Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Levina Mulya
"Latar Belakang: Periodontitis kronis mempunyai prevalensi yang sangat tinggi. Baru-baru ini, ada tipe baru fototerapi non bedah untuk mengeliminasi bakteri dinamakan terapi fotodinamik.
Tujuan: Menganalisis efek terapi fotodinamik setelah SPA pada periodontitis kronis.
Metode: Desain split-mouth menerima SPA dengan atau tanpa terapi fotodinamik. BOP, kedalaman poket, dan kehilangan perlekatan diperiksa pada awal dan 1 bulan.
Hasil: Terjadi penurunan kedalaman poket dan peningkatan perlekatan, yang lebih besar dibandingkan sisi kontrol (p<0,05). Pada BOP terjadi penurunan hampir sama dengan sisi kontrol.
Kesimpulan: Tindakan SPA + terapi fotodinamik dibandingkan SPA saja terbukti menyebabkan perubahan efek klinis yang lebih baik pada penurunan kedalaman poket periodontal dan meningkatkan perlekatan gingiva.

Background: Chronic periodontitis has a very high prevalency. Recently, there is a new type of non-surgical phototherapy to eliminate bacteria called photodynamic therapy.
Aim: Analyzing the effects of photodynamic therapy after SPA in chronic periodontitis.
Methods: split-mouth design receives SPA with or without photodynamic therapy. BOP, pocket depth, and attachment loss examined at baseline and 1 month.
Results: There was a decrease in pocket depth and increasing clinical attachment, which is greater than the controls (p <0.05). In BOP decreased nearly equal to the control side.
Conclusions: Measures SPA + photodynamic therapy have better clinical effect on periodontal reduction pocket depth and increased gingival attachment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T33113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Florencia Natasya Putri Saraswati
"Latar Belakang: Rokok merupakan salah satu faktor risiko utama periodontitis dengan peningkatan resiko sebesar 2 hingga 8 kali lipat lebih tinggi terkait resiko kehilangan perlekatan klinis. Namun, belum ada penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada perokok terutama di Indonesia.
Tujuan Penelitian: Untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis dengan parameter kehilangan perlekatan klinis pada perokok.
Metode: Penelitian observasi deskriptif retrospektif menggunakan data sekunder dari 138 rekam medik dengan subjek periodontitis kronis yang merokok di klinik integrasi RSKGM FKG UI periode 2010 sampai 2017.
Hasil: Subjek merupakan 56 perokok ringan, 45 perokok sedang, dan 37 perokok berat. Frekuensi periodontitis kronis tertinggi terjadi pada rahang bawah pada perokok ringan (54,4%), serupa pada perokok sedang (53,34%), serta perokok berat (51,48%). Posterior maksila mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (31,21%), sedang (28,44%), dan berat (30,28%). Premolar mengalami periodontitis kronis tertinggi pada perokok ringan (30,24%), sedang (30,29%) dan berat (31,21%). Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi adalah gigi 33 pada perokok ringan (4,68%), gigi 43 pada perokok sedang (4,79%), dan pada perokok berat adalah gigi 34 (4,59%). Frekuensi kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada perokok ringan adalah sisi mesial gigi 42 (1,44%), pada perokok sedang adalah sisi mesial gigi 41 (1,45%), dan pada perokok berat adalah sisi mesial gigi 43 (1,39%).
Kesimpulan: Periodontitis kronis pada perokok paling banyak terjadi pada rahang bawah, regio posterior maksila, dan kelompok gigi premolar. Elemen gigi dengan periodontitis kronis terbanyak terdapat pada gigi 33, gigi 43, dan gigi 34. Sisi dengan frekuensikehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis adalah sisi mesial gigi 42, sisi mesial gigi 41, dan sisi mesial gigi 43.

Background: Cigarette smoking is one of the main risk factors for periodontitis with an increased risk of 2 to 8 times higher in clinical attachment loss. However, no study has examined the distribution of each element of tooth that has chronic periodontitis in smokers, especially in Indonesia.
Objective: Determine the distribution of affected teeth with chronic periodontitis in smoker with clinical attachment loss as a parameter.
