tanggal 28 Oktober 2008 yang dibuat oleh Notaris J yang mengandung cacat hukum karena kuasa lisan yang menjadi dasar dibuatnya akta tersebut ternyata tidak sah karena tidak memenuhi syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penelitian ini menggunakan bentuk yuridis normatif. Tipologi penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Jenis data yang dipakai adalah data sekunder. Metode analisis data penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa suatu akta yang dibuat berdasarkan kuasa lisan yang tidak memenuhi syarat kesepakatan berakibat akta tersebut dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang merasa dirugikan dan Notaris yang membuatnya dapat dikenakan pertanggungjawaban secara moral, administratif, dan perdata.
This study explained about The Notarys responsibility through AuthenticDeedwhich has been made based on verbal agreement that is not qualified on the requirements validity. The issues are Deed No. 20 Date October 28th, 2018 which made by J Notary containing fault of law because verbal agreement that is being a fundamental in creating a deed. Evidently, the deed is invalid because it does not meet the requirements of agreement validity according to Article 1320 Civil Law Book. The study utilizes normative juridical. The typology of this study is analytical descriptive. The data classification is secondary data. The method in data analysis is qualitative data analysis method. The result of study concludes that a deed is made based on verbal agreement which does not fit the requirements would affect the cancellation of deed by the aggrieved party and The Notary could responsible morally, administratively, and civilly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53760
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Caroline
Abstrak :
ABSTRAK

Tesis ini membahas tentang peran Notaris Pengganti dalam pembuatan Akta Perikatan Jual Beli Tanah (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor 0019/Pdt.G/2016/PN.Sby). Permasalahannya mengenai pertanggungjawaban Notaris Pengganti terhadap akta perikatan jual beli dan sertifikat yang dihilangkannya, serta tanggung jawab pemegang protokolnya. Bentuk penelitian ini yuridis normatif, dengan tipe deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa Notaris Pengganti bertanggung jawab terhadap setiap akta yang dibuatnya berdasarkan Pasal 65 UUJN. Apabila terdapat konflik terhadap akta yang dibuatnya, dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana, perdata dan administratif. Kemudian pada saat penyerahan protokol notaris juga harus dilengkapi dengan berita acara penyerahan protokol notaris agar terhindar dari konflik yang dapat muncul dikemudian hari. 


ABSTRACT


This thesis discusses the role of Substitute Notaries in the drafting of Land Purchase Agreement Deeds (Study of District Court Decisions Number 0019/Pdt.G/ 2016/PN.Sby). The problem concerns the responsibility of the Substitute Notary to the deed of sale and purchase agreement and the certificate it has lost, as well as the responsibility of the protocol holder. The form of this research is normative juridical, with analytical descriptive type. The results of this study conclude that the Substitute Notary is responsible for every deed he makes based on Article 65 UUJN. If there is a conflict with the deed he made, criminal, civil and administrative liability can be held accountable. Then, when the notary protocol is surrendered, it must also be accompanied by an official report on the submission of the notary protocol to avoid conflicts that may arise in the future.