Method: This retrospective descriptive observational study was conducted using 138 periodontal medical records of smokers chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI periode of 2010 to 2017.
Results: Subjects consisted of 56 light smokers, 45 moderate smokers, and 37 heavy smokers. The frequency of chronic periodontitis is higher in lower jaw teeth (54,4%), and similar to moderate smokers (53,34%), and heavy smokers (severe category) (51,48%). Posterior maxilla is the highest frequency in light smokers (31,21%), also in moderate smokers (28,44%), as well as in heavy smokers (30,28%). The premolar group (30,24%) has highest periodontitis in light smokers, as in moderate smokers (30,29%) and in heavy smokers (31,21%). The most frequent tooth affected by chronic periodontitis in light smokers is lower left canine (4,68%), while in moderate smokers is lower right canine (4,79%), and in heavy smokers is lower first premolar (4,59%). The highest frequency of clinical attachment loss in light smokers patient is the mesial surface of lower right lateral incisor (1,44%), in moderate smokers is the mesial surface of lower right central incisor (1,45%), and in heavy smokers is the mesial surface of lower right canine (1,39%).
Conclusion: Chronic periodontitis in smokers mostly occurs in the lower jaw, posterior maxilla region, and in the premolar group. Element of tooth most frequently affected by chronic periodontitis are lower left canine, lower right canine, and lower first premolar. The surface of the teeth with most clinical attachment loss are mesial surface of lower right lateral incisor teeth, the mesial side of lower right central incisor, and the mesial side of lower right canine.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nurul Aziziah
"Latar belakang: Periodontitis kronis merupakan jenis penyakit periodontal yang umum ditemukan pada orang dewasa, dengan prevalensi mencapai angka 74,1% di Indonesia menurut Riskesdas 2018. Tantangan utama pada perawatan periodontitis adalah waktu dan ketepatan dari diagnosis. Periodontitis kronis tidak menyebabkan timbulnya rasa sakit, sehingga pasien sering tidak mencari perawatan untuk penyakit tersebut. Menurut penelitian Grover et al. (2013), keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang datang untuk perawatan gigi dan mulut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, berkaitan dengan estetik, serta berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut. Melalui penelusuran berbagai penelitian, ditemukan berbagai macam keluhan utama pada pasien dengan periodontitis kronis dengan proporsi yang berbeda-beda, dan belum pernah dilakukan studi serupa di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deksriptif untuk distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang didapat dari data sekunder berupa 588 rekam medis RSKGM FKG UI dalam rentang tahun kunjungan 2016 - 2018. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat menggunakan SPSS untuk menggambarkan distribusi.
Hasil: Secara umum, keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang paling sering ditemukan adalah keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (39,8%), diikuti dengan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik (39,1%), dan keluhan utama yang berkaitan dengan kegawatdaruratan pada gigi dan mulut (0,9%). Ditemukan kelompok keluhan utama lainnya sebesar 20,2% yang sebagian besar meliputi rujukan (6,8%) dan sakit gigi (5,6%). Pada jenis kelamin laki-laki, keluhan utama yang paling sering ditemukan adalah yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal (20,2%), sedangkan pada jenis kelamin perempuan adalah keluhan yang berkaitan dengan estetik (21,6%). Pada kelompok usia remaja awal, lansia awal, dan lansia akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan gejala penyakit periodontal, dan pada kelompok usia remaja akhir, dewasa awal, dan dewasa akhir, paling sering ditemukan keluhan utama yang berkaitan dengan estetik.
Kesimpulan: Terdapat gambaran distribusi keluhan utama pada pasien periodontitis kronis yang berbeda menurut usia dan jenis kelamin. Keluhan berkaitan dengan gejala penyakit periodontal paling sering ditemukan pada laki-laki, serta pada kelompok usia remaja awal dan lansia, sedangkan keluhan berkaitan dengan estetik paling sering ditemukan pada perempuan, serta pada kelompok usia remaja akhir dan dewasa. Keluhan berkaitan dengan kegawatdaruratan ditemukan di beberapa kelompok usia dan kedua jenis kelamin.

Background: Chronic periodontitis is one of the common periodontal diseases found on adults. The prevalence of chronic periodontitis in Indonesia is 74,1% according to Indonesian Health Survey 2018. The main challenge on treating chronic periodontitis is a proper time of diagnosis. Chronic periodontitis is a painless disease and is often undiagnosed until it has reached moderate to advanced stage, and many patients rarely seek care. A research by Grover et al. describes the common chief complaint in chronic periodontitis patients based on three major groups; periodontitis symptoms related, esthetic related, and dental emergency related. Other researches describe different distribution on patients’ chief complaints, and currently there are no similar research in Indonesia.
Objectives: To describe the distribution of chief complaints in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI.
Methods: A descriptive study using secondary data from 588 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects in RSKGM FKG UI throughout 2016 - 2018.
Result: The highest distribution of chief complaint found in patients with chronic periodontitis is periodontitis symptoms related (39,8%), followed by esthetic related (39,1%), and dental emergency (0,9%). Patients with other chief complaints (20,2%) found mainly came through referral (6,8%) and pain (5,6%). In male, the common chief complaint found is periodontitis symptoms related (20,2%), while in female is esthetic related (21,6%). According to age, periodontitis symptoms related complaints were mainly found in early adolescents and elderly, while esthetic related complaints were mainly found in late adolescents and adults.
Conclusion: There are different distributions of chief complaint in patients with chronic periodontitis according to gender and age. Periodontitis symptoms related complaints were mainly found in males, and found in early adolescents or elderly. Esthetic related complaints were mainly found in females, and found in late adolescents and adult. Dental emergency related complaints were found in various age group and both genders equally.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiscus Xaverius Andi Wiyanto
"Pendahuluan: Merokok tembakau adalah kecanduan yang sangat umum di seluruh dunia dan faktor lingkungan predisposisi penyakit periodontal. Peran sitokin dan kemokin dalam patogenesis periodontitis kronis telah dikonfirmasi sebelumnya. Mengevaluasi sitokin serum dan kemokin sangat penting dalam menentukan respon inflamasi pada pasien periodontitis. Temuan sebelumnya menyiratkan hubungan dekat antara peningkatan sitokin interleukin-18 (IL-18) dan patogenesis periodontitis kronis pada perokok; Namun, kegunaan IL-18 sebagai penanda inflamasi pada gingivitis masih belum jelas. Tujuan: Untuk menganalisis tingkat IL-18 pada perokok dengan periodontitis kronis. Metode: Studi cross-sectional dari 76 subjek yang berusia 19-34 tahun dengan periodontitis kronis di Depok, Indonesia. Data klinis (OHIS, kantung, CAL), status merokok, dan sampel IL-18 dikumpulkan; sampel dideteksi menggunakan ELISA. Hasil: Tingkat IL-18 pada perokok dengan periodontitis sedang lebih tinggi dibandingkan pada mereka dengan periodontitis ringan. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan kadar IL-18 tidak signifikan berdasarkan konsumsi rokok harian, dan tidak ada korelasi signifikan yang terungkap mengenai konsentrasi IL-18 pada perokok berdasarkan durasi merokok. Hasil uji korelasi menunjukkan hubungan yang signifikan antara keparahan periodontitis dan jumlah rokok yang dikonsumsi per hari, tetapi tidak ada korelasi yang signifikan antara keparahan periodontitis pada perokok dan durasi merokok. Kesimpulan: Tingkat IL-18 dalam air liur dan cairan crevicular gingiva dapat digunakan sebagai biomarker yang dapat diprediksi untuk perkembangan penyakit periodontal, tetapi tidak dapat digunakan untuk menentukan kebiasaan merokok pasien. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menegaskan hubungan antara IL-18 dan periodontitis kronis pada perokok.