2019
T52824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Saraswati
Abstrak :
Bertindak secara teliti dan saksama merupakan salah satu kewajiban Notaris. Ketidaktelitian seorang Notaris dapat berakibat fatal terhadap akta yang dibuatnya, yang kemudian dapat menimbulkan kerugian terhadap pihak lain. Salah satu bentuk kelalaian Notaris adalah tidak memperhatikan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh penghadap dalam pembuatan akta. Kerugian yang ditimbulkan oleh kelalaian Notaris ini seharusnya dapat dimintakan pertanggungjawaban. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum dari akta yang penghadapnya tidak memiliki kewenangan untuk bertindak, serta tanggung jawab Notaris terhadap perjanjian yang dibuat berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pb. Pembahasan penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dan analisis Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.g/2019/PN Pbr. Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian digunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipologi penelitian eksplanatoris. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa akibat hukum dari Akta Perjanjian yang penghadapnya tidak memiliki kewenangan untuk bertindak berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pbr adalah akta tersebut dianggap tidak pernah ada. Pertanggungjawaban Notaris terhadap perjanjian yang dibuat berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor 246/Pdt.G/2019/PN Pbr adalah pertanggung jawaban secara perdata yaitu ganti kerugian dalam hal biaya perkara yang timbul. ......This study discusses the responsibility of the Notary to the deed of agreement whose parties do not have the authority to act. This action is a form of negligence on the part of the Notary, for which he can be held accountable. The problems raised in this study are regarding the legal consequences of the deed which the parties do not have the authority to act, as well as the responsibility of the Notary to the agreement made based on the Pekanbaru Court Judgment Number 246/Pdt.G/2019/PN Pbr. The discussion of this research was carried out through literature study and analysis of the Pekanbaru Court Judgment Number 246/Pdt.G/2019/PN Pbr. To answer the problems in the research, a normative juridical research method is used, with an explanatory research typology. Based on the results of the analysis, it is known that the legal consequences of the Deed of Agreement whose parties do not have the authority to act based on the decision of the Pekanbaru District Court Number 246/Pdt.G/2019/PN Pbr is that the deed is considered to never exist. The Notary's responsibility for the agreement made based on the decision of the Pekanbaru District Court Number 246/Pdt.G/2019/PN Pbr is civil liability, namely compensation in terms of court costs that arise.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Nabila Satira
Abstrak :
ABSTRACT
Skripsi ini membahas mengenai sistem outsourcing yang dipergunakan para pelaku usaha untuk alasan efisiensi namun menimbulkan masalah ketika pekerja outsourcing melakukan perbuatan yang merugikan konsumen. Pelaku usaha menggunakan status pekerja outsourcing sebagai alasan untuk menolak pertanggungjawaban atas kerugian disebabkan oleh perbuatan tenaga kerja kontrak atau outsourcing. Skripsi ini dibuat dengan metode penelitian hukum normatif yaitu penelitian terhadap aturan-aturan hukum tertulis dengan menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Skripsi ini menyimpulkan bahwa pelaku usaha yang berhubungan dengan konsumen tetap harus bertanggung jawab dan memberikan ganti rugi kepada konsumen.
ABSTRACT
This thesis will discuss about the outsourcing system which has been used by many companies in hope to achieve efficiency but has the potential to cause future problem when the outsourced labor causes loss to consumer. Company used the outsourced labor rsquo s status to exclude themselves from the liability. This research used normative law research method which researched about written law which based on literature research and interview. This thesis concludes it should be the company with legal connection to consumer that should be liable.
2017
S68708
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Yohanes Partogi
Abstrak :
Kesalahan merupakan salah satu unsur terpenting untuk meminta pertanggungjawaban pidana terhadap kurir narkotika. Tanpa adanya kesalahan kesengajaan/ kelalaian , maka tidak dapat dipidananya seorang terduga kurir narkotika. Namun, pada penerapannya Hakim dalam mengadili seorang kurir narkotika terkadang luput menggali lebih lanjut mengenai bentuk kesalahan dari siterdakwa. Kesalahan ini sangat erat hubungannya dengan suatu bentuk penyertaan dalam melakukan tindak pidana. Sebab, narkotika sebagai suatu kejahatan terorganisir memiliki suatu mata rantai yang luas dimana terdapat hubungan kerja sama antar para pelaku. Dalam konteks kurir narkotika, perlunya dikaji lebih lanjut pengetahuan dan kesadaran kurir narkotika sebagai pelaku yang bekerja sama dalam suatu sindikasi narkotika. ......Fault is one of the most important elements of criminal liability to the narcotics courier. Without a fault deliberate negligent , a narcotics courier cannot be held liable for its crime. However, in the application of the Judge in adjudicating a narcotics courier sometimes escapes further the error of the accused. This error is closely related to a form of participation in committing a crime. Therefore, narcotics as an organized crime has a wide chain where there is a relationship of cooperation between principals. In the context of narcotics couriers, the need to further examine the knowledge and awareness of narcotics couriers as actors who work together in a narcotic syndication.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wisnu Aji Wibowo
Abstrak :
ABSTRAK
Studi kasus: Koperasi Pandawa Mandiri Group. Secara garis besar, koperasi tersebut terkena indikasi mengenai kasus perdata, pidana bahkan PKPU dan kepailitan, sehingga membuat koperasi tersebut mengalami kerugian. Skripsi ini membahasa dari titik awal terjadinya kerugian koperasi dan siapakah yang harus bertanggungjawab atas kerugian koperasi tersebut. Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dan analisis kwalitatif. Hasil dari penelitian ini membuktikan kerugian koperasi disebabkan karena adanya keputusan bisnis, permasalahan perdata dan permasalahan pidana. Lalu mengenai pengaturan kedudukan dan peran Pengurus koperasi di dalam Undang-Undang Perkoperasian masih belum memadai apabila dibandingkan dengan pengaturan mengenai kedudukan dan peran Pengurus di Perseroan Terbatas yang diatur di dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007. Kemudian pengaturan mengenai tanggungjawab dan pertanggungjawaban pengurus koperasi masih belum diatur cukup jelas dan terperinci mulai dari Undang-Undang Perkoperasian No. 12 Tahun 1967 hingga Undang-Undang Perkoperasian No. 17 Tahun 2012.
ABSTRACT
Pandawa Group Cooperative is exposed to indications about civil cases, criminal, even PKPU and bankruptcy, it all causedthe cooperative suffered losses. This thesis discusses from the starting point of the loss in the cooperative and who should be responsible for it. This thesis type of research is normative juridical and qualitative analysis. The results of this study prove that cooperative losses are caused by business decisions, civil issues and criminal issues. Besides, the regulation of the position and role in the cooperative board regarding to The Cooperative Act is still inadequate compared to The Limited Liability Company Law Number 40 of 2007. Then the arrangement of responsibility and accountability of cooperative management is not regulated sufficiently clear and detailed either in The Cooperative Act Number 12 of 1967 or The Cooperative Act Number 17 of 2012.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>