Introduction: Tobacco smoking is a very common addiction worldwide and a predisposing environmental factor of periodontal disease. The role of cytokines and chemokines in chronic periodontitis pathogenesis has been previously confirmed. Evaluating serum cytokines and chemokines is essential in determining inflammatory responses in periodontitis patients. Previous findings imply a close relationship between elevated cytokine interleukin-18 (IL-18) levels and chronic periodontitis pathogenesis in smokers; however, the usefulness of IL-18 as an inflammatory marker in gingivitis remains unclear. Objective: To analyze IL-18 levels in smokers with chronic periodontitis. Methods: A cross-sectional study of 76 subjects aged 19–34 years with chronic periodontitis in Depok, Indonesia. Clinical data (OHIS, pockets, CAL), smoking status, and IL-18 samples were collected; samples were detected using ELISA. Results: IL-18 levels in smokers with moderate periodontitis were higher than in those with mild periodontitis. However, the results showed that the differences in IL-18 levels were not significant based on daily cigarette consumption, and no significant correlation was revealed regarding IL-18 concentrations in smokers based on smoking duration. The correlation test results demonstrated a significant relationship between periodontitis severity and the number of cigarettes consumed per day, but no significant correlation between periodontitis severity in smokers and smoking duration. Conclusion: IL-18 levels in saliva and gingival crevicular fluid can be used as a predictable biomarker for periodontal disease progression, but cannot be used to determine the patients’ smoking habits. Further studies are required to affirm the relationship between IL-18 and chronic periodontitis in smokers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Annisa Sophia
"ABSTRAK
Latar belakang: Penggunaan alat ortodonti cekat dapat mempersulit pembersihan gigi karena komponen alat ortodonti cekat mampu melindungi plak gigi dari pembersihan mekanis. Akibat dari buruknya oral hygiene, lingkungan rongga mulut dapat berisiko mengalami kondisi patologis pada jaringan periodontal, salah satunya periodontitis kronis. Tujuan penelitian: Mengetahui evaluasi gigi geligi yang mengalami periodontitis kronis pada kasus pemakai alat ortodonti cekat. Metode: Penelitian deskriptif retrospektif pada 76 subjek yang mengalami periodontitis kronis serta memakai alat ortodonti cekat, menggunakan data kartu status rekam medik Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2008-2017. Hasil: Frekuensi periodontitis kronis pada pemakai alat ortodonti cekat lebih sering pada gigi-gigi rahang bawah (51,3%), khususnya regio rahang bawah posterior (28,1%). Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada pemakai alat ortodonti cekat adalah kelompok gigi insisif (31,3%), khususnya elemen gigi 11 (4,6%). Sisi dengan frekuensi poket periodontal dan kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi distal (32,6%). Sisi dengan frekuensi resesi gingiva tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi bukal (32,6%). Kesimpulan: Periodontitis kronis pada pemakai alat ortodonti cekat lebih sering pada gigi-gigi rahang bawah, khususnya regio rahang bawah posterior. Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada pemakai alat ortodonti cekat adalah kelompok gigi insisif, khususnya elemen gigi 11. Sisi dengan frekuensi poket periodontal dan kehilangan perlekatan klinis tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi distal. Sisi dengan frekuensi resesi gingiva tertinggi pada penderita periodontitis kronis yang memakai alat ortodonti cekat adalah sisi bukal.

ABSTRACT
Background: Usage of fixed orthodontic appliances could cause difficulty on oral cleansing because its components could protect dental plaque from mechanical cleansing. The consequence of bad oral hygiene leads to an oral environment that could be at risk for pathological conditions in periodontal tissues, such as chronic periodontitis. Objective: To understand the dental evaluation of chronic periodontitis in cases of fixed orthodontic patients. Method: This retrospective descriptive study was conducted on 76 subjects that have chronic periodontitis and also using fixed orthodontic appliances, by using medical records of Klinik Periodonsia RSKGM FKG UI in period of 2008 - 2017. Result: The frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances is more frequent in the mandibular teeth (51.3%), especially the posterior mandibular region (28.1%). The group of teeth with the highest frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances was the incisors (31.3%), especially the 11 tooth element (4.6%). The side with highest frequency of periodontal pocket and clinical attachment loss in patients with chronic periodontitis who use fixed orthodontic appliances is the distal side (32.6%). The side with highest frequency of gingival recession in patients with chronic periodontitis who use fixed orthodontic appliances is the buccal side (32.6%). Conclusion: Chronic periodontitis in users of fixed orthodontic appliances is more frequent in mandibular teeth, especially the posterior mandibular region. The group of teeth with highest frequency of chronic periodontitis in users of fixed orthodontics is the incisor tooth group, especially the 11 tooth element. The side with highest frequency of periodontal pockets and clinical attachment loss in patients with chronic periodontitis using fixed orthodontic appliances is the distal side. The side with highest frequency of gingival recession in patients with chronic periodontitis using fixed orthodontic appliances is the buccal side."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Mutia
"Latar Belakang: Salah satu perawatan yang dilakukan untuk penanganan pasien periodontitis kronis adalah scaling dan root planing. Setelah dilakukannya perawatan, maka tingkat perdarahan gingiva akan mengalami perubahan. Penelitian yang mengaitkan pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pada pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI belum pernah dilakukan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh scaling dan root planing terhadap tingkat perdarahan gingiva pasien periodontitis kronis. Metode: Penelitian dengan pendekatan analitik ini dilakukan dengan menggunakan data sebanyak 213 rekam medik yang di dapat dari data sekunder rekam medik periodonsia Klinik Integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2014-2018. Data dianalisis dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil: terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) nilai OHIS dan PBI dari subjek sebelum dan sesudah dilakukan perawatan scaling dan root planing.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian, perawatan scaling dan root planing berpengaruh terhadap tingkat kebersihan mulut dan perdarahan gingiva. Nilai OHIS dan PBI akan lebih rendah setelah dilakukan perawatan scaling dan root planing daripada sebelumnya.

Background: One of the treatments that performed for the patients with chronic periodontitis is scaling and root planing. After treatment, the level of gingival bleeding will change. Research that links the effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis in RSKGM FKG UI has never been done. Objective: This study aims to determine an effect of scaling and root planing on the level of gingival bleeding in patients with chronic periodontitis. Method: Analytic approach study was conducted using 213 medical records sourced from the secondary medical records of Periodontal Integration Clinic RSKGM FKG UI from 2014 to 2018 year of visit. Data were analyzed using Wilcoxon test. Result: There were significant differences (p <0.05) between OHIS and PBI values of the subjects before and after scaling and root planing treatment. Conclusion: Based on the results of the study, scaling and root planing treatment affect the level of oral hygiene and gingival bleeding. OHIS and PBI values will be lower after scaling and root planing treatments than before.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jojor Sinta Marito
"Latar Belakang: Diabetes melitus DM telah ditetapkan sebagai faktor risiko terjadinya periodontitis kronis. Namun demikian, penelitian mengenai distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 belum pernah dilakukan.
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi elemen gigi yang mengalami periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2.
Metode: Penelitian deskriptif retrospektif ini dilakukan dengan menggunakan data yang diambil dari 107 rekam medis periodontal subjek periodontitis kronis dengan DM tipe-2 di RSKGM FKG UI periode 2006 sampai dengan 2016.
Hasil: Frekuensi periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 lebih tinggi pada gigi-gigi rahang bawah 51,5. Regio dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada penderita DM tipe-2 adalah rahang bawah anterior 26,5. Kelompok gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada penderita DM tipe-2 adalah kelompok gigi insisif 32,4. Elemen gigi dengan frekuensi periodontitis kronis tertinggi pada subjek dengan DM tipe-2 adalah insisif sentral kanan rahang bawah 4,7. Frekuensi tertinggi poket periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 adalah pada sisi mesial gigi 32 1,15. Frekuensi tertinggi resesi gingiva pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada sisi labial gigi 32 1,05. Frekuensi kehilangan perlekatan klinis pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada gigi 42 pada sisi mesial 0,78.
Kesimpulan: Periodontitis kronis pada penderita DM tipe-2 paling sering terjadi pada gigi-gigi anterior rahang bawah. Kelompok elemen gigi yang paling sering terjadi periodontitis kronis adalah kelompok gigi insisif. Elemen gigi yang paling sering terjadi periodontitis kronis adalah gigi insisif sentral kanan rahang bawah. Frekuensi tertinggi poket periodontal pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 adalah pada sisi mesial gigi 32. Frekuensi tertinggi resesi gingiva pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada sisi labial gigi 32. Frekuensi kehilangan perlekatan klinis pada penderita periodontitis kronis dengan DM tipe-2 yaitu pada gigi 42 pada sisi mesial.

Background: Evidence consistently shows that type 2 diabetes mellitus is a risk factor for chronic periodontitis. However, no study has evaluated the distribution of teeth affected by chronic periodontitis among subjects with type 2 DM.
Objective: This study aims to evaluate the distribution of teeth affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects.
Methods: This retrospective descriptive study was conducted using data obtained from 107 periodontal medical records of chronic periodontitis subjects with type 2 DM in RSKGM FKGUI periode of 2006 to 2016.
Result: Chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects showed higher frequency in lower teeth 51,5 . Anterior lower teeth showed higher chronic periodontitis frequency than other mouth regions with frequency of 26,5 . Type of tooth most frequently affected by chronic periodontitis was incisors 32,4. Teeth most frequently affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects were lower right central incisor 4,7. Pocket formation showed highest frequency in mesial surface of lower left lateral incisor 1,15. Gingival recession showed highest frequency in labial surface of lower left lateral incisor 1,05. Mesial surface of lower right lateral incisor was the most frequent teeth with clinical lost of attachment with frequency of 0,78.
Conclusion: Mandibular anterior teeth were the most frequently affected with chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects. Type of tooth most frequently affected by chronic periodontitis was incisors. Teeth most frequently affected by chronic periodontitis in type 2 diabetic subjects were lower right central incisor. Pocket formation showed highest frequency in mesial surface of lower left lateral incisor. Gingival recession showed highest frequency in labial surface of lower left lateral incisor. Mesial surface of lower right lateral incisor was the most frequent teeth with clinical lost of attachment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johnson Petric Darmanto
"Latar Belakang: Pada kasus borderline periodontitis agresif dan periodontitis kronis diperlukan suatu biomarker imunologis yang dapat membantu menegakkan diagnosis dengan tepat. Human Beta Defensin-3 merupakan suatu protein yang berasal dari host yang dapat menggambarkan derajat keparahan penyakit periodontal.
Tujuan: Menganalisis kadar hBD-3 pada cairan krevikular gingiva penderita periodontitis kronis dan periodontitis agresif.
Metode: Penelitian ini melibatkan 16 orang penderita periodontitis agresif, 16 orang penderita periodontitis kronis dan 8 subyek sehat. Kadar hBD-3 diukur dengan teknik ELISA.
Hasil: Kadar hBD-3 pada periodontitis kronis tidak berbeda bermakna dengan kadar hBD-3 periodontitis agresif (p>0,05).
Kesimpulan: Kadar HBD-3 dalam cairan krevikular gingiva tidak berbeda bermakna pada penderita periodontitis kronis dan periodontitis agresif sehingga belum bisa digunakan sebagai alternatif diagnosis.

Background: For borderline cases between chronic and aggressive periodontitis, an immunologic biomarker is needed to fix the diagnosis. Human Beta Defensin-3 is a host protein that can describe the severity of periodontitis.
Aim: Analyzing Human Beta Defensin-3 (HBD-3) levels in gingival crevicular fluid of chronic and aggressive periodontitis patient.
Method: Samples were collected from 8 healthy subjects, 16 aggressive periodontitis subjects and 16 chronic periodontitis subjects. HBD-3 level was measured by using ELISA technique.
Result: HBD-3 levels in chronic periodontitis didn?t show any difference to the hBD-3 levels in aggressive periodontitis (p>0,05).
Conclusion: HBD-3 levels in chronic periodontitis didn?t show any difference to the aggressive one so it can not be used as a diagnostic parameter in chronic periodontitis and aggressive as well.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferinda Putri Utami
"Latar belakang: Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko periodontitis kronis. Penelitian mengenai perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok belum banyak dilakukan.
Tujuan penelitian: Mengetahui perbedaan kedalaman poket dan resesi gingiva pasien periodontitis kronis perokok dan bukan perokok.
Metode: Penelitian potong lintang pada masing-masing 101 subjek periodontitis kronis perokok dan bukan perokok yang diambil dari rekam medik klinik integrasi RSKGM FKG UI tahun kunjungan 2010-2015.
Hasil: Berdasarkan uji Mann-Whitney terdapat perbedaan bermakna p < 0,05 rerata kedalaman poket dan resesi gingiva antara perokok dan bukan perokok.
Kesimpulan: Rerata kedalaman poket dan resesi gingiva perokok lebih besar daripada bukan perokok.

Background: Smoking is one of the risk factors of chronic periodontitis. Studies that shows the difference of pocket depth and gingival recession of chronic periodontitis patient between smokers and nonsmokers are still rare.
Objective: Knowing the difference of pocket depth and gingival recession between smokers and nonsmokers chronic periodontitis patient.
Methods: A cross sectional study was conducted using medical records of 101 smokers and 101 nonsmokers who suffered chronic periodontitis in integration clinic RSKGM FKG UI during 2010 2015.
Results: Mann Whitney test showed that there were significant differences in the average of pocket depth and gingival recession (p<0,05) between smokers and nonsmokers.
Conclusions: The average of pocket depth and gingival recession in smokers is higher than nonsmokers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kania Hanna Suherman
"Latar Belakang: Informasi radiografis mengenai kehilangan tulang berperan penting dalam penentuan diagnosis, rencana perawatan, dan prognosis periodontitis. Pengklasifikasian diagnosis periodontitis berdasarkan AAP 2017 mencakup komponen kehilangan perkelatan klinis dan persentase kehilangan tulang radiografis yang menghasilkan diagnosis periodontitis berdasarkan tingkat keparahan. Tujuan: Melihat tingkat kesesuaian diagnosis radiografis berdasarkan persentase kehilangan tulang dengan diagnosis klinis berdasarkan kehilangan perlekatan. Metode: Menggunakan studi potong lintang menggunakan 70 sampel komponen data kehilangan perlekatan klinis rekam medis dan radiograf intraoral sisi proksimal sampel gigi dengan diagnosis dan kerusakan terparah dari pasien periodontitis kronis di RSKGM FKG UI. Perhitungan kerusakan menggunakan persentase kehilangan tulang dengan mengukur jarak CEJ ke defek tulang terparah dan jarak CEJ ke ujung apeks gigi. Hasil: Uji komparatif Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara diagnosis klinis dan radiografis berdasarkan klasifikasi AAP 2017 mengenai periodontitis dengan nilai p=0,003. Sebanyak 64,3% sampel memiliki kesesuaian diagnosis klinis dan radiografis, 27,1% sampel memiliki diagnosis radiografis < klinis, dan 8,6% sampel memiliki diagnosis radiografis > klinis. Kesimpulan: Diperlukan dua alat diagnostik untuk menentukan tingkat keparahan periodontitis, yaitu secara klinis dan diikuti dengan pemeriksaan radiografis untuk menutupi limitasi dari masing-masing jenis pemeriksaan. Berdasarkan kesesuaian diagnosis yang signifikan, radiograf periapikal dapat digunakan untuk membantu diagnosis periodontitis.

Background: Radiographic information regarding bone loss plays an important role in determining periodontitis diagnosis. The AAP 2017 classification of periodontitis diagnosis uses CAL and the RBL that would result in a periodontitis diagnosis based on the severity and disease progression. Objectives: The study was aimed to compare the diagnosis based on a percentage of RBL and clinical diagnosis based on CAL. Methods: The cross-sectional study was conducted on 70 samples using CAL and percentage of RBL in proximal sites. Radiographic assessment was done by calculating the distance from CEJ to proximal bone defects and from CEJ to root tip. Result: The result of the Wilcoxon comparative test showed a statistically significant difference between clinical and radiographic diagnosis based on the AAP 2017 classification with p-value=0.003. The result showed that 64,3% had clinical diagnosis = radiographic diagnosis, 27,1% had a radiographic diagnosis < clinical diagnosis, and 8,6% had a radiographic diagnosis > clinical diagnosis. Conclusion: Two diagnostic tools are needed to determine the severity of periodontitis, clinically and followed by a radiographic examination to cover the limitations of each examination. Based on the significant accuracy of the diagnosis, the periapical radiograph can be used to assist in the periodontitis diagnosis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